Anda di halaman 1dari 27

Definisi

• Difteri adalah suatu penyakit infeksi • Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut
mendadak yang disebabkan oleh kuman yang terjadi secara lokal pada mukosa atau
Corynebacterium diphteriae. Mudah menular kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif
dan menyerang terutama saluran napas bagian Corynebacterium diphteriae dan
atas dengan tanda khas berupa Corynebacterium ulcerans, ditandai oleh
pseudomembran dan dilepaskannya terbentuknya eksudat yang berbentuk
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala membrane pada tempat infeksi, dan diikuti
umum dan lokal. oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan
oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil
ini.
• Difteria adalah suatu penyakit infeksi • Difteri adalah penyakit akibat terjangkit
akut yang sangat menular, disebabkan bakteri yang bersumber dari
oleh Corynebacterium diphteriae dengan Corynebacterium diphtheriae (C.
ditandai pembentukan pseudo-membran diphtheriae). Penyakit ini menyerang
pada kulit dan/atau mukosa. bagian atas mukosa saluran pernapasan
dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang
• Difteri adalah penyakit akibat terjangkit dapat dirasakan ialah sakit tekak dan
bakteri yang bersumber dari demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya
Corynebacterium diphtheriae (C. membran kelabu yang menutupi tonsil
diphtheriae). serta bagian saluran pernapasan.
Klasifikasi Difteri

• Berdasar berat ringannya penyakit diajukan Beach (1950):


• Infeksi ringan
 Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan
• Infeksi sedang
 Pseudomembran menyebar lebih luas sampai dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang
dapat diatasi dengan pengobatan konservatif
• Infeksi berat
 Ada sumbatan jalan nafas, hanya dapat diatasi dengan trakeostomi
 Dapat disertai gejala komplikasi miokarditis, paralisis/ nefritis 
Berdasarkan letaknya, digolongkan sebagai berikut:

• Difteria Tonsil Faring (fausial)


Gejala difteria tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan, dan nyeri menelan. Dalam 1-2
hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan
dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea.

• Diteria Laring
Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pda difteri primer gejala toksik kurang
nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa
faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok.
• Difteri Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva dan Telinga
Difteria kulit, difteria vulvovaginal, diftera konjungtiva dan difteri telinga merupakan tipe difteri yang
tidak lazim. Difteri kulit berupa tukak di kulit, tetapi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan,
edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dan sekret purulen
dan berbau.
Etiologi
• Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau biru
toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi. Dengan pewarnaan, kuman
bisa tampak dalam susunan palisade, bentuk L atau V, atau merupakan kelompok dengan formasi
mirip huruf cina. Pada membran mukosa manusia C.diphteriae dapat hidup bersama-sama dengan
kuman diphteroid saprofit yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan
kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa,
maltosa dan sukrosa.
“ Menurut bentuk, besar, dan warna koloni
yang terbentuk, dapat dibedakan 3 jenis
basil yang dapat memproduksi toksin, yaitu:

Gravis, koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak menimbulkan hemolisis
eritrosit.
Mitis, koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
Intermediate, koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya dan dapat menimbulkan
hemolisis eritrosit.
Manifestasi Klinis
• Gejala klinis penyakit difteri ini adalah panas lebih dari 38 °C, ada pseudomembrane bisa di faring,
laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bullneck),
disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher.
• Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang diikuti
demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher
sering terjadi.
• Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia
sehingga tampak penderita sangatlemah sekali.
Patofisiologi
• Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari
batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah
masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah
dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.
• Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan. Penderita mengalami
kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin.
Jenis Tindakan (Ada 3 jenis pengobatan) :
• Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane dan beratnya penyakit.
· 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi sebagian/seluruh tonsil secara
unilateral/bilateral.
· 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati tonsil, meluas ke
uvula, palatum molle dan dinding faring.
· 120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring dan faring,
komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus lanjut.
• Antibiotik
· Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10 hari. Maksimal 3 gram/hari.
· Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari selama 10 hari.
• Kortikosteroid
· Indikasi : Difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck)
· Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.
· Dexamethazon 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV (terutama untuk toksemia)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok (nasofaringeal
swab)

2.  Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin


3.  Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
4.  Enzim CPK, segera saat masuk RS
5.  Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6.  EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung dilakukan sejak hari 1
perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu.

7. Tes schick:
• Uji Schick ialah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin.
Uji ini berguna untuk mendiagnosis kasus-kasus difteri ringan dan kasus-kasus yang mengalami
kontak dengan difteri, sehingga diobati dengan sempurna. Cara melakukan Schick test ialah,
sebanyak 0,1 ml toksin difetri disuntikkan intrakutan pada lengan klien, pada lengan yang lain
disuntikkan toksin yang sudah dipanaskan (kontrol).
Komplikasi

• Komplikasi yang timbul pada pasien difteri :


1. Miokarditis

 biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan penyakit

 Pemerikasaan Fisik :

• Irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadang-kadang ditemukan tanda-tanda payah
jantung.

• Gambaran EKG :
• Depresi segmen ST, inversi gelombang T, blok AV, tachicardi ventrikel, fibrilasi ventrikel dan perubahan
interval QT
• Laborat : kadar enzim jantung meningkat (LDH,CPK,SGOT,SGPT)
• Rontgen : jantung membesar bila terdapat gagal jantung
2. Kolaps perifer

3. Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan atelektasis

Urogenital : dapat terjadi nefritis

4. Penderita difteri (10%) akan mengalami komplikasi yg mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik
Asuhan keperawatan

Kasus semu : Identitas pasien


• Anak L usia 6 tahun dibawa ke rumah sakit a. Nama : L
karena sesak dan demam. Dari pemeriksaan
fisik anak L didiagnosa difteri laring dan b. Usia : 6 Tahun
faring, kemudian dari hasil EKG didapatkan
tachicardi. Anak L rewel dan tidak mau c. Jenis Kelamin : Laki-laki
makan, sehingga dipasang NGT dan juga
terpasang nasal kanul dengan 3 lpm.
Keluhan Utama : Riwayat Penyakit Sekarang :
• Keluhan utama yang di rasakan pasien adanya • Anak L demam, sesak nafas dan tidak mau
sesak nafas. makan. Sehingga anak L dipasang NGT dan
juga terpasang nasal kanul. Dari hasil EKG
didapat tachicardy.
• Riwayat penyakit keluarga : -
• Riwayat penyakit masa lalu : -
 Pemeriksaan Fisik

 B1               : Breathing (Respiratory System)  B4               : Bladder (Genitourinary system)

•                           RR tak efektif (Sesak nafas)                    Normal

 B2               : Blood (Cardiovascular system)  B5               : Bowel (Gastrointestinal System)

•                          tachicardi                     Anorexia, nyeri menelan, kekurangan


nutrisi
 B3                   : Brain (Nervous system)
 B6               : Bone (Bone-Muscle-Integument)
•                       Normal
                      Lemah pada lengan, turgor kulit
• Diagnosa keperawatan: Sesak nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas akibat
pembengkakan.
• Tujuan: Pasien mampu bernafas tetap pada batas normal
• Kriteria Hasil:
 Tidak terjadi Obstruksi jalan nafas

 Pernapasan tetap pada batas normal


No Intervensi Rasional
1. Oksigenasi dengan pemasangan nasal kanul Mempertahankan kebutuhan oksigen yang
maksimal bagi pasien

2. Tirah baring selam 2 minggu di ruang isolasi Untuk mepertahankan atau memperbaiki
keadaan umum

3. Pemberian SAD 40.000 KI secara IM atau IV Menetralisir toksin sehingga mengurangi


peradangan
1. Diagnosa keperawatan: Kerusakan (kesulitan) menelan dan nyeri menelan berhubungan dengan
peradangan pada faring

• Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.


• Kriteria Hasil: Pasien mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan
yang memuaskan.
No Intervensi Rasional

1. Beri makan melalui Naso GastricUntuk memberikan nutrisi sampai pemberian


Tube (NGT) makanan oral memungkinkan.

2. Pantau masukan keluaran danUntuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.


berat badan.
1. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur pemasangan NGT
• Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.
• Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan Naso Gastric
Tube

No Intervensi Rasional

1. Bersihkan kateter sesering mungkin Untuk mencegah bakteri masuk ke dalam tubuh
1. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan,
ketidaknyamanan karena pemasangan NGT.

• Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.


• Kriteria Hasil:
 Pasien istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga.
 Mulut tetap bersih dan lembab.
 Nyeri yang dialami pasien minimal atau tidak ada.
No Intervensi Rasional
1. Beri stimulasi taktil (mis; membelai,Untuk memudahkan perkembangan optimal
mengayun). dan meningkatkan kenyamanan.

2. Beri perawatan mulut. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan
membran mukosa lembab.

3. Dorong orangtua untuk berpastisipasiUntuk memberikan rasa nyaman dan aman.


dalam perawatan anak.
Diagnosa keperawatan : Tachicardi berhubungan dengan penyebaran eksotoksin ke daerah
jantung

• Tujuan : Denyut jantung normal dan pasien tidak gelisah


• Kriteria hasil:
• -          bunyi jantung normal
• -          tidak ditemukan tanda-tanda payah jantung.
• -          gambaran EKG : tidak ada depresi segmen ST
No. Intervensi Rasional
1. Pemberian ADS 40.000 KI secara IM atau IV -          Menetralisir Toksin
-           Eradikasi Kuman
-           Menanggulangi infeksi sekunder

2. Pemberian obat sedative    (diazepam/luminal) Untuk mengurangi rasa gelisah anak


3. Pantau terus hasil perekaman EKG Untuk evaluasi segala kedaaan dari
miokard

Anda mungkin juga menyukai