Anda di halaman 1dari 65

Kajian Patologi

Kehamilan
Trimester I & II
Wilis Sukmaningtyas, S.ST.,
M.Kes
Patologi Kehamilan TM I & II
1. Perdarahan Pervaginam
2. Kehamilan ektopik
3. Molahidatidosa
4. Hyperemesis gravidarum
1. Perdarahan Pervaginam
(Abortus)
 Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.
 WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.
Epidemiologi
 Insidensi abortus spontan adalah 15-20%.
 Risiko keguguran meningkat pada ibu dengan
riwayat keguguran sebelumya, mencapai 40%
setelah tiga kali keguguran berturut-turut dengan
prognosis yang bertambah buruk sesuai
meningkatnya usia ibu.
Patofisiologi
 Lebih dari separuhnya disebabkan oleh
anomali kromosom.
 Keguguran dini disertai perdarahan ke dalam
desidua basalis dan nekrosis jaringan sekitar,
sehingga ovum terlepas dan merangsang kontraksi
uterus yang menyebabkan ekspulsi.
Faktor Predisposisi
Janin (fetal) kelainan genetik (kromosom)
Ibu (maternal) • infeksi
• kelainan hormonal: hipotiroidisme, diabetes
melitus, insufisiensi progesteron
• malnutrisi
• penggunaan obat- obatan, merokok, konsumsi
alkohol
• faktor immunologis
• defek anatomis: uterus didelfis, inkompetensia
serviks
• (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu
in
• partu, umumnya pada trimester kedua) dan
sinekhiae
• uteri karena sindrom Asherman
• Kelainan fungsi koagulasi darah

Ayah (paternal) kelainan sperma


Diagnosis
 Perdarahan pervaginam dari bercak hingga
berjumlah banyak
 Perut nyeri dan kaku
 Pengeluaran sebagian produk konsepsi
 Serviks dapat tertutup maupun terbuka
 Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Macam - macam abortus
Diagnosis Perdarahan Nyeri Perut Uterus Serviks Gejala Khas
Abortus Sedikit Sedang Sesuai usia Tertutup Tidak ada ekspulsi
Iminens kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang-hebat Sesuai usia Terbuka Tidak ada ekspulsi
Insipiens banyak kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedang- Sedang-hebat Sesuai usia Terbuka Ekspulsi sebagian
Inkomplit banyak kehamilan jaringan konsepsi
Abortus Sedikit Tanpa/sedikit Lebih kecil dari Terbuka/te Ekspulsi seluruh
Komplit usia kehamilan rtutup jaringan konsepsi
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil dari Tertutup Janin telah mati tapi
Abortion usia kehamilan tidak ada ekspulsi
jaringan konsepsi
Abortus Ada/tidak ada Ada/tidak ada Sesuai/lebih kecil Terbuka/te Terjadi tanda- tanda
septik dari usia rtutup infeksi, didapatkan
kehamilan keputihan berbau
Tatalaksana Umum
 Nilai keadaan umum ibu (vital sign)
 Evaluasi tanda-tanda syok (akral dingin, pucat,
takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg).
 Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
 Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap
pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
 Semua ibu yang mengalami abortus perlu
mendapat dukungan emosional dan konseling
kontrasepsi pasca keguguran.
 Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis
abortus.
Tatalaksana Khusus Abortus
Iminens
 Pertahankan kehamilan.
 Tidak perlu pengobatan khusus.
 Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
hubungan seksual.
 Jika perdarahan berhenti: pantau kondisi ibu
selanjutnya pada pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan
USG panggul serial setiap 4 minggu). Nilai ulang bila
perdarahan terjadi lagi.
 Jika perdarahan tidak berhenti: nilai kondisi janin
dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
Tatalaksana Khusus Abortus
Insipiens
 Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan
risiko dan rasa tidak nyaman selama tindakan
evakuasi, serta memberikan informasi mengenai
kontrasepsi pasca keguguran.
 Jika usia kehamilan <16 minggu: lakukan evakuasi
isi uterus. Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera:
 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang
15 menit kemudian bila perlu)
 Rencanakan evakuasi segera.
Tatalaksana Khusus Abortus
Insipiens
Jika usia kehamilan ≥16 minggu:
 Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara
spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam
uterus.
 Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1
liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi
 Berikan misoprostol
Tatalaksana Khusus Abortus
Inkomplit
 Lakukan konseling.
 Jika usia kehamilan <16 minggu dengan
perdarahan berat:
 Evakuasi isi uterus. Metode yang dianjurkan
adalah aspirasi vakum manual (AVM). Kuret
tajam dapat dilakukan bila AVM tidak tersedia.
 Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan,
berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15
menit kemudian bila perlu).
Tatalaksana Khusus Abortus
Inkomplit
 Jika usia kehamilan <16 minggu dengan perdarahan
ringan atau sedang:
 Keluarkan hasil konsepsi yang tampak muncul dari
ostium uteri eksterna dengan jari atau forsep cincin.
 Rekomendasi FIGO: Misoprostol 600μg per oral
dosis tunggal atau 400μg sublingual dosis tunggal.
 Jika usia kehamilan ≥16 minggu:
 Berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit
untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
Tatalaksana Khusus Abortus
Komplit
 Tidak diperlukan evakuasi.
 Lakukan konseling untuk memberikan
dukungan emosional dan menawarkan
kontrasepsi pasca keguguran.
 Observasi keadaan ibu.
 Apabila terdapat anemia lihat tatalaksana anemia
pada ibu hamil
 Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
Tatalaksana Khusus Missed Abortion
 Lakukan konseling.
 Jika usia kehamilan <12 minggu:
 evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
 Rekomendasi FIGO: Misoprostol 800μg pervaginam
setiap 3 jam (maksimal x2) atau 600μg sublingual setiap
3 jam (maksimal x2)
 Jika usia kehamilan ≥12 minggu namun <16 minggu:
 pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan
serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
 Jika usia kehamilan 16-22 minggu:
 lakukan pematangan serviks.
 Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20 unit
dalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
 Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi,
evaluasi kembali sebelum merencanakan
evakuasi lebih lanjut.
Tatalaksana Khusus Abortus Septik
 Bila terdapat tanda-tanda abortus septik
maka berikan kombinasi antibiotika sampai ibu
bebas demam untuk 48 jam:
 Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan
setiap 6 jam
 Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Tatalaksana Pasca Evakuasi
 Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat.
 Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
 Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda
akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan
baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu diperbolehkan pulang.
 Kontrasepsi pasca keguguran dapat dilihat pada materi
kontrasepsi
2. Kehamilan Ektopik
 Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi
di luar rahim (uterus)
 Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai
segmen tuba Faloppii, dengan 5% sisanya terdapat
di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam
serviks
 Apabila terjadi ruptur di lokasi kehamilan, maka
akan terjadi keadaan perdarahan masif dan nyeri
abdomen akut à kehamilan ektopik terganggu
Epidemiologi
 Kejadian kehamilan ektopik diperkirakan 1-2% dari seluruh
jumlah kehamilan
 Prevalensi kehamilan ektopik adalah 1 dari 40 kehamilan atau
diperkirakan terjadi pada 25 dari 1000 kehamilan
 Kejadian kehamilan ektopik 85-90% ditemukan pada wanita
multigravid
 Angka kematian akibat kehamilan ektopik di Amerika lebih
banyak ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita
kulit putih
 Usia di atas 40 tahun memiliki risiko sebesar 2.9 kali untuk
mengalami kehamilan ektopik
Patofisiologi
 Kehamilan normal, sel telur akan difertilisasi di
tuba fallopi dan ditransportasikan ke uterus melalu
tuba fallopi
 Abnormalitas dari morfologi atau fungsi dari tuba
fallopii memiliki peran penting untuk terjadinya
kehamilan ektopik
 Diduga bahwa kerusakan mukosa tuba akibat
jaringan parut dapat diakibatkan oleh kejadian
infeksi atau trauma
Tanda dan Gejala
 Perdarahan pervaginam dari bercak hingga
 berjumlah sedang
 Kesadaran menurun
 Pucat
 Hipotensi dan hipovolemia
 Nyeri abdomen dan pelvis
 Nyeri goyang porsio
 Serviks tertutup
Diagnosis
 Pada anamnesis didapatkan riwayat terlambat haid ,
nyeri abdomen dan perdarahan per vaginam
 Pada keadaan lanjut, pasien dapat mempunyai gejala
akut abdomen, pucat, dan bahkan kehilangan kesadaran
 Pemeriksaan genitalia umumnya mendapatkan tanda
perdarahan pervaginam, dan pada pemeriksaan dalam
didapatkan tanda berupa nyeri tekan pada daerah
adneksa, nyeri goyang portio dan penonjolan dari cavum
Douglas (jika perdarahan intra-abdomen sudah cukup
banyak)
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk
mendiagnosis terjadinya anemia, dan
menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
(leukositosis)
 Pemeriksaan hormon hCG pada urine untuk
memastikan kehamilan
Penatalaksanaan
A. Tatalaksana Umum
 Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat (500 mL dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.
 Segera rujuk ke rumah sakit.

B. Tatalaksana Khusus
 Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi
 Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii:
 Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi
bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi)
 Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan
salpingostomi untuk mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan,
tuba dipertahankan)
 Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi anemia
dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari.
3. Molahidatidosa
 Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik
gestasional, yang disebabkan oleh kelainan pada vili koriales
berupa proliferasi dan edema
Epidemiologi
 Insidensi mola hidatidosa di Indonesia adalah 1
dari 100 kehamilan
 Angka kejadian mola sangat bervariasi di setiap
negara
 Jenis mola yang ditemukan :
 15-20% mola komplit
 2-3% mola parsial
Patogenesis
Mola komplit

Tidak terdapat jaringan janin. 90% 46,XX dan 10% 46,XY. Dapat
dibagi menjadi :
 Androgenetic : kromosom berasal dari ayah saja :
 Bersifat homozigot : duplikasi dari haploid kromosom ayah
 Bersifat heterozigot : berasal dari dua haploid kromosom
ayah
 Biparental : kromosom berasal dari paternal dan maternal,
namun terjadi kesalahan ekspresi dari kromosom yang berasal
dari maternal, sehingga kromosom paternal menjadi lebih
dominan
Patogenesis
Mola parsial

 Terdapat jaringan janin :


 Jenis kromosom yang didapat 69,XXX atau
69,XXY
 Diakibatkan oleh karena hasil pembuahan dari
oosit yang bersifat haploid dan adanya duplikasi
dari paternal kromosom haploid (dispermi)
Bahkan dapat ditemukan tetraploidi
Faktor Predisposisi
 Kehamilan di usia terlalu muda atau tua.
 Riwayat kehamilan mola sebelumnya.
 Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan kontrasepsi oral.
 Merokok.
 Golongan darah A atau AB.
 Defisiensi kadar beta karoten.
Diagnosis
Mola
 Mual dan muntah hebat
 Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
 Tidak ditemukan janin intrauteri
 Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis)

Abortus mola
 Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah
banyak
 Nyeri perut
 Serviks terbuka
 Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
 Kadar hormon hCG (untuk melihat kemungkinan adanya potensi keganasan
dan follow up)
 Pemeriksaan darah perifer lengkap untuk mendeteksi anemia
 Pemeriksaan hormon tiroid jika didapatkan adanya tanda-tanda
tirotoksikosis

Ultrasonografi
 Mengidentifikasi gambaran mola (terdapat gambaran yang spesifik, seperti
sarang tawon atau badai salju) – pada mola komplit tidak didapatkan
gambaran janin, namun pada mola parsial dapat ditemukan gambaran janin
 Melihat ada tidaknya kista lutein

Thorax photo : untuk mengidentifikasi kemungkinan metastasis


Tatalaksana Umum
 Penatalaksanaan kasus mola hidatidosa tidak boleh
dilakukan di fasilitas kesehatan dasar, ibu harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

 Yang perlu diperhatikan :


 Stabilkan kondisi pasien
 Persiapkan darah untuk kepentingan transfusi
 Koreksi keadaan koagulopati
 Tangani hipertensi yang terjadi
 Observasi kemungkinan terjadinya krisis tiroid
Tatalaksana Khusus
Mola
 Pasang batang laminaria selama 24 jam untuk mendilatasi
serviks.
 Setelah serviks terbuka, lanjutkan tatalaksana seperti abortus mola.

 
Abortus Mola
 Lakukan evakuasi dengan menggunakan suction curettage
dan kosongkan isi uterus secara cepat.
 Berikan uterotonika sesaat sebelum dimulai proses evakuasi
mola
Tatalaksana Khusus
 Uterotonika dapat diberikan berupa infus oksitosin
10 unit dalam 500 ml NaCl 0.9% atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes/menit untuk
mencegah perdarahan.
 Ibu dianjurkan menggunakan kontrasepsi
hormonal bila masih ingin memiliki anak, atau
tubektomi bila ingin menghentikan kesuburan.
Tatalaksana Khusus
 Selanjutnya ibu dipantau:
 Pemeriksaan HCG serum setiap 2 minggu.
 Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, ibu
dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier yang
mempunyai fasilitas kemoterapi.
 HCG urin yang belum memberi hasil negatif
setelah 8 minggu juga mengindikasikan ibu
perlu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier.
Komplikasi
 Perdarahan.
 Perforasiuterus spontan atau iatrogenik.
 Emboli sel trofoblas.
 Keganasan berupa penyakit trofoblas ganas.
 Tirotoksikosis.
Laminaria
Prognosis
 Prognosis mola hidatidosa umumnya baik
 Risiko untuk kejadian mola hidatidosa berulang
adalah 1.2-1.4%
4. Hyperemesis Gravidarum
 Mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan dini
hingga usia kehamilan 16 minggu.
 Pada muntah-muntah yang berat dapat terjadi
dehidrasi, gangguan asam-basa dan elektrolit, dan
ketosis.
Epidemiologi
 Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan.
 Gejalanya biasanya dimulai pada gestasi minggu 9-
10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir
pada minggu 12-14.
 Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut
melewati 20-22 minggu.
 Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi
dalam 0,3-2% kehamilan.
Patofisiologi (1)
 Patofisiologi hiperemesis gravidarum masih
menjadi kontroversi.
 Hiperemesis gravidarum terjadi akibat interaksi
kompleks dari faktor biologis, psikologis, dan
sosial-budaya yang menyebabkan perubahan
hormonal
 Disfungsi gastroinstestinal, disfungsi hepar, infeksi
H. pylori, perubahan lipid, faktor genetik, juga
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum
Patofisiologi (2)
 Kejadian hiperemesis gravidarum dikaitkan
dengan peningkatan kadar hormon hCG (human
chorionic gonadotrophin)
 Peningkatan kadar hCG dapat merangsang proses
sekresi saluran pencernaan atas
Patofisiologi (3)
 Peningkatan kadar hCG berasal dari sel-sel
trofoblas memicu kondisi hipertiroid
 karena bereaksi silang dengan hormon Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) à mempengaruhi
distensi dari saluran cerna
 Oleh karena itu segala hal yang terkait dengan
peningkatan produksi hormon hCG oleh plasenta
dihubungkan dengan kondisi hiperemesis, seperti
pada kondisi kehamilan ganda atau mola hidatidosa.
Tanda dan Gejala
 Mual dan Muntah Hebat
 Berat badan turun > 5% dari berat badan sebelum
hamil
 Dehidrasi
Manifestasi klinik
Tingkat I/Derajat I
 Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita (> 3-4x sehari)
 Ibu merasa lemah
 Nafsu makan tidak ada
 Berat badan menurun (2-3 kg dlm 1 minggu)
 Nyeri pada epigastrium
 Nadi meningkat sekitar 100 per menit
 Tekanan darah sistolik menurun
 Turgor kulit menurun
 Lidah mengering dan
 Mata cekung
Tingkat II/Derajat II
 Lemas dan apatis
 Turgor kulit lebih menurun
 Lidah mengering dan nampak kotor
 Nadi kecil dan cepat
 Suhu biasanya naik dan mata sedikit ikterus
 Berat badan turun dan mata menjadi cekung,
 Tensi turun
 Hemokonsentrasi
 Oliguria dan konstipasi.
 Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena
mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan
dalam kencing
Tingkat III
 Keadaan umum lebih buruk
 Muntah berhenti
 Kesadaran menurun dari somnolen sampai koma
 Nadi kecil dan cepat
 Suhu meningkat dan tensi menurun
 Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal
sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus,
diplopia, dan perubahan mental.
Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk
vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya
gangguan hati
Pemeriksaan Penunjang
 Tes β-hCG (+)
 Elektrolit (hipokalemia, hiponatremia (-)
 Analisa gas darah (asidosis metabolik)
 Ketosis
Tatalaksana (1)
 Tatalaksana Umum
 Pertahankan kecukupan nutrisi ibu
 Anjurkan istirahat cukup dan hindari kelelehan
 Tatalaksana Khusus
 Bila tidak terjadi dehidrasi:
o Metoklorpramid 5-10mg per oral atau IM tiap 8 jam (bila
tidak terjadi dehidrasi)
 Bila terjadi dehidrasi:
o Cairan kristaloid diberikan untuk koreksi dehidrasi,
ketonemia, defisit elektrolit, dan ketidakseimbangan asam-
basa
o dimenhidrinat 50 mg dalam 50 mlNaCl 0,9% IV selama 20
o menit, setiap 4-6 jam sekali
o Klorpromazin 25-50 mg IV tiap 4-6 jam
Tatalaksana (2)
Diet
 Makan ketika lapar, tanpa memperdulikan waktu
makan normal
 Makan sedikit tetapi sering
 Hindari makan makanan berlemak dan pedas.
Banyak makan makanan kering atau hambar
 Jangan minum vitamin besi
 Biskuit di pagi hari
Tatalaksana (3)
Tatalaksana parenteral
 Infus dekstrosa hipertonik 40 mL/jam atau 1
L/hari, kemudian dapat ditingkatkan
 Jika infus mengandung 25% atau lebih dari
dekstrosa: infus harus dimulai 30-45 mL /jam dan
ditingkatkan secara bertahap dari 20 mL/jam/hari
Prognosis
 Pasienyang ditatalaksana dengan tepat akan
menunjukkan perbaikan
TERIMA
TERIMA KASIH
KASIH
Abortus
1. Video kuret
2. Aborsi dukun, nama obat
3. Boleh tidak bidan melakukan aborsi
4. Aborsi hasil perkosaan

Ektopik
5. Cara berkembang bayi pada ektopik
6. Tindakan bidan pada kehamilan ektopik
7. Penanganan ektopik
Molahidatidosa
1. Faktor ekonomi mempengaruhi mola
2. Laminaria
3. Riwayat mola
4. Hormon HCG pada mola

HEG
5. Hyperemesis tk 3 dampaknya apa
6. HEG apakah menurun ke anak

Anda mungkin juga menyukai