Anda di halaman 1dari 43

ASKEP MULTIPLE SKLEROSIS

JANUAR RIZQI. S.Kep, Ns, M.Sc


Pendahuluan

• Multiple Sklerosis (MS) adalah penyakit autoimun kronik yang


menyerang mielin otak dan medula spinalis.
• Penyakit ini menyebabkan kerusakan mielin dan juga akson yang
mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf.
EPIDEMIOLOGI MS
• Lebih sering menyerang
perempuan dibandingkan laki-laki
(2:1)
• Umumnya diderita oleh mereka
yang berusia 20-50 tahun.
• Bersifat progresif dan dapat
mengakibatkan kecacatan. Sekitar
50% penderita MS akan
membutuhkan bantuan untuk
berjalan dalam 15 tahun setelah
Eropa Utara dan Amerika Serikat bagian utara memiliki prevalensi onset penyakit.
tertinggi, dengan lebih dari 30 kasus per 100.000 orang
Etiologi

• Penyebab pasti belum diketahui


• Terkait dengan faktor Infeksius, imunologis, dan genetik
Faktor Infeksius

• Virus menyebabkan penyakit demielinasi (kerusakan myelin atau


selubung lemak yang melapisi dan mengisolasi serabut saraf
pada sistem saraf pusat) akan menyebabkan impuls saraf
diperlambat atau dihentikan sehingga menghasilkan gejala-gejala
MS.
Faktor genetik

• Adanya riwayat keluarga meningkatkan resiko multipel sklerosis


terutama saudara tingkat pertama pasien beresiko 1-5%
terserang penyakit tersebut atau kira-kira 8 kali lebih sering pada
keluarga dekat.
Patofisiologi

Myelin
• Lapisan laminasi yang
membungkus akson dari
banyak sel saraf
• Meningkatkan kecepatan
konduksi impuls saraf pada
akson.
• Mielin  zat dengan kadar
lipid tinggi.
Patofisiologi

Antibodi dan sel darah putih


menyerang protein di
selubung myelin neuron
• Peradangan dan luka pada
selubung dan akhirnya ke
saraf yang mengelilinginya
• Ditandai dengan peradangan kronis, demyelination, dan
gliosis (jaringan parut) di SSP
• Awalnya dipicu oleh virus pada individu yang rentan
secara genetis
• Reaksi antigen-antibodi selanjutnya menyebabkan
pelepasan keasaman akson
• Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin, hilangnya
oligodendrosit, dan proliferasi astrosit.

• Perubahan menghasilkan formasi plak dengan plakat


yang tersebar di seluruh SSP
• Awalnya selubung myelin dari neuron di otak dan
sumsum tulang belakang diserang, namun serat saraf
tidak terpengaruh.
• Pasien mungkin mengeluhkan gangguan fungsi yang
nyata
• Myelin dapat beregenerasi, dan gejala hilang,
mengakibatkan remisi
• Myelin bisa diganti dengan jaringan parut glial
• Tanpa mielin, impuls saraf melambat
• Dengan penghancuran akson, impuls benar-benar
tersumbat
• Hasil penghilangan fungsi saraf secara permanen
Tanda dan Gejala

• Gejala awal MS yang paling sering adalah gangguan


penglihatan yang disertai rasa nyeri (neuritis optika).
• Keluhan neurologis
– kesemutan
– kelemahan
– gangguan koordinasi
– gangguan buang air besar dan air kecil.
• Pada MS yang menyerang medulla spinalis bisa
ditemukan tanda Lhermitte (sensasi listrik dari leher ke
bawah yang dirasakan pada fleksi leher).
• Pasien MS juga sering merasa fatigue dan nyeri.
Klasifikasi

• Relapsing Remitting MS (RRMS)


• Secondary Progressive MS (SPMS
• Primary Progressive MS (PPMS)
• Primary Relapsing MS (PRMS)
Relapsing Remitting MS (RRMS)

• Ditandai dengan periode penurunan atau eksaserbasi akut pada


fungsi neurologis diikuti oleh episode remisi (pemulihan) yang
bervariasi .
• Relaps (eksaserbasi) adalah munculnya gejala baru atau
munculnya kembali gejala sebelumnya yang berlangsung lebih
dari 24 jam .
• Onset perubahan neurologis dapat terjadi selama beberapa jam
atau muncul beberapa hari sampai minggu.
• Sekitar 85% pasien MS memiliki tipe RRMS, 65% di antaranya
akan berkembang menjadi tipe Secondary Progressive MS
(SPMS).
RRMS

• Ditandai dengan serangan


akut yang didefinisikan
dengan cepat dengan
pemulihan penuh
• Sekuele dan defisit
residual pada saat
pemulihan.
Primary Progressive MS (PPMS)

• PPMS hadir dengan gejala awal yang memburuk seiring


berjalannya waktu dengan fluktuasi kecil yang progresif
• PPMS diderita oleh 10-15% pasien MS dengan rasio
perempuan: laki-laki=1:1.
• Gejala umum termasuk kejang progresif, biasanya di
ekstremitas bawah, serta gangguan mobilitas dengan
kelemahan, kekakuanpada kaki. inkontinensia urin, dan
disfungsi ereksi juga umum terjadi.
• Ditandai dengan penyakit
yang menunjukkan
perkembangan kecacatan
dari onset tanpa plataus
atau remisi
• Perkembangan kecacatan
dari onset ringan sesekali
dan perbaikan sementara
Secondary Progressive MS (SPMS)

• Banyak pakar yang


menganggap SPMS
merupakan bentuk lanjut
dari RRMS yang
berkembang progresif.
• Pada tipe ini, episode
remisi makin berkurang
dan gejala menjadi makin
progresif.
• Terjadi inflamasi akut pada
Primary Relapsing MS (PRMS)

• Bentuk PRMS adalah


yang paling jarang.
• Pasien terus mengalami
perburukan dengan
beberapa episode
eksaserbasi.
• Tidak pernah ada fase
remisi atau bebas dari
gejala.
Pemeriksaan diagnostik

• Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat,


antibody Ig dalam SSP yang abnormal
• Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang
substansia alba dari SSP
• EEG : Menunjukan gelombang yang abnormal pada
bebrapa kasus
• DCT Scan : gambaran atrofi serebral, Menggambarkan
adanya lesi otak, perbesaran/ pengecilan ventrikel otak
• lesi MS akan
memperlihatkan gambaran
plak yang merupakan lesi
demielinisasi.
• Plak demyelinisasi ini
merupakan gambaran
patognomonik MS.
• Pada fase akut, tampak
sebukan sel radang,
hilangnya mielin, dan
pembengkakan parenkim.
• Pada fase kronik,
kehilangan myelin menjadi
lebih jelas, dengan sel-sel
makrofag di sekitarnya
disertai kerusakan akson
dan apoptosis
• Pada pemeriksaan MRI
kepala dapat ditemukan lesi
hiperintens di periventrikular,
jukstakortikal, infratentorial,
dan medula spinalis.
• Gambaran yang cukup khas
pada lesi MS adalah ovoid
lesion dan dawson finger
(gambar 3)
Penatalaksanaan medis MS

• Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan


membantu fungsi klien. meliputi penatalaksanaan pada
serangan akut dan kronik.

• Penatalaksanaan akut
– Hormon kortikosteroid dan adrenokortikosteroid digunakan
untuk menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu
singkat atau eksaserbasi (exacerbation).
– Imunosepresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan
kondisi penyakit.
Penatalaksanaan kronik
– Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel).
– Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.
• Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik
dan pemasangan kateter tetap.
• Penetalaksanaan BAB dengan laksatif dan suppositoria.
• Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan
terapi kerja.
Asuhan Keperawatan

Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
terahulu
4. Riwayat penyakit
sekarang
5. Riwayat penyakit
keluarga
Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
2. Sistem pernafasan
3. Sistem saraf
4. Sistem urin
Sistem Pernafasan

• Umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran


• Terjadi perubahan pada tanda-tanda vital : bradikardi,
hipotensi
Sistem saraf
Saraf kranial fungsi Assasment
I : Olvactorius Penghidu Pasien bisa membedakan aroma wangi2an
II : opticus Penglihatan Penglihatan kabur dan pandangan ganda
III : Oculomotorius Pengaturan pupil ≠ kelainan bentuk bola mata
IV : Toklearis Penggerak otot mata Bentuk pupil bulat isokor, cahaya +/+
V : Trigeminus Sensasi kulit wajah ≠ tusukan benda tumpul dan tajam disekitar
wajah
VI : Abdusen Abduksi mata Gerakan bola mata cepat dan penglihatan
ganda
VII : Facialis mengendalikan facialis ≠ merengut dan mengembangkan pipi
VIII : Auditorius pendengaran Fungsi masih baik
IX : Glosoparingeal Mengendalikan organ dlm ≠ muntah
X : Vagus Mengendalikan organ-organ dalam Kessulitan menelan
XI : Aksesorius Mengendalikan pergerakan kepala Kesulitan mengngkat bahu
XII : Hypoglossal Mengendalikan pergerakan lidah Mampu menggerkan lidah kesegala arah
Sistem urin

• Disfungsi kandung kemih.


• Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan spingter sehingga timbul keraguan, frekuensi
dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas
kandung kemih yang spatis.
• Retensi dan inkontinensia urin
Sistem gastrointestinal

• Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan


asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum
dan perubahan status kognitif.
• Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami
konstipasi.
Sistem muskuloskeletal dan Integumen

• Terdapat kelemahan ekstermitas pada kedua tungkai dan


pasien menggunakan kursi roda
Diagnosa Keperawatan

• Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


kelemahan, paresis, dan spastisitas.
• Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan
sensori dan penglihatan.
• Gangguan pola eliminasi urine b/d kelumpuhan saraf
perkemihan.
Perencanaan/ Intervensi keperawatan

@ Mampu melakukan aktifitas fisik sesuai kemampuan


@ Resiko trauma tidak terjadi
@ Eliminasi urin terpenuhi
DX NOC NIC

Hambatan mobilitas Setelah dilakukan perawatan Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif
fisik berhubungan selama.... Jam klien mampu pada ekstermitas yang tidak sakit
dengan kelemahan, melaksanakan aktifitas fisik • R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
paresis, dan sesuai dengan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung
spastisitas kemampuannya dan pernapasan
Kriteria : Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
 Klien dapat ikut serta • R/ otot volunteer akan kehilangan tonus dan
dalam program latihan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
 Tidak terjadi kontraktor Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan.
sendi • R/ untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
 Bertambahnya kekuatan kemampuannya
otot Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
 Klien menunjukkan klien
tindakkan untuk • R/ peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
meningkatkan mobilitas ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi
Referensi

• Nursing Management of the Patient with Multiple


Sclerosis. AANN, ARN, and IOMSN Clinical Practice
Guideline Series  www.rehabnurse.org/uploads/cpgms
• Tatalaksana Multiple Sklerosis  http://
kalbemed.com/Portals/6/1_08_250CME-Tatalaksana%20
Multiple%20Sclerosis

Anda mungkin juga menyukai