Anda di halaman 1dari 27

Benign Prostat Hyperplasia

(BPH)
Pembimbing:
Dr. dr. Gunandar Rachmadi Sp.U

Disusun Oleh:
Aghfira Putri Anderi – 201920401011151

SMF ILMU BEDAH RS BHAYANGKARA KEDIRI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2020
Prostat
• Anatomi prostat
Fisiologi Prostat
Benign Prostate Hyperplasia
Definisi
BPE (benign prostatic
enlargement) adalah istilah
BPH (benign prostate
klinis yang
hyperplasia) adalah adanya
menggambarkan
hiperplasia sel stroma dan
bertambahnya volume
sel epitel pada kelenjar
prostat akibat adanya
prostat
perubahan histopatologis
yang jinak pada prostat

BOO (bladder outlet


BPO (benign prostatic obstruction) adalah adalah
obstruction) adalah BPE bagian dari suatu entitas
yang menimbulkan penyakit yang
obstruksi pada saluran mengakibatkan obstruksi
kemih pada leher kandung kemih
dan uretra
Epidemiologi
• BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun
• Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas
80 tahun
• Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah
diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-2013
ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia
66,61 tahun
• Sedangkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit
Hasan Sadikin dari tahun 2012-2016 ditemukan 718 kasus
dengan rata-rata umur penderita
berusia 67.9 tahun
Faktor resiko
• Usia
• Riwayat keluarga
• Aktivitas fisik <<
• Pola makan
• Obesitas
• Merokok
• Sindrom metabolik
• Inflamasi kronik pada prostat
Etiologi
1. Teori
dihidrotestosteroneo
ne
2. Interaksi stroma-
epitel
3. Berkurangnya
kematian sel prostat
(apoptosis)
4. Teori stem cell
5. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron

Testosterone Estrogen
Pria usia tua
↓ relatif tetap

Estrogen  terjadinya proliferasi


sel-sel kelenjar prostat
(meningkatkan sensitivitas sel
prostat terhadap rangsangan
hormon androgen dan
menurunkan apoposis sel prostat
Patofisiologi
Diagnosis
• Anamnesis

Gejala obstruktif Gejala iritatif


• Hesitansi • Urgensi
• Intermitensi • Frekuensi
• Terminal dribling • Disuria
• Pancaran lemah • Nokturia
• Rasa tidak pas ketika
BAK
• IPSS 
pedoman
untuk
mengevaluasi
gejala LUTS
pada pasien
BPH
• Catatan harian
berkemih
Pemeriksaan fisik
• Status urologi
• Colok dubur (RT)  teraba konsistensi prostat
kenyal
Pemeriksaan penunjang

• Urinalisis
• Fungsi ginjal
• Prostate spesific
antigen (PSA)
• Uroflometri
• Residu urin
PSA tinggi  pertumbuhan
volume prostat lebih cepat,
keluhan akibat BPH lebih jelek
dan lebih mudah terjadi retensi
urine akut
• Pencitraan
- Foto polos
- Transabdominal
ultrasonografi /
transrectal
ultrasonografi
- Ureterosistoskopi
- CT Scan
Tatalaksana
Konservatif
• Watchful waiting  tidak mendapatkan terapi
apapun tetapi tetap diawasi perkembangan
penyakit (pada pasien BPH dgn skor IPSS < 7)
• Life style advice education
Medikamentosa
• a-blocker (terazosin, doksazosin, alfuzosin)  menghambat
kontraksi otot polos prostat
• 5a-reductase inhibitor (finasteride, dutasteride) 
menginduksi proses apoptosis sel prostat
• Antagonis reseptor muskarinik (fesoterodine fumarate,
propiverin HCL)  hambat stimulasi reseptor muskarinik
sehingga mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih
• Phospodiesterase 5 inhibitor (sildenafil, vardenafil, tadalafil)
 mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat dan uretra)
• Terapi kombinasi  a1-blocker + 5a-reductase inhibitor dan
a1-blocker + antagonis reseptor muskarinik
• Fitofarmaka
Pembedahan
Laser

Stent

TURP
TUIP

TUNA
Sistostomi

CIC
Algoritma
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai