KELOMPOK 1
ANGGOTA : 1. NERYA PAKPAHAN
2. IRWAN HUTAGALUNG
3. YULANDARI RAJAGUKGUK
4. EVA SILALAHI
5. SONITA PANGGABEAN
6. LIANA LIMBONG
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta
bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa
pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial,
yaitu jawaban filosofis. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya, faktor-
faktor subjektif dalam silsafat sangat berpengaruh. Filsafat dan ilmu mempunyai hubungan yang
saling mengisi dan melengkapi (komplementer). Filsafat memberikan landasan-landasan dasar
bagi ilmu. Keduanya dapat memberikan bahan- bahan bagi manusia untuk membantu
memecahkan barbagai masalah dalam kehidupannya.
Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah
pendidikan ini yang disebut filsafat pendidikan. Dalam perkembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran- aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati
(2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari- dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan
ke dalam tiga jenis , yaitu :
c. Teori Gestalt
Teori ini disebut juga dengan teori lapangan.Asumsinya adalah keseluruhan
lebih bermanfaat dari pada bagian – bagian.Belajar merupakan perbuatan yang
bertujuan untuk eksploratif, imajinatif dan kreatif. Implikasinya adalah kurikulum
harus didudun secara keseluruhan (teori dan praktek) sehingga memungkinkan
peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dsn menimbulksn insight peserta
didik.
C. LANDASAN SOSIAL-BUDAYA PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan sosial budaya merupakan asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi
dan antropologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Karakteristik sosial budaya dimana peserta didik hidup berimplikasi pada program
pendidikan yang akan dikembangkan. Kebudayaan mencakup berbagai dimensi,
diantaranya keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, sosial, teknologi, dan rekreasi.
Semua dimensi tersebut hendaknya dipertimbangkan dalam proses
pengembangan kurikulum.
Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses
mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan,
pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi,
pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan. Kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan
harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
Berkaitan dengan sosial budaya ini yang harus dilakukan oleh para pengembang
sebelum menyusun kurikulum adalah: