Anda di halaman 1dari 27

STUDI KASUS KONTROL

Nama Lain :
Case comparison study
Case history study
Case referent study
Retrospective study

Philip Sartwell (1908-1999) adalah orang pertama


menggunakan terma studi ini (Last, 2001)
Studi ini digunakan oleh :
- Lilienfeld dan Lilienfeld (1979)
- Richard Doll & Bradford Hill (1952)
 Penelitian kasus-kontrol adalah studi
epidemiologik analitik observasional untuk
menerangkan hubungan antara efek
(penyakit) dan faktor risiko.

 Studi kasus-kontrol kadang merupakan satu-


cara untuk mencari asosiasi antara faktor
risiko dengan penyakit yang jarang
ditemukan.
Menurut Alvan Feinstein desain Penelitian ini
disebut Trohoc Study
 Salah satu penelitian epidemiologi dengan pendekatan
longitudinal dan bersifat observasional analitik.

 Mengkaji hubungan (mengevaluasi) faktor risiko tertentu


(potensial) dari suatu efek (berupa penyakit atau kondisi
kesehatan) yaitu mengikuti perjalanan penyakit dari
akibat ke sebab.

 Mencari hubungan seberapa besar faktor risiko


mempengaruhi terjadinya penyakit (cause-effect
relationship).

 Mengetahui apakah benar faktor risiko berpengaruh


terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan
membandingkan seringnya terpapar faktor risiko tersebut
pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol.
Dasar studi kasus-kontrol :
- Penelitian dimulai dari identifikasi subyek
yang menderita disebut kelompok kasus

- Mencari subyek yang tidak mengalami


efek disebut kelompok kontrol

- Faktor risiko (paparan) yang diteliti


ditelusuri retrospektif (kebelakang / riwayat sebelum
sakit) pada kedua kelompok, lalu dibandingkan.

- Tidak mengukur insidensi.


 . Namun bila studi jenis ini direncanakan dengan
cermat, dan dilaksanakan serta diinterpretasi
dengan hati-hati, studi kasus-kontrol dapat
memberikan sumbangan pada penelitian
kesehatan pada umumnya.
Contoh :

 Hubungan antara kanker serviks dengan


perilaku seksual.

 Hubungan tuberkulosis anak dengan


vaksinasi BCG.

 Hubungan antara status gisi bayi berusia < 1


tahun dengan pemakaian KB
Keuntungan
1. Sangat berguna untuk meneliti masalah kesehatan yang
jarang terjadi & masa laten yang panjang.
2. Biaya penelitian relatif lebih kecil jika dibandingkan
dengan penelitian prospektif
3. Dapat dipakai untuk mengetahui ada/tidaknya
hubungan sebab akibat antara paparan (faktor risiko)
dan efek.
4. Studi ini relatif murah, mudah dan cepat memberikan
hasil bila dibandingkan dengan studi kohort
Lanjutan.........
5. Penelitian retrospektif tidak dipengaruhi oleh faktor
etis seperti pada eksperimen, memungkinkan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor risiko penyakit
sekaligus
6. Sampel yang dibutuhkan untuk penelitian retrospektif
relatif lebih kecil daripada penelitian prospektif
walaupun digunakan beberapa kontrol untuk satu
kasus.
7. Data yang ada mungkin dapat dimanfaatkan
terutama bila penelitian dilakukan di rumah sakit
Kerugian

1. Hanya meneliti satu jenis penyakit


2. Tidak efektif untuk penyakit dengan paparan yang
langka (jarang), kecuali bila attributable risk tinggi.
3. Tidak dapat menghitung insidence rate, baik pada
kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol
4. Sulit sekali untuk memilih kontrol (bias seleksi)
5. Informasi yang diperlukan mengenai keadaan masa
lampau sering bias, karena tidak diingat lagi oleh
responden. (bias informasi)
Rancangan Penelitian Kasus Kelola

Ditelusuri Retrospekstif
Apakah ada faktor risiko Penelitian mulai disini

A Ya
Kasus (subjek dengan penyakit)

B Tdk

C Ya
Kontrol (subjek tanpa penyakit)

D Tdk
Beberapa Faktor Yang Penting Untuk
Diperhatikan

1. Definisi kesakitan dan pemilihan kelompok


Kasus.
2. Pemilihan kelompok Kontrol.
3. Prinsip dasar Analisis
Pemilihan Kasus

 Cara terbaik untuk memilih kasus adalah dengan


mengambil secara acak sampel dari populasi yang
menderita efek (Tempat pengumpulan kasus)
 Namun dalam prakteknya hal ini hampir tidak mungkin
dilaksanakan, oleh karena penelitian kasus-kontrol
biasanya dilakukan pada kasus, yang diagnosisnya
biasanya ditegakkan di rumah sakit (Kasus Insidens /Kasus
Prevalens).
 Mereka ini dengan sendirinya bukan sampel yang
representatif oleh karena tidak menggambarkan kasus
dalam masyarakat. Kasus yang tidak datang ke rumah
sakit, salah diagnosis, atau yang meninggal sebelum
didiagnosis, tidak terwakili (Waktu diagnosis) mis : patah
tulang -> cepat, sementara penyakit yang terjadi secara
perlahan diagnosa akan lebih lama
Pemilihan kontrol
Pemilihan Sampel untuk kontrol memberi masalah lebih
besar dari pemilihan kasus, karena kontrol ditentukan
peneliti, sehingga sangat terancam bias, yang perlu
ditekankan adalah kontrol harus berasal dari populasi
yang sama dengan kasus sehingga baik kasus maupun
kontrol mempunyai kesempatan yang sama untuk
terpapar faktor risiko.

Misalnya : Penelitian untuk mengetahui apakah kanker


payudara berhubungan dengan penggunaan pil
kontrasepsi, maka kriteria kontrol adalah subyek yang
mempunyai peluang untuk minum pil kontrasepsi yaitu
wanita menikah, usia subur, sudah mempunyai anak
(sebab wanita tidak menikah, usia tidak subur, belum
mempunyai anak biasanya tidak akan minum pil
kontrasepsi).
Cara memilih kontrol yang baik
1. Memilih kasus dan kontrol dari populasi
yang sama

2. Matching, memilih kontrol dengan


karakteristik yang sama dengan kasus

3. Memilih lebih dari satu kelompok kontrol,


bila sulit mendapat yang benar-benar
sebanding
Rancangan analisis
Penyakit (efek)
(FR) + -
Paparan + A B A+B
- C D C+D
A+C B+D

Interpretasi hasil
OR < 1 OR = 1 OR >1
Ada 4 sub kelompok:

A = Kasus yang mengalami FR


B = Kontrol yang mengalami FR
C = Kasus yang tidak mengalami FR
D = Kontrol yang tidak mengalami FR
Risiko relatif dinyatakan dengan Odds rasio:

Ukuran Risiko: Odds Rasio  Ukuran yg


menunjukkan seberapa besar kasus mengalami
paparan (FR) dibandingkan dgn kontrol

OR = {A/(A+B) : B/(A+B)}/{C/(C+D) : D/(C+D)}


= A/B : C/D
= AD/BC
PERHITUNGAN POPULATION ATTRIBUTE RISK
 Ukuran Dampak : PAR  Ukuran yg menunjukkan
seberapa besar penyakit (efek) yg dapat dikurangi pada
populasi jika FR dihilangkan
 Hasil penelitian kasus kontrol dapat dipergunakan untuk
menentukan seberapa besar proporsi kasus dalam populasi
akan dapat dicegah bila faktor risiko itu dapat dihilangkan
 Ini disebut dengan population attributable risk (PAR).
 Rumus untuk menghitung PAR adalah :

p(r-1) Keterangan :
PAR = ---------- x100 p = Proporsi dari populasi yang terpapar
p(r-1) +1 [b/(b+d) dalam tabel 2x2].
r = Odss Rasio
Contoh Penggunaan OR & PAR

 Masalah : Kecamatan A ditemukan kematian neonatus


masih sangat tinggi, karena pemotongan tali
pusat tidak steril.
 Bagaimanakah pengaruh pemotongan tali pusat secara tdk steril
menyebabkan kematian neonatus.
 Desain penelitian : Studi kasus-kontrol yang
“population-based”.
 Kasus : Semua bayi yang lahir di kecamatan A
dalam waktu tertentu yang meninggal dalam
28 hari pertama.
 Kontrol : Semua bayi yang lahir di kecamatan A dalam
waktu tertentu yang hidup setelah 28 hari
 Faktor risiko yang ingin diteliti. Pemotongan tali pusat secara tdk
steril.
Hasil pengamatan dalam tabel 2x2 :

Kematian Neonatus
Kasus Kontrol
Pemotongan
Tali pusat

Tidak steril 38 1120


Steril 63 3615

Jumlah 101 4735

Bayi yg mengalami kematian


38 x 3615 neonatus kemungkinan
Odss Rasio = ---------------- = 1.95  Bayi yg tali
dipotong menpusatnya secara
1120 x 63 tdk steril 1,95 kali lebih besar
dibanding bayi yg tdk
mengalami kematian neonatus
p(r-1)
PAR = ----------- x 100  p= b/(b+d) =
1120/4735=0,24
p(r-1) +1

PAR = 0,24 (1,95-1) x 100 = 18,57% 


0,24 (1,95-1)+1 Kejadian kematian neonatus yg
dapat dikurangi pada populasi
adalah sebesar 18, 57% jika
pemotongan tali pusat
dilakukan secara steril
CONTOH SOAL

1. Suatu penelitian kasus kontrol tentang hubungan


antara rokok dan kanker paru-paru. Pada
penelitian tersebut diambil 100 orang penderita
kanker paru-paru yang dirawat di beberapa rumah
sakit selama 1 tahun sebagai kelompok kasus,
sedangkan untuk kelompok kontrol diambil 100
penderita penyakit lain. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa pada kelompok kasus
terdapat 90 orang perokok, sedangkan pada
kelompok kontrol terdapat 40 orang perokok.
Hitunglah besarnya OR dan PAR!
Ca. Paru
Merokok + - OR=(AxD)/(BxC)
OR= (90x60)/(40x10)
+ 90 40 130 OR= 540/400
- 10 60 70 OR= 1,35  Orang yg mengalami Ca Paru,
kemungkinan merokok 1,35 kali lebih besar
100 100 200 dibanding orang yg tidak mengalami Ca. Paru

PAR = p (r-1) x 100  p = b/(b+d) = 40/100= 0,4


p (r-1) + 1

PAR= 0,4 (1,35-1) x 100


0,4 (1,35-1) + 1
PAR = 0,14 x 100 = 12,28%  Kejadian Ca. Paru yg dapat dikurangi pada populasi adalah
1,14 sebesar 12,28% jika masyarakat tidak merokok.
2. Dalam suatu penelitian yang menggunakan
rancangan kasus-kontrol untuk menentukan
hubungan antara infark miokard dengan rokok.
Kelompok kasus terdiri dari 100 orang penderita
infark miokard dan kelompok kontrol terdiri dari 200
orang bukan penderita infark miokard. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa diantara 100 org
penderita infark miokard terdapat 20 orang perokok
dan diantara 200 orang bukan penderita infark
miokard terdapat terdapat 14 orang perokok.
Hitunglah besarnya OR dan PAR!
Infark Miokard
OR=(AxD)/(BxC)
Merokok + -
OR= (20x186)/(14x80)
OR= 3720/1120
+ 20 14
OR= 3,32  Orang yg mengalami Infark
- 80 186 miokard, kemungkinan merokok 3,32 kali lebih
100 200 besar dibanding orang yg tidak mengalami
Infark miokard

PAR = p (r-1) x 100  p = b/(b+d) = 14/200= 0,07


p (r-1) + 1

PAR= 0,07 (3,32-1) x 100


0,07 (3,32-1) + 1
PAR = 0,162 x 100 = 13,94%  Kejadian Infark miokard yg dapat dikurangi pada populasi
1,162 adalah sebesar 13,94% jika masyarakat tidak merokok.

Anda mungkin juga menyukai