Anda di halaman 1dari 18

REKLAMASI LAUT

OLEH:
ARIVAN HALIM, S.H., M.Kn.
SEPINTAS BATAS REKLAMASI LAUT
■ Istilah reklamasi merupakan turunan dari istilah dalam Bahasa Inggris, yaitu
reclamation yang berasal dari kata kerja reclaim yang berarti mengambil kembali,
dengan penekanan pada kata “kembali”.
■ Dalam Teknik Tanah, istilah reclaim atau reklamasi juga dipakai di dalam
mengusahakan agar suatu lahan yang tidak berguna atau kurang berguna menjadi
berguna kembali atau lebih berguna. Sampai berapa jauh tingkat kegunaan ini
bergantung dari sasaran yang ingin dicapai.
■ Di dalam pembangunan penghunian dan perkotaan adakalanya daerah-daerah genangan
dikeringkan untuk kemudian dimanfaatkan, bahkan wilayah laut pun dapat dijadikan
daratan.
SISTEM REKLAMASI LAUT
■ Reklamasi pada waktu sekarang banyak dilakukan dengan proses urukan, terutama
reklamasi pada wilayah-wilayah tepi laut. Reklamasi wilayah lautan melalui urukan
dapat dilakukan dengan 2 sistem utama, yaitu
■ Pertama, dengan sistem Blanket Fill. Sistem ini dilakukan dengan cara menguruk pasir
pada wilayah yang akan direklamasi hingga tinggi tertentu, kemudian membangun
konstruksi pelindung tepinya yang dapat berupa turap atau berupa tanggul laut di dalam
galian di tepi lahan yang telah diuruk tersebut. Maka pada cara reklamasi ini urukan
dilakukan atas wilayah yang sedikit lebih luas daripada yang direncanakan. Kelebihan
urukan ini kemudian dikeruk kembali dan pasirnya dibuang di tempat lain apabila
konstruksi pelindung tepi tersebut telah selesai.
■ Kedua, dengan sistem Hydraulic Fill. Sistem ini dilakukan dengan cara membuat
konstruksi pelindung terlebih dahulu, tentunya di dalam air dan tidak di dalam galian
kering seperti pada sistem Blanket Fill. Setelah seluruh konstruksi pelindung selesai,
barulah lahan laut yang telah terlindung ini diuruk secara Hydraulis, artinya pasir uruk
dipompa oleh kapal keruk ke dalam wilayah yang telah terlindung tersebut.
REKLAMASI DAN MASALAH PERTANAHAN
■ Pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustain development) membutuhkan tanah yang semakin
hari semakin besar, baik sebagai wadah pelaksanaan pembangunan maupun sebagai faktor produksi
untuk menghasilkan komoditas-komoditas perdagangan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan
pendapatan nasional.
■ Adanya permintaan (demand) atas tanah yang semakin besar, khususnya di daerah-daerah perkotaan
disebabkan beberapa faktor berikut ini:
• Faktor sosial budaya dan politik, meliputi:
a. Pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun karena imigrasi
b. Daya tarik perkotaan terhadap penduduk dari wilayah pedesaan
c. Adanya situasi gangguan keamanan di wilayah pedesaan
d. Adanya pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang berskala besar
• Faktor sosial ekonomi, meliputi:
a. Usaha pembangunan fisik yang terkonsentrasi di daerah perkotaan
b. Perkembangan kegiatan usaha/industri di wilayah perkotaan yang membuka kesempatan kerja
c. Berkurangnya lokasi pertanian di beberapa wilayah pedesaan
LANJUTAN
• Faktor prasarana fisik meliputi:
a. Adanya usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan yang
menarik penduduk untuk berpindah ke kota besar
b. Adanya perbaikan utilitas umum dan fasilitas kota
■ Sementara itu, luas tanah relatif tidak bertambah bahkan cenderung berkurang, kondisi
seperti ini dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1. permasalahan-permasalahan yang muncul di bidang pertanahan akan semakin
kompleks, sementara peraturan-peraturan yang mengatur bidang pertanahan masih
belum sempurna (sebagai contoh: belum terdapat undang-undang yang mengatur hak
milik).
2. usaha-usaha untuk menambah luas areal tanah/lahan tanpa menimbulkan ekses-ekses
negatif dan/atau konflik sosial/hukum perlu dilakukan, misalnya melakukan reklamasi
tanah di tepi pantai.
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH
DENGAN CARA REKLAMASI DI DKI JAKARTA
■ Paling tidak ada 6 permasalahan yang sangat menonjol yang dihadapi Kota Jakarta,
yaitu sebagai berikut:
1. Luas Kota
2. Pengelolaan Kota
3. Sumber Daya Pertumbuhan Kota
4. Arah Pertumbuhan Kota
5. Penunjang Popular
6. Kawasan Andalan yang mempunyai Nilai Strategis
■ Ada dua hal yang menjadi dasar pemikiran dalam menyusun strategi pembangunan
kota, yaitu pertama, penataan ruang dengan mengkaji berbagai aspeknya termasuk
regulasi yang mendasarinya. Dan yang kedua, sumber daya pelaksana yang merupakan
tenaga teknis pembangunan.
PENATAAN RUANG WILAYAH
■ PESISIR
Lima pengertian yang berkaitan dengan pesisir, antara lain:
1. Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara
fisiografis, wilayah pesisir adalah wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang
masih dipengaruhi pasang surut air laut yang dibentuk oleh endapan lempung hingga
pasir yang bersifat lepas.
2. Ruang wilayah pesisir merupakan ruang wilayah di antara ruang daratan dengan ruang
lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan dengan ruang yang terletak di atas dan di
bawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
3. Pesisir merupakan daerah darat dengan perbedaan ketinggian sekitar 200 meter yang
dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat lepas.
4. Garis pantai merupakan garis batas pertemuan antara daratan dengan air laut. Posisinya
tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan tingkat erosi
pantai.
5. Kawasan pemukiman pesisir merupakan lingkungan dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan yang dipengaruhi oleh sifat alam wilayah pesisir.
LANJUTAN
■ Dalam penataan ruang, dikenal adanya pola pengelolaan tata guna tanah dan tata guna
sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang, salah satu kawasan yang
perlu diatur adalah pembangunan dan pengembangan kawasan pantai dalam kaitannya
dengan penataan ruang wilayah pesisir.
■ Ada beberapa macam pola pemanfaatan ruang di wilayah pantai, antara lain kawasan
yang berfungsi budi daya (industri, pariwisata, pelabuhan, budi daya sumber daya laut,
pemukiman) dan kawasan berfungsi lindung (rawa pantai, hutan bakau, rumput laut,
dsb).
■ Dalam penataan ruang wilayah pantai perlu diperhatikan rekayasa teknik pemanfaatan
ruang dan rekayasa sosial budaya. Rekayasa teknik sangat dibutuhkan karena
pembudidayaan wilayah pantai harus memerhatikan asas konservasi dalam rangka
meminimalkan tekanan dan pengaruh negatif terhadap lingkungan sekitarnya.
■ Zonasi sebagai salah satu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang, yang merupakan
upaya penetapan batas-batas fungsional suatu peruntukan. Penetapan batas-batas
fungsional wilayah pantai erat kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat pesisir.
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
WILAYAH PESISIR
■ Pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir yang kaya dan beragam dipengaruhi oleh
pola kegiatan manusia yang kompleks dan tingkat persaingan yang tinggi antar berbagai
sektor ekonomi.
■ Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu (PPST) merupakan salah satu alternatif pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Melihat
perannya, PPST memfasilitasi dan optimalisasi keuntungan ekonomi dan sosial dari
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam, serta jasa lingkungan di
wilayah pesisir.
■ Pola PPST mempunyai 4 ciri, yaitu:
1. Adanya perhatian yang mendalam terhadap sistem sumber daya alam yang ada di
wilayah pesisir untuk berbagai kegiatan manusia.
2. Optimalisasi pemanfaatan ganda dari ekosistem pesisir serta seluruh sumber daya alam
yang terdapat di dalamnya dengan mengintegrasikan informasi ekonomis dan sosial.
LANJUTAN

3. Pendekatan interdisipliner dan kerja sama intersektoral dalam mengatasi permasalahan


pembangunan yang kompleks, yang kemudian diformulasikan secara strategis bagi
perluasan diversifikasi berbagai kegiatan ekonomi.
4. Membantu pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas investasi kapital,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional.
5. PPST akan lebih efektif jika diterapkan sebagai mekanisme perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir secara proaktif melalui kegiatan pendataan, perencanaan,
formulasi, implementasi dan evaluasi.
PEMANFAATAN KAWASAN PANTAI
■ Pembangunan fisik kota Jakarta yang kian hari kian berkembang membutuhkan penyediaan lahan
yang luasnya cukup memadai. Hal tersebut menjadi penyebab timbulnya pergeseran dan rencana
peruntukan tanah di wilayah DKI Jakarta. Salah satu bagian yang akan mengalami perubahan
rencana dan pergeseran di atas adalah wilayah pantai utara (Pantura) Jakarta.
■ Di kawasan pantai Jakarta yang meliputi wilayah pengembangan barat laut, utara, timur laut serta
kepulauan seribu, tanjung priok, dan wilayah pengembangan utara telah tumbuh dengan fasilitas
pelabuhan dan pemukiman khususnya bagi golongan masyarakat bawah dan wilayah
pengembangan timur laut dihuni oleh nelayan dengan prasarana lingkungan yang tidak memadai.
■ Sementara itu, wilayah pengembangan barat laut lebih dikenal sebagai kawasan pantai kapuk,
muara karang dan muara angke, yang selain digunakan sebagai hutan kota, juga diprioritaskan
pada pengembangan perumahan mewah bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
■ Sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) DKI Jakarta pada tahun 2005,
terkandung kebijakan mengenai RTH, daerah pengamanan lingkungan daerah pemugaran,
kawasan condet dan pengembangan wilayah khusus, seperti pesisir pantai, kepulauan seribu,
kawasan halim, TMII, bekas pelabuhan udara kemayoran dan lingkungan monas.
PERUNTUKAN TANAH REKLAMASI
■ Pola peruntukan dan pemanfaatan tanah reklamasi pantai utara Jakarta telah disusun dan
direncanakan sebagai satuan perencanaan yang terbagi dalam 3 sub-kawasan, antara
lain:
1. Sub-Kawasan Barat, pada areal reklamasi diperuntukkan bagi perumahan, perdagangan
atau jasa, pemerintahan, dan ruang terbuka hijau. Sub-Kawasan Barat pada daratan
pantai diperuntukkan bagi pembangunan perumahan, termasuk perumahan nelayan,
perdagangan atau jasa, pemerintahan, industri atau perdagangan.
2. Sub-Kawasan Tengah, pada areal reklamasi dan daratan pantai diperuntukkan bagi
perumahan, perdagangan atau jasa, pemerintahan dan bangunan umum.
3. Sub-Kawasan Timur, pada areal reklamasi adalah untuk industri atau pergudangan dan
bangunan umum. Sementara itu, pada daratan pantai untuk perumahan, perdagangan
atau jasa, pemerintahan, industri atau pergudangan dan bangunan umum.
LANJUTAN
■ Sub-Kawasan di atas, untuk pengembangan pantai utara Jakarta yang ditetapkan dengan fungsi-fungsi kawasan sebagai
berikut:
1. Kawasan Pusat Bisnis, diperuntukkan bagi perdagangan eceran, tempat hiburan, hotel, dan pemukiman.
2. Kawasan Usaha Sekunder, untuk pengembangan usaha, fasilitas pemerintahan, dan fasilitas budaya.
3. Kawasan Usaha Tersier, untuk komersial, rekreasi, dan hotel.
4. Kawasan Bersejarah, untuk menarik minat wisatawan, usaha kecil, dan fasilitas budaya.
5. Pemukiman Berkepadatan tinggi, untuk pemukiman yang dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan, hotel, apartemen,
fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
6. Pemukiman Berkepadatan Sedang, untuk pemukiman yang dilengkap dengan fasilitas perbelanjaan dan ruang terbuka.
7. Pemukiman Berkepadatan Rendah, untuk fasilitas sosial, komersial, dan jasa.
8. Pelabuhan, untuk pergudangan dan industri.
9. Kawasan Hutan Lindung, yang berfungsi sebagai pelindung pantai dan habitat flora atau fauna khas pantai.
10. Kawasan Hijau Binaan, yang berfungsi sebagai pengaman waduk, sungai, pantai, prasarana jalan dan sebagai sarana
rekreasi dan olahraga.
KERANGKA HUKUM BAGI LANDASAN PENGATURAN
HAK-HAK PEMANFAATAN RUANG LAUT
■ Rezim laut – open access, sifat “fluida”, fungsi publik, berlaku ketentuan-ketentuan hukum
laut internasional (ada kewajiban dan hak-hak negara pantai dalam penggunaan dan eksploitasi
atas laut).
■ Oleh karena itu laut tidak serta merta dapat diklaim/dikuasai oleh suatu pihak manapun yang
dengan kata lain bagian dari ruang laut dipartisi/disekat/dibatasi untuk digunakan bagi
kepentingan pihak yang bersangkutan.
■ Kenapa diperlukan suatu pengaturan “hak-hak” atas pemanfaatan ruang laut? Karena
kenyataan di lapangan banyak berbagai kepentingan pihak-pihak dalam pemanfaatan ruang
laut, sehingga sangat berpotensi konflik dan terjadi tumpang tindih, misalnya penggunaan
untuk kepentingan alur pelayaran, nelayan, wisata bahari, konservasi, dsb. Dan perlu diberikan
suatu kepastian hukum agar merasa aman dan terjamin perlindungannya dari segi hukum.
■ UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, di
dalamnya antara lain mengatur mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3).
■ HP3 sebagai suatu terobosan yang diharapkan mendorong masuknya investasi sehingga
potensi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang demikian besar dapat digali bagi
kepentingan pembangunan.
LANJUTAN
■ HP3 merupakan salah satu bentuk “hak” untuk penguasaan di perairan pesisir,
hipotesanya: “masih ada bentuk hak penggunaan lain (non-pengusahaan) pada ruang
laut yang bersama-sama, maka dengan HP3 perlu diberikan landasan dalam satu
peraturan perundang-undangan sebagaimana di darat diatur dalam UUPA.
■ Tujuan peraturan perundang-undangan mengenai hubungan-hubungan hukum antara
pengguna/pemanfaat dan perbuatan-perbuatan hukum atas bagian dari ruang laut. Serta
diperlukan untuk memberikan landasan hukum, sehingga ada keabsahan dan kepastian
hukum.
■ Dalam penggunaan/pemanfaatan ruang laut tersebut diatur mengenai hak-hak yang
dapat dipunyai oleh pengguna/pemanfaat, isi hak, kewajiban, kewenangan, luasan,
jangka waktu, serta ketentuan-ketentuan lainnya sebagaimana perlu diberikan
batasan/pengaturan.
BATASAN DALAM PEMANFAATAN RUANG LAUT
DALAM PRAKTIK
■ Partisi/batasan dalam penggunaan/pemanfaatan ruang laut dalam praktik di lapangan, terbatas pada:
• Tatanan yang sudah melembaga pada masyarakat adat/internasional
• Budidaya perikanan pantai
• Perikanan tangkap
• Pengembangan kawasan perikanan terpadu
• Kawasan penangkapan ikan yang bersifat menetap
• Alur pelayaran
• Kawasan pembuangan amunisi
• Kawasan latihan militer
• Rumah terapung
• Jalur penanaman infrastruktur bawah laut
• Reklamasi pantai
• Kawasan wisata bahari
• Kawasan konservasi laut
KLASIFIKASI
PENGGUNAAN/PEMANFAATAN RUANG
■ Kegiatan penggunaan/pemanfaatan ruang laut dapat diklasifikasikan menurut:
- Penggunaan yang bersifat usaha dan non-usaha
- Penggunaan yang bersifat komunal dan orang/perseorangan/badan hukum
- Penggunaan yang bersifat kepentingan publik dan perdata/material/ekonomi
- Penggunaan yang bersifat menetap dan dinamis/bergerak/temporer
BEBERAPA UNDANG-UNDANG YANG
PERLU DITELAAH
■ Beberapa yang perlu ditelaah lebih lanjut yang mengenai reklamasi laut, antara lain:
- UUD 1945, pada Pasal 33 Ayat (3).
- UUPA, pada Pasal 2 Ayat (1).
- UU No. 6/1996 Tentang Perairan Indonesia, pada BAB II.
- UU No. 31/2004 Tentang Perikanan.
- UU No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah.
- UU No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang, pada Pasal 6 Ayat (5).
- UU No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pada Bab
V.

Anda mungkin juga menyukai