Anda di halaman 1dari 91

PEROLEHAN TANAH DALAM SUATU SISTEM

MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL


ASAS ASAS PEROLEHAN TANAH

1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun


dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas
tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;

2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada


landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan, bahkan
diancam dengan sanksi pidana;
3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan
hak yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional,
dilindungi oleh hukum terhadap gangguan-gangguan
dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota
masyarakat maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika
gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya.
4. Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum
untuk menanggulangi gangguan yang ada, yaitu:
a. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat:
gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau
meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya
menurut UU No. 51 Prp Tahun 1960.
b. Gangguan oleh penguasa:
gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan
Tata Usaha Negara
5. Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun
dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek-proyek
kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki
seseorang harus melalui musyawarh untuk mencapai
kesepakatan, baik mengenai penyerahan tahanya
kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai
imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan untuk menerimanya.
6. Dalam keadaan biasa, untuk memeperoleh tanah yang
diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam
bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada
pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah
kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak
disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga
“penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi
pada Pengadilan Negeri” seperti yang diatur dalam
Pasal 1404 KUHPerdata.
7. Bahwa dalam keadan memaksa, jika tanah yang
bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan
kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan
tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan
tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan
pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan
persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan
acara pencabutan hak yang diatur dalam UU No 20
Tahun 1961.
8. Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik
atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui
pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh
imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi
tanahnya, bangunan, dan tanaman pemegang hak,
melainkan juga kerugian-kerugian lain yang dideritanya
sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.
9. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian
tersebut, juga jika tahannya diperlukan untuk
kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak,
haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang
haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang
sosial maupun tingkat ekonominya.
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK
MENENTUKAN TATA CARA PEROLEHAN TANAH

1. Proyeknya:

apa yang dikembangkan/dibangun di atas


tanah yang diperoleh.
a. untuk keperluan pribadi
b. untuk kegiatan bisnis
c. untuk keperluan khusus
2. Lokasinya:

Berpedoman pada Rencana Tata Ruang


Wilayah.

untuk keperluan bisnis, perlu dimohon Ijin


Prinsip dan Ijin Lokasi (Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN No 2 Tahun 1999
tentang Ijin Lokasi).
UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.

RTRW ditetapkan oleh Pemerintah


Daerah.
RTRW merupakan pedoman memakai
tanah.
3. Status tanah yang tersedia
a. segi fisik:
letak, batas-batasnya dan luas
b. segi yuridis:
jenis hak, pemegang haknya, hak-hak pihak
ke tiga

4. Kesediaan pemegang hak melepaskan hak atas tanah


5. Status hukum calon pemegang hak atas tanah
Jenis jenis Perolehan Tanah

a. Primer:
1. Pembukaan hutan
2. Pemberian hak baru oleh negara

b. Sekunder:
1. Pewarisan
2. Pemindahan hak
3. Pemberian hak baru oleh pemilik tanah
4. Perubahan hak
c. Hapusnya hak:
1. Berakhirnya jangka waktu
2. Pelepasan/pembebasan hak
3. Pembatalan hak
4. Pencabutan Hak

d. Konversi hak-hak atas tanah yang lama


Izin Lokasi
Izin Lokasi:
izin yang diberikan kepada perusahaan
untuk memperoleh tanah yang diperlukan
dalam rangka penanaman modal yang
berlaku pula sebagai izin pemindahan hak,
dan untuk menggunakan tanah tersebut
guna keperluan penanaman modalnya
Jangka waktu izin lokasi:
a. luas tanah 25 ha  1 tahun
b. luas tanah > 25 ha s/d 50 ha  2 tahun
c. luas tanah > 50 ha  3 tahun

Dapat diperpanjang 1 tahun dengan syarat tanah


yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50%
dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi
Cara perolehan tanah yang diperlukan
didasarkan atas status tanah yang
tersedia:
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak
a. pemegang hak atas tanah bersedia
menyerahkan atau memindahkan
hak atas tanah
b. Jika pemegang hak bersedia
menyerahkan haknya, apakah pihak yang
memerlukan tanah:
1. memenuhi syarat sebagai pemegang
hak atas tanahnya
2. tidak memenuhi syarat untuk menjadi
pemegang hak atas tanahnya
c. pemegang hak atas tanahnya tidak
bersedia menyerahkan atau memindahkan
hak atas tanahnya
3. Tanah Hak Pengelolaan
KONVERSI
• Hak Eigendom menjadi Hak Milik jika
pemiliknya pada tanggal 24 September
1960 WNI tunggal.
• Jika syarat tersebut tidak dipenuhi,
dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan
• Hak Eigendom kepunyaan pemerintah
negara asing digunakan untuk kediaman
duta besar atau gedung kedutaan
dikonversi menjadi hak pakai yang akan
berlangsung selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tersebut.
• Hak milik adat dikonversi menjadi Hak
Milik jika pemiliknya pada tanggal 24
September 1960 berkewarganegaraan
Indonesia tunggal
• Jika syarat tersebut tidak dipenuhi
dikonversi menjadi HGB jika tanah untuk
bangunan atau dikonversi menjadi HGU
untuk tanah pertanian dengan jangka
waktu 20 tahun
• Hak Erfpacht untuk perkebunan besar
menjadi Hak Guna Usaha yang
berlangsung selama sisa jangka waktunya
tetapi selama-lamanya 20 tahun
• Hak Erfpacht untuk perumahan dan Hak
Opstal menjadi Hak Guna Bangunan,
yang berlangsung selama sisa waktunya,
tetapi selama-lamanya 20 tahun
• Hak atas tanah yang memberi wewenang
sebagaimana hak pakai dikonversi
menjadi Hak Pakai
• Hak gogolan yang bersifat tetap menjadi
Hak Milik, sedang yang tidak tetap
menjadi Hak Pakai
Tata Cara Memperoleh Tanah:
a. Tanah Negara  PERMOHONAN HAK
b. Tanah Hak  1. Perjanjian dengan
pemilik tanah
2. Pemindahan Hak
3. Pembebasan Hak
4. Pencabutan Hak
PERMOHONAN HAK
Pemohon mengajukan permohonan hak

Diajukan kepada pejabat yang berwenang:


a. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota
b. Kepala Kanwil BPN Provinsi
c. Kepala BPN
Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN No 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah Negara
HAK MILIK
- Tanah pertanian:
s/d 2 ha -> Ka Kan Pertanahan
> 2 ha -> Ka Kanwil BPN Provinsi

HAK GUNA USAHA


- Tanah Non Pertanian:
s/d 200 ha -> Ka Kanwil BPN
- HAK GUNA BANGUNAN
tanah non pertanian
s/d 2.000 m2 -- Ka Kan Pertanahan
s/d 15 ha  Ka Kanwil BPN
- HAK PAKAI
tanah pertanian 
s/d 2 ha  Ka Kan Pertanahan
> 2 ha  Ka Kanwil BPN
HAK PAKAI
tanah non pertanian:
s.d 2.000 m2  Ka Kan Pertanahan
> 2.000 m2 - Ka Kanwil BPN
DASAR HUKUM

Peraturan Kepala BPN No 1 Tahun 2011:

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak


Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah Tertentu
Kepala Kantor Pertanahan:

HAK MILIK:
- pertanian luas tidak lebih dari
20.000 m2
- non pertanian luas tidak lebih dari
2.000m2
Hak Milik untuk:
- transmigrasi
- redistribusi tanah
- konsolidasi tanah
- pendaftaran tanah yang bersifat
strategis, massal dan program lainnya
Kepala Kantor Pertanahan:
memberikan HGB
- perseorangan tidak lebih dari 1.000 m2

- badan hukum luas tidak lebih dari 5.000


m2

Semua HGB atas tanah Hak Pengelolaan


Kepala Kantor Pertanahan memberikan Hak
Pakai:

untuk perseorangan:
tanah pertanian tidak lebih dari 20.000 m2
tanah non pertanian tidak lebih dari 2.000
m2
untuk badan hukum:
- pertanian luas tidak lebih dari 20.000 m2
- non pertanian tidak lebih dari 2.000 m2

Pemberian Hak Pakai di atas Hak


Pengelolaan
Ka Kanwil BPN
memberikan Hak Milik:
- pertanian:
a. perorangan luas lebih dari 20.000 m2
b. badan hukum luas lebih dari 20.000 m2
- Non pertanian:
lebih dari 2.000 m2 tidak lebih dari 5.000
m2
Hak Guna Bangunan:
perorangan: lebih dari 1.000 m2 tapi tidak
lebih dari 5.000 m2

Badan hukum lebih dari 5.000 tapi tidak


lebih dari 75.000 m2
Hak Guna Usaha:

Tidak lebih dari 1.000.000 m2


Hak Pakai
a. pertanian:
- perorangan luas lebih dari 20.000 m2
- badan hukum lebih dari 20.000 m2
b. Non pertanian”
- perorangan lebih dari 2.000 m2 tapi tidak
lebih dari 5.000 m2
- badan hukum lebih dari 2.000m2 tapi tidak
lebih dari 25.000 m2
Kepala Kantor Pertanahan memeriksa
permohonan dibantu Panitia Pemeriksaan
Tanah (Panitia A atau Panitia B)

Dibuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah


jika dikabulkan  Surat Keputusan
Pemberian Hak (SKPH)

Jika ditolak  Surat Penolakan


Jika sudah menerima SKPH, kewajibannya:
a. Membayar Bea Perolehan Hak Atas
tanah dan bangunan
b. Membayar Uang Pemasukan
c. Mendaftarkan hak yang bersangkutan
Apabila penerima hak tidak memenuhi
kewajibannya maka Kepala BPN dapat
membatalkan.
Kapan lahirnya hak yang diperoleh melalui
permohonan hak/pemberian hak?

Pada saat dibuatkan buku tanah hak yang


bersangkutan
Fungsi pendaftaran tanah karena
pemberian hak
a. Untuk keperluan pembuktian
b. Sebagai syarat konstitutif
PEMBERIAN HAK BARU DI ATAS TANAH
HAK MILIK
Dalam Akta Pemberian Hak Baru dirumuskan
pemberian hak baru sebagai berikut:
- Pihak Pertama (pemilik tanah) memberikan
HGB/Hak Pakai kepada Pihak Kedua
(Pemegang Hak Baru) dan
- Pihak Kedua menyatakan menerima pemberian
HGB/Hak Pakai dari Pihak Pertama di atas
Tanah hak Milik No… Kelurahan/Desa…
Hak Milik tersebut:
a. Telah bersertipikat atau
b. Belum bersertipikat (bekas Hak Milik
Adat)
• Pemberian hak baru (HGB/Hak Pakai)
dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak
Baru yang dibuat oleh PPAT
• Pendaftaran Hak baru di kantor
Pertanahan (Kab/Kota)

dibuatkan buku tanah dan sertipikat (hak


baru)

hak baru tersebut dicatat dalam buku


tanah dan sertipikat hak milik
Lahirnya hak baru pada saat dibuat Akta
Pemberian Hak Baru

Mengikat pihak ketiga pada saat didaftarkan


Fungsi Pendaftaran pemberian hak baru di
atas hak milik:

Untuk memperkuat dan memperluas


pembuktian
PEMINDAHAN HAK

Pemindahan Hak adalah perbuatan hukum yang


tujuannya memindahkan hak atas tanah kepada pihak
lain.

Cara ini dilakukan apabila pihak yang memerlukan tanah


memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas
tanah yang tersedia, dan pemegang hak atas tanah
tersebut bersedia untuk memindahkan haknya.
Tanah-tanah hak yang dapat dipindahkan adalah:
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai atas tanah negara
BENTUK PEMINDAHAN HAK:
a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Hibah Wasiat
JUAL BELI TANAH

Pemahaman secara yuridis mengenai jual beli tanah


dibedakan antara pengertian jual beli tanah sebelum
berlakunya UUPA dan sesudah berlakunya UUPA

A. SEBELUM UUPA

1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Barat


2. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Barat:

Jual beli tanah menurut hukum barat, khusus bagi tanah-


tanah hak barat, berlaku ketentuan-ketentuan dalam
KUHPerdata buku III:

- Pasal 1457 KUHPerdata


Jual beli merupakan perjanjian antara para pihak untuk
memenuhi prestasi yang diperjanjikan
- Pasal 1458 KUHPerdata:
Jual beli terjadi sejak ada kata sepakat

- Pasal 1459 jo Stb 1834 No 27:


Jual beli harus diikuti dengan perbuatan hukum
pemindahan hak (levering juridische) dari penjual
kepada pembeli, yang menurut istilah umum disebut
balik nama di kantor kadaster
Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat:

perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang


bersifat tunai, artinya pemindahan hak atas tanah dari
penjual kepada pemilik terjadi serentak dan secara
bersamaan dengan pembayaran harga dari pembeli
kepada penjual.

SELAIN BERSIFAT TUNAI JUGA HARUS TERANG


yang artinya harus dilakukan dihadapan Kepala Adat
atau Kepala Desa
Sebagai bukti telah terjadi jual beli dibuatlah Surat Jual
Beli Tanah, yang ditandatangani oleh penjual, pembeli
dengan disaksikan oleh Kepala Desa.

Fungsi Kepala Desa adalah:


a. untuk menjamin kebenaran tentang status tanahnya,
pemegang haknya, dan keabsahannya
b. Kepala Desa mewakili warga desa (unsur publisitas)
B. SESUDAH UUPA

Jual Beli Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional:

Pemindahan hak atas tanah untuk selama-lamanya


yang bersifat tunai artinya begitu terjadi jual beli,
begitu pula pada saat bersamaan penjual
memindahkan hak atas tanah kepada pembeli dan
pembeli membayar harganya.
Pembayaran harga oleh pihak pembeli kepada penjual
(yang dikatakan tunai) ada 2 kemungkinan:
1. Dibayar seluruhnya pada saat terjadi jual beli; atau
2. Baru dibayar sebagian (belum lunas semua)

Walaupun baru dibayar sebagian, jual beli tanah telah


selesai dan sah apabila sudah memenuhi:
a. penyerahan secara yuridis
b. telah dibayar sebagian
Jadi kalau harga yang tersisa ternyata di kemudian hari
tidak dilunasi oleh pihak pembeli, maka masalah ini
adalah masalah utang piutang, dan termasuk dalam
hukum perutangan.

TATA CARA JUAL BELI TANAH:


A. Pelaksanaan jual beli tanah dihadapan PPAT
B. Pendaftaran jual beli tanah di Kantor Pertanahan
Obyek jual beli tanah meliputi:
a. Hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai
b. Hak milik atas satuan rumah susun

Bangunan yang ada di atas tanah hak tersebut dapat dijual


berikut tanah hak tersebut dengan syarat:
a. Bangunan tersebut milik pemegang hak atas tanah
b. Bangunan tersebut permanen
c. Disebutkan secara tegas dalam akta jual beli bahwa
obyek jual beli meliputi tanah hak dan bangunan
Menurut hukum positif, jual beli tanah harus dilakukan
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat
akta jual beli

PPAT menurut PP No 37 Tahun 1998 tentang Peraturan


Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah:
pejabat umum yang diberi tugas dan wewenang khusus
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
pembuatan akta yang membuktikan bahwa telah
dilakukan dihadapannya perbuatan hukum pemindahan
hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun atau
pemberian hak tanggungan atas tanah
JENIS AKTA YANG DIBUAT PPAT:
a. Akta jual beli
b. Akta tukar menukar
c. Akta hibah
d. Akta pemasukan ke dalam perusahaan
e. Akta pembagian hak bersama
f. Akta pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas
tanah hak milik
g. Akta pemberian hak tanggungan
h. Akta pemberian kuasa membebankan hak
tanggungan
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT:


a. Berkewarganegaraan Indonesia
b. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun
c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat
keterangan yang dibuat oleh instansi kepolisian
setempat
d. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan
kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
e. Sehat jasmani dan rohani
f. Lulusan Program Pendidikan Spesialis Notariat atau
Program Pendidikan Khusus PPAT yang
diselenggarakan oleh Pendidikan Tinggi
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Sebelum membuat akta, PPAT wajib terlebih dahulu
melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan
setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan
dipindahkan haknya atau akan dijadikan obyek jaminan
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan
Apabila sertipikat tersebut sesuai dengan daftar yang
ada maka Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang
ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan
sertipikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat:
“Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor
Pertanahan”, kemudian diparaf dan diberi tanggal
pengecekan.

Pada halaman perubahan buku tanahnya dibubuhkan


cap atau tulisan dengan kalimat “PPAT … telah minta
pengecekan sertipikat”, kemudian diparaf dan diberi
tanggal pengecekan.
Apabila sertipikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan
dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, pada
sampul dan semua halaman sertipikat tersebut
dibubuhkan cap atau tulisan denagan kalimat “Sertipikat
ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan….”
kemudian diparaf.
Sedang apabila ternyata diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data fisik
dan atau data yuridis yang termuat didalamnya tidak
sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah
dan atau surat ukur yang bersangkutan, untuk PPAT
yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai data yang tercatat di
Kantor Pertanahan. Pada sertipikat yang bersangkutan
tidak dicantumkan suatu tanda apapun.
PPAT wajib menolak pembuatan akta apabila:
a. Sertipikat yang diserahkan kepadanya bukan
dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
(sertipikat palsu) atau
b. Data yang dimuat di dalamnya tidak sesuai lagi
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan
c. Tanah dalam sengketa
Pelaksanaan jual beli harus dihadiri oleh:
a. penjual
b. pembeli
c. saksi 2 orang yang cakap menurut hukum

Para saksi memberi kesaksian mengenai :


a. kehadiran para pihak
b. keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam akta
c. telah dilaksanakan perbuatan hukum tersebut oleh
para pihak
Sebelum akta ditandatangani PPAT wajib
membacakannya kapada para pihak yang bersangkutan
dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud
pembuatan akta itu, serta prosedur pendaftaran yang
harus dilaksanakan selanjutnya.

Akta PPAT dibuat sebanyak 2 lembar semuanya in


originali. Satu lembar disimpan Kantor PPAT dan satu
lembar lainnya disampaikan kepada Kepala Kantor
Pertanahan untuk keperluan pendaftaran pemindahan
haknya.
Kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan
salinannya.

Akta jual beli berfungsi:


1. Membuktikan telah terjadi jual beli
2. Merupakan syarat agar jual beli tersebut dapat
didaftarkan di Kantor Pertanahan
Selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib
menyampaikan akta yang dibuatnya, berikut dokumen
yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan
untuk melakukan pendaftaran jual beli.
Kepala Kantor Pertanahan mencoret nama penjual, dan
mencatat nama pembelinya pada buku tanah dan
sertipikat yang bersangkutan.

Kemudian sertipikat hak atas tanah diserahkan kepada


pembeli sebagai pemilik baru
FUNGSI PENDAFTARAN JUAL BELI

a. Memperkuat pembuktian
artinya jual beli tanah yang telah dibuktikan dengan
akta jual beli, kini dapat dicatat dalam buku tanah dan
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan

b. Memperluas pembuktian
artinya jual beli tanah yang semula bersifat tertutup
dan hanya diketahui oleh penjual, pembeli, saksi-saksi
dan PPAT, sekarang dengan dilakukan pendaftaran
jual beli dapat diketahui oleh siapa saja yang
berkepentingan karena menjadi bersifat terbuka
PENDAFTARAN JUAL BELI PADA KANTOR PERTANAHAN
BUKAN UNTUK SAHNYA JUAL BELI TANAH TETAPI BERFUNGSI
UNTUK MEMPERKUAT DAN MEMPERLUAS PEMBUKTIAN

Keputusan Mahkamah Agung No. 123/K/Sip/1970:

“Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 berlaku khusus bagi


pemindahan hak pada kadaster, sedangkan hakim
menilai sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum
materiil yang merupakan jual beli tidak hanya terikat
pada Pasal 19 tersebut”
SAHNYA JUAL BELI DITENTUKAN OLEH SYARAT MATERIL DARI
PERBUATAN JUAL BELI YANG BERSANGKUTAN
BUKAN OLEH PASAL 19 PP NO 10 TAHUN 1961
(SEKARANG PP NO 24 TAHUN 1997)

Sedangkan yang merupakan syarat materiil ialah:


a. penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan
b. pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan
c. tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan
menurut hukum
d. tanah hak yang bersangkutan tidak dalam sengketa
PERSYARATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK
PEMBUATAN AKTA JUAL BELI

Bagi penjual:
1. Asli sertipikat hak atas tanah
2. Kartu Tanda Penduduk
3. Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
4. Surat Persetujuan Suami/Istri bagi yang sudah
berkeluarga
5. Kartu Keluarga
6. Pernyataan Penjual bahwa tanah yang dimiliki
tidak dalam sengketa
Bagi Pembeli:
1. Kartu Tanda Penduduk
2. Kartu Keluarga
3. Pernyataan bahwa dengan membeli tanah
tersebut pembeli tidak menjadi pemegang hak
atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas
maksimum dan tanah absentee/guntai (jika
tanah pertanian)
Penjual harus membayar Pajak Penghasilan
(PPh) sebesar 5% dari harga jual
(jika harga jual tanah di atas Rp. 60.000.000,-)

Pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan


Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
sebesar 5% dari Nilai Perolehan Obyek Pajak
Kena Pajak.
Menurut UU No 21 Tahun 1997 tentang BPHTB,
Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
ditetapkan sebesar Rp. 30.000.000,-.

NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan


Pemerintah.
Pembayaran Pajak Penghasilan dan
Pembayaran BPHTB dapat disetor melalui Bank
atau Kantor Pos.

SSP
SSB

Jika belum dibayar, akta belum dapat


ditandatangani.
Berkas yang diserahkan PPAT
untuk pendaftaran jual beli

1. Surat permohonan balik nama yang


ditandatangani pembeli
2. Akta jual beli PPAT
3. Sertipikat hak atas tanah
4. KTP pembeli dan penjual
5. Surat Setoran Pajak Penghasilan
6. Surat Setoran BPHTB

Anda mungkin juga menyukai