Anda di halaman 1dari 28

TETANUS

AZ ZAHRA ULFAH
2015730018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


STASE BEDAH RSUD SEKARWANGI SUKABUMI

Pembimbimg :
dr. Gatot Sugiharto, Sp.B
Definisi
Tetanus Penyakit infeksi akut yang ditandai oleh kekakuan

otot dan spasme yang diakibatkan oleh toksin dari

Clostridium tetani atau penyakit system saraf yang

disebabkan oleh tetanospamin.


TOKSIN TETANI
(EKSOTOKSIN)  Tetanospasmin  neurotoksin yang dihasilkan
oleh C. tetani ditandai: spasme tonik persisten
disertai serangan yang jelas dan keras atau
berperan dalam menimbulkan gejala klinis
tetanus.
 Tetanolisin  menciptakan kondisi optimal untuk
perkembangan bakteri
Clostridium tetani

ETIOLOGI
 Bakteri anaerob gram positive, berbentuk batang

 Ditemukan di tanah, debu, kayu, kotoran, manusia


dan hewan

 Dapat membentuk spora dalam kondisi tertentu


EPIDEMIOLOGI

Di dunia berkisar 1 juta kasus


setiap tahun dengan kematian yang
bervariasi pada setiap negara.
Profil Kesehatan Indonesia 2012
menunjukkan kenaikan kasus tetanus
neonatorum menjadi 119 kasus dari
114 kasus pada tahun 2011, dan
jumlah pasien meninggal 59 kasus
Patomekanisme
Luka C. tetani masuk melalui luka Berkembang pada Kondisi anaerob

Toksin di Menyebar ke pembuluh darah Multiplikasi dan produksi


transportasikan ke SSP atau ke saluran limfatik toksin tetanospasmin

Toksin tetanus dapat Peningkatan tonus, rigiditas


menyebar secara Toksin menghambat tonus, spasme otot,
retrograde di akson lower pelepasan GABA dan hipereksitasi, kejang tonik
motor neuron (LMN) dan glisin otot
akhirnya mencapai
medula spinalis atau
batang otak.
Periode inkubasi bervariasi 3 - 21 hari dengan rerata 8
hari.

Gejala Gejala pertama muncul adalah trismus atau rahang

Klinis
terkunci

Trias: rigiditas otot, spasme otot dan ketidakstabilan


otonom.

Rigiditas otot : trismus, kaku leher dan nyeri punggung.

Gangguan otonomik :
• Takikardi/bradikardi

• Peningkatan respirasi

• hiperpireksia
4 Tipe Gejala Klinis Tetanus

Generalized Localized Cephalic Neonatal


Tetanus
generalisata • Gejala:
 Tetanus generalisata tampak dengan pola menyebar ke distal.

 Gejala awal bermula dari trismus diikuti spasme leher,


kesulitan menelan, dan rigiditas otot abdominal. Tungkai
biasanya sedikit terpengaruh; jika terdapat opistotonus
penuh, akan muncul fleksi lengan dan ekstensi kaki seperti
posisi dekortikasi.
 Saat kejang kesadaran tidak terganggu (khas tetanus)

 Autonomic over activity dan iritabilitas hiperhidrosis, drooling,


miksi dan defekasi tidak terkontrol, gangguan hemodinamik

 Dapat menimbulkan kejang umum bila bakteri ke SSP

 Spasme dapat berlangsung 3-4 minggu


Tetanus
lokal • Dapat menjadi awal dari tetanus umum, tetapi
lebih ringan.

• Jarang fatal (1%).

• Gejala: kekakuan dan spasme yang menetap


disertai rasa sakit pada otot disekitar atau
proksimal luka.
Tetanus
cephalic • Tetanus sefalik jarang terjadi, biasanya pada otitis media
atau pasca-trauma kepala dengan gejala terutama di
daerah fasial.

• Disfungsi 1 atau lebih nervus cranialis  umumnya


nervus facialis
Gejala:
- Parese wajah
- Disfagia
-Gangguat otot ekstraokular
Tetanus • Generalized tetanus yang muncul pada bayi baru lahir

neonatorum (neonatus 1-2 hari pertama kehidupan) akibat tidak


adanya imunitas pasif yang diturunkan dari ibu (ibu tidak
diimunisasi)

• Penyebab: Infeksi tali pusat akibat pemotongan dengan


instrumen tidak steril

• Gejala:
• Ketidakmampuan menyusu

• Opistotonus

• Kelemahan,diikuti oleh kekakuan dan spasme


DD TETANUS
Diagnosis ditegakkan sepenuhnya dari tanda dan
gejala klinis tanpa konfirmasi tes laboratorium.
DIAGNOSIS
Definisi WHO untuk tetanus dewasa membutuhkan
penemuan salah satu tanda klinis, yaitu trismus atau
risus sardonikus atau kontraksi otot yang nyeri.
Kultur luka  kurang bermakna  2/3 hasil
PEMERIKSAAN negative (waktu untuk kultur juga lama bisa
PENUNJANG beberapa hari  terlambat tatalaksana)

Tetanus antibody test (pemeriksaaan lama dan


fasilitas belum tentu ada )
1. General measures

2. Immunotherapy

TATALAKSANA 3. Antibiotic treatment

4. Muscle spasm control

5. Autonomic dysfunction control

6. Airway / respiratory control

7. Adequate fluids and nutrition


Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang
perawatan yang sunyi dan dihindarkan dari
PERAWATA stimulasi taktil ataupun auditorik.
N UMUM
MANAGEMENT LUKA
 Dilakukan sesegara mungkin setelah pasien stabil
 Debridement dan eksplorasi luka yang dicurigai
 Eksisi jaringan nekrotik dan benda asing
 Dicuci dengan H2O2, dapat disuntikkan ATS
disekitar luka
 Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah kondisi
anaerob
Jika tersedia Human tetanus immunoglobuline
(TIG) sesegera mungkin 500 IU IM atau IV
IMUNOTHER (tergantung pada sediaan yang tersedia).
APY Rekomendasi British National Formulary ialah
5.000-10.000 unit intravena.

Bila human TIG tidak tersedia, dapat digunakan


ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit, diberikan
50.000 unit intravena dan 50.000 unit IM
Metronidazol lebih disukai (500 mg setiap enam
ANTIBIOTI jam secara intravena atau melalui mulut);
K
Penicillin G (100.000–200.000 IU / kg / hari
secara intravena, diberikan dalam 2-4 dosis
terbagi).

Tetrasiklin, makrolida, klindamisin, sefalosporin,


dan kloramfenikol juga efektif.
• Terapi anti kejang : Golongan benzodiazepin menjadi
KONTROL pilihan utama.
SPASME • Diazepam intravena dengan dosis mulai dari 5 mg atau
OTOT • Lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg dapat dititrasi
hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan
hipoventilasi berlebihan.
• Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi
dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan
disfungsi otonom dengan dosis loading 5 mg intravena
diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai kontrol spasme
Dapat menggunakan magnesium sulfat
atau
KONTROL  Morfin.
DISFUNGSI
OTONOM
Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme
KONTROL dan memberikan efek sedasi dapat menyebabkan
SALURAN depresi saluran napas. Ventilasi mekanik diberikan
NAPAS sesegera mungkin.

Trakeostomi lebih dipilih dibandingkan intubasi


endotrakeal yang dapat memprovokasi spasme
dan memperburuk napas.
CAIRAN DAN Diperlukan cairan serta nutrisi yang adekuat
mengingat tetanus meningkatkan status
NUTRISI YANG
metabolik dan katabolik.
ADEKUAT
Dukungan nutrisi akan meningkatkan peluang
bertahan hidup.
 Pemberian imunisasi aktif (proteksi 10 tahun)
 Penanganan luka yang benar dan pemberian
Pencegahan profilaksis antitoksin tetanus pada luka yang rawan
 luka tusuk, luka kotor/terkontaminasi, luka
dengan benda asing, luka yang terlambat ditangani
( > 4 jam)
 Imunisasi aktif
DPT 3x (2, 3, 4 bulan)
DPT booster: 18 bulan dan 5 tahun
Td/Tdap: 10 – 12 tahun dan 18 tahun
TT untuk ibu hamil 2x pada usia kehamilan 20 – 30 minggu
PENILAIAN TETANUS
Derajat penyakit tetanus modifikasi Albleet
Grade 1 (ringan): Trismus ringan sampai sedang, spasme umum, tidak ada penyulit pernafasan,
tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

Grade 2 (sedang): Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat,
penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

Grade 3 (berat): Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering,
serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering dan
terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas
sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.

Grade 4 (sangat Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali
berat): menyebabkan “autonomic storm”
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai