Kelompok 6 - Farkot 1 A - Diabetes Mellitus
Kelompok 6 - Farkot 1 A - Diabetes Mellitus
1806194196
Pendahuluan
● Pankreas adalah organ yang
terdiri dari jaringan eksokrin
dan endokrin.
● Diantara sel eksokrin terdapat
kelompok sel endokrin yang
dikenal sebagai pulau (islets)
Langerhans
● Sel endokrin pankreas yang
paling banyak adalah sel beta
(60% dari total massa pulau),
yaitu tempat sintesis dan
sekresi insulin
Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Kontrol Sekresi Insulin
Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Sekresi Insulin
1. Glukosa memasuki sel 𝛽 dengan difusi yang
difasilitasi melalui GLUT-2.
2. Glukosa difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat.
3. Oksidasi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP.
4. ATP sensitive K+-channel tertutup karena
terdapat ATP
5. Berkurangnya permeabilitas membran K +
sehingga terjadi depolarisasi.
6. Depolarisasi menyebabkan volted-gated Ca 2+
channel terbuka.
7. Ca2+ memasuki sel.
8. Ca2+ memicu eksositosis vesikel insulin.
9. Insulin disekresi.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Fungsi Insulin
Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7th Ed.Canada: Yolanda Cossio.
Definisi Diabetes Melitus
Dipiro, Joseph T. et. al. (2009). Pharmacotherapy Handbook. Ed. 7th. McGraw Hill.
PREVALENSI
DIABETES
5-10%
MELITUS DM tipe 1
90%
DM tipe 2
Dipiro, Joseph T. et. al. (2009). Pharmacotherapy Handbook. Ed. 7th. McGraw Hill.
Klasifikasi DM
Patofisiologi DM Tipe 1
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Patofisiologi DM Tipe 1
Pada kondisi autoimun pada DM 1, reseptor sel T helper salah mengenali antigen. antigen yang dikenali
adalah self-antigen dari sel β pancreas sehingga menstimulasi pembentukan antibodi yang akan menyerang sel β
pancreas Hal ini bisa terjadi karena adanya kemiripan struktur antigen bakteri dan sel beta pankreas. Sehingga
terjadi stimulasi autoantigen pada sel beta pankreas, dan diproduksi antibodi untuk menyerang sel beta pankreas.
Hal ini menyebabkan terjadinya lesi atau kerusakan pada sel beta pankreas, sehingga terjadi defisiensi insulin
secara absolut pada penderita DM tipe 1.
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Patofisiologi DM Tipe 2
Dua kelainan metabolisme yang menjadi ciri diabetes mellitus tipe 2, yaitu:
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Resistensi Insulin
Ketidakmampuan dari sel beta untuk menyesuaikan diri dengan resistensi insulin perifer
yang berkepanjangan dan tidak mampu beradaptasi pada peningkatan sekresi insulin
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
Karena adanya predisposisi genetik dan gaya hidup yang tidak baik
memicu terjadinya resistensi insulin, yaitu kondisi penurunan
kemampunan jaringan periferal untuk merespon insulin. Hal tersebut
menyebabkan sel beta pankreas menghasilkan insulin berlebih untuk
mengkompensasi kadar glukosa dalam darah agar konsentrasinya normal
selama beberapa tahun (compensatory hyperinsulinemia). Namun,
semakin lama sel beta pankreas tidak mampu untuk mengimbangi jumlah
glukosa yang kian meningkat (peningkatan kebutuhan biosintesis insulin)
karena terjadi penurunan massa sel beta dan reduksi fungsi sel beta
sehingga sel beta menjadi kelelahan dan terjadilah disfungsi sel beta yang
menimbulkan diabetes.
Kumar, V., Abbas, A., Aster, J., & Perkins, J. (2013). Robbin Basic Phatology 9th Edition.
02
Manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis diferensial, faktor
resiko DM
Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM)-Faktor Risiko yang Bisa Diubah - Direktorat P2PTM. (2019). Retrieved 8 March 2021, from
- Faktor genetik (riwayat diabetes keluarga,
etnis)
- Polidipsia (rasa haus yang berlebihan)
- > 45 tahun
- Polifagia (rasa lapar yang berlebihan)
- Pola makan tidak sehat, kurang olahraga,
- Poliuria (buang air kecil yang berlebihan)
obesitas
- Hiperglikemia
- Merokok
- Penurunan berat badan
- Insulin resistance (acanthosis nigricans)
- Kram otot tungkai
- Dislipidemia
- Penglihatan kabur
- Hipertensi
- Mual, diare, konstipasi
- Gangguan toleransi glukosa
- Kelelahan
- Faktor lingkungan (paparan arsenik,
- Kulit kering, lesi kulit, luka yang lambat
merkuri)
sembuh, rasa gatal pada kulit
bisa-diubah
- Stress
- Riwayat penyakit jantung
Brunton, L. L., Hilal-Dandan, R., & Knollmann, B. C. (2018). Goodman & Gilman's Pharmacological Basis of Therapeutics, 13th ed. New York: McGraw-Hill Education.
Ramachandran, A. 2014. Know the signs and symptoms of diabetes. Indian J Med Res. 140(5): 579–581
Abutaleb, Mohammed H. 2016. Diabetes Mellitus : an overview. Pharm Pharmacol Int J; 4(5):406‒411.
Screening
● Petersmann A, Müller-Wieland D, Müller UA, Landgraf R, Nauck M, Freckmann G, Heinemann L, Schleicher E. Definition,
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. Exp Clin Endocrinol Diabetes. 2019 Dec;127(S 01):S1-S7.
● Rewers M. Diabetes Metab J. 2012; 36:90-97.
03 Jelaskan komplikasi akut dan
kronis dari DM!
● Komplikasi akut disebabkan oleh defisiensi insulin baik absolut (produksi insulin
kurang) atau relatif (efek insulin menurun, resistensi insulin).
● Kompikasi akut Diabetes Melitus meliputi Diabetic Keto Acidoses (DKA),
Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS), dan Hipoglikemia.
● Diabetic Keto Acidoses (DKA) terjadi pada penderita diabetes melitus tipe I.
● Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) terjadi pada diabetes melitus tipe II.
DKA
Misra, S., & Oliver, N. S. (2015). Diabetic ketoacidosis in adults. BMJ, h5660. doi:10.1136/bmj.h5660
HHS
● Dalam keadaan normal, ginjal berfungsi
mengeliminasi glukosa diatas ambang batas
tertentu. Namun, penurunan volume intravaskular
atau penyakit ginjal yang ada sebelumnya akan
menurunkan laju filtrasi glomerular, menyebabkan
konsentrasi glukosa meningkat
● Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natirum
menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang
ada tidak cukup untuk menurunkan konsentrasi
glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin.
Pasquel, F. J., & Umpierrez, G. E. (2014). Hyperosmolar hyperglycemic state: a historic review of the clinical presentation, diagnosis, and treatment. Diabetes care,
37(11), 3124-3131.
HIPOGLIKEMIA
Rewers, Arleta. "Acute metabolic complications in diabetes." Diabetes in America, 3rd edn. National Institutes of Health, NIH Pub 17-1468
(2017): 17-1.
KOMPLIKASI KRONIS
Timbul akibat hiperglikemia yang dapat dikurangi dengan kontrol gula darah dan
pengobatan komorbiditas (hipertensi, dislipidemia)
Verhulst, M. J., Loos, B. G., Gerdes, V. E., & Teeuw, W. J. (2019). Evaluating all potential oral complications of diabetes mellitus. Frontiers
in endocrinology, 10, 56.
MAKROVASKULER
ATEROSKLEROSIS
Fowler, M. (2008). Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Clinical Diabetes, 26(2), 77-82.
https://doi.org/10.2337/diaclin.26.2.77
MIKROVASKULER
NEFROPATI
Lim, A. (2014). Diabetic nephropathy – complications and treatment. International Journal Of Nephrology And Renovascular
Disease, 361. https://doi.org/10.2147/ijnrd.s40172
MIKROVASKULER
NEUROPATI
Javed, S., Alam, U., & Malik, R. A. (2015). Treating Diabetic Neuropathy: Present Strategies and Emerging Solutions. The Review of Diabetic Studies, 12(1-2), 63–83.
MIKROVASKULER
RETINOPATI
El-Remessy, A., Coucha, M., Elshaer, S., Eldahshan, W., & Mysona, B. (2015). Molecular mechanisms of diabetic retinopathy: Potential therapeutic
targets. Middle East African Journal Of Ophthalmology, 22(2), 135. doi: 10.4103/0974-9233.154386.
Jalur Metabolik yang Mempengaruhi Komplikasi
Filla, L., & Edwards, J. (2016). Metabolomics in diabetic complications. Molecular Biosystems, 12(4), 1090-1105. https://doi.org/10.1039/c6mb00014b
Advanced Glycation End
Products (AGE)
AGEs terbentuk dikarenakan hasil dari reaksi non enzimatik antara intraseluler prekursor derivat glukosa (glyoxal,
methylglyoxal, dan 3-deoxyglucosone) dengan grup amino intraseluler dan extraseluler. Pembentukan AGE terstimulasi
karena adanya hiperglikemia. AGEs berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE) yang diekspresikan di makrofag dan sel
T, di endotel dan otot polos.
1. Pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan pro inflamasi dari makrofag pada intima
2. Terbentuknya reactive oxygen species (ROS) pada sel endotel
3. Peningkatan aktivitas prokoagulan pada sel endotel dan makrofag
4. Peningkatan proliferasi otot polos pembuluh darah dan sintesis matriks ekstrasel
Rhee, S. Y., & Kim, Y. S. (2018). The role of advanced glycation end products in diabetic vascular complications. Diabetes & metabolism journal, 42(3), 188.
Aktivasi Protein Kinase C
PKC diaktivasi oleh ion kalsium dan second messenger diacylglycerol (DAG)
sehingga PKCi memainkan peran penting dalam beberapa kaskade transduksi
sinyal
KUMAR PRABHAKAR, P. (2016). PATHOPHYSIOLOGY OF SECONDARY COMPLICATIONS OF DIABETES MELLITUS. Asian Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 32-36.
Meier, M., Menne, J., & Haller, H. (2009). Targeting the protein kinase C family in the diabetic kidney: lessons from analysis of mutant mice. Diabetologia, 52(5), 765–775.
Jalur Poliol/Sorbitol
KUMAR PRABHAKAR, P. (2016). PATHOPHYSIOLOGY OF SECONDARY COMPLICATIONS OF DIABETES MELLITUS. Asian Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 32-36.
04
Algoritme Terapi dan Dosis
Regimen serta Kriteria
Pengendalian Diabetes
Putri Wijayanti-1806185683
Tujuan Terapi
Jangka pendek :
Jangka panjang:
tercegah dan terhambatnya segala bentuk komplikasi diabetes
Tujuan akhir :
turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diabetes Melitus Tipe 2
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Insulin
● Penggunaan insulin masih memakai produk hasil purifikasi kelenjar pankreas babi
atau sapi sebelum tahun 80-an
● Adanya insulin rekombinan manusia saat ini digunakan sebagai pilihan utama karena
diproduksi secara luas dan mempunyai imunogenitas yang lebih rendah dibandingkan
insulin babi dan sapi
● Insulin digunakan untuk semua penderita DM tipe I dan DM tipe 2 resistensi insulin,
yang gagal menjalani terapi diet dan pengobatan dengan obat antidiabetes oral.
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017)). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Rapid-Acting Insulin
❖ Lebih cepat diserap, mencapai peak lebih cepat, memiliki onset yang lebih cepat daripada
insulin reguler
❖ Obat dari kategori ini dapat diberikan 15 menit sebelum makan atau segera setelah makan.
Mulai bekerja dalam 15 menit dan bekerja maksimal sekitar 1 jam
❖ Memiliki efek yang dapat bertahan hingga 4 jam
❖ Contoh : glulisine, lispro, dan aspart
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Short-Acting Insulin
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Intermediate Acting Insulin (NPH)
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Long Acting Insulin
Insulin Detemir
➔ Analog insulin dengan modifikasi penambahan asam lemak jenuh (contoh: asam miristat dan asam
lemak 14C) pada amino group pada LysB29
➔ Insulin akan berikatan dengan albumin pada rantai asam lemak yang akan meningkatkan kemampuan
agregasi pada jaringan subkutan
➔ Diinjeksikan sehari dua kali
Insulin Degludec
➔ Modifikasi berupa penambahan asam heksadekanedioat pada lysB29 yang menyebabkan
terbentuknya multiheksamer pada jaringan subkutan
Insulin Glargine
➔ Analog insulin yang ditambahkan 2 residu arginin pada C terminal rantai B dan substitusi glisin pada
asparagine di posisi A21
➔ Adanya modifikasi menyebabkan insulin dapat larut dalam kondisi asam (pH4) tetapi membentuk
presipitat pada pH tubuh setelah diinjeksikan
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. 2015. Pharmacotherapy Handbook. 9th ed, New York: McGraw Hill.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Farmakokinetika Insulin
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Dosis Insulin
DM tipe 1
➢ Kebutuhan insulin rata-rata per hari yaitu 0,5 - 0,6 unit/kg. Selama fase “honeymoon” dapat
turun menjadi 0,1 - 0,4 unit/kg
➢ Dosis yang lebih tinggi (0,5-1 unit/kg) diperlukan selama penyakit akut atau ketosis atau
keadaan resistensi insulin relatif
DM tipe 2
➢ Kisaran dosis 0,7 hingga 2,5 unit/kg sering diperlukan untuk pasien dengan resistensi
insulin yang signifikan
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Regimen Terapi Insulin
❖ Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam untuk semua
penderita DM 1
❖ Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang
normal
❖ Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama menderita
diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah dsb), target kontrol
metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
❖ Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan sakit.
❖ Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan kepada dokter.
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. (2017)). Konsensus Nasional Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 1 di Indonesia 2017. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Biguanides
Metformin sebagai lini pertama pengobatan pada diabetes melitus tipe II
Termasuk dalam insulin sensitizer
Dosis:
❖ Metformin immediate-release biasanya dikonsumsi 500 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai tujuan
glikemik atau 2.000 mg / hari tercapai
❖ Metformin 850 mg dapat dikonsumsi setiap hari kemudian ditingkatkan setiap 1-2 minggu hingga dosis maksimum 850 mg tiga
kali sehari (2.550 mg / hari)
❖ Metformin extended-release dapat dimulai dengan dosis 500 mg sehari ; meningkat setiap minggu sebanyak 500 mg yang
ditoleransi dengan dosis tunggal 2.000 mg / hari
❖ Metformin extended-release 750 mg tablet dapat dititrasi setiap minggu dengan dosis maksimum 2.250 mg / hari
Efek samping:
❖ Metformin menyebabkan efek samping GI, termasuk ketidaknyamanan perut, sakit perut, dan / atau diare
❖ Anoreksia
❖ Hipoperfusi jaringan, seperti yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keadaan hipoksia, syok, atau septikemia, melalui
peningkatan produksi asam laktat; dan penyakit hati atau alkohol yang parah, melalui pengurangan asam laktat di hati →
meningkatkan risiko asidosis laktat.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Thiazolidinediones
Dosis:
Thiazolidinediones juga disebut sebagai TZDs atau ● Rekomendasi dosis awal pioglitazone 15-30 mg
glitazones. Pioglitazone dan rosiglitazone adalah dua TZD sekali sehari; rosiglitazone 2-4 mg sekali sehari
yang saat ini disetujui untuk pengobatan DM tipe 2 (dosis dapat ditingkatkan perlahan berdasarkan
tujuan terapi dan efek samping)
Mekanisme ● Dosis efektif maksimum pioglitazone 45 mg, dan
● TZD bekerja dengan mengikat reseptor-aktivasi- rosiglitazone 8 mg sekali sehari
proliferator-aktif peroxisome (PPAR-γ), yang terutama
terletak pada sel-sel lemak dan sel-sel vaskular. Efek samping: edema, berat badan bertambah
● TZD meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung Kontraindikasi: pasien dengan gagal jantung
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Sulfonylureas
Mekanisme utama: berikatan dengan reseptor sulfonilurea spesifik pada sel β pankreas, sekresi insulin yang meningkat dari
pankreas bergerak melalui vena portal dan selanjutnya menekan produksi glukosa hepatik.
Klasifikasi:
● Generasi pertama: acetohexamide, chlorpropamide, tolazamide, dan tolbutamide.
● Generasi kedua: glimepiride, glipizide, dan glyburide.
Dosis:
● Dosis yang lebih rendah : pasien usia lanjut dan yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau hati.
● Dosis harus dititrasi setiap 1-2 minggu (interval yang lebih panjang dengan klorpropamid) untuk mencapai tujuan glikemik.
● Dosis maksimum glipizide immediate-release: 40 mg / hari, tetapi dosis efektif maksimalnya :10-15 mg / hari.
Efek samping
hipoglikemia, hiponatremia, berat badan bertambah
Kontraindikasi
Pasien DM tipe 1 (kekurangan sel beta pankreas)
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Nolte Kennedy MS (2012): Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs (Chapter 41). In: Basic & Clinical Pharmacology. 12e. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ (Editors). McGraw-Hill / Lange
Short Acting Insulin Secretagogues
Repaglinide → turunan asam benzoat; Nateglinide → turunan asam amino fenilalanin. Membutuhkan keberadaan
glukosa untuk merangsang sekresi insulin dari sel β pankreas, ketika kadar glukosa berkurang ke normal, sekresi
insulin yang terstimulasi berkurang.
Dosis:
❖ Nateglinide dan Repaglinide harus diberikan sebelum makan ( 30 menit sebelumnya).
❖ Rekomendasikan dosis awal Repaglinide → 0,5 mg pada subyek dengan HbA1c <8% atau pasien yang belum
pernah menggunakan pengobatan, meningkat setiap minggu hingga total dosis harian maksimum 16 mg
❖ Dosis efektif maksimum Repaglinide yaitu 2 mg setiap kali makan
❖ Nateglinide harus diberi dosis 120 mg sebelum makan dan tidak perlu titrasi. Jika makan dilewati, obat dapat
dilewati
Efek samping:
❖ Efek samping utama yaitu Hipoglikemia (lebih rendah dibandingkan dengan sulfonilurea)
❖ Kenaikan berat badan sebesar 2 - 3 kg (Repaglinide); < 1 kg (Nateglinide)
Perhatian :
Pasien dengan gangguan hati sedang sampai berat
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Farmakokinetik:
❖ Nateglinide dan Repaglinide → diserap dengan cepat (~ 0,5 hingga 1 jam)
❖ Waktu paruh pendek (1 hingga 1,5 jam)
❖ Nateglinide sangat terikat protein, terutama untuk albumin, tetapi juga untuk α1-asam glikoprotein; sebagian besar
dimetabolisme oleh CYP2C9 (70%) dan CYP3A4 (30%) menjadi metabolit yang kurang aktif. Konjugasi glucuronide
kemudian memungkinkan eliminasi ginjal yang cepat.
❖ Repaglinide terutama dimetabolisme oleh sistem CYP3A4 menjadi metabolit tidak aktif yang diekskresikan dalam
empedu.
Interaksi obat
❖ Kontrol glikemik dan hipoglikemia harus dipantau secara ketat ketika induser atau inhibitor CYP3A4 diberikan
dengan Repaglinide.
❖ Gemfibrozil, obat yang biasa digunakan untuk mengobati hipertrigliseridemia pada DM, lebih dari dua kali lipat
waktu paruh Repaglinide dan menghasilkan reaksi hipoglikemik yang berkepanjangan.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Amylinomimetics
Pramlintide
analog sintetik amylin (amylinomimetic), sebuah neurohormon yang dikeluarkan bersama dari sel β dengan insulin; menekan sekresi
glukagon postprandial tinggi yang tidak tepat, mengurangi asupan makanan, yang dapat menyebabkan penurunan berat badan, dan
memperlambat pengosongan lambung sehingga tingkat penampilan glukosa ke dalam plasma lebih cocok dengan disposisi glukosa.
Dosis
● Dosis Pramlintide bervariasi pada DM tipe 1 dan tipe 2.
● Pada DM tipe 2, dosis awal 60 mcg sebelum makanan utama, dan dapat dititrasi ke dosis 120 mcg yang direkomendasikan secara
maksimal dan ditoleransi
● Pada DM tipe 1 dosis dimulai 15 mcg sebelum setiap kali makan dan dapat dititrasi hingga maksimum 60 mcg sebelum setiap kali
makan jika ditoleransi dan dibenarkan.
● Setiap 2,5 unit pada jarum suntik insulin 100 unit / mL setara dengan 15 mcg pramlintide
Efek samping
efek samping GI, mual dan muntah atau anoreksia
Interaksi obat
menunda pengosongan lambung, sehingga dapat menunda penyerapan obat lain. Contoh: obat nyeri oral dan antibiotik. Jika penyerapan
obat yang cepat diperlukan, yang terbaik yaitu minum obat 1 jam sebelumnya, atau setidaknya 3 jam setelah injeksi pramlintide.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Alpha- Glucosidase Inhibitor
Mekanisme
Untuk mengurangi kenaikan glukosa darah postpartum; α-Glucosidase inhibitor secara kompetitif menghambat
enzim (maltase, isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) di usus kecil, menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat
kompleks; tidak menyebabkan malabsorpsi nutrisi.
Contoh obat : Acarbose dan Miglitol
Dosis
Mulai dengan dosis yang sangat rendah (25 mg dengan sekali makan sehari); tingkatkan secara bertahap (lebih dari
beberapa bulan) hingga maksimum 50 mg tiga kali sehari untuk pasien ≤60 kg atau 100 mg tiga kali sehari untuk
pasien> 60 kg
Efek samping
Efek samping GI, seperti perut kembung, ketidaknyamanan perut, dan diare
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
DPP-4 Inhibitor
Mekanisme
DPP-4 (Dipeptidyl Peptidase-4) inhibitor akan menghambat kerja DPP-4 sehingga akan meningkatkan
sekresi insulin dan menurunkan kadar glukagon; ketika DPP-4 inhibitors memblokir hampir 100% aktivitas
enzim DPP-4 selama setidaknya 12 jam, level GLP-1 non-diabetes yang mendekati normal tercapai. Obat
ini tidak mengubah pengosongan lambung.
Dosis
● Vildagliptin akan diberikan secara oral, 50 mg-100 mg setiap hari.
● Sitagliptin diberi dosis oral 100 mg setiap hari kecuali terdapat insufisiensi ginjal. Dosis 50 mg
direkomendasikan jika kreatinin 30 hingga kurang dari 50 mL / menit, atau 25 mg jika kurang dari
30 mL / menit.
Efek samping
Hipoglikemia ringan
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
Cont’d
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: McGraw-Hill
GLP-1 Receptor Agonists
Goodman, L. S., Brunton, L. L., Chabner, B., & Knollmann, B. C. (2011). Goodman & Gilman's pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Dosis
● Exenatide (Byetta) → dosis awal 5 mcg SC dua kali sehari, dibagi hingga 10 mcg dua kali sehari dalam 1
bulan jika diperlukan dan sesuai toleransi; disuntikkan hingga 60 menit sebelum makan pagi dan malam.
● Exenatide extended-release (Byedureon) → 2 mg SC satu kali minggu, dengan atau tanpa makan
● Liraglutide (Victoza) → mulai dengan 0,6 mg SC sekali sehari (tidak tergantung makanan) selama 1 minggu,
kemudian naik menjadi 1,2 mg setiap hari selama setidaknya 1 minggu. Jika perlu, tingkatkan dosis
maksimum 1,8 mg setiap hari setelah setidaknya 1 minggu
● Albiglutide (Tanzeum) → dimulai 30 mg SC mingguan tanpa memperhatikan makanan; dosis dapat
ditingkatkan menjadi 50 mg sekali seminggu.
● Dulaglutide (Trulicity) → dimulai 0,75 mg SC sekali seminggu kapan saja, dengan atau tanpa makanan.
dosis dapat ditingkatkan menjadi 1,5 mg SC sekali seminggu.
● Efek samping yang paling umum → mual, muntah, dan diare.
Martindale The Complete Drug References 36th edition. United Kingdom : Pharmaceutical Press
SGLT-2 Inhibitor
Chao, E. C., & Henry, R. R. (2010). SGLT2 inhibition — a novel strategy for diabetes treatment. Nature Reviews Drug Discovery, 9(7), 551–559. doi:10.1038/nrd3180
Contoh Obat
Canagliflozin (Invokana)
❏ dosis awal 100 mg per oral sekali sehari, diminum sebelum makan pertama hari itu
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 300 mg sekali sehari pada pasien dengan eGFR 60 mL / menit / 1,73 m2 atau lebih yang
membutuhkan kontrol glikemik tambahan
❏ batasi dosis hingga 100 mg sekali sehari pada pasien yang memiliki eGFR antara 45 atau 60 mL / menit / 1,73 m2 dan terapi yang
dihentikan jika eGFR kurang dari 45 ml / menit / 1,73 m2.
Dapagliflozin (Farxiga)
❏ mulai dengan 5 mg oral sekali sehari di pagi hari dengan atau tanpa makanan
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sekali sehari pada pasien yang membutuhkan kontrol glikemik tambahan
❏ tidak boleh dimulai atau dilanjutkan jika eGFR kurang dari 60 ml / menit / 1,73 m2.
Empagliflozin (Jardiance)
❏ mulai dengan 10 mg oral sekali sehari di pagi hari dengan atau tanpa makanan
❏ dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg sekali sehari
❏ terapi tidak boleh dimulai atau dilanjutkan, eGFR-nya kurang dari 45 ml / menit / 1,73 m2.
Goodman, L., et al. (2018). Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13ed. New York: McGraw-Hill Medical
Algoritme DM Tipe 2
Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.
Kriteria Pengendalian DM
Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.
Terapi DM dalam
Perkeni. (2015). Panduan Penatalaksanaan DM Tipe 2 Pada Individu Dewasa Di Bulan Ramadan. Retrieved from
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-
Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-
2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOv
KONDISI HAMIL
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada ibu hamil
dengan memiliki riwayat diabetes
Diabetes yang terjadi saat kehamilan
sebelumnya, baik diabetes melitus tipe 1
sedangkan sebelum hamil ibu tidak memiliki
maupun tipe 2
penyakit diabetes
Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Skema Tatalaksana
Gestational Diabetes
Mellitus (GDM)
Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Pola diet/pola makan
Tujuan dari terapi diet, yaitu:
- Makan sesuai dengan kebutuhan tubuh
- Mempertahankan kadar gula darah dalam batas/mendekati normal
- Mempertahankan berat badan dalam batas normal
- Mencegah terjadinya hipoglikemia
- Mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi
Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Terapi Menjalani
Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Rutin periksa kadar gula darah → pilihan waktu terbaik dalam pengecekan gula darah penderita GDM yang
tidak mendapatkan terapi insulin adalah saat puasa dan 1 jam setelah makan. Sedangkan yang mendapatkan
terapi insulin adalah saat berpuasa dan sebelum makan serta ± 1 jam setelah makan.
Rutin periksa ke dokter → bertujuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan kesejahteraan janin. Saat melakukan
kunjungan ulang, upayakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh petugas kesehatan atau
diperbolehkan lebih awal kontrol jika ditemukan tanda bahaya kehamilan.
Penggunaan insulin → apabila ibu hamil dengan diabetes melitus tidak berhasil mengendalikan kadar gula
darahnya dengan diet dan olahraga, maka diperlukan resep obat/terapi insulin untuk membantu mengontrol kadar
gula darah selama kehamilan.
Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
Edukasi
Olahraga
Pemberian insulin
Pengaturan makan
PADA ANAK
Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana
Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
Pemantauan mandiri
TERAPI DM PADA ANAK
Pemberian insulin → menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang
lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak
menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/pendek dengan insulin
basal).
Pengaturan makan
❏ Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
kalori
❏ Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan memperhitungkan asupan dalam bentuk
gram karbohidrat
❏ Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic load yang
rendah.
Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
TERAPI DM PADA ANAK
Edukasi → unsur strategis pada pengelolaan DM tipe-1, harus dilakukan secara terus menerus
dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta status sosial penderita/keluarga.
Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
Pemantauan glukosa darah mandiri → penyesuaian insulin terhadap makanan yang dikonsumsi menjadi
lebih baik dan memungkinkan pasien DM untuk mengkoreksi kadar glukosa darah yang berada diluar target
sehingga dapat memperbaiki kadar HbA1c.
Pemantauan glukosa darah mandiri dilakukan secara lebih sering pada olahraga dengan intensitas tinggi yaitu
sebelum, selama dan setelah melakukan kegiatan tersebut.
Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja. Jakarta, 1–15.
LANJUT USIA
Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
TERAPI FARMAKOLOGI
PADA PASIEN LANJUT USIA
METFORMIN THIAZOLIDINEDIONES
lini pertama untuk DM tipe 2 karena aman digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia
dan efektif (tidak menyebabkan dengan gagal jantung kongestif dan memiliki
hipoglikemia) risiko tinggi terjatuh atau patah tulang
TERAPI INSULIN
SGLT-2 INHIBITOR terapi insulin mengharuskan pasien atau
obat ini termasuk golongan obat masih pengasuh pasien memiliki kemampuan
terbatas fungsional dan kemampuan kognitif yang
baik
Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition.
USA: McGraw-Hill
2. Goodman, L., et al. (2018). Goodman and Gilman's The Pharmacological Basis of Therapeutics 13ed. New York: McGraw-Hill Medical
3. Ningsih, S. R., Subarto, C. B., & Fajarini, N. (2019). Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan. Edisi I. Yogyakarta: Nuha Medika.
4. Perkeni. (2015). Panduan Penatalaksanaan DM Tipe 2 Pada Individu Dewasa Di Bulan Ramadan. Retrieved from https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan-Pencegahan-Diabetes-melitus-tipe-2-di-
Indonesia-PERKENI-2015.pdf&ved=2ahUKEwjy8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBhAB&usg=AOv
5. Prasetyo, A. (2019). Tatalaksana Diabetes Melitus pada Pasien Geriatri. Cddk-277, 46(6), 420–422.
6. Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja.
Jakarta, 1–15.
7. Martindale The Complete Drug References 36th edition. United Kingdom : Pharmaceutical Press
8. Nolte Kennedy MS (2012): Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs (Chapter 41). In: Basic & Clinical Pharmacology. 12e. Katzung BG, Masters SB,
Trevor AJ (Editors). McGraw-Hill / Lange
9. Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia. (2019). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2019. Jakarta: PB. PERKENI.