Anda di halaman 1dari 16

ETIKA DAN HUKUM

KEBIDANAN

KELOMPOK 3 :
1. Desy Adzkiyatun Nisa
2. Riska Hayu Pangestuti
3. Luthfiyatul Markhumah
4. Lutfatul Laely
5. Intania Ayu Sultan I.
PERMENKES N0.28 TH 2017
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

1. Pengertian Bidan 1. Pencatatan dan


2. Pelaporan dan Pelaporan
Registrasi 2. Pembinaan dan
3. Masa Bakti Pengawasan
4. Praktik Bidan 3. Ketentuan Pidana
5. Wewenang Bidan 4. Ketentuan Peralihan
Tentang Surat
Penugasan dan Izin
Praktik
1. Pengertian Bidan

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan;


1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pelaporan dan Registrasi
BAB 1
Ketentuan Umum
Pasal 1
3. Surat Tanda Registrasi Bidan yang selanjutnya
disingkat STRB adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah kepada Bidan yang telah memiliki
sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Registrasi merupakan  proses pendaftaran, pendokumentasian dan


pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal
kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan,
sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik
profesinya.
3. Masa Bakti

Pasal 8

Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundangundangan yang berlaku.
4. Praktik Bidan

Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan


yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan
masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
5. Wewenang Bidan

BAB III
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN

Bagian Kedua
Kewenangan

Pasal 18
Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk
memberikan:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
6. Pencatatan dan Pelaporan

Pasal 45

(1) Bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan


pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke
puskesmas wilayah tempat praktik.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan
disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikecualikan bagi Bidan yang melaksanakan praktik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan selain Praktik Mandiri Bidan.
7. Pembinaan dan Pengawasan

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 46
(1)Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan/atau Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2)Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mengikutsertakan organisasi profesi.
(3)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien, dan melindungi
masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
(4)Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
memberikan tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik.
(5)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIP untuk sementara paling lama 1 (satu)
tahun; atau d.pencabutan SIPB selamanya.
8. Ketentuan Pidana

 Tidak Memberi Pertolongan Pertama Kepada Pasien


Pasal 190 ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan
praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap
pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) mengakibatkan terjadinya
kecacatan atau kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Aborsi
Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi
kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun
hanya dapat dilakukan setelah persyaratan yang ditentukan UU
dipenuhi.
Aborsi yang  tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan
tindak pidana.
Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak
Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Memperjual Belikan Darah
Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang. UU
menentukan bahwa pelayanan darah merupakan upaya pelayanan
kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar
dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan
dalih apapun.

Selain itu korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:


1.      Pencabutan izin usaha, dan/atau
2.      Pencabutan status badan hokum
9. Ketentuan Peralihan Tentang Surat
Penguasaan dan Izin Praktek
PASAL 25
(1). Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan
Mentri Kesehatan Nomor      900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktek Bidan dan Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor HK. 02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB
berdasarkan Peraturan ini sampai masa berlakunya berakhir.
(2). Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang
bersangkutan telah habis jangka waktunya,berdasarkan peraturan
ini.
• PASAL 26
Apabila Majelis Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk
dan/atau  belum dapat melaksanakan tugasnya maka
dengan registrasi bidan maka dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002  tentang Registrasi dan Praktek
Bidan.
• PASAL 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas
pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini
harus memiliki SIKB berdasrkan peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.
• PASAL 28
Bidan yang telah berpendidikan dibawah Diploma lll (D
lll) Kebidanan yang telah menjalankan praktik mandiri
harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini
Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini

Anda mungkin juga menyukai