Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

Peritonitis ec Perforasi Gaster


IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. M
 Umur : 39 tahun
 Tanggal lahir : 16 Juli 1980
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Alamat : Kp. Gurudung
RT/RW002/003 ds.Mekar Jaya
 Status pernikahan : Menikah

 Pekerjaan : Wiraswasta
 Agama : Islam
 Tanggal masuk : 27 november 2019
ANAMNESIS

 Auto dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 27 november 2019


pukul 10.10

 Keluhan Utama
Nyeri seluruh lapang perut

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Adjidarmo dibawa oleh keluarga
dengan keluhan nyeri perut yang telah dirasakan sejak 2 hari yang
lalu, keluhan diawali oleh muntah yang kemudian nyeri perut
dirasakan terus memberat dan meluas di seluruh lapang perut,
pasien mengaku perutnya sering kembung dalam 1 minggu
terakhir dan tidak bisa kentut & BAB 2 hari terakhir, nafsu makan
berkurang, dan mual. selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya
kaku karena menahan sakit, terkadang keluar keringat dingin,
badan terasa panas dingin, BAK (+) normal
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT : (-) tidak terkontrol
Riwayat Asma : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Alergi : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat DM : (-) disangkal oleh keluarga
 
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat HT : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Asma : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat Alergi : (-) disangkal oleh keluarga
Riwayat DM : (-) disangkal oleh keluarga

 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien memiliki istri, biaya pengobatan ditanggung
oleh BPJS. Kesan sosial ekonomi keluarga cukup.
PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan saat pertama datang ke IGD

A. Primary Survey
 Airway
 Look : Dada mengembang simetris baik statis dan dinamis
 Listen : tidak terdengar suara nafas, tidak terdengar suara nafas tambahan
 Feel : terasa adanya hembusan nafas
 Breathing
 Look : tanda tanda sesak (-)
 RR: 20x/menit, takipnea (-) nafas cuping hidung (-) nafas
 paradoksal (-) kussmaul (-)
 Listen : suara vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)Rhonki (-/-) Wh(-/-) Stridor (-)
 Feel : perkusi (sonor/sonor)
 Circulation
 Look : sianosis (-) distensi vena jugularis (-) konjungtiva pucat (-)
 Listen : BJ I-II normal regular, mur-mur (-) gallop (-)
 Feel: perabaan akral hangat, nadi 98x/menit pulsasi kuat, TD 110/90 mmHg, SpO2 99%

 Disabilitas
 GCS : E4M6V5
 Exposure
 Akral hangat 36,9
B. Status Generalis

 Keadaan umum : Tampak Kesakitan


 Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
 Berat Badan :

 Status Gizi:

 Vital sign :

 Suhu : 36,9oC
 Nadi : 98x/mnt
 TD : 110/90 mmHg
 RR : 20x/mnt
 Kepala
 Bentuk : Mesocephal, Simetris
 Rambut : Pendek, Warna hitam bercampur putih

 
 Mata
 Palpebra : Tidak edema
 Conjunctiva : Tidak anemis
 Sclera : Tidak ikterik
 Pupil : Isokor / Isokor
 Reflek cahaya : +/+
 Katarak : Tidak ditemukan

 Leher
 Kelj. Getah bening : Tidak membesar
 Kelj. Thyroid : Tidak membesar
 JVP: Tidak meningkat
 Thorax
 Paru
 Inspeksi : Simetris, tidak retraksi dan tidak ada ketinggalan gerak
 Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler +/+, ST (-/-)

 Jantung
 Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi :
 Batas kiri atas SIC II LMC sinistra
 Batas kanan atas SIC II LPS dextra
 Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
 Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
 Auskultasi : Bunyi jantung 1-2, reguler, gallop tidak ada
 Abdomen
 Inspeksi: Distended, lebih tinggi dari dada, simetris, tidak
nampak hematom, warna kulit sama dengan sekitar, darm
kontour dan darm steifung tidak nampak
 Auskultasi: Peristaltik menurun
 Palpasi : Tidak teraba massa, didapatkan defans muskuler,
nyeri tekan seluruh lapang perut, hepar dan lien tidak teraba,
ballotemen ginjal tidak teraba
 Perkusi : Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA

   Ekstremitas
 Akral : Hangat
 
 Sianosis : Tidak ditemukan
 Edema : Tidak ditemukan
C. Status Lokalis

 Nyeri tekan dititik Mc.Burney (-), Rovsing sign (-),


Obturator sign (-), Psoas sign (-)

 Rectal Toucher
 M.Spincter ani mencengkram kuat
 Mucosa recti licin, tidak teraba massa
 Ampula recti tidak kolaps
DIAGNOSIS BANDING

Abdominal pain e/c peritonitis


Abdominal pain e/c appendicitis perforasi

Abdominal pain e/c gastritis erosiva

Abdominal pain e/c gastroenteritis akut


PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Hematologi (29-04-2011)  MCHC : 35,2 g/dl


 Hb: 14,50 gr/dl  Trombosit: 181 103 uL
 Eritrosit : 4,89 103 µl  Leukosit : 22340 103 uL
 Hematokrit : 35,4 %  Gol darah: O

 Indek eritrosit
 Hitung Jenis Leukosit
 Neutrofilsegmen : 93 %
 MCV : 84,3 fL
 MCH : 29,7 pg  Limfosit : 4%
 Monosit : 3%
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Immunologi  Pemeriksaan Kimia


 HbsAg : (-) Darah
 Ureum : 44,73 mg/dl
 Creatinin: 1.06 mg/dl
 Elektrolit
 SGOT : 14 U/l
 Natrium: 128
 SGPT : 15 U/l
 Kalium : 3.5
 GDS : 93 mg/dl
 Klorida : 93
PEMERIKSAAN RADIOLOGI 27/11/2019
PEMERIKSAAN RADIOLOGI 27/11/2019
DIAGNOSA KERJA
 Abdominal pain ec Peritonitis ec perforasi gaster
 
PENATALAKSANAAN
 Ifvd RL : D5 2 : 1 /24 Jam
 Inj. Omz 1x40mg
 Inj. Ceftriaxone 1x2gr
 Inj. Metronidazole 3 x 500 mg/IV
 Pasang NGT
 Pasang DC

RENCANA DIAGNOSTIK
• Konsul dr.Nano Sp.B
• Konsul Anastesi
• Laparatomi eksplorasi
DEFINISI

 Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran


serosa yang melapisi abdomen dan menutupi visera
abdomen). Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.
DEFINISI

 Perforasi gaster adalah suatu penetrasi yang kompleks


dari dinding lambung, usus besar, usus halus akibat dari
bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi
dari lambung berkembang menjadi suatu peritonitis
kimia yang disebabkan karena kebocoran asam lambung
dalam rongga perut (Warsinggih, 2016).
EPIDEMIOLOGI

 Data mengenai tingkat insidensi peritonitis sangat


terbatas, namun yang pasti diketahui adalah diantara
seluruh jenis peritonitis, peritonitis sekunder merupakan
peritonitis yang paling sering ditemukan dalam praktik
klinik. Hampir 80% kasus peritonitis disebabkan oleh
nekrosis dari traktus gastrointestinal.
EPIDEMIOLOGI

 Tingkat insidensi peritonitis pascaoperatif bervariasi


antara 1%-20% pada pasien yang menjalani laparatomi.

 Di daerah Afrika, pada tahun 2015 terdapat 1276 876


kasus (65%) pada bagian bedah umum

 Di Indonesia, jumlah tidakan operasi terhitung pada


tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32%
diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi
(Kemenkes RI, 2013).
ETIOLOGI
 Penyebab infeksi peritonitis terbagi atas:

 Penyebab primer : peritonitis spontan (pada pasien dengan penyakit


hati kronik, dimana 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang
mengalami asites akan mengalami peritonitis bakterial spontan)

 Penyebab sekunder : berkaitan dengan proses patologis dari organ


visera (berupa inflamasi, nekrosis dan penyulitnya misalnya
perforasi appendisitis, perforasi ulkus peptikum atau duodenum,
perforasi tifus abdominalis, perforasi kolon akibat divertikulitis,
volvulus, atau kanker dan strangulasi kolon asenden).

 Penyebab tersier : infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal


yang adekuat, timbul pada pasien dengan kondisi komorbid
sebelumnya, dan pada pasien yang imunokompromais (riwayat
sirosis hepatis, TB).
ETIOLOGI

 organ yang menyebabkan peritonitis penyebabnya dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:

 Esofagus: keganasan, trauma, iatrogenik dan sindrom


Boerhaave;

 Lambung: perforasi ulkus peptikum, adenokarsinoma,


limfoma, tumor stroma GIT, trauma dan iatrogenik;

 Duodenum: perforasi ulkus peptikum, trauma (tumpul dan


penetrasi), dan iatrogenik;
ETIOLOGI

 Traktus bilier: kolesistitis, perforasi kolelithiasis, keganasan,ta


duktus koledokus, trauma dan iatrogenik;

 Pankreas: pankreatitis (alkohol, obat-obatan batu empedu), trauma


dan iatrogenik;

 Kolon asendens: iskemia kolon, hernia inkarserata, obstruksi loop,


penyakit crohn, keganasan, divertikulum meckel, dan trauma;

 Kolon desendens dan appendiks: iskemia kolon, divertikulitis,


keganasan, kolitis ulseratif, penyakit crohn, appendisitis, volvulus
kolon, trauma dan iatrogenik;

 Salping, uterus dan ovarium: radang panggul, keganasan dan


trauma.
ETIOLOGI

 Sedangkan menurut agen-nya, peritonitis dapat


dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut:

1. Peritonitis steril atau kimiawi


Peritonitis yang disebabkan karena iritasi bahan-bahan
kimia, misalnya getah lambung, dan pankreas, empedu,
darah, urin, benda asing (talk, tepung, barium) dan
substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari
organ-organ dalam (misalnya penyakit crohn) tanpa adanya
inokulasi bakteri di rongga abdomen
ETIOLOGI

2. Peritonitis bakterial:

a. Peritonitis bakterial spontan, 90% disebabkan monomikroba,


tersering adalah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli,
7% Klebsiella-pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus dan
lain-lain. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus
pneumoniae 15%, Streptococcus yang lain 15%, golongan
Staphylococcus 3%, dan kurang dari 5% kasus mengandung
bakteri anaerob.

b. Peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif


yang berasal dari saluran cerna bagian atas, dapat pula gram
negatif, atau polimikroba, dimana mengandung gabungan bakteri
aerob dan anaerob yang didominasi bakteri gram negatif.
ETIOLOGI

 Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk


penetrasi yang komplek dari dinding lambung, usus
halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke
dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang
mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus
kegawatan bedah
PATOFISIOLOGI

 Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri


adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

 Peradangan yang menimbulkan akumulasi cairan karena


kapiler dan membran mengalami kebocoran.

 Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan


agresif, maka dapat menimbulkan kematian
sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ.
PATOFISIOLOGI

 Pada gaster ecara fisiologis, gaster relatif bebas dari


bakteri dan mikroorganisme lainnya karena keasaman
yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma
abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti
perforasi gaster

 Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah


gaster sebelumnya berada pada resiko kontaminasi
peritoneal pada perforasi gaster.
DIAGNOSIS
 Gejala utama pada seluruh kasus peritonitis adalah nyeri
perut yang hebat, tajam, dirasakan terus-menerus, dan
diperparah dengan adanya pergerakan, adanya anoreksia,
mual, dan muntah seringkali pula ditemukan
DIAGNOSIS

 Anamnesis harus pula mencari kemungkinan sumber


etiologi dari peritonitis sekunder sehingga harus
ditanyakan mengenai:

 riwayat penyakit sekarang (riwayat dispepsia kronis


mengarahkan ke perforasi ulkus peptikum

 riwayat inflammatory bowel disease atau divertikulum


mengarahkan perforasi kolon karena divertikulitis
 Riwayat demam lebih dari 1 minggu disertai pola demam dan
tanda-tanda klinis khas untuk tifoid mengarahkan ke perforasi
tifoid

 Riwayat hernia daerah inguinal (inguinalis atau femoralis)


harus dicurigai kemungkinan adanya strangulasi, sedangkan
nyeri mendadak tanpa disertai adanya riwayat penyakit
apapun mengarahkan ke appendisitis perforasi), riwayat
operasi abdomen sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK PADA AREA PERUT:
 Inspeksi : ada tanda-tanda eksternal seperti luka, abrasi, dan atau
ekimosis. lihat pola pernafasan dan pergerakan perut saat
bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan warna kulit
abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen
seperti papan.

 Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri


tekan. Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh
abdomen mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan
konsistens sperti adonan roti mengindikasikan perdarahan intra
abdominal. ·
 Perkusi : Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan
peritoneum ·

 Auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus


mengindikasikan suatu peritonitis difusa.

 Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis :


pemeriksaan ini dapat membantu menilai kondisi seperti
appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang ruptur dan
divertikulitis acuta yang perforasi.
DIAGNOSIS BANDING
 Penyakit ulkus peptikum  Gastritis
 Pancreatitis acuta  Cholecystitis, colik bilier

 Endometriosis  Torsi ovarium

 PID  Salpingitis acuta

 Appendicitis acuta  Demam typoid

 Colitis iskemik  Crohn’s disease

 Inflamatory bowel  Colitis


disease
PENATALAKSANAAN

 Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya.

 Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam


bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis).

 Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien


yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya
PROGNOSIS

 Prognosis untuk peritonitis general yang disebabkan


oleh perforasi gaster adalah mematikan akibat organisme
virulen. Prognosis ini bergantung kepada Lamanya
peritonitis;

< 24 jam = 90% penderita selamat;


 24-48 jam = 60% penderita selamat;
 48 jam = 20% penderita selamat.
 Adanya penyakit penyerta
 Daya tahan tubuh
 Usia Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.
 Komplikasi.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai