Anda di halaman 1dari 19

KEWARGAKENEGARAAN

M A Y S H I T A N A D Y A I R AWA N 4 6 1 2 0 0 1 0 0 6 4
KONSEP DASAR KEWARGANEGARAAN

Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari, mendalami dan
mengembangkannya serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hal ini menempatkan Sila ke-1 sebagai nilai pertama
dari sebuah dasar negara yang berarti mengaplikasikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan
perundang-undangan di negara Republik Indonesia menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila
ke-1 memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk kesatuan yang utuh dengan menjunjung
tinggi nilai yang sama. Dengan payung Ketuhanan Yang Maha Esa itu maka bangsa indonesia mempunyai
satu asas yang di pegang teguh yaitu kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama
masing-masing. Oleh karena itu didalam masyarakat yang berasaskan Pancasila, agama di jamin
berkembang dan tumbuh subur dengan konsekuensi adanya toleransi beragama.
A.  TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Proses perjalanan kehidupan umat manusia dalam kurun waktu yang sangat lama di muka bumi Indonesia dengan wilayah
yang luas tentunya akan menciptakan keberagaman suku dan etnis. Hal ini membuktikan bahwa munculnya perbedaan atau
kebhinekaan nusantara tidaklah diciptakan dalam waktu yang sesaat saja.Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari
resistensi konflik antar umat beragama. Berbagai rambu peraturan telah disahkan untuk meminimalisir bentrokan-bentrokan
kepentingan antar umat beragama.
Berbagai aturan kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang telah dikeluarkan oleh pemerintah secara garis
besar mencakup beberapa hal, diantaranya yaitu:
• Pendirian rumah ibadah
• Penyiaran agama
• Bantuan keagamaan dari luar negeri
• Tenaga asing bidang keagamaan.
• Kebijakan pemerintah atau regulasi tentang aturan kerukunan antar umat beragama ini penting dikeluarkan agar tata
kelola dan tata hubungan diantara umat beragama mempunyai standart yang baku dan jelas.
Regulasi tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tata hubungan dan juga tata administrasi di luar subtansi ajaran
agama. Disinilah arti penting perlunya regulasi tentang tata hubungan kerukunan umat beragama.
B.  PERAN PEMERINTAH DALAM KERUKUNAN BERAGAMA

Kerukunan umat beragama mutlak sangat diperlukan, agar warga masyarakat dapat menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat di
Indonesia ini dengan damai dan jauh dari kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
dengan penuh kedamaian ini menjadi kunci untuk ikut serta dalam melaksanakan program kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan
dengan kerja sama antar agama.
Program kegiatan tersebut, jelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal, jika masalah kerukunan umat beragama belum terselesaikan
dengan baik. Meskipun setiap agama telah mengajarkan tentang pentingnya kedamaian dan keharmonisan, realitas menunjukkan
pluralisme agama bisa memicu pemeluknya saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis ini mempunyai dampak yang
amat mendalam dan cenderung meluas. Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko sosial, politik maupun ekonomi yang
besar pula.
Pengertian konflik agama tidak saja terjadi antar agama yang berbeda atau yang dikenal dengan istilah konflik antar umat agama tetapi
konflik juga sering terjadi antara umat dalam satu agama atau konflik intern umat agama. Munculnya berbagai konflik terkait dengan
persoalan keagamaan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah: Pertama, pelecehan atau penodaan agama melalui penggunaan
simbol-simbol agama, maupun istilah-istilah keagamaan dari suatu agama oleh pihak lain secara tidak bertanggung jawab. Kedua,
fanatisme agama yang sempit. 
Pemerintah harus memperhatikan masalah keadilan dan kesejahteraan sosial. Akar konflik dan ketegangan antar dan juga
intern agama muncul di antaranya juga disebabkan oleh ketidakadilan dan kemiskinan yang terjadi di kalangan agamawan.
Terjadinya ‘rebutan’ anggota jamaah merupakan fenomena yang menarik. Anggota jamaah kelompok aliran agama tertentu
merupakan sumber pembiayaan atau juga mungkin sebagai sumber penghasilan bagi tokoh atau pemimpin agama tertentu.
Ketika kuantitas pengikut atau jamaahnya terganggu maka secara tidak langsung juga mengganggu income material dan
secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kenyamaan dan kerukunan. Hal ini berpotensi konflik di antara tokoh
agama dan juga akan menjalar ke pengikut ajaran agama.
Pemerintahan harus bekerja keras untuk meningkatkan ekonomi yang berorientasi kerakyatan serta penegakan hukum yang
seadil-adilnya. Program peningkatan kesejahteraan bagi agamawan juga mutlak harus diperhatikan. Sebagai manusia,
agamawan juga membutuhkan fasilitas untuk mendukung kegiatan misi agamanya. Tempat ibadah dan sarana peribadatan
yang representatif, fasilitas kegiatan sosial keagamaan yang memadai, keadaan.ekonomi agamawan yang mapan dan
dukungan fasilitasi pemerintah terhadap berbagai kegiatan keagamaan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan
kerukunan hidup umat beragama.
C.  URGENSI REGULASI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI
INDONESIA

Konstitusi negara Indonesia memberikan jaminan kemerdekaan kepada setiap warga negara untuk memeluk agama dan
beribadah berdasarkan ajaran agama dan kepercayaannya. Hal ini tertuang di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Pasal ini
merupakan bentuk perlindungan negara terhadap semua umat beragama di Indonesia.
Ketentuan pasal 29 tersebut juga merupakan bentuk peneguhan dan penegasan bahwa Negara Indonesia didirikan bukan atas
dasar satu agama saja, tetapi memberikan kedudukan yang sama bagi semua agama yang berkembang di Indonesia. Konsepsi
satu untuk semua merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa dengan melihat realitas kemajemukan bangsa.
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000, disebutkan
bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama, secara
bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral, dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam
suasana kehidupan harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan
pengamalan Pancasila
Berdasarkan program pembangunan nasional tersebut nampak jelas bahwa suasana kehidupan yang harmonis penuh
kerukunan yang dinamis antar umat beragama merupakan suatu hal yang niscaya untuk mewujudkan pembangunan nasional
yang berkesinambungan. Di sini nampak jelas bahwa kerukunan atau keharmonisan harus diwujudkan dan terus dilestarikan
Upaya-upaya penguatan kerukunan dan pencegahan konflik telah banyak dilakukan,
baik melalui:
• bingkai teologis,
• bingkai sosiologis (sosio-kultural) dalam bentuk kearifan lokal,
• bingkai politik (kebangsaan) dalam bentuk penguatan empat pilar kebangsaan,
dan
• bingkai yuridis dalam bentuk regulasi tentang kerukunan umat beragama.
Penguatan kerukunan melalui bingkai politik kebangsaan saat ini sangat diperlukan,
karena di era reformasi, yang mendukung demokrasi dan kebebasan ini, muncul
paham-paham atau ideologi-ideologi tertentu, yang diantaranya bertentangan dengan
ideologi Pancasila dan tidak toleran dengan kemajemukan masyarakat Indonesia.
Dalam menelaah masalah-masalah sosial dan kemasyarakatan, disimpulkan bahwa
agama merupakan salah satu fenomena sosial yang langgeng dan berpengaruh,
sebagaimana dalam filsafat politik juga diteliti dan diobservasi dampak daripada
institusi-institusi agama serta pengaruh mereka dalam kekuasaan.
Yakni bagaimana para penganut agama tertentu bermuamalah dengan pengikut agama-agama
lainnya, apakah mesti bertoleransi dan hidup berdampingan menerima perbedaan dengan mereka
ataukah menabuh genderang perang serta perselisihan dengan mereka, ini berhubungan dengan cara
bersikap dan berprilaku di antara para pengikut agama-agama yang berbeda satu sama lain.
Tujuan konsep tri kerukunan umat beragama agar masyarakat Indonesia dapat hidup kebersamaan
dalam perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau
pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang
diyakininya.

Tri kerukunan ini meliputi tiga konsep kerukunan yaitu:


I.Kerukunan intern umat beragama
II.Kerukunan antar umat beragama
III.Kerukunan antar umat beragama dan pemerintah.
I. KERUKUNAN INTERN UMAT
BERAGAMA
Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama itu sendiri.
Perbedaan mazhab hukum atau fiqh adalah salah satu contoh perbedaan yang nampak dan nyata. Kemudian lahir
pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun ormas-ormas keagamaan tersebut memiliki satu aqidah yakni aqidah
Islam, adanya perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap al quran dan sunnah
terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.
Konsep ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang
menyebabkan konflik. Konsep ukhuwah Islamiyah ini mengupayakan berbagai  cara agar tiap-tiap kelompok
ormas tidak saling klaim kebenaran. Agar tiap-tiap individu sesama penganut agama Islam tidak saling klaim
kebenaran keyakinan. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari permusuhan karena perbedaan mazhab dalam
Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, dan penuh kebersamaan. Kalau
dalam agama Islam mengenal ukhuwah islamiyah maka dalam agama-agama yang lain dapat menempuh upaya
yang sejenis seperti konsep persaudaraan seiman.
II. KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Konsep kedua ini mempunyai pengertian kehidupan beragama yang tentram antar
masyarakat yang berbeda agama dan beda keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga
mencurigai dan selalu menghormati agama masing-masing. Konsep yang dibangun dalam
mewujudkan kerukunan antar umat beragama ini adalah konsep ukhuwah basyariyah atau
persaudaraan sesama umat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pemerintah mengeluarkan berbagai aturan tentang tata hubungan antar masyarakat yang
berbeda agama atau beda keyakinan. Berbagai kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah agar
tidak terjadi saling mengganggu antar umat beragama, dan  semaksimal mungkin
menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama.  Semua lapisan masyarakat
bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun dan damai di Indonesia. Regulasi
yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih bersifat pengaturan administratif dan tidak
memasuki wilayah ajaran agama. Regulasi ini penting dilakukan agar tidak terjadi gesekan
kepentingan atau minimal ada aturan baku yang dijadikan standart yang dijadikan
pedoman bersama dalam tata hubungan pemeluk antar agama.
Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mencerminkan keadilan
diantara para pemeluk agama, juga harus mencerminkan kepastian hukum agar
tidak menimbulkan multi tafsir atas aturan yang telah dibuatnya. Tidak ada yang
subordinasi atau tirani. Kepentingan berbagai pemeluk agama harus diakomodir
dalam regulasi tersebut. Pelibatan para tokoh pemeluk agama dalam penyusunan
regulasi dan juga penegakan hukum mempunyai peran yang sangat vital.
Regulasi tentang tata hubungan lintas agama ini harus merupakan kesepakatan
dan kesepahaman para pemeluk agama yang diwakili oleh tokoh-tokoh agama
dan juga pemimpin ormas keagamaan. Tidak ada yang memaksakan
kehendaknya demi kepentingan kelompok agama tertentu. Semangatnya adalah
sama yaitu menciptakan adanya kehidupan berdampingan yang harmonis sinergis
dan tidak ada yang merasa dirugikan kepentingannya.
III KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DENGAN
PEMERINTAH.

Tri kerukunan umat beragama yang ketiga ini merupakan bentuk fasilitasi pemerintah terhadap berbagai
program kegiatan yang menunjang kerukunan umat beragama. Pemerintah harus memberikan dukungan
pembiayaan yang memadai untuk terselenggaranya kegiatan-kegiatan atau aksi-aksi sosial yang mendukung
terciptanya dan terpeliharanya kerukunan umat beragama. Pejabat pemerintah harus mau duduk sama rendah dan
berdiri sama tinggi dengan tokoh-tokoh agama dan juga pimpinan ormas keagamaan. Jalinan komunikasi yang
sinergis harus terus dilakukan di antara pemerintah dengan tokoh agama dan juga pimpinan ormas keagamaan.
Tri kerukunan umat beragama diharapkan menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama
yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan.
Komitmen dari para pihak dan juga stakeholders sangat menentukan pelaksanaan Tri kerukunan umat beragama
ini.
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, negara telah meletakkan Pancasila sebagai dasar negara.Bahkan
sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dikumandangkan, Pancasila telah dipersiapkan untuk
dijadikan landasan dasar dalam membentuk suatu negara kesatuan.Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup
bangsa, falsafah bangsa, serta ideologi bangsa Indonesia.Oleh karena itu hanya Pancasila sajalah yang harus
dijadikan acuan, patokan ataupun ukuran dalam hidup bernegara, berbangsa, maupun bermasyarakat.Dan hanya
satu-satunya sumber dari segala sumber hukum.
1.1 TUJUAN-TUJUAN HIDUP SEBAGAI BANGSA DALAM PANCASILA ITU
MELIPUTI:

• menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab,


• menciptakan persatuan dan kesatuan,
• menciptakan kehidupan yang demoratis,
• menciptakan keadilan, dan
• yang tidak kalah pentingnya yakni kehidupan berbangsa dan bernegara yang
• berdasarkan Kepercayaan/keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Perumusan isi dari Pancasila itu sendiri mengalami berbagai macam hambatan. Hambatan tersebut lebih 
pada pencetusan ide atau proses perumusannya. Salah satu sila dari kelima sila tersebut yang terus
diperbincangkan dan dipersoalkan ialah tentang persoalan Sila Ketuhanan. Para tokoh perancang
Pancasila dalam merumuskan sila Ketuhanan melalui perdebatan-perdebatan dan perbedaan pandangan.
Terutama, bagaimana merumuskan sila pertama tersebut dan dasar kepercayaan (agama) apa yang akan
dijadikan dasar dari perumusan sila tersebut. Karena perumusan sila pertama tersebut akan membawa
dampak pada hubungan antar umat beragama di Indonesia, dimana bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai macam suku yang pastinya memiliki kepercayaan / keyakinan (agama) yang berbeda-beda
pula.
Akan tetapi, polemik terhadap sila pertama, yakni “sila Ketuhanan Yang Maha Esa” tidak hanya
terhenti pada saat awal perumusannya.Kenyataannya, di dalam kehidupan masyarakat, hingga saat ini,
sila pertama ini belum dapat dipahami secara menyeluruh oleh rakyat Indonesia.Dampaknya adalah
hubungan antar umat beragama, yang dimaksud disini adalah upaya untuk menciptakan toleransi dalam
rangka menciptakan kerukunan antar umat beragama mengalami berbagai macam hambatan.Bahkan
sangat rentan untuk terjadinya konflik. Tentu saja akan membawa dampak atau pengaruh yang besar
terhadap bangsa Indonesia
1.2 HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA MENURUT
PANCASILA. 

Pancasila sebagai falsafah negara, sebagai ideologi negara, sebagai landasan dasar dan sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia, berarti Pancasila merupakan sumber nilai bagi segala penyelenggaraan negara baik yang
bersifat kejasmanian maupun kerohanian. Hai ini berarti bahwa dalam segala aspek penyelenggaraan atau
kehidupan bernegara, baik yang materiil maupun yang spiritual harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat
dalam sila-sila Pancasila secara bulat dan utuh.
Maka yang ingin diwujudkan dan dikembangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila adalah adanya
sikap pemeluk saling menghormati, menghargai, toleransi, serta terjalinnya kerjasama antara pemeluk- agama
dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat tercipta dan selalu terbinanya kerukunan hidup di
antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Untuk mewujudkannya, perlu
adanya pemahaman yang utuh dan menyeluruh terhadap Pancasila dan sila-sila yang terkandung di dalamnya.
Dalam hal ini, Pancasila mengatur hubungan antar umat beragama agar tercipta kerukunan.Dalam arti bahwa
aturan yang ada hanya untuk mengatur ketertiban dan keamanan hubungan antar umat beragama dalam
kaitannya dengan kebebasan beragama dan menjalankan ibadah, serta jaminan rasa aman dan
perlindungan.Bukan, aturan yang dibuat itu untuk mengatur soal atau masalah keagamaan atau kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha
1.3 PERSOALAN PENERAPAN SILA KETUHANAN YANG
MAHA ESA.

Berkaitan dengan hubungan antar umat beragama menurut Pancasila, dalam rangka menciptakan
kerukunan antar umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat, dalam kenyataannya apa yang dicita-citakan itu tidak selalu berjalan mulus seperti yang
dicita-citakan. Ternyata masih banyak terdapat hambatan-hambatan yang muncul baik dari campur
tangan pemerintah maupun dari golongan penganut agama dan kepercayaan itu sendiri.
Hal ini disebabkan bisa saja karena penghayatan terhadap Pancasila, khususnya sila Ketuhanan, tidak
dapat dipahami dan dihayati secara mendalam dan menyeluruh.Akibatnya muncul ideologi-ideologi
atau paham-paham yang berbasiskan ajaran agama tertentu.Sehingga seakan-akan bahwa sila
pertamadari Pancasila itu hanya dimiliki oleh salah satu agama tertentu saja. Dengan kata lain bahwa
toleransi dan sikap menghargai agama atau umat kepercayaan lain ternyata belum sepenuhnya dapat
disadari dan diwujudkan. Tentu saja karena adanya golongan-golaongan tertentu yang memiliki
paham bahwa hanya kepercayaannya atau hanya ajaran agamanya sajalah yang paling baik dan benar.
Pandangan atau paham yang sempit mengenai pamahaman terhadap agama dan kepercayaan yang
seperti ini dapat menimbulkan atau mengundang konflik serta gejolak dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara.
1.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT DAN
PENDUKUNG.

Upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama tidak terlepas dari faktor penghambat dan penunjang. Faktor
penghambat kerukunan hidup beragama selain warisan politik penjajah juga fanatisme dangkal, sikap
kurang bersahabat, cara-cara agresif dalam dakwah agama yang ditujukan kepada orang yang telah
beragama, pendirian tempat ibadah tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara suatu agama dengan agama lain; juga karena munculnya
berbagai sekte dan faham keagamaan kurangnya memahami ajaran agama dan peraturan Pemerintah dalam
hal kehidupan beragama.
Faktor-faktor pendukung dalam upaya kerukunan hidup beragama antara lain adanya sifat bangsa
Indonesia yang religius, adanya nilai-nilai luhur budaya yang telah berakar dalam masyarakat seperti gotong
royong, saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, kerjasama di
kalangan intern umat beragama, antar umat beragama dan antara umat beragama dengan Pemerintah.
Konflik antar kelompok agama terkadang juga dapat dipicu kerena kebijakan atau
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah (departemen agama).Seharusnya,
departemen agama adalah lembaga yang bersifat netral, yang membawahi seluruh
unsur-unsur agama yang ada atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
dan memegang teguh nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila.Jangan malah
mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan ataupun menguntungkan agama-
agama tertentu, yang dapat menimbulkan konflik atau ketegangan antar uamat
beragama yang tentu saja berbeda agama dan kepercayaannya.
Kenyataannya, lembaga keagamaan di Indonesia seringkali masih menguntungkan
agama-agama tertentu, Melalui undang-undang ataupun kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan. Misalnya saja masalah kawin beda agama. Dalam prakteknya bahwa
undang-undang yang mengatur perkawinan beda agama ternyata lebih
menguntungkan agama tertentu.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai