Anda di halaman 1dari 84

DIABETES KELOMPOK 6

MELLITUS Bunga Atqiya Qutrunnada 1806136012


Farmakoterapi 1 - A Dian Theresa 1806194422
Nanda Najmi A. 1806185696
Putri Wijayanti 1806185683
Retia Centini 1806185696
PERTANYAAN TOPIK 2
1. Jelaskan definisi DM, etiologi, patofisiologi, dan klasifikasi DM!
2. Jelaskan manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis diferensial, dan
faktor resiko DM!
3. Jelaskan komplikasi akut dan kronis dari DM!
4. Jelaskan algoritme terapi DM beserta dosis regimennya dan
kriteria pengendalian diabetes!
5. Jelaskan terapi DM dalam kondisi puasa, hamil, anak, dan usia
lanjut!
01
Jelaskan Definisi, Etiologi,
Patofisiologi, dan Klasifikasi
DM

Nanda Najmi Auliarahmah

1806194196
Pendahuluan
● Pankreas adalah organ yang
terdiri dari jaringan eksokrin
dan endokrin.
● Diantara sel eksokrin terdapat
kelompok sel endokrin yang
dikenal sebagai pulau (islets)
Langerhans
● Sel endokrin pankreas yang
paling banyak adalah sel beta
(60% dari total massa pulau),
yaitu tempat sintesis dan
sekresi insulin

Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Kontrol Sekresi Insulin

● Kontrol utama sekresi insulin adalah


sistem umpan balik negatif langsung
antara sel-sel pankreas dan konsentrasi
glukosa dalam darah.
● Jika kadar glukosa darah meningkat
maka akan merangsang sel untuk
mensintesis dan melepaskan insulin.
● Penurunan kadar glukosa darah di
bawah normal, seperti saat puasa, akan
menghambat sekresi insulin.

Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Sekresi Insulin
1. Glukosa memasuki sel 𝛽 dengan difusi yang
difasilitasi melalui GLUT-2.
2. Glukosa difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat.
3. Oksidasi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP.
4. ATP sensitive K+-channel tertutup karena
terdapat ATP
5. Berkurangnya permeabilitas membran K +
sehingga terjadi depolarisasi.
6. Depolarisasi menyebabkan volted-gated Ca 2+
channel terbuka.
7. Ca2+ memasuki sel.
8. Ca2+ memicu eksositosis vesikel insulin.
9. Insulin disekresi.

Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Fungsi Insulin

● Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan


protein, yaitu menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino
dalam darah dan meningkatkan penyimpanannya.
● Insulin mendorong penyerapan seluler dan konversinya menjadi glikogen,
trigliserida, dan protein.
● Fungsi utama insulin adalah merangsang glikogenesis, produksi glikogen
dari glukosa, pada otot rangka dan hati serta menghambat glikogenolisis,
penguraian glikogen menjadi glukosa.
● Selain itu, Insulin menurunkan output glukosa hepatik dengan menghambat
glukoneogenesis (konversi asam amino menjadi glukosa di hati).

Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Definisi Diabetes Melitus

- Kelainan metabolik akibat hiperglikemia


- Berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

Dipiro, Joseph T. et. al. (2009). Pharmacotherapy Handbook. Ed. 7th. McGraw Hill.
PREVALENSI
DIABETES
5-10%
MELITUS DM tipe 1

90%
DM tipe 2

Dipiro, Joseph T. et. al. (2009). Pharmacotherapy Handbook. Ed. 7th. McGraw Hill.
Klasifikasi DM
Patofisiologi DM Tipe 1

● DM tipe 1 (5% -10%) merupakan hasil


dari penghancuran sel β pankreas yang
dimediasi autoimun sehingga
mengakibatkan defisiensi absolut
insulin.
● Proses autoimun dimediasi oleh
makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi terhadap antigen sel β
(misalnya, antibodi sel pulau, antibodi
insulin).

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Patofisiologi DM Tipe 1

Pada kondisi autoimun pada DM 1, reseptor sel T helper salah mengenali antigen. antigen yang dikenali
adalah self-antigen dari sel β pancreas sehingga menstimulasi pembentukan antibodi yang akan menyerang sel β
pancreas Hal ini bisa terjadi karena adanya kemiripan struktur antigen bakteri dan sel beta pankreas. Sehingga
terjadi stimulasi autoantigen pada sel beta pankreas, dan diproduksi antibodi untuk menyerang sel beta pankreas.
Hal ini menyebabkan terjadinya lesi atau kerusakan pada sel beta pankreas, sehingga terjadi defisiensi insulin
secara absolut pada penderita DM tipe 1.

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Patofisiologi DM Tipe 2

Dua kelainan metabolisme yang menjadi ciri diabetes mellitus tipe 2, yaitu:

Disfungsi Sel Beta


Resistensi Insulin

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan reseptor jaringan


perifer untuk merespon insulin secara
normal

Efek yang ditimbulkan dari resistensi


insulin:
● penurunan penyerapan glukosa
dalam otot
● penurunan glikolisis dan oksidasi
asam lemak di hati
● ketidakmampuan untuk menekan
glukoneogenesis di hati
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Disfungsi Sel Beta

Ketidakmampuan dari sel beta untuk menyesuaikan diri dengan resistensi insulin perifer
yang berkepanjangan dan tidak mampu beradaptasi pada peningkatan sekresi insulin

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Karena adanya predisposisi genetik dan gaya hidup yang tidak baik
memicu terjadinya resistensi insulin, yaitu kondisi penurunan
kemampunan jaringan periferal untuk merespon insulin. Hal tersebut
menyebabkan sel beta pankreas menghasilkan insulin berlebih untuk
mengkompensasi kadar glukosa dalam darah agar konsentrasinya normal
selama beberapa tahun (compensatory hyperinsulinemia). Namun,
semakin lama sel beta pankreas tidak mampu untuk mengimbangi jumlah
glukosa yang kian meningkat (peningkatan kebutuhan biosintesis insulin)
karena terjadi penurunan massa sel beta dan reduksi fungsi sel beta
sehingga sel beta menjadi kelelahan dan terjadilah disfungsi sel beta yang
menimbulkan diabetes.

Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
02
Manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis diferensial, faktor
resiko DM

Dian Theresa - 1806194422


http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/4/faktor-risiko-penyakit-diabetes-melitus-dm-faktor-risiko-yang-
Manifestasi Klinik Faktor Resiko

Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM)-Faktor Risiko yang Bisa Diubah - Direktorat P2PTM. (2019). Retrieved 8 March 2021, from
- Faktor genetik (riwayat diabetes keluarga,
etnis)
- Polidipsia (rasa haus yang berlebihan)
- > 45 tahun
- Polifagia (rasa lapar yang berlebihan)
- Pola makan tidak sehat, kurang olahraga,
- Poliuria (buang air kecil yang berlebihan)
obesitas
- Hiperglikemia
- Merokok
- Penurunan berat badan
- Insulin resistance (acanthosis nigricans)
- Kram otot tungkai
- Dislipidemia
- Penglihatan kabur
- Hipertensi
- Mual, diare, konstipasi
- Gangguan toleransi glukosa
- Kelelahan
- Faktor lingkungan (paparan arsenik,
- Kulit kering, lesi kulit, luka yang lambat
merkuri)
sembuh, rasa gatal pada kulit

bisa-diubah
- Stress
- Riwayat penyakit jantung
Brunton, L. L., Hilal-Dandan, R., & Knollmann, B. C. (2018). Goodman & Gilman's Pharmacological Basis of Therapeutics, 13th ed. New York: McGraw-Hill Education.
Ramachandran, A. 2014. Know the signs and symptoms of diabetes. Indian J Med Res. 140(5): 579–581
Abutaleb, Mohammed H. 2016. Diabetes Mellitus : an overview. Pharm Pharmacol Int J; 4(5):406‒411.
Screening

● DM tipe 1 → tidak direkomendasikan


● DM tipe 2 → Menurut ADA, skrining dilakukan
3 tahun sekali untuk orang dewasa yang
memasuki umur 45 tahun
● Anak-anak → test dilakukan setiap 2 tahun
mulai dari umur 10 tahun atau awal puber
● Gestational DM → pemeriksaan saat kunjungan
pertama prenatal; jika negatif → test ulang pada
kehamilan minggu ke 24-28
● Test yang direkomendasikan → fasting plasma
glucose (FPG); alternatif/tambahan → oral
glucose tolerance (OGTT)
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008).
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach (7th ed.). New York: McGraw-Hill Medical.
Diagnosis

● Brunton, L. L., Hilal-Dandan, R., &


Knollmann, B. C. (2018). Goodman &
Gilman's Pharmacological Basis of
Therapeutics, 13th ed. New York: McGraw-
Hill Education.
● Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J.
(2018). Basic & Clinical Pharmacology. 14th
ed. New York: The McGraw-Hill
Diagnosis diferensial
- Gejala atau tanda yang diinduksi dengan
penggunaan obat kortikosteroid,
neuroleptik, pentamidine
- Penyimpangan genetik pada fungsi sel
beta dan kerja insulin
- Sindrom metabolik (sindrom X)
- Infeksi endocrinopathies → akromegali,
hipotiroidisme, cushing disease,
pheochromocytoma
- Komplikasi akibat iron overload
(hemochromatosis)
- Kondisi yang mempengaruhi bagian
eksokrin → pankreatitis, cystic fibrosis

● Petersmann A, Müller-Wieland D, Müller UA, Landgraf R, Nauck M, Freckmann G, Heinemann L, Schleicher E. Definition,
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes. 2019 Dec;127(S 01):S1-S7.
● Rewers M. Diabetes Metab J. 2012; 36:90-97.
03 Jelaskan komplikasi akut dan
kronis dari DM!

Retia Centini - 1806185696


KOMPLIKASI AKUT

● Komplikasi akut disebabkan oleh defisiensi insulin baik absolut (produksi insulin
kurang) atau relatif (efek insulin menurun, resistensi insulin).
● Kompikasi akut Diabetes Melitus meliputi Diabetic Keto Acidoses (DKA),
Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS), dan Hipoglikemia.
● Diabetic Keto Acidoses (DKA) terjadi pada penderita diabetes melitus tipe I.
● Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) terjadi pada diabetes melitus tipe II.
DKA

● Hiperketonemia (tingginya kadar keton


dalam darah) akan menjadi hasil dari
rusaknya kegunaan keton pada jaringan
perifer membuat asam organik kuat dapat
tersirkulasi secara bebas
● Buffer bikarbonat kemudian tidak terjadi
dan individu dapat mengalami metabolik
asidosis.

Misra, S., & Oliver, N. S. (2015). Diabetic ketoacidosis in adults. BMJ, h5660. doi:10.1136/bmj.h5660
HHS
● Dalam keadaan normal, ginjal berfungsi
mengeliminasi glukosa diatas ambang batas
tertentu. Namun, penurunan volume intravaskular
atau penyakit ginjal yang ada sebelumnya akan
menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan
konsentrasi glukosa meningkat
● Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natirum
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang
ada tidak cukup untuk menurunkan konsentrasi
glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin.

Pasquel, F. J., & Umpierrez, G. E. (2014). Hyperosmolar hyperglycemic state: a historic review of the clinical presentation, diagnosis, and treatment. Diabetes care,
37(11), 3124-3131.
HIPOGLIKEMIA

● Komplikasi akut yang paling umum terjadi pada


terapi diabetes. Hipoglikemia merupakan rendahnya
konsentrasi glukosa dalam plasma secara abnormal
yang dapat mengancam suatu individu.
● Hipoglikemia ditunjukkan dengan:
○ Kadar glukosa dalam plasma < 3,9 mmol/L
(mild)
○ Kadar glukosa dalam plasma < 2,2 mmol/L
(severe)

Rewers, Arleta. "Acute metabolic complications in diabetes." Diabetes in America, 3rd edn. National Institutes of Health, NIH Pub 17-1468
(2017): 17-1.
KOMPLIKASI KRONIS

Merupakan perkembangan dari diabetes melitus tipe 2

Bersifat multifaktorial yang terikat pada komplikasi mikrovaskuler (retinopati, neuropati,


nefropati) dan makrovaskular (penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, penyakit pembuluh
darah perifer)

Timbul akibat hiperglikemia yang dapat dikurangi dengan kontrol gula darah dan
pengobatan komorbiditas (hipertensi, dislipidemia)
Verhulst, M. J., Loos, B. G., Gerdes, V. E., & Teeuw, W. J. (2019). Evaluating all potential oral complications of diabetes mellitus. Frontiers
in endocrinology, 10, 56.
MAKROVASKULER
ATEROSKLEROSIS

Fowler, M. (2008). Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Clinical Diabetes, 26(2), 77-82.
https://doi.org/10.2337/diaclin.26.2.77
MIKROVASKULER

NEFROPATI

Ciri-ciri: Proteinuria >300 mg dalam 24 jam

Diawali dengan terjadinya Microalbuminuria


(ekskresi albumin 30-299 mg / 24 jam)

Jika tidak terjadi intervensi, penderita diabetes


dengan mikroalbuminuriaberkembang menjadi
proteinuria dan nefropati diabetik.

Lim, A. (2014). Diabetic nephropathy &ndash; complications and treatment. International Journal Of Nephrology And Renovascular
Disease, 361. https://doi.org/10.2147/ijnrd.s40172
MIKROVASKULER

NEUROPATI

● Gangguan mikrovaskuler → terjadi iskemia saraf


● Hiperglikemia sendiri dapat memicu hipoksia saraf, terutama
pada saraf sensorik, mengubah stabilitas listriknya
● Iskemia saraf → degenerasi dan regenerasi aksonal, perubahan
selubung mielin
● Demielinisasi segmental saraf perifer
● Fungsi endotel berubah → vasodilatasi yang diinduksi oleh
asetilkolin pada pembuluh dermal pasien diabetes berkurang.
Selain itu, vasokonstriksi yang dimediasi oleh sistem simpatis
juga rusak,
● Salah satu penyebab potensial dari perubahan mikrovaskular →
stres oksidatif

Javed, S., Alam, U., & Malik, R. A. (2015). Treating Diabetic Neuropathy: Present Strategies and Emerging Solutions. The Review of Diabetic Studies, 12(1-2), 63–83.
MIKROVASKULER
RETINOPATI

● Jalur PKC → peningkatan kadar diasilgliserol → peningkatan


PKCβ → aktivasi dan penghambatan sitokin, perubahan
vaskular, angiogenesis abnormal yang terkait dengan
komplikasi mikrovaskuler diabetik.
● Jalur hexosamin → HBP mengkonsumsi fruktosa 6-fosfat
berlebih yang terbentuk → pembentukan uridin difosfat N-
asetilglukosamin (GlcNAc)
● Jalur poliol/sorbitol → kadar sorbitol meningkat → kerusakan
osmotik pada retina
● Jalur AGE/RAGE → mengaktifkan jalur protein kinase dan
NFkB → peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi seperti
TNF-α dan IL-1β.122,123,124 (Akumulasi AGEs dipercepat
pada diabetes dan berimplikasi pada DR)

El-Remessy, A., Coucha, M., Elshaer, S., Eldahshan, W., & Mysona, B. (2015). Molecular mechanisms of diabetic retinopathy: Potential therapeutic
targets. Middle East African Journal Of Ophthalmology, 22(2), 135. doi: 10.4103/0974-9233.154386.
Jalur Metabolik yang Mempengaruhi Komplikasi

Filla, L., & Edwards, J. (2016). Metabolomics in diabetic complications. Molecular Biosystems, 12(4), 1090-1105. https://doi.org/10.1039/c6mb00014b
Advanced Glycation End
Products (AGE)

AGEs terbentuk dikarenakan hasil dari reaksi non enzimatik antara intraseluler prekursor derivat glukosa (glyoxal,
methylglyoxal, dan 3-deoxyglucosone) dengan grup amino intraseluler dan extraseluler. Pembentukan AGE terstimulasi
karena adanya hiperglikemia. AGEs berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE) yang diekspresikan di makrofag dan sel
T, di endotel dan otot polos.

Ikatan AGE dengan RAGE setidaknya dapat menyebabkan:

1. Pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan pro inflamasi dari makrofag pada intima
2. Terbentuknya reactive oxygen species (ROS) pada sel endotel
3. Peningkatan aktivitas prokoagulan pada sel endotel dan makrofag
4. Peningkatan proliferasi otot polos pembuluh darah dan sintesis matriks ekstrasel

Rhee, S. Y., & Kim, Y. S. (2018). The role of advanced glycation end products in diabetic vascular complications. Diabetes & metabolism journal, 42(3), 188.
Aktivasi Protein Kinase C

PKC diaktivasi oleh ion kalsium dan second messenger diacylglycerol (DAG)
sehingga PKCi memainkan peran penting dalam beberapa kaskade transduksi
sinyal

Hiperglikemia intraseluler dapat merangsang sintesis de novo DAG dari


glycolytic intermediates dan mengaktivasi PKC.

PKC teraktivasi memiliki sejumlah konsekuensi patogen, seperti :

● Mempengaruhi ekspresi sintase oksida nitrat endotel


● Mengubah faktor pertumbuhan-b dan PAI-1 dengan mengaktifkan
faktor inti kappa B (NF-kB) dan oksidase NADPH
● Endotelin-1
● Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF) → neovaskularisasi pada
retinopati diabetic
● Molekul profibrogenik → TGF beta yang meningkatkan deposisi
matriks ekstraselular dan material membran basal

KUMAR PRABHAKAR, P. (2016). PATHOPHYSIOLOGY OF SECONDARY COMPLICATIONS OF DIABETES MELLITUS. Asian Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 32-36.
Meier, M., Menne, J., & Haller, H. (2009). Targeting the protein kinase C family in the diabetic kidney: lessons from analysis of mutant mice. Diabetologia, 52(5), 765–775.
Jalur Poliol/Sorbitol

● Hiperglikemia menyebabkan peningkatan glukosa intraselular yang


kemudian dimetabolisme oleh enzim aldosa reduktase menjadi
sorbitol, poliol, hingga fruktosa
● Reaksi yang berlangsung membutuhkan NADPH (yang direduksi
dari nikotinamida dinukleotida fosfat) sebagai kofaktor
● NADPH juga diperlukan oleh enzim glutation reduktase dalam
reaksi yang meregenerasi glutation tereduksi (GSH)
● GSH adalah antioksidan yang penting dalam sel. Reduksi GSH
meningkatkan kerentanan sel terhadap oxidative stress
● Hiperglikemia merupakan penyebab dari neuropati diabetik
(neurotoksisitas glukosa)

KUMAR PRABHAKAR, P. (2016). PATHOPHYSIOLOGY OF SECONDARY COMPLICATIONS OF DIABETES MELLITUS. Asian Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 32-36.
04
Algoritme Terapi dan Dosis
Regimen serta Kriteria
Pengendalian Diabetes

Putri Wijayanti-1806185683
Tujuan Terapi

Jangka pendek :

● hilangnya keluhan dan tanda DM


● mempertahankan rasa nyaman
● tercapainya target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang:
tercegah dan terhambatnya segala bentuk komplikasi diabetes

Tujuan akhir :
turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Fatimah, R.N., 2015. Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).


Diabetes Melitus Tipe 1

Pengelolaan DM tipe-1 meliputi:


● pemberian insulin ● Tipe insulin-dependent diabetes
● pengaturan makan ● Tujuan pemberian insulin DM 1 untuk
● olahraga menjaga kadar gula darah sedekat mungkin
dengan kadar normal dan untuk
● edukasi, yang didukung oleh pemantauan
menghindari perubahan yang besar dari
mandiri (home monitoring)
glukosa.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diabetes Melitus Tipe 2

● Tipe non-insulin-dependent diabetes


● Tujuan pemberian insulin → penting pada penderita DM tipe 2 apabila gejalanya
tidak dapat diatasi dengan non insulin antidiabetic agent, selain itu juga untuk
menjaga kadar gula darah dalam batas normal

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Insulin

● Penggunaan insulin masih memakai produk hasil purifikasi kelenjar pankreas babi
atau sapi sebelum tahun 80-an
● Adanya insulin rekombinan manusia saat ini digunakan sebagai pilihan utama karena
diproduksi secara luas dan mempunyai imunogenitas yang lebih rendah dibandingkan
insulin babi dan sapi
● Insulin digunakan untuk semua penderita DM tipe I dan DM tipe 2 resistensi insulin,
yang gagal menjalani terapi diet dan pengobatan dengan obat antidiabetes oral.

UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017)). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Rapid-Acting Insulin

❖ Lebih cepat diserap, mencapai peak lebih cepat, memiliki onset yang lebih cepat daripada
insulin reguler
❖ Obat dari kategori ini dapat diberikan 15 menit sebelum makan atau segera setelah makan.
Mulai bekerja dalam 15 menit dan bekerja maksimal sekitar 1 jam
❖ Memiliki efek yang dapat bertahan hingga 4 jam
❖ Contoh : glulisine, lispro, dan aspart

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Short-Acting Insulin

● Onset relatif lambat jika diberikan secara subkutan


● Umumnya adalah insulin zink kristal reguler (injeksi) yang dilarutkan dalam dapar pH netral
● Diinjeksikan subkutan 30-45 menit sebelum makan, atau dapat diberikan secara intravena atau
intramuskular untuk mencapai kontrol glukosa postprandial yang optimal
● Contoh : Novolin R, Humulin R

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Intermediate Acting Insulin (NPH)

● Biasa dikombinasikan dengan insulin reguler atau short-acting


● Digunakan sehari sekali
● Bekerja maksimal 4 hingga 8 jam setelah injeksi
● Memiliki efek yang dapat bertahan hingga 18 jam
● Tersedia dalam bentuk suspensi insulin-zinc dan protamine dalam buffer fosfat yang membuat
insulin bekerja lebih lama dan durasi aksi lebih panjang
● Insulin akan bekerja maksimal pada dini hari jika diinjeksikan sebelum tidur, yaitu ketika insulin
paling dibutuhkan
● Contoh : Humulin N dan Novolin N

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Long Acting Insulin

Insulin Detemir
➔ Analog insulin dengan modifikasi penambahan asam lemak jenuh (contoh: asam miristat dan asam
lemak 14C) pada amino group pada LysB29
➔ Insulin akan berikatan dengan albumin pada rantai asam lemak yang akan meningkatkan kemampuan
agregasi pada jaringan subkutan
➔ Diinjeksikan sehari dua kali
Insulin Degludec
➔ Modifikasi berupa penambahan asam heksadekanedioat pada lysB29 yang menyebabkan
terbentuknya multiheksamer pada jaringan subkutan
Insulin Glargine
➔ Analog insulin yang ditambahkan 2 residu arginin pada C terminal rantai B dan substitusi glisin pada
asparagine di posisi A21
➔ Adanya modifikasi menyebabkan insulin dapat larut dalam kondisi asam (pH4) tetapi membentuk
presipitat pada pH tubuh setelah diinjeksikan

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Farmakokinetika Insulin

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Dosis Insulin

DM tipe 1

➢ Kebutuhan insulin rata-rata per hari yaitu 0,5 - 0,6 unit/kg. Selama fase “honeymoon” dapat
turun menjadi 0,1 - 0,4 unit/kg
➢ Dosis yang lebih tinggi (0,5-1 unit/kg) diperlukan selama penyakit akut atau ketosis atau
keadaan resistensi insulin relatif

DM tipe 2

➢ Kisaran dosis 0,7 hingga 2,5 unit/kg sering diperlukan untuk pasien dengan resistensi
insulin yang signifikan

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Regimen Terapi Insulin
❖ Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam untuk semua
penderita DM 1
❖ Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang
normal
❖ Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama menderita
diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb), target kontrol
metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
❖ Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan sakit.
❖ Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan kepada dokter.

UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017)). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Biguanides
Metformin sebagai lini pertama pengobatan pada diabetes melitus tipe II
Termasuk dalam insulin sensitizer
Dosis:
❖ Metformin immediate-release biasanya dikonsumsi 500 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai tujuan
glikemik atau 2.000 mg / hari tercapai
❖ Metformin 850 mg dapat dikonsumsi setiap hari kemudian ditingkatkan setiap 1-2 minggu hingga dosis maksimum 850 mg tiga
kali sehari (2.550 mg / hari)
❖ Metformin extended-release dapat dimulai dengan dosis 500 mg sehari ; meningkat setiap minggu sebanyak 500 mg yang
ditoleransi dengan dosis tunggal 2.000 mg / hari
❖ Metformin extended-release 750 mg tablet dapat dititrasi setiap minggu dengan dosis maksimum 2.250 mg / hari
Efek samping:
❖ Metformin menyebabkan efek samping GI, termasuk ketidaknyamanan perut, sakit perut, dan / atau diare
❖ Anoreksia
❖ Hipoperfusi jaringan, seperti yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keadaan hipoksia, syok, atau septikemia, melalui
peningkatan produksi asam laktat; dan penyakit hati atau alkohol yang parah, melalui pengurangan asam laktat di hati →
meningkatkan risiko asidosis laktat.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Thiazolidinediones
Dosis:
Thiazolidinediones juga disebut sebagai TZDs atau ● Rekomendasi dosis awal pioglitazone 15-30 mg
glitazones. Pioglitazone dan rosiglitazone adalah dua TZD sekali sehari; rosiglitazone 2-4 mg sekali sehari
yang saat ini disetujui untuk pengobatan DM tipe 2 (dosis dapat ditingkatkan perlahan berdasarkan
tujuan terapi dan efek samping)
Mekanisme ● Dosis efektif maksimum pioglitazone 45 mg, dan
● TZD bekerja dengan mengikat reseptor-aktivasi- rosiglitazone 8 mg sekali sehari
proliferator-aktif peroxisome (PPAR-γ), yang terutama
terletak pada sel-sel lemak dan sel-sel vaskular. Efek samping: edema, berat badan bertambah
● TZD meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung Kontraindikasi: pasien dengan gagal jantung

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Sulfonylureas
Mekanisme utama: berikatan dengan reseptor sulfonilurea spesifik pada sel β pankreas, sekresi insulin yang meningkat dari
pankreas bergerak melalui vena portal dan selanjutnya menekan produksi glukosa hepatik.
Klasifikasi:
● Generasi pertama: acetohexamide, chlorpropamide, tolazamide, dan tolbutamide.
● Generasi kedua: glimepiride, glipizide, dan glyburide.
Dosis:
● Dosis yang lebih rendah : pasien usia lanjut dan yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau hati.
● Dosis harus dititrasi setiap 1-2 minggu (interval yang lebih panjang dengan klorpropamid) untuk mencapai tujuan glikemik.
● Dosis maksimum glipizide immediate-release: 40 mg / hari, tetapi dosis efektif maksimalnya :10-15 mg / hari.
Efek samping
hipoglikemia, hiponatremia, berat badan bertambah
Kontraindikasi
Pasien DM tipe 1 (kekurangan sel beta pankreas)

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Nolte Kennedy MS (2012): Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs (Chapter 41). In: Basic & Clinical Pharmacology. 12e. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ (Editors). McGraw-Hill / Lange
Short Acting Insulin Secretagogues

Repaglinide → turunan asam benzoat; Nateglinide → turunan asam amino fenilalanin. Membutuhkan keberadaan
glukosa untuk merangsang sekresi insulin dari sel β pankreas, ketika kadar glukosa berkurang ke normal, sekresi
insulin yang terstimulasi berkurang.
Dosis:
❖ Nateglinide dan Repaglinide harus diberikan sebelum makan ( 30 menit sebelumnya).
❖ Rekomendasikan dosis awal Repaglinide → 0,5 mg pada subyek dengan HbA1c <8% atau pasien yang belum
pernah menggunakan pengobatan, meningkat setiap minggu hingga total dosis harian maksimum 16 mg
❖ Dosis efektif maksimum Repaglinide yaitu 2 mg setiap kali makan
❖ Nateglinide harus diberi dosis 120 mg sebelum makan dan tidak perlu titrasi. Jika makan dilewati, obat dapat
dilewati
Efek samping:
❖ Efek samping utama yaitu Hipoglikemia (lebih rendah dibandingkan dengan sulfonilurea)
❖ Kenaikan berat badan sebesar 2 - 3 kg (Repaglinide); < 1 kg (Nateglinide)
Perhatian :
Pasien dengan gangguan hati sedang sampai berat

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Farmakokinetik:
❖ Nateglinide dan Repaglinide → diserap dengan cepat (~ 0,5 hingga 1 jam)
❖ Waktu paruh pendek (1 hingga 1,5 jam)
❖ Nateglinide sangat terikat protein, terutama untuk albumin, tetapi juga untuk α1-asam glikoprotein; sebagian besar
dimetabolisme oleh CYP2C9 (70%) dan CYP3A4 (30%) menjadi metabolit yang kurang aktif. Konjugasi glucuronide
kemudian memungkinkan eliminasi ginjal yang cepat.
❖ Repaglinide terutama dimetabolisme oleh sistem CYP3A4 menjadi metabolit tidak aktif yang diekskresikan dalam
empedu.

Interaksi obat
❖ Kontrol glikemik dan hipoglikemia harus dipantau secara ketat ketika induser atau inhibitor CYP3A4 diberikan
dengan Repaglinide.
❖ Gemfibrozil, obat yang biasa digunakan untuk mengobati hipertrigliseridemia pada DM, lebih dari dua kali lipat
waktu paruh Repaglinide dan menghasilkan reaksi hipoglikemik yang berkepanjangan.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Amylinomimetics
Pramlintide
analog sintetik amylin (amylinomimetic), sebuah neurohormon yang dikeluarkan bersama dari sel β dengan insulin; menekan sekresi
glukagon postprandial tinggi yang tidak tepat, mengurangi asupan makanan, yang dapat menyebabkan penurunan berat badan, dan
memperlambat pengosongan lambung sehingga tingkat penampilan glukosa ke dalam plasma lebih cocok dengan disposisi glukosa.
Dosis
● Dosis Pramlintide bervariasi pada DM tipe 1 dan tipe 2.
● Pada DM tipe 2, dosis awal 60 mcg sebelum makanan utama, dan dapat dititrasi ke dosis 120 mcg yang direkomendasikan secara
maksimal dan ditoleransi
● Pada DM tipe 1 dosis dimulai 15 mcg sebelum setiap kali makan dan dapat dititrasi hingga maksimum 60 mcg sebelum setiap kali
makan jika ditoleransi dan dibenarkan.
● Setiap 2,5 unit pada jarum suntik insulin 100 unit / mL setara dengan 15 mcg pramlintide
Efek samping
efek samping GI, mual dan muntah atau anoreksia
Interaksi obat
menunda pengosongan lambung, sehingga dapat menunda penyerapan obat lain. Contoh: obat nyeri oral dan antibiotik. Jika penyerapan
obat yang cepat diperlukan, yang terbaik yaitu minum obat 1 jam sebelumnya, atau setidaknya 3 jam setelah injeksi pramlintide.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Alpha- Glucosidase Inhibitor

Mekanisme
Untuk mengurangi kenaikan glukosa darah postpartum; α-Glucosidase inhibitor secara kompetitif menghambat
enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) di usus kecil, menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat
kompleks; tidak menyebabkan malabsorpsi nutrisi.
Contoh obat : Acarbose dan Miglitol
Dosis
Mulai dengan dosis yang sangat rendah (25 mg dengan sekali makan sehari); tingkatkan secara bertahap (lebih dari
beberapa bulan) hingga maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk pasien ≤60 kg atau 100 mg tiga kali sehari untuk
pasien> 60 kg
Efek samping
Efek samping GI, seperti perut kembung, ketidaknyamanan perut, dan diare

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
DPP-4 Inhibitor
Mekanisme
DPP-4 (Dipeptidyl Peptidase-4) inhibitor akan menghambat kerja DPP-4 sehingga akan meningkatkan
sekresi insulin dan menurunkan kadar glukagon; ketika DPP-4 inhibitors memblokir hampir 100% aktivitas
enzim DPP-4 selama setidaknya 12 jam, level GLP-1 non-diabetes yang mendekati normal tercapai. Obat
ini tidak mengubah pengosongan lambung.
Dosis
● Vildagliptin akan diberikan secara oral, 50 mg-100 mg setiap hari.
● Sitagliptin diberi dosis oral 100 mg setiap hari kecuali terdapat insufisiensi ginjal. Dosis 50 mg
direkomendasikan jika kreatinin 30 hingga kurang dari 50 mL / menit, atau 25 mg jika kurang dari
30 mL / menit.
Efek samping
Hipoglikemia ringan

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
GLP-1 Receptor Agonists

● GLP-1 (Glucagon-like Peptide 1) dapat dengan cepat terinaktivasi oleh enzim


dipeptidyl peptidase IV (DPP-4)
● Meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon postprandial,
menghasilkan penurunan produksi glukosa hati, meningkatkan rasa kenyang,
memperlambat pengosongan lambung, mengurangi penyerapan makanan, dan
menormalkan sekresi insulin saat sedang berpuasa maupun setelah makan.

Goodman, L. S., Brunton, L. L., Chabner, B., & Knollmann, B. C. (2011). Goodman & Gilman's pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Dosis

● Exenatide (Byetta) → dosis awal 5 mcg SC dua kali sehari, dibagi hingga 10 mcg dua kali sehari dalam 1
bulan jika diperlukan dan sesuai toleransi; disuntikkan hingga 60 menit sebelum makan pagi dan malam.
● Exenatide extended-release (Byedureon) → 2 mg SC satu kali minggu, dengan atau tanpa makan
● Liraglutide (Victoza) → mulai dengan 0,6 mg SC sekali sehari (tidak tergantung makanan) selama 1 minggu,
kemudian naik menjadi 1,2 mg setiap hari selama setidaknya 1 minggu. Jika perlu, tingkatkan dosis
maksimum 1,8 mg setiap hari setelah setidaknya 1 minggu
● Albiglutide (Tanzeum) → dimulai 30 mg SC mingguan tanpa memperhatikan makanan; dosis dapat
ditingkatkan menjadi 50 mg sekali seminggu.
● Dulaglutide (Trulicity) → dimulai 0,75 mg SC sekali seminggu kapan saja, dengan atau tanpa makanan.
dosis dapat ditingkatkan menjadi 1,5 mg SC sekali seminggu.
● Efek samping yang paling umum → mual, muntah, dan diare.

Martindale The Complete Drug References 36th edition. United Kingdom : Pharmaceutical Press
SGLT-2 Inhibitor

❖ SGLT-2 inhibitor sebagai terapi untuk DM tipe 2


❖ Mekanisme : Menyerap kembali glukosa dalam darah → menurunkan kadar glukosa
darah dan kelebihan glukosa dalam darah dikeluarkan dari tubuh melalui urin.
❖ Sekitar 90% glukosa yang difilter diserap kembali ke dalam tubuh melalui SGLT 2,
sisanya 10% diserap kembali melalui protein lain yang disebut SGLT 1

Chao, E. C., & Henry, R. R. (2010). SGLT2 inhibition — a novel strategy for diabetes treatment. Nature Reviews Drug Discovery, 9(7), 551–559. doi:10.1038/nrd3180
Contoh Obat
Canagliflozin (Invokana)
❏ dosis awal 100 mg per oral sekali sehari, diminum sebelum makan pertama hari itu
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 300 mg sekali sehari pada pasien dengan eGFR 60 mL / menit / 1,73 m2 atau lebih yang
membutuhkan kontrol glikemik tambahan
❏ batasi dosis hingga 100 mg sekali sehari pada pasien yang memiliki eGFR antara 45 atau 60 mL / menit / 1,73 m2 dan terapi yang
dihentikan jika eGFR kurang dari 45 ml / menit / 1,73 m2.
Dapagliflozin (Farxiga)
❏ mulai dengan 5 mg oral sekali sehari di pagi hari dengan atau tanpa makanan
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sekali sehari pada pasien yang membutuhkan kontrol glikemik tambahan
❏ tidak boleh dimulai atau dilanjutkan jika eGFR kurang dari 60 ml / menit / 1,73 m2.
Empagliflozin (Jardiance)
❏ mulai dengan 10 mg oral sekali sehari di pagi hari dengan atau tanpa makanan
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg sekali sehari
❏ terapi tidak boleh dimulai atau dilanjutkan, eGFR-nya kurang dari 45 ml / menit / 1,73 m2.

Goodman, L., et al. (2018). Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13ed. New York: McGraw-Hill Medical
Algoritme DM Tipe 2

Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.
Kriteria Pengendalian DM

➔ Kriteria pengendalian Diabetes


Mellitus ini didasarkan pada hasil
pemeriksaan glukosa, kadar HbA1c,
dan profil lipid.
➔ Diabetes Melitus yang terkendali baik
itu apabila kadar glukosa darah, kadar
lipid, dan HbA1c mencapai kadar
yang diharapkan, serta status gizi
maupun tekanan darah sesuai target
yang ditentukan

Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.
Terapi DM dalam

05 Kondisi Puasa, Hamil,


Anak, dan Usia Lanjut
Bunga Atqiya Qutrunnada - 1806136012
ALGORITMA
PENANGANAN
PASIEN DALAM
KONDISI PUASA
KONDISI PUASA

Penilaian Medis Pra-Ramadhan Edukasi Diabetes Khusus Terkait Puasa


Ramadhan
Melakukan pemeriksaan medis 1-2 bulan
sebelum puasa agar dapat dilakukan Intervensi edukasi terstruktur
penyesuaian-penyesuaian diet, aktivitas direkomendasikan untuk membantu pasien dan
jasmani dan/atau terapi obat yang digunakan keluarganya dalam memahami implikasi
berpuasa

Perkeni. (2015). Panduan Penatalaksanaan DM Tipe 2 Pada Individu Dewasa Di Bulan Ramadan. Retrieved from
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-
Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-
2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOv
KONDISI HAMIL

Terdapat dua istilah diabetes pada kondisi


hamil, yaitu: PreGestational Diabetes Mellitus
(PGDM)

Gestational Diabetes Mellitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada ibu hamil
dengan memiliki riwayat diabetes
Diabetes yang terjadi saat kehamilan
sebelumnya, baik diabetes melitus tipe 1
sedangkan sebelum hamil ibu tidak memiliki
maupun tipe 2
penyakit diabetes

Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Skema Tatalaksana
Gestational Diabetes
Mellitus (GDM)

Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Pola diet/pola makan
Tujuan dari terapi diet, yaitu:
- Makan sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Mempertahankan kadar gula darah dalam batas/mendekati normal
- Mempertahankan berat badan dalam batas normal
- Mencegah terjadinya hipoglikemia
- Mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi

Hal yang perlu diperhatikan:


1. Makan dalam porsi kecil → Tidak dianjurkan makan 3 kali/hari dengan
porsi besar, namun lebih baik makan 6 kali/hari dengan porsi kecil.
2. Makan dengan teratur (tidak menunda makan)
3. Mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat
4. Tidak mengonsumsi makanan karbohidrat di pagi hari

Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

Hal yang perlu diperhatikan: Olahraga secara Teratur


1. Konsultasi ke dokter mengenai olahraga
yang sesuai dengan kondisi kesehatan Olahraga yang dianjurkan adalah:
2. Memilih jenis olahraga yang disukai dan
lakukan beberapa variasi kegiatan
3. Membuat jadwal olahraga setiap 1
minggu Renang
4. Aktivitas fisik pada wanita hamil
disarankan dengan intensitas sedang Yoga
setidaknya 150 menit/minggu.
Jogging

Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)

Rutin periksa kadar gula darah → pilihan waktu terbaik dalam pengecekan gula darah penderita GDM yang
tidak mendapatkan terapi insulin adalah saat puasa dan 1 jam setelah makan. Sedangkan yang mendapatkan
terapi insulin adalah saat berpuasa dan sebelum makan serta ± 1 jam setelah makan.

Rutin periksa ke dokter → bertujuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan kesejahteraan janin. Saat melakukan
kunjungan ulang, upayakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh petugas kesehatan atau
diperbolehkan lebih awal kontrol jika ditemukan tanda bahaya kehamilan.

Penggunaan insulin → apabila ibu hamil dengan diabetes melitus tidak berhasil mengendalikan kadar gula
darahnya dengan diet dan olahraga, maka diperlukan resep obat/terapi insulin untuk membantu mengontrol kadar
gula darah selama kehamilan.

Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Edukasi
Olahraga

Pemberian insulin

Pengaturan makan

PADA ANAK
Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana
Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
Pemantauan mandiri
TERAPI DM PADA ANAK

Pemberian insulin → menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang
lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak
menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/pendek dengan insulin
basal).

Pengaturan makan
❏ Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
kalori
❏ Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
gram karbohidrat
❏ Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic load yang
rendah.

Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
TERAPI DM PADA ANAK

Olahraga, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak:


❏ Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter
❏ Jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin harus
diturunkan secara bermakna
❏ Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90 menit
sebelum mulai latihan
❏ Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan

Edukasi → unsur strategis pada pengelolaan DM tipe-1, harus dilakukan secara terus menerus
dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta status sosial penderita/keluarga.

Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
Pemantauan glukosa darah mandiri → penyesuaian insulin terhadap makanan yang dikonsumsi menjadi
lebih baik dan memungkinkan pasien DM untuk mengkoreksi kadar glukosa darah yang berada diluar target
sehingga dapat memperbaiki kadar HbA1c.

Pemantauan glukosa darah mandiri dilakukan secara lebih sering pada olahraga dengan intensitas tinggi yaitu
sebelum, selama dan setelah melakukan kegiatan tersebut.

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik

Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
LANJUT USIA

Target terapi DM pada pasien usia lanjut:

It could be the part of the presentation where you can


introduce your healthcare center. Keep it short and go
straight to the point. Your audience will appreciate that

Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
TERAPI FARMAKOLOGI
PADA PASIEN LANJUT USIA
METFORMIN THIAZOLIDINEDIONES
lini pertama untuk DM tipe 2 karena aman digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia
dan efektif (tidak menyebabkan dengan gagal jantung kongestif dan memiliki
hipoglikemia) risiko tinggi terjatuh atau patah tulang

SULFONILUREA DPP-IV INHIBITOR


berhubungan dengan risiko hipoglikemia memiliki risiko hipoglikemia minimal
dan harus digunakan dengan hati-hati

TERAPI INSULIN
SGLT-2 INHIBITOR terapi insulin mengharuskan pasien atau
obat ini termasuk golongan obat masih pengasuh pasien memiliki kemampuan
terbatas fungsional dan kemampuan kognitif yang
baik

Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition.
USA: McGraw-Hill
2. Goodman, L., et al. (2018). Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13ed. New York: McGraw-Hill Medical
3. Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
4. Perkeni. (2015). Panduan Penatalaksanaan DM Tipe 2 Pada Individu Dewasa Di Bulan Ramadan. Retrieved from https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-
Indonesia-PERKENI-2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOv
5. Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
6. Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja.
Jakarta, 1–15.
7. Martindale The Complete Drug References 36th edition. United Kingdom : Pharmaceutical Press
8. Nolte Kennedy MS (2012): Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs (Chapter 41). In: Basic & Clinical Pharmacology. 12e. Katzung BG, Masters SB,
Trevor AJ (Editors). McGraw-Hill / Lange
9. Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.

Anda mungkin juga menyukai