Anda di halaman 1dari 36

CIDERA OTAK SEDANG +

HEMATOMA EPIDURAL & INTRACEREBRAL


CIDERA OTAK TRAUMATIK

 Cidera pada kepala atau wajah akibat trauma yang bermanifestasi


sebagai kelainan neurologis
 Penurunan kesadaran
 Tanda neurologis fokal
 Kejang
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial
EPIDEMIOLOGI
 939 kasus/100.000 populasi
 80% COR
 13% COS
 7% COB
 Laki-laki : wanita 2:1
 Puncak usia di bawah 5 tahun, dewasa muda (15-24 tahun), di atas 65 tahun
 Penyebab tersering pada kelompok anak dan geriatri jatuh
 Penyebab tersering pada kelompok dewasa muda  Road Traffic Accidents
 Penyebab lain  kecelakaan kerja, kekerasan,
INSIDENSI GLOBAL
PATOFISIOLOGI

 Trauma  penghantaran gaya ke dalam cavum cranii


 Rotasi
 Akseleras-Deselerasi
 Penetrasi langsung

 Penghantaran gaya menyebabkan peregangan struktur


neural & vascular
 Kerusakan struktur neural  laserasi, axonal injury
 Kerusakan struktur vascular  perdarahan/ hematoma
intrakranial
PATOFISIOLOGI: CIDERA OTAK PRIMER & SEKUNDER

 Cidera otak primer terjadi segera/ sesaat akibat gaya yang menyebabkan deformitas jaringan
 Laserasi, contusion, hematom intrakranial
 Cidera otak sekunder : terjadi dalam beberapa menit, jam, hingga hari akibat komplikasi dari cidera
otak primer yang tidak tertangani (misalnya akibat hipoksia, hipotensi, peningkatan TIK), berupa
 Hematoma intrakranial sekunder
 Edema sereberi
 Herniasi otak
 Penanganan pasien cidera otak difokuskan pada pencegahan cidera otak sekunder
TEKANAN INTRAKRANIAL

 Cavum cranii merupakan rongga


tertutup yang volumenya tidak mungkin
bertambah
 Peningkatan salah satu dari ketiga
komponen (brain, blood, CSF) akan
diikuti kompensasi berupa penurunan
komponen lainnya untuk
mempertahankan tekanan intrakranial.
Apabila mekanisme kompensasi jenuh,
TIK meningkat secara eksponensial
herniasi
TEKANAN INTRAKRANIAL

 CPP (cerebral perfusion pressure) = MAP (mean arterial pressure) – ICP


 Mekanisme autoregulasi Apabila TIK meningkat, MAP harus ditingkatkan untuk
mempertahankan CPP
 Hipertensi, bradikardia  Cushing’s Response
MANAJEMEN AWAL PASIEN CIDERA OTAK

 Primary Survey
 Airway  waspada sumbatan jalan nafas pada pasien COB
 Breathing  suplementasi oksigen bila perlu
 Circulation  hentikan perdarahan, resusitasi cairan, cegah hipotensi & shock hipovolemik
 Disability periksa kesadaran, pupil
 Exposure/environmentcari jejas di lokasi lain, curiga multitrauma
 Secondary Survey
 Complete history taking
 Pemeriksaan tubuh + neurologis lengkap
SECONDARY SURVEY :ANAMNESIS

 mekanisme terjadinya trauma  kejang,


dan waktu kejadian  vertigo,
 kesadaran pasca trauma
 muntah,
 adanya amnesia retrograde atau
 riwayat penggunaan alkohol,
antegrade, narkotika
 keluhan nyeri kepala,
 penyakit penyerta
PEMERIKSAAN FISIK

 Jejas pada kepala


 laserasi scalp, hematoma subkutan, luka
tembus kepala, fraktur kranium.
 Tanda fraktur basis kranii:
 CSF rhinorea, brill hematoma, battle sign,
dan bloody otorhoe,
 Tanda patah tulang wajah
 fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima orbita
dan fraktur mandibula
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

 Kesadaran
 Pemeriksaan menggunakan Glasgow Coma Scale: best eye, verbal, motoric response
 Grading cidera otak berdasarkan GCS pasca resusitasi
 Ukuran pupil dan reaksi cahaya
 Dilatasi pupil ipsilateral dapat terjadi pada lesi desak ruang intrakranial
 pemeriksaan motorik anggota gerak
 Hemiparese kontralateral lesi dapat terjadi akibat penekanan traktus piramidalis
GLASGOW COMA SCALE

 Cidera otak ringan:


GCS 13-15
 Cidera otak sedang:
GCS 9-12
 Cidear otak berat:
GCS di bawah 9
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 CT Scan kepala tanpa kontras merupakan modalitas terbaik pada kasus trauma kepala
 Cepat
 Dapat menggambarkan lesi intrakranial dengan akurat
 Bone window dapat menggambarkan adanya fraktur
 Kekurangan : di Indonesia tidak tersedia di semua centre, secara sosio-ekonomik
masih dianggap mahal

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Indikasi pemeriksaan CT Scan kepala
 GCS< 13 setelah resusitasi.
 Deteriorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
 Nyeri kepala, muntah yang menetap
 Terdapat tanda fokal neurologis
 Terdapat tanda fraktur, atau kecurigaan fraktur
 Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
 Evaluasi pasca operasi
 Pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ )
 Indikasi social

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
SKULL XRAY

 Apabila CT Scan kepala tidak dapat dilakukan karena keterbatasan fasilitas, x-ray kepala dapat dilakukan pada
pasien-pasien berikut5:
 Kehilangan kesadaran, amnesia
 Nyeri kepala menetap
 Gejala neurologis fokal
 Jejas pada kulit kepala
 Kecurigaan luka tembus
 Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
 Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
 Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
 Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko : benturan langsung atau jatuh pada permukaan
yang keras, pasien usia > 50 tahun.

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
TATALAKSANA DEFINITIVE CIDERA OTAK

 Tatalaksana definitive tergantung pada


 grading (cidera otak ringan/ sedang/berat)
 temuan patologi intrakranial yang mendasari : operatif/non-operatif
 Tatalaksana umum
 Manajemen tekanan intrakranial : Mannitol 20% - Dosis awal 1 gr/KgBB diberikan dalam 20-30 menit secara drip cepat.
Dosis lanjutan diberikan 6 jam setelah dosis awal. Berikan 0,5 gr/KgBB drip cepat selama 20-30 menit jika diperlukan.
 Medikamentosa & penanganan komplikasi
 Manajemen kejang
 Analgetik  nyeri dapat menyebabkan peningkatan TIK, harus ditangani
 PPI/H2 blocker  mengatasi stress ulcer
 Manajemen cairan & nutrisi yang adekuat
CIDERA OTAK RINGAN

 Kriteria pasien cedera kepala dapat dipulangkan


 Pasien cedera kepala yang pulang diberi lembar
dengan pesan :
peringatan. Harap segera dibawa ke IRD bila :
 Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan
 Muntah makin sering
 Tidak ada gejala neurologis
 Nyeri kepala atau vertigo memberat
 Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala
 Gelisah atau kesadaran menurun
hilang
 Kejang
 Tak ada fraktur kepala atau basis kranii
 Kelumpuhan anggota gerak
 Ada yang mengawasi di rumah
 Tempat tinggal dalam kota

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
HEMATOMA EPIDURAL
DEFINISI
Hematoma epidural (disebut juga
ekstradural) adalah akumulasi
darah di dalam rongga epidural
Rongga epidural – antara
duramater dengan tabula interna
kranium
EPIDEMIOLOGI
 EDH terjadi pada 14-35% pasien dengan cidera kepala berat
 Lebih banyak terjadi pada pasien dewasa muda daripada usia lanjut
 Pada pasien di bawah usia 20 tahun, hematoma ekstradural terjadi pada
sekitar 2/3 dari seluruh kejadian hematoma intracranial traumatik2
 pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun, hanya menyusun kurang
dari 5% kejadian hematoma intrakranial traumatik2
 Usia rata-rata penderita EDH adalah 20-30 tahun11
 Pada populasi pediatri, usia rata-rata pasien adalah 6-10 tahun11
ANATOMI
 Skull
 Tabula eksterna
 Tabula interna
 Duramater
 Peiosteal
 Meningeal
 Arachnoid
 Piamater
PATOFISIOLOGI

 Fraktur tulang di permukaan hematoma terjadi pada hampir sebagian


besar pasien dewasa (95%) maupun anak (75%).
 Sumber perdarahan
 middle meningeal artery atau cabangnya
 vena diploe
 sinus sagitalis superior
 sinus transversus
 arteri meningica posterior
SUMBER PERDARAHAN
PATOFISIOLOGI
 Pembesaran hematoma menyebabkan
lesi desak ruang dalam kranium yang
tertutup
 Pada EDH temporal bagian medial
lobus mengalami herniasi di bawah
tepi tentorium
 Tekanan pada nervus III  dilatasi
pupil ipsilateral
 Tekanan pada traktus pramidalis 
hemiparese
 Penekanan pada medulla oblongata 
penurunan kesadaran
MANIFESTASI KLINIS

 Mode of Injury  pada umumnya trauma dgn high risk mechanism


(tetapi dapat juga terjadi pada cidera trivial)
 Penurunan kesadaran
 Bisa tidak ada penurunan kesadaran, penurunan kesadaran sebentar, atau sejak
kejadian tidak sadar sama sekali
 Gambaran klasik Lucid Interval (14-21% kasus): pasien mengalami
penurunan kesadaran inisial  perbaikan kesadaran  perburukan
neurologis
MANIFESTASI KLINIS

 Tanda peningkatan TIK


 Nyeri kepala
 Muntah
 Dilatasi pupil ipsilateral  bilateral
 Hemiparesis
 Kelainan tanda vital: hipertensi, bradikardi, bradipneu (Cishing’s Respons)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Skull x-ray  tidak tampak lesi intrakranial


 CT Scan kepala tanpa kontras  Yang penting untuk diperhatikan
 Lesi hiperdens bikonveks/ellips  Ketebalan
 Midline shift  Volume
 Dengan atau tanpa lesi intrakranial  Midline shift
lainnya
 Pada umumnya berupa lesi coup
 tidak melewati sutura
VOLUME EDH

(A x B x C) /2
A : diameter terpanjang dari hematoma pada
slice CT dengan area hematoma terbesar (garis
merah)
B: diameter ketebalan terpanjang yang tegak
lurus dengan A (garis biru)
C : perkalian dari jumlah slice yang
terdampak dan ketebalan slice
TATALAKSANA

Manajemen operatif/ non-operatif, tergantung pada


 Volume EDH
 Ketebalan EDH
 Midline shift
 GCS
TATALAKSANA OPERATIF EDH
 Indikasi pembedahan :
 Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan > 15 mm, atau
pergeseran midline > 5 mm, atau
 Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor
 Waktu :
 Pasien EDH akut dengan koma (GCS < 9) dan pupil anisokor dilakukan cito pembedahan atau
evakuasi
 Metode :
 Belum ada data yang cukup untuk mendukung satu metode pembedahan, craniotomy memberikan
kemungkinan evakuasi yang lebih baik

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
TATALAKSANA NON-OPERATIF
 Pasien EDH dengan volume <30 cc, ketebalan <15 mm, pergeseran midline <5
mm, GCS>8, yang tidak disertai tanda fokal neurologis dapat dilakukan
manajemen non operatif yang agresif
 CT Scan kepala evaluasi pada pasien non operatif dilakukan 6-8 jam setelah trauma
 Rawat inap dengan observasi ketat
 Manajemen TIK, medikamentosa, pemberian cairan & nutrisi adekuat
 Apabila ada tanda perburukan neurologis dapat dilakukan pemeriksaan CT dan
tatalaksana operatif

Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
PROGNOSIS
 Sebelum era CT scan, mortalitas EDH  >30%
 Saat ini, mortalitas pasien EDH pada literatur secara umum bervariasi
antara 0-12%
 Faktor penentu prognosis adalah
 Waktu antara penurunan kesadaran dengan evakuasi hematoma.
 GCS awal paska resusitasi
 Ada/tidaknya lesi intrakranial lain.
HEMATOMA INTRAKRANIAL

 Indikasi pembedahan :
 Pasien dengan GCS 6-8 dengan perdarahan parenkim otak pada daerah frontal atau
temporal dengan volume perdarahan > 20 cc, dengan pergeseran struktur midline ≥
5 mm dan atau kompresi pada sisterna.
 Perdarahan parenkim otak dengan volume perdarahan > 50 cc
 Pasien dengan perdarahan parenkim otak dan tanda-tanda deteriorasi neurologis
yang progresif sesuai dengan lesi, hipertensi intrakranial yang refrakter dengan
medikamentosa, atau didapatkan tanda-tanda efek massa pada CT scan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anderson T, Heitger M, Macleod AD. Concussion and mild head injury. Pract Neurol (2006) 34:42-57.
2. Kaye AH. (2005). Essential Neurosurgery 3rd edition. Carlton: Blackwell Publishing
3. Dewan MC, Rattani A, Gupta S. Estimating the global incidence of traumatic brain injury. J Neurosurg April 27, 2018.
4. Hu CF, Fan HC Chang CF. Current Approaches to the Treatment of Head Injury in Children. Pediatrics and Neonatology (2013) 54: 73-81
5. Wahyuhadi J, Suryaningtyas W, Susilo RI, et al. (2014) Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
6. Wells AJ dan Hutchinson PJ. The management of traumatic brain injury. Surgery (2018) 36:11
7. Lindsay KW, Bone I, Fuller G et al. 2010. Neurology and Neurosurgery Illustrated 5th edition, Elsevier
8. American College of Surgeons. 2012. Advanced Trauma Life Support Student Course Manual 9 th edition.
9. Doppenberg AM dan Tuttle AR, Imaging of traumatic brain injury, Disease-a-Month, https: //doi.org/10.1016/j.disamonth.2019.02.009
10. Paiva WS, Andrade AF, Junior LM et al. Management of supratentorial epidural hematoma in children. Arq Neuropsiquiatr 2010, 68(6):888-892
11. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J et al. Surgical management of acute epidural hematomas. Neurosurgery 58:S2-7-S2-15, 2006
12. Drake RA, Vogl AW, Mitchell A. (2009). Grey’s Anatomy for Students 2nd edition. Elsevier
13. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. [Updated 2018 Nov 15] In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing 2019
14. Ahn ES, Proctor MR. (2018) Intracranial epidural hematoma in children: Clinical features, evaluation and management. In UpToDate. Retrieved from
https://www.uptodate.com/contents/intracranial-epidural-hematoma-in-children-clinical-features-evaluation-and-management . April 4th 2019.
15. Greenberg MS. 2016. Traumatic Hemorrhagic Conditions in Handbook of Neurosurgery, 8 th edition. New York: Thieme
16. Hu TT, Yan L, Yan PF et al. Assesment of the ABC/2 Method of Epidural Hematoma Volume Measurement as Compared to Computer Assisted Planimetric Analysis. Biological Research
for Nursing (2015):1-7
36
17. Gutowski P, Meier U, Lemcke J et al. Clinical Outcome of Epidural Hematoma Treated Surgically in the Era of Modern Resuscitation and Trauma Care. World Neurosurg. (2018)
118:e166-e174. https://doi.org/10.1016/j.wneu.2018.06.147

Anda mungkin juga menyukai