Anda di halaman 1dari 18

1 : H

PO K TI FA
L OM L A
KE Y U L I A
A H
R A F IF
NU A K H H A Y A
Z K I C A
RI N U R
E N Y
R
Periode pertama : masa turunnya wahyu dan
pembentukan hukum serta dasar-dasarnya (dari
diangkatnya nabi s/d wafatnya beliau 11 H.
Periode Kedua: Masa membatasi riwayat ( masa
khulafa al-Rasyidin)
Periode ketiga : masa berkembangnya riwayat
dan perlawatan ke kota-kota untuk mencari
hadits, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in
besar (41 H – akhir abad pertama hijriyah).
Periode keempat : masa pembukuan hadits
(dari permulaan abad kedua Hijriah-akhir abad
kedua)
Periode kelima : masa pentashhihan hadits dan
seleksi hadits (awal abad ketiga-akhir abad ketiga).
Periode keenam : masa menapis kitab-kitab hadits
dan menyusun kitab-kitab jami’ yang khusus (dari abad
keempat-jatuhnya Baghdad tahun 656 H).
Periode ketujuh : masa membuat syarah, membuat
kitab-kitab Takhtij, mengumpulkan hadits-hadits
hukum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum
serta membahas hadits zawaid (656 H- sekarang).
Adly bin Zaid Al-Abbady, adalah
orang pertama yang menulis bahasa
Arab dalam surat yang ditunjukan
kepada Kisra.
A.Riwayat yang Melarang Penulisan
Hadits
B. Riwayat yang Membolehkan
Penulisan Hadits
Para Ulama telah memadukan 2 pendapat yng berselisih, antara
mereka yang melarang dan membolehkan penulisan Hadits sebagai
berikut:
1. Larangan penulisan terjadi pada awal masa perkembangan
Islam yang dikhawatirkan terjadi pencampuran antara hadits
Nabi dan Al Quran
2. Larangan hanya Khusus pada penulisan hadits bersamaan
dengan Al Quran dalam 1 shahifah, karena khawatir terjadi
kemiripan.
3. Larangan hanya bagi orang yang diyakini mampu menghapalnya
karena dikhawatirkan akan bergantung pada tulisan, sedangkan
diperbolehkan penulisan hanya bagi orang yang diyakini tidak
mampu dalam meghapalnya seperti Abu Syah
Penghimpunan

Pembukuan hadits dilakukan pada masa


pemerintahan Khalifah ‘Umar Bin ‘Abd Al-‘Aziz,
seorang khalifah dari Bani Umayyah. Ada dua
alasan ’umar untuk mengambil sikap ini, yaitu :
- Ia khawatir hilangnya hadits karena meninggalnya
para ulama di medan perang,
- Ia khawatir akan tercampurnya antara hadits
shahih dan haadits yang palsu.
Pengkodifikasian hadits dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Periode At-Tabi’in
Pada tahun 100 H, Khalifah ‘Umar Bin ‘Abd Al-‘Aziz memerintahkan
kepada gubernur madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amir bin Hazm
untuk membukukan hadits-hadits nabi dari para penghapal serta kepada
gubernur lain dengan isi yang sama. Beliau juga menulis surat secara khusus
kepada Abu Bakar Muhammad Bin Muslim Bin ’Ubaidillah Bin Syihab Az
Zuhri.
b. Periode Tabi’ At-Tabi’in
Pada abad ke-3 H ini adalah masa kejayaan sunnah serta mengalami
puncak keberhasilan yang luar biasa. Pembukuan ini dilanjutkan oleh imam
ahli hadits seperti Imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu
Majah, Dll.
c. Periode Setelah Tabi’ At-Tabi’in
Pada periode ini disebut penghimpunan dan penertiban atau Al-Jami’
Wa At-Tartib. Tidak banyak penambahan hadits pada abad ini dan
berikutnya. Namun, dari segi teknik pembukuan lebih sistematik daripada
masa-masa sebelumnya.
Ulama yang hidup pada abad 4 H dan berikutnya disebut ulama
muta’akhkhirin sedang yang hidup sebelum abad ini disebut ulama
mutaqaddimin.
Timbulnya Pemalsuan
Umat islam telah terpecah dan masing-masing golonngan
mereka berupaya mendatangkan kehujjahan untuk mendukung
keberadaan mereka dengan cara membuat hadits-hadits palsu
dan menyebarkannya ke masyarakat.
Sedangkan golongan yang mula-mula memalsukan hadits ialah
golongan syi’ah, sebagaimana diakui oleh ulama syiah, Syarh
Nahju al-Balaghah. Kota yang mula-mula mengembangkan
hadits palsu adalah baghdad (Iraq) tempat syi’ah berpusat.
Upaya penyelamatan hadits

Pada mulanya faktor yang mendorong seseorang melakukan p


emalsuan hadits adalah kepentingan politik, yang dilakuk
an oleh pengikut Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Untu
k memperolah legitimasi masing-masing kelompok, mereka m
encari dalil-dalil pendukung berupa hadits, dan apabila
tidak ditemukan mereka akan membuat hadits palsu.
Secara umum motivasi pemalsuan hadits adalah :
1. Motivasi politik
2. Menodai islam
3. Mencari popularitas
Perlu diingat bahwa hadits maudhu’ adalah hadits yang
dibuat-buat oleh para pendusta dan disandarkan pada
Rasulallah SAW.
Beberapa pemalsuan yang dilakukan oleh orang yang
tidak bertanggung jawab mendorong para ulama untuk
berhati-hati mengatasi periwayatan hadits melalui upaya :
1. Keharusan mengisnadkan (menjelaskan sumber) hadits
2. Semaraknya aktivitas ilmiyah dan pembuktian hadits
3. Memburu para pemalsu hadits
4. Menjelaskan perilaku para perawi
5. Membuat kaidah untuk mengetahui hadits maudhu’
6. Membuat ilmu-ilmu hadits
Referensi :
- Muhajirin. 2016. ULUMUL HADITS II. Palembang:
NoerFikri Offset.
- Yuslem, Nawir. 2001. ULUMUL HADIS. Jakarta:
PT.Mutiara Sumber Widya.
- Al-Qaththan, Manna’. 2004. Pengantar Studi Ilmu
Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. (diterjemahkan oleh
Miftahul Abdurrahman, Lc)
- Arifin, Tajul. 2014. Ulumul Hadits. Bandung: Gunung
Djati Press.
- Ali Masrur Abdul Ghaffar. 2006. Perkembangan
Literature Hadis. Jurnal Ilmu Agama Islam. Vol.3 no. 9
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai