Anda di halaman 1dari 37

Obat Aritmia

DR NUGROHO EWB,MSI
FARMAKOLOGI FK UWKS
 Aritmia adalah gangguan ritme yang dapat berupa kelainan dalam frekuensi denyut jantung,
dimana serambi atau bilik berdenyut lebih cepat atau lebih lambat dari normal.
 Begitu pula penyaluran impuls dapat terganggu karena hipertensi atau kebocoran katup jantung
dengan seperti terjadinya AV Block.
 Aritmia sering kali berlangsung dengan selang seling (intermitten) dan tidak selalu dirasakan oleh
pasien.
 Untuk diagnosanya selalu diperlukan analisis ECG (electrocardiogram).
 Gambar memperlihatkan gambaran gangguan ritme jantung akibat rangsang tidak sampai ke
bilik, tetapi hanya berputar di serambi karena terjadi blok AV. Terlihat impuls tidak menyebar
dengan baik di ventrikel sehingga saling berlawanan dan juga terjadi impuls abnormal yang dapat
menimbulkan kekacauan.
Yang termasuk aritmia (gangguan ritme) diantaranya adalah:
1) Fibrilasi atrium (serambi)
 Bercirikan kontraksi tidak teratur, sehingga pengisian bilik dengan darah kurang baik dan terjadi
pembendungan darah. Bilik tidak dipengaruhi banyak oleh “kekacauan” di serambi dan hanya
berdenyut sedikit kurang teratur dengan setiap denyut jumlah darah yang dipompanya tidak sama.
 Keadaan ini dirasakan sangat tidak nyaman oleh pasien, tetapi tidak membahayakan jiwanya.
 Pengobatan dapat dilakukan dengan beta-blocker metoprolol atau flekainida yang menghambat
penerusan impuls melalui simpul AV.
2) Fibrilasi ventrikel (bilik)
 Sering kali timbul sesudah suatu infark terjadi dan bersifat sangat membahayakan, karena darah
tidak dipompa lagi ke organ tubuh dengan layak.
 Bila tidak diobati dengan segera (misalnya, dengan lidokain), lazimnya berakhir fatal. Ciri-cirinya:
a) Terlalu mudah ditingkatkan. b) Kerusakan pada sistem purkinye (AV blok). c) Ventrikel membesar
sekali.
3. Heartblock (AV block)
 Adalah sejenis aritmia dimana kontraksi bilik berlangsung terlalu lambat atau hilang sama sekali,
akibat terganggunya penyaluran impuls listrik dari serambi ke bilik. Keadaan ini dapat terjadi
antara lain pada infark jantung.
 Terapinya tidak dilakukan dengan obat, melainkan dengan pacemaker, suatu alat kecil yang
mengirimkan impuls listrik ke jantung guna menormalisasi ritme kontraksinya.
4) Tachycardia dan Bradycardia
 Adalah kerja jantung yang abnormal cepat atau abnormal lambat dengan frekuensi masing-
masing untuk tachycardia > 100 x / menit dan bradycardia < 60 x /menit.
 Penanganan aritmia dapat dengan cara tanpa obat, seperti pembedahan dan implantasi pacemaker
(alat pacu jantung yang memberikan impuls ritmis buatan pada jantung).
 Pengobatan gangguan ritme yang berhubungan dengan infark jantung dilakukan segera dengan
antiaritmia, jika tidak sering kali berakibat fatal.
Pengelompokan obat aritmia dibagi 4 golongan :
1. Golongan 1 adalah penghambat kanal natrium. Golongan 1A memperpanjang APD, golongan 1B
memperpendek APD, golongan 1C punya efek minimal pada APD
2. Golongan 2 adalah simpatolitik dengan mengurangi aktivitas β adrenergic pada jantung
3. Golongan 3 sebagai pemanjangan APD dengan menghambat komponen cepat penyearah arus
kalium yang ditunda Ikr
4. Golongan 4 memblokade arus kalsium jantung. Dengan memperlambat hantaran pada tempat
upstroke potensial aksinya bergantung kalsium
Ket APD : action potential duration
Disopramid (Sub Gol IA)

Efek Pada Jantung


 Sangat mirip dengan prokainamid dan kuinidin
 Efek antimuskariniknya terhadap jantung lebih jelas daripada kuinidin sehingga
obat yang memperlambat hambatan atrioventrikuler harus diberikan Bersama
dengan disopramid pada pengobatan fibrilasi atrium
 Tablet 100 atau 150 mg basa.
Toksisitas
A. Jantung
 Konsentrasi toksik obat ini menyebabkan gangguan elektrofisiologik
 Akibat efek inotropic negatifnya, dapat mencetuskan gagal jantung denovo
 Bukan pilihan pertama obat antiaritmia
 Sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang memiliki gagal jantung
B. Di luar jantung
 Aktivitas yang mirip atropine dipertimbangkan karena efek sampingnya pada
saraf simpatis : retensi urin, mulut kering, penglihatan kabur, sembelit. Jika
muncul efek ini sebaiknya obat dihentikan
Farmakokinetik dan dosis
 Sediaan oral. Dosis oral 150 mg tiga kali sehari
 90% dosis oral diabsorpsi, kadar puncak dalam plasma tercapai 1-2 jam setelah
pemberian oral
 Sekitar 50% diekskresikan oleh ginjal, 20% dalam metabolit dealkilasi,10%
dalam bentuk lain
 Waktu paruh eliminasi 5-7 jam
 Pada pasien yang punya kelainan fungsi ginjal sebaiknya dosis dikurangi
 Di AS hanya dipakai pengobatan aritmia ventrikel
Lidokain (Subgolongan IB)

 Memiliki insiden toksisitas yang rendah dan keefektifan yang tinggi pada aritmia yang
disebabkan infark miokard akut
 Hanya diberikan intravena
Efek pada jantung
 Menghambat kanal natrium dengan kinetic cepat
 Blokade pada keadaan tidak aktif memastikan efek yang lebih besar pada sel yang
memiliki potensial aksi yang panjang seperti purkinye, sel ventrikel dibanding sel atrium
 Kinetik cepat pada potensial istirahat menyebabkan pemulihan dari blockade antara
potensial aksi dan tidak memberikan efek pada hantaran
 Peningkatan inaktivasi dan gerakan melepaskan ikatan yang lebih lambat menyebabkan
depresi selektif hantaran dalam sel yang terdepolarisasi
Toksisitas
A. Jantung
 Merupakan salah satu penyekat kanal natrium yang paling sedikit menyebabkan kardiotoksik
 Efek proaritmik, termasuk berhentinya nodus sinoatrial, memburuknya hantaran yang rusak, dan
aritmia ventrikel jarang terjadi
 Pada pasien yang memiliki gagal jantung, lidokain menyebabkan hipotensi karena penekanan
kontraktilitas otot jantung
B. Di luar jantung
 Efek samping paling sering berupa parastesia, tremor, mual, kepala terasa ringan, kejang
 Kelainan itu terjadi pada pasien yang rentan dan jika bolus obat diberikan terlalu cepat
 Ditoleransi dengan baik asal kadar plasma tidak melebihi 9mcg/mL
Farmakokinetik dan dosis
 Mengalami metabolisme lintas pertama yang besar pada hati sehingga hanya 3% terdapat dalam plasma jika
diberikan secara oral
 Waktu paruh 1-2 jam. Dosis awal 150-200 mg diberikan lebih dari 15 menit diikuti dosis pemeliharaan 2-4
mg/menit untuk mencapai kadar terapi dalam plasma 2-6 mcg/mL
 Pasien dengan infark miokard memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi karena meningkatnya glikoprotein a1
 Pada pasien gagal jantung volume distribusi dan klirens tubuh dapat menurun jadi dosisnya sebaiknya
diturunkan
 Pada pasien dengan penyakit hati klirens plasma menurun dan volume distribusi meningkat dosis pemeliharaan
sebaiknya diturunkan tetapi dapat diberikan dosis awal
 Pasien normal dan pasien gagal jantung konsentrasi keadaan stabil dapat dicapai dalam 8-10 jam sedang pasien
yang memiliki penyakit hati dibutuhkan waktu 24-36 jam
 Obat propranolol, simetidin yang menurunkan aliran darah ke hati mengurangi klirens lidokain sehingga
meningkatkan resiko toksisitas
 Penyakit ginjal tidak berpengaruh besar pada pengaturan lidokain
Penggunaan terapi
 Obat pilihan untuk menekan takikardi ventrikel dan mencegah fibrilasi ventrikel
setelah kardioversi pada keadaan iskemik akut
 Penggunaan lidokain sebagai profilaksis dapat meningkatkan kejadian asistol
Propanolol (Gol II)

 Beta-bloker mula-mula menurunkan cardiac output, kemudian setelah beberapa hari


menurunkan tahanan vaskuler.
 Efek ini disebabkan karena penurunan kadar angiotensin (beta-bloker menurunkan rilis
renin dari ginjal).
 Beta-bloker adalah antihipertensi yang sering digunakan. Penggunaan beta-bloker
menyebabkan peningkatan kadar LDL dan trigliserida (sedikit) dan menurunkan kadar HDL
pada darah
 Dosis sekitar 30 sampai 320 mg/hari untuk pengobatan aritmia. Biasanya 3 sampai 4 kali
sehari
 Dalam keadaan darurat, dapat diberikan secara iv dengan dosis 1-3 mg dalam beberapa
menit disertai pemantauan ECG dan tekanan darah
Farmakokinetik
 Propanolol diabsorpsi dengan baik melalui saluran GI. Obat ini menembus sawar darah otak
dan plasenta, dan ditemukan dalam ASI. Obat ini dimetabolisme oleh hati, mengalami first-
pass hepatic sehingga hanya sejumlah kecil yang mencapai sirkulasi sistemik. Mempunyai
waktu paruh yang singkat, yaitu 3-6 jam.
 Dapat mengurangi eliminasi sendiri dengan menurunkan curah jantung dan aliran darah hati
terutama pada pasien gagal jantung kiri.
Farmakodinamik
 Dengan menghambat kedua jenis reseptor beta, propanolol menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah.
 Obat ini juga menyebabkan kontriksi saluran bronchial dan kontraksi uterus.
 Obat ini tersedia dalam bentuk oral tablet, kapsul sustained release dan untuk pemakaian
intravena. Mula kerja, waktu mencapai kadar puncak dan lama kerja formula preparat
sustained release lebih lama daripada tablet.
 Bentuk ini efektif untuk pemberian dosis satu kali sehari, khususnya untuk pasien yang tidak
patuh dengan dosis beberapa kali sehari
Interaksi obat
 Banyak obat berinteraksi dengan propanolol. Fenitoin isoproterenol, NSAID, barbiturate, dan
santin (kafein, teofilin) mengurangi efek obat propanolol.
 Jika propanolol dipakai bersama digoksin atau penghambat kalsium, maka dapat terjadi blok
jantung atrio-ventrikular (AV). Tekanan darah dapat diturunkan jika propanolol diberikan
bersama dengan antihipertensi lain (ini mungkin merupakan efek yang diinginkan).
Indikasi
 Penghambat beta berguna untuk mengobati aritmia jantung, hipertensi ringan, takikardia ringan,
dan angina pectoris
Efek samping
 Efek samping yang sering timbul pada penghambat beta adalah bradikardia, pusing hipotensi,
sakit kepala, hiperglikemi, bertembah beratnya hipoglikemi, dan granulositosis. Biasanya efek
samping berkaitan dengan dosis.
Amiodaron (Golongan III)

 Di AS amiodaron diakui sebagai obat aritmia ventrikel yang serius. Obat ini juga
efektif untuk aritmia supraventrikuler seperti fibrilasi atrium
 Sediaan amiodaron Hcl tablet 200mg
Efek pada jantung
 Memperpanjang durasi potensial aksi secara bermakna dengan blockade Ikr
 Memiliki kemampuan lemah dalam blockade kanal kalsium dan adrenergic.
Konsekuensinya berupa perlambatan denyut jantung dan hantaran nodus
atrioventrikel
Efek diluar jantung
 Menyebabkan pelebaran pembuluh darah perifer
Toksisitas
Jantung
 Menyebabkan bradikardia simtomatik dan blockade jantung pada pasien yang sudah
memiliki nodus sinus
Diluar jantung
 Fibrosis paru yang fatal terlihat 1% pasien bahkan pada dosis rendah < 200mg/hari
 Tes fungsi paru abnormal dan hepatitis
 Fotodermatitis dan perubahan warna kulit menjadi abu-kebiruan pada kulit yang terkena
matahari
 Pada beberapa pasien terbentuk daerah halo dilapang pandang perifer
 Memblokade perubahan perifer T4 menjadi T3 sehingga menyebabkan hipo atau hipertiroid
Farmakokinetik
 Bioavaibilitas 35-65%, metabolisme di hati dan metabolit utamanya yaitu
desetilamiodaron adalah bioaktif
 Eliminasi waktu paruhnya merupakan proses kompleks. Setelah obat dihentikan,
efeknya masih bertahan 1-3 bulan.
 Dosis awal total 10g dapat dicapai dengan dosis harian 0,8-1,2 g.
 Dosis pemeliharaan adalah 200-400mg/hari.
 Efek farmakologik dapat dicapai dengan pemberian iv
 Adalah substrat untuk enzim yang memetabolisme sitokrom hati CYP3A4 dan
kadarnya meningkat karena simetidin.
 Obat yang menginduksi CYP3A4 misalnya rifampisin menurunkan konsentrasi
amiodaron
Penggunaan terapi
 Dosis rendah 100-200 mg/hari efektif mempertahankan irama sinus normal pada
pasien yang mengalami fibrilasi atrium
 Efektif dalam pencegahan takikardi ventrikel yang rekuren
 Meningkatkan ambang batas pemacu dan defibrilasi
Verapamil (Gol IV)

Efek pada jantung


 Blokade kanal kalsium tipe L baik yang aktif maupun tidak aktif
 Waktu hantaran dan masa refrakter efektus nodus AV selalu memanjang pada
konsentrasi terapeutik
 Memperlambat nodus SA pada kerja langsungnya, tetapi kerja hipotensinya
menyebabkan refleks kecil yang meningkatkan kecepatan nodus SA
 Dapat menekan after depolarization
Efek diluar jantung
 Menyebabkan vasodilatasi perifer yang berguna pada hipertensi
Toksisitas
Jantung
 Dapat terjadi hipotensi dan fibrilasi ventrikel
 Dapat menimbulkan hambatan atrioventrikuler dalam dosis besar
 Pada pasien dengan nodus sinus, obat ini menimbulkan henti sinus
Diluar jantung
 Berupa konstipasi, kelelahan, gelisah dan edema perifer
Farmakokinetik dan dosis
 Waktu paruh sekitar 7 jam
 Banyak sekali di metabolisme dihepar setelah pemberian oral. Bioavaibilitas
sekitar 20%
 Pada pemberian parenteral digunakan untuk terminasi takikardi supraventrikel
 Dosis bolus awal 5mg selama 2-5 menit. Dilanjutkan 5mg bolus bila diperlukan.
Setelah itu bolus 5-10mg diberikan setiap 4-6 jam
 Dosis oral 120-640 mg/hari dibagi dalam 3-4 dosis
Penggunaan terapi
 Takikardi supraventrikel merupakan indikasi utama
 Dapat menurunkan frekuensi ventrikel pada fibrilasi dan flutter atrium
 Verapamil jarang bermanfaat pada aritmia ventrikel
Digoksin (Gol V)

 Semua glikosida jantung mengandung nukleus steroid dan cincin


lactone
 Sebagian besar mempunyai satu atau beberapa residu gula.
 Glikosida jantung sering disebut dengan ‘digitalis’ karena berasal
dari tanaman digitalis (foxglove). Prototipnya adalah digoxin.
 Digitoxin (molekulnya mirip sekali) juga berasal dari tanaman
foxglove, sekarang jarang digunakan.
Mekanisme Kerja

 Mekanisme kerja digitalis adalah inhibisi Na+/K+ ATPase membran sel, merupakan mekanisme biokimia
utama efek digitalis

 Inhibisi Na+/K+ ATPase menyebabkan peningkatan sodium intraseluler. Peningkatan sodium merubah
kekuatan pertukaran sodium-calcium oleh penukar, NaxC, sehingga memperkecil keluarnya kalsium dari sel.

 Peningkatan kalsium intraseluler disimpan di sarcoplasmic retikulum dan rilisnya meningkatkan kekuatan
kontraksi. Akibat inhibisi Na+/K+ ATP ase menyebabkan perubahan fungsi mekanik dan elektrik jantung.
Digitalis juga merubah outflow otonomik, dan hal ini mempengaruhi sifat elektrik jantung.
Efek pada Jantung

1. Efek mekanik
 Peningkatan kontraktilitas yang disebabkan digitalis menimbulkan peningkatan ejeksi ventrikel,
penurunan ukuran jantung end-sistolic dan end-diastolic, peningkatan cardiac output dan
peningkatan perfusi renal.
 Efek ini menyebabkan penurunan respons kompensasi simpatis dan ginjal yang menguntungkan.
Penurunan tonus simpatis menyebabkan: penurunan denyut jantung, preload dan afterload
sehingga kerja jantung lebih efisien
2. Efek elektrik
 Efek elektrik mula-mula berupa respons parasimpatomimetik jantung kemudian terjadi respons
aritmogenik
a. Respons awal

 Peningkatan interval PR, disebabkan karena penurunan atrioventricular conduction velocity, dan gelombang T yang
mendatar. Efek pada atrium dan AV node memperbesar parasimpatis dan dapat diblok sebagian dengan atropin.

 Peningkatan periode refraktory atrioventrikuler nodal sangat penting bila terjadi flutter atrial atau fibrilasi atrial
karena refractioness AV node menentukan kecepatan ventrikel pada aritmia ini. Efek digitalis adalah memperlambat
kecepatan ventrikel. Kemudian dapat timbul QT yang memendek, inversi T dan depresi ST.

b. Respons toksik
 Peningkatan automaticity, yang disebabkan karena overload kalsium intraseluler merupakan manifestasi toksisitas
yang penting.
 Overload kalsium intraseluler menyebabkan delayed after-depolarization, yang dapat mencetuskan ekstrasistol,
takikardi atau fibrilasi pada berbagai bagian jantung.
 Pada ventrikel, ekstrasistol disebut sebagai premature ventricular beats (PVBs). Bila perbandingan PVBs dengan
denyut normal 1:1, irama ini disebut bigeminy
Penggunaan Klinis

Fibrilasi atrial

 Pada fluter dan fibrilasi atrial, perlu untuk menurunkan conduction velocity atau
meningkatkan periode refrakter atrioventricular node, sehingga kecepatan ventrikel dapat
terkontrol dengan pengisian dan ejection yang efisien. Efek parasimpatis digitalis dapat
memenuhi tujuan terapi ini, tetapi diperlukan dosis tinggi. Obat lainnya untuk kontrol rate
adalah beta-bloker dan kalsium-bloker, tetapi obat-obat ini mempunyai efek inotropik negatif.

 
Interaksi

 Quinidine menyebabkan penurunan klirens digoxin dan meningkatkan kadar digoxin serum bila dosis
digoxin tidak diturunkan. Beberapa obat mempunyai efek yang sama (amiodaron, verapamil dll), tetapi
interaksi dengan obat-obat ini tidak begitu bermakna.

 Efek digitalis dihambat oleh potassium dan magnesium ekstraseluler dan difasilitasi oleh kalsium
ekstraseluler.

 Loop-diuretik dan thiazide, yang sering digunakan untuk terapi payah jantung, dapat menurunkan
potassium serum dan mencetuskan toksisitas digitalis.

 Vomiting (karena obat) dapat mengosongkan magnesium serum sehingga memfasilitasi toksisitas.
Interaksi ion ini penting diperhatikan pada terapi toksisitas digitalis.
Toksisitas Digitalis

 Gejala toksisitas digitalis adalah aritmia, nausea, vomiting dan diare.

 Dapat pula timbul confusion, halusinasi dan gangguan penglihatan. Terapi aritmia digitalis penting karena manifetasi
toksisitas digitalis ini sering terjadi dan berbahaya.

 Intoksikasi kronis adalah peningkatan efek terapetik obat dan hal ini disebabkan karena akumulasi kalsium yang
berlebihan pada sel-sel jantung (calcium overload). Overload ini menyebabkan automaticity yang abnormal dan
aritmia

 Aritmia karena digitalis terjadi bila potassium dan magnesium serum lebih rendah dari normal atau bila kalsium
serum lebih besar dari normal.

 Intoksikasi akut yang berat disebabkan karena usaha bunuh diri atau overdosis dapat menyebabkan depresi jantung
kemudian timbul cardiac arrest, bukan takikardi atau fibrilasi
Terapi toksisitas digitalis adalah sebagai berikut : 

1. Koreksi defisiensi potassium atau magnesium

 Koreksi defisiensi potassium (misalnya yang disebabkan karena diuretik) dapat pula digunakan untuk intoksikasi digitalis kronis. Toksisitas
ringan dapat diterapi dengan pemberian 1-2 dosis digitalis dan suplement K+ oral atau parenteral. Potassium tidak boleh melebihi 5
meq/L. Bila terjadi hipomagnesia, diterapi dengan menormalisasi magnesium serum. Intoksikasi akut berat (misalnya overdosis karena
usaha bunuh diri) disebabkan karena hiperkalemia dan tidak dapat diterapi dengan suplemen potassium

2. Obat antiaritmia

 Obat antiaritmia dapat digunakan bila ada peningkatan automaticity dan terapi sebelumnya tidak dapat untuk menormalkan potassium
serum. Senyawa yang tidak memperberat kerusakan kontraktilitas jantung (mis, lidocaine atau phenytoin) dapat digunakan, selain itu
dapat juga digunakan propranolol. Overdosis digitalis akut berat menyebabkan inhibisi pada semua pacemaker jantung. Obat antiaritmia
berbahaya bila diberikan pada pasien ini dan diperlukan pacemaker elektronik.

3. Antibodi digoxin

 Antibodi digoxin (FAB fragments, Digibind) sangat efektif dan digunakan bila terapi lain gagal. Senyawa ini efektif untuk keracunan
berbagai glikosida jantung selain digoxin.
Epinephrin

 Banyak obat-obat adrenergic merangsang lebih dari satu tempat reseptor adrenergic.
Salah satu contohnya adalah epinefrin (adrenalin), yang bekerja pada tempat reseptor
adrenergic alfa-1, beta-1 dan beta-2.
 Respons dari tempat-tempat ini adalah meningkatkan tekanan darah, dilatasi pupil,
meningkatkan denyut jantung (takikardia), dan bronkodilatasi.
 Pada syok jenis-jenis tertentu (yaitu: kardiogenik, anafilaktik), epinefrin adalah obat
yang berguna karena meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan aliran udara
melalui paru-paru melalui bronkodilatasi.
 Karena epinefrin mempengaruhi 3 reseptor adrenergic yang berbeda, maka epinefrin
tidak mempunyai selektivitas, dengan kata lain dianggap nonselektif terhadap satu
reseptor.
 Efek samping terjadi jika dihasilkan lebih banyak respons daripada yang diinginkan.
Farmakokinetik.
 Pada pemberian oral Epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena di rusak oleh enzim COMT
(Catekolamin-o-metil-transferase) dan MAO (Monoamin-oksidase) yang banyak terdapat
pada dinding usus dan hati.
 Pada penyuntikan SK absorpsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan
memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM.
 Pada pemberian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi
efek sistemik dapat terjadi terutama bila digunakan dosis besar. Epinefrin dimetabolisme oleh
hati dan diekskresikan ke dalam urin.
Farmakodinamik.
 Epinefrin sering digunakan Dalam keadaan gawat darurat untuk mengatasi anafilaksis, yang
merupakan respons alergik yang mengancam nyawa.
 Obat ini merupakan inotropik (daya kontraksi otot) kuat, menimbulkan kontriksi pembuluh
darah, meningkatkan denyut jantung, dan dilatasi saluran bronchial.
Efek samping dan interaksi obat
 Dosis tinggi dapat mengakibatkan aritmia jantung, oleh karena itu perlu dipantau dengan
elektrokardiogram (EKG).
 Epinefrin juga menyebabkan vasokonstriksi ginjal, sehingga mengurangi perfusi ginjal dan
keluaran urin.
 Mula kerja dan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak adalah cepat.
 Pemakaian dekongestan dengan epinefrin mempunyai efek aditif.
 Jika epinefrin diberikan bersama digoksin, maka dapat terjadi aritmia jantung.
 Penghambat beta dapat menyebabkan menurunnya kerja epinefrin.
Terima Kasih Perhatianya

Anda mungkin juga menyukai