PENGLIHATAN katarak
Kelompok 2
1. Ersa Aliefia Arianti
2. Farah Nadhiah
3. Gumbreg Sunu Baroto
4. Haidir Ali
5. Mia Pebriani
6. Mutiara Agel Sepriani
7. Nathalia Ramadhanti
8. Ni Nyoman Cyntia D
9. Nuraini
10.Putri Maharani
DEFINISI
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau
kapsullensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua
orang lebih dari65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau
sitemik atau kelainan (katarak senil dan juvenil) atau kelainan kongenital
mata. Lensa yang sedang dalam proses pembentukan katarak ditandai adanya
sembab lensa, perubahan protein, nekrosis, dan terganggunya kesinabungan
normal serabut-serabut lensa. Pada umumnya, terjadinya perubahan lensa
sesuai dengan tahap perkembangan katarak. Kekeruhan lensa pada katarak
imatur (insipien) tipis. Akan tetapi, pada katarak matur,(perkembangan agak
lanjut) kekeruhan lensa sudah sempurna dan agak sembab. Jika kandungan
airnya maksimal dan kapsul lensa teregang, katarak ini dinamakan intumesens
(sembab).
KOMPLIKASI
1. Glaucoma
2. Uveitis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding
PATOFISIOLOGI
Katarak pada umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia di
atas 70th, dapat diperkirakaan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun
katarak dapat juga diakibatkan oleh kelainan kongenital, atau penyulit
penyakit mata lokal menahun.
Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya
ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti
dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan
kandungan kalium, asam natrium dan kalsium bertambah, sedangkan
kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Akhir-akhir ini,
peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu faktor dalam pembentukan
katarak senil, tampak lebih nyata.
PATHWAY
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2. Lapang penglihatan
3. Pengukuran tonografi
4. Test provokatif
5. Pemeriksaan oftalmoskopi
6. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
7. Test toleransi glaukosa/ FBS
PENATALAKSANAAN MEDIS
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif.Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat
dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes
dan glaukoma.
Intervensi :
1. Identifikasi kebiasaan dan faktor-faktor yang mengakibatkan risiko jatuh
2. Kaji riwayat jatuh pada klien dan keluarga
3. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan terjadinya
risiko jatuh (lantai licin)
4. Sediakan alat bantu (tongkat, walker)
5. Ajarkan cara penggunaan alat bantu (tongkat atau walker)
6. Instruksikan pada klien untuk meminta bantuan ketika melakukan
perpindahan, joka diperlukan
7. Ajarkan pada keluarga untuk menyediakan lantai rumah yang tidak licin
8. Ajarkan pada keluarga untuk meminimalkan risiko terjadinya jatuh pada
pasien
Diagnosa & INTRVENSI
Intervensi :
1. Berikan informasi faktual meliputi dignosa, prognosis, dan terapi sesuai
kondisi klien
2. Dampingi klien untuk mengurangi ketakutan klien
3. Kaji respon kecemasan verbal maupun non verbal klien
4. Gunakan komunikasi terapeutik dan pendekatan yang baik pada klien
5. Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi ansietas klien
6. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian obat untuk menurunkan
kecemasan klien
KESIMPULAN