Anda di halaman 1dari 25

NAMA LENGKAP : YONGKI SAPUTRA

NIM : 193010303034
JURUSAN : AKUNTANSI (B)
MATA KULIAH :PERPAJAKAN
DOSEN PENGAMPU: Lamria Simamora, SE., MSA, Ak, CA

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN


• DEFINISI PAJAK
Pajak dibebankan/dibayarkan oleh seorang/badan wajib pajak. Pajak dalam pelaksanaannya mempunyai
fungsi untuk menyertakan pembangunan nasional demi kesejahteraan seluruh masyarakat suatu negara.
• UNSUR-UNSUR PAJAK
Dari penjelasan diatas menunjukkan pajak dalam segi ekonomi adalah pengalihan sumber dana dari sektor
pemerintah atau secara yuridis pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan. Pajak memiliki unsur-unsur
diantaranya adalah:
• Subjek Pajak adalah orang atau badan yang dibebani pajak yang diatur dalam undang-undang.
• Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut undang-undang memiliki kewajiban seperti
mendapatkan/mencari nomor pokok wajib pajak (NPWP) di Direktorat Jendral Pajak (Dirjen Pajak) guna
menghitung besarnya pajak dan menyetorkan sejumlah dana pajak ke kas negara
• Objek Pajak adalah benda?barang yang menjadi sasaran pajak contohnya: mobil, rumah, dan sebagainya.
• Tarif Pajak adalah pengenaan besarnya pajak yang harrus dibayarkan subjek pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggungannya. Tarif Pajak umumnya dinyatakan dengan presemtase.
FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan
tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain
sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri
dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam prosedur pemungutan pajak, para pihak yang berwajib tidak secara sewenang-wenang. Pemungutan pajak harus
berdasarkan syarat-syarat tertentu agar tidak membebani rakyat secara berlebihan. Syarat-syarat yang dimaksud adalah:
• Syarat Keadilan
Syarat keadilan diberlakukan agar pemungutan pajak harus adil dan merata disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
dan para wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan, penundaan pembayaran dan banding.
• Syarat Banding
Syarat Yudiris maksudnya adalah pemungutan pajak tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang, namun harus
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945 pasal 23 ayat 2).
• Syarat Ekonomis
Syarat Ekonomis diberlakukan agar pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian masyarakat dan tidak mengganggu
aktivitas atau usaha masyarakat serta tidak menghalangi kesejahteraan dan tidak merugikan rakyat.
• Syarat Finansial
Syarat finansial bertujuan agar pajak yang dipungut diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
• Syarat Sederhana
Syarat sederhana bertujuan untuk tidak menyulitkan, prosedurnya dibuat sederhana serta dapat mendorong masyarakat untuk
memenuhi kewajibannya.
• Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa pemungutan pajak yang dilakukan harus berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas
sehingga pihak yang dipungut pajaknya, dalam hal ini masyarakat, tidak dirugikan, dan bisa lebih bertanggungjawab dalam
memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak.
TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Pemerintah atau negara melakukan pemungutan pajak ada dasarnya, atau teori yang mendukung. Berikut
teori-teori yang mendukung pemungutan pajak
1. Teori Asuransi Pembayaran pajak menurut teori asuransi di ibaratkan seperti pembayaran premi karena
mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala
kepentingan, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya. Akan tetapi, teori ini sudah banyak
ditentang oleh beberapa para pakar. Alasan para pakar menentang teori ini adalah: (a) jika ada timbul kerugian
tidak ada pergantian secara langsung dari negara, (2) antara pembayaran jumlah pajak dan jasa yang diberikan
oleh negara tidak terdapat hubungan langsung.
2. Teori Kepentingan. Pembagian beban pajak kepada negara didasarkan pada “kepentingan” atau
“perlindungan” masing-masing orang. Oleh karena itu, semakin besar “kepentingan” seseorang terhadap negara,
maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar
3. Teori Daya pikul. Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya. Hal ini mengandung makna bahwa
pajak harus di bayarkan sesuai dengan “daya pikul” masing-masing orang. Pendekatan untuk mengukur daya
pikul ada dua yaitu (1) unsur objektif, yaitu dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang, (2) unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi. So, mungkin sama-sama berpenghasilan Rp10.000.000, namun pembayaran pajak penghasilannya.
Penghasilan sama, namun juga harus melihat jumlah tanggungan (misal status kawin dan jumlah
tanggungannya).
4. Teori Bakti. teori ini secara sederhana menyatakan bahwa  warga negara membayar pajak karena baktinya
kepada negara. Teori bakti disebut juga teori kewajiban mutlak
5. Teori Asas Daya Beli. Teori ini berpendapat bahwa fungsi pemungutan pajak adalah mengambil daya beli dari
rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan
maksud untuk memelihara kehidupan masyarakat dan untuk membawa ke arah tertentu (misal kesejahteraan).
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia
menganut paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat
ditunda. Ketika terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak
yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal
Pajak tentang keberatan diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus
membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah
penjelasan kedudukan hukum perpajakan: 
• Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan
individu lainnya
• Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya. Antara lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha
Negara (Hukum Administrasi Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.
Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak mengatur hubungan antara
pemerintah selaku pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak
HUKUM PAJAK MATERIAL DAN HUKUM PAJAK FORMAL
• Dalam Pajak terbagi menjadi 2 hukum yaitu hukum pajak formal dan material.
Berawal dari hukum pajak material, dimana dalam hukum pajak material ini
memuat tentang keadaan, peristiwa/transaksi yang akan dikenai pajak maka hal
tersebut dinamakan objek pajak, lalu siapa saja yang dikenakan objek pajak itu
(subjek pajak). Dalam hukum pajak material ini juga berisikan tarif pajak yang
harus dibayarkan oleh subjek pajak. Tidak hanya sebatas itu, dalam hukum pajak
materil juga berisikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antara
wajib pajak orang pribadi,badan dan pemerintah.  Contoh hukum pajak
material : UU PPN dan PPnBM, UU PPh.
• Untuk mewujudkan hukum pajak material ini, maka dibuatlah hukum pajak
formal, karena hukum pajak formal ini untuk mewujudkan hukum pajak
material maka dalam hukum pajak ini berisiikan tentang prosedur dan tatacara
menetapkan waktu terhutang dan tempat terhutang atas objek pajak yang ada di
hukum pajak material. Tidak hanya itu, dalam hukum pajak formal juga
menyebutkan kewajiban subjek pajak dan sanksi/denda yang akan diterima oleh
subjek pajak jika tidak membayar pajak tepat waktu dan sesuai tarif. Contoh
hukum pajak formal adalah KUP (kententuan umum dan tata cara perpajakan).
• PENGELOMPOKAN PAJAK ADA TIGA:
A. Sifat Pajak
• Pajak Subjektif
Pajak Subjektif dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak (berstatus kawin atau tidak kawin,
dan sebagainya). Pada dasarnya setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar
pajak. Namun, khusus bagi warga negara asing, apabila memiliki keterkaitan secara ekonomis dengan Indonesia (contohnya
menjadi pengusaha di Indonesia), maka juga dikenakan kewajiban pajak. Contoh dari pajak subyektif adalah Pajak Penghasilan
(PPh).
• Pajak Objektif
Dalam pengenaannya, pajak objektif hanya memperhatikan sifat obyek pajak tanpa memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib
pajak bersangkutan. Pajak objektif dikenakan pada setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila penghasilan yang dimiliki telah
memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang menggunakan alat atau benda kena pajak. Kedua, pajak yang
berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-barang mewah, dan pemindahan harta dari Indonesia ke negara lain.
Contoh pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
B. Pihak Penanggung Pajak
Pengelompokan pajak ini maksudnya adalah pembayaran pajak dilakukan kepada pihak lain pada kondisi tertentu. Pihak yang
menanggung pajak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.
C. Pihak Pemungut Pajak
• Pajak Negara
Pajak negara (Pajak pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai seluruh
kebutuhan rumah tangga. Pemungutan pajak negara memiliki tujuan pemerataan penghasilan bagi pemerintah daerah di Indonesia.
Bagi hasil diperlukan untuk menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wujud keseimbangan
penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut oleh negara (pusat) dan bersumber berada di daerah.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
• Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu objek (penghasilan yang
nyata), pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah
penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru
dapat dikenakan di akhir periode.
• Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada sebuah anggapan yang diatur
Undang-Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan
keadaan sesungguhnya.
• Stelsel Campuran
Merupakan salah satu kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir
tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.
TIMBUL DAN DIHAPUSNYA UTANG PAJAK
Timbul dan hapusnya utang pajak masih menjadi perbincangan hangat di antara para praktisi. Pasalnya,
belum ada penjelasan mengenai timbulnya utang pajak dalam undang-udang sehingga terjadi
perbedaan pendapat atau persepsi mengenai hal tersebut.
Meski belum ada peraturan yang menjelaskan tentang timbulnya utang pajak, para praktisi saat ingin
menggunakan dua teori atau dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak.
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai pajak yang
membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya). Hal ini terjadi jika
pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak di
mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus. Kemudian fiskus akan mengirimkan
surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan kepada Wajib Pajak.
2. Ajaran Materil
Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan seseorang atau
suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang memiliki utang pajak di antaranya:
Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan kegiatan impor atau ekspor, serta bepergian ke luar
negeri. Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh penghasilan, serta
memiliki kendaraan bermotor. Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian. Jadi sampai saat
ini, para praktisi menggunakan dua ajaran ini untuk menilai munculnya utang pajak pada wajib pajak.
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Ada beberapa hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak antara lain :
• Perlawanan aktif adalah usaha wajib pajak untuk tidak mau membayar pajak atau mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayarnya jauh dibawah yang semestinya.
• Perlawanan pasif yaitu perlawanan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, hal ini
biasanya dilakukan pada pajak langsung. 
Pembahasan
Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara, akan tetapi masih banyak masyarakat yang
tidak sadar akan pentingnya pajak tersebut, sehingga banyak dari mereka melakukan
perlawanan terhadap pajak dan menjadi hambatan bagi pemerintah dalam memungut pajak.
Hukum pajak adalah sebuah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
pemerintah dan warga negara, Lancarnya kegiatan pemerintahan didanai oleh pajak, Pajak
sebagai sumber APBN yang merupakan alat bagi pemerintah untuk menjalankan roda
pemerintahan dan juga melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk terciptanya kestabilan
nasional.
Oleh sebab itu, pemerintah selalu menghimbau kepada masyarakat akan pentingnya membayar
pajak dan memahami apa fungsi pajak bagi pembangunan negara, Hal ini dilakukan pemerintah
untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak.
TARIF PAJAK
• Pada dasarnya tarif pajak dinilai sebagai besaran pembayaran pajak yang
dikenakan atas barang tertentu. Sehingga nilai tarif pajak tersebut harus
dibayarkan oleh wajib pajak kepada pihak pemerintah.
• Setiap tarif pajak badan usaha dan pribadi akan memiliki jenis yang berbeda,
dan ditetapkan oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia. Maka tarif
tersebut dapat membantu wajib pajak dalam menentukan dan mengetahui
besarnya pajak yang harus dibayar.
• Seperti yang dapat Anda ketahui, bahwa pajak merupakan kewajiban dan
tanggung jawab seorang rakyat terhadap negara untuk membiayai belanja
pemerintah serta pembangunan negara. Sehingga pajak ini dapat memberikan
kesejahteraan masyarakat dan memajukan negara.
BAGIAN 2 PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH
PAJAK NEGARA
Pajak Negara (Pajak Pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah tangga.
Pemungutan pajak negara memiliki tujuan pemerataan penghasilan bagi
pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil diperlukan untuk menjaga
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wujud
keseimbangan penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut
oleh negara (pusat) dan bersumber berada di daerah.
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau PDRD adalah pungutan oleh
daerah yang merupakan salah satu hak daerah dalam menyelenggarakan
otonomi daerah. Hak-hak daerah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hasil PDRD merupakan sebagian sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain dari PDRD, sumber PAD adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. PDRD ditetapkan dengan
Undang-Undang, terbaru dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintahan daerah dilarang
melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan
Undang-Undang.
Pelaksanaan Undang-Undang PDRD di daerah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Daerah (Perda). Penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan
PDRD dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dalam hal
ini Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan
Keuangan.
BAB II KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
DASAR HUKUM
Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia, Setelah tahu bagaimana sejarah perpajakan di Indonesia,
kini kita akan membahas dasar hukum perpajakan di Indonesia pada era kemerdekaan. Untuk
lebih
jelasnya lagi, berikut ini berbagai dasar hukum yang mengatur perpajakan di Indonesia.
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur dalam UU No.
6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No. 7/1983 dan diperbarui
oleh UU No. 17/2000.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur oleh UU No.
8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.
4. Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU No. 19/1997 dan
diganti menjadi UU No. 19/2000.
5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0. 14/2002.
TAHUN PAJAK
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
SURAT KETETAPAN PAJAK
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar.
SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.
SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
KEBERATAN DAN BANDING
Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan
yang diajukan oleh Wajib Pajak.
PEMBETULAN, PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN
PEMBETULAN
ATAS PERMOHONAN WAJIB PAJAK, ATAU KARENA JABATANNYA, DIRJEN
PAJAK DAPAT MEMBETULKAN:
1. SKPKB,SKPKBT,SKPN,SKPLB
2. STP
3. SURAT KEPUTUSAN PEMBETULAN
4. SURAT KEPUTUSAN KEBERATAN
5. SURAT KEPUTUSAN PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
6. SURAT KEPUTUSAN PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
7. SURAT KEPUTUSAN PENGURANGAN KETETAPAN PAJAK
8. SURAT KEPUTUSAN PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK
9. SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN
PAJAK
10. SURAT KEPUTUSAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
YANG DALAM PENERBITANNYA TERDAPAT KESALAHAN TULIS,HITUNG DAN
ATAU KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENGURANGAN, PENGHAPUSAN, ATAU PEMBATALAN
DIRJEN PAJAK DAPAT:
• MENGURANGKAN ATAU MENGHAPUSKAN SANKSI ADM BERUPA
BUNGA,DENDA DAN KENAIKAN YANG TERUTANG SESUAI DENGAN
UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN DALAM HAL SANKSI TERSEBUT
DIKENAKAN KARENA KEKHILAFAN WP ATAU BUKAN KARENA
KESALAHANNYA
• MENGURANGKAN ATAU MEMBATALKAN SKP ATAU STP YANG TIDAK
BENAR
• MEMBATALKAN HASIL PEMERIKSAAN ATAU SKP DARI HASIL
PEMERIKSAAN YANG DILAKSANAKAN TANPA:
- PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN HASIL PEMERIKSAAN
- PEMBAHASAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN DENGAN WP
WP DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU
PEMBATALAN SKP APABILA:
• WP TIDAK MENGAJUKAN KEBERATAN ATAS SKP
• WP MENGAJUKAN KEBERATAN TETAPI KEBERATANNYA TIDAK
DIPERTIMBANGKAN OLEH DIRJEN PAJAK KARENA TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN
KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 UU KUP adalah 5 (lima) tahun
sejak Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pembetulan, keberatan, banding atau Peninjauan Kembali, daluwarsa penagihan pajak 5
(lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila :
• Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak
yang tidak melakukan pembayaran hutang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa
tersebut.
• Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran atau
penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran utang pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
• Terdapat Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat merugikan pendapatan Negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
• Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, daluwarsa
penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
PENYIDIKAN
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK
Kewajiban, wajib pajak, terdiri dari mendaftarkan untuk mendapatkan NPWP, melaksanakan
kegiatan perpajakan sendiri (menghitung, memungut,membayar, dan melaporkan pajak
terutang), kewajiban dalampemeriksaan, dan kewajiban memberikan data.
Hak wajib pajak, yang terdiri dari hak atas kelebihan pajak, hak dalampemeriksaan, hak untuk
mengajukan keberatan atau banding atau peninjauankembali atas hasil pemeriksaan, hak
dijaga kerahasiaan data wajib pajak, dan hak-hak lainnya.
SANKSI PERPJAKAN
Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti denda pidana,
pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana bila diketahui
dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar.
SANKSI ANDMINISTRASI
Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti denda, bunga dan kenaikan.
BAB III PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DASAR HUKUM
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan
Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

PENGERTIAN-PENGERTIAN
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.

PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK


• Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang bertugas : 
• melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
• memberitahukan Surat Paksa;
• melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
• melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya merupakan Pelaksana Eksekusi dari putusan yang sama kedudukannya dengan
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,
Menteri Keuangan berwenang untuk menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat dan Kepala Daerah berwenang
menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah. Pejabat inilah yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita
Pajak. Jurusita Pajak yang diangkat untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak pusat biasanya disebut juga Juru Sita
Pajak Negara (JSPN), sedangkan untuk penagihan pajak daerah biasa juga disebut Juru Sita Pajak Daerah.
PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak
tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
 
SURAT PAKSA
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak melunasi
utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.
 
PENYITAAN
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang
pajak menurut peraturan perundang-undangan.
 
LELANG
Lelang eksekusi pajak adalah lelang yang dilaksanakan untuk melakukan eksekusi atas barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung
Pajak yang sudah disita dalam rangka penagihan utang pajak yang harus dibayar kepada negara atas permintaan Pejabat.
 
PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesaturan
Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Pencegahan dan penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-
kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
GUGATAN
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang
dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.

PERMOHONAN PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN PERSYARATAN


PERMOHONAN
• 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau surat keputusan;
• permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan;
• permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan permohonan dan menggunakan format surat permohonan sesuai contoh.
• surat permohonan sebagaimana tersebut ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam
hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan
tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
KEPUTUSAN PEMBETULAN 
Apabila permohonan yang diajukan tidak memenuhi persyaratan, permohonan
pembetulan tersebut dikembalikan disertai dengan pemberitahuan tertulis sebelum
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan diterima. Meskipun permohonan
pembetulan tersebut dikembalikan, Anda masih dapat mengajukan permohonan. Selama
proses penelitian permohonan pembetulan, Anda dapat dimintai data, informasi,
dan/atau keterangan yang diperlukan. Dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, Surat Keputusan Pembetulan
harus diterbitkan. Surat tersebut berisi keputusan:
• mengabulkan permohonan Wajib Pajak dengan membetulkan kesalahan atau
kekeliruan yang dapat berupa menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan
jumlah pajak yang terutang; atau
• menolak permohonan Wajib Pajak.
Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan terlampaui namun Surat Keputusan Pembetulan
belum diterbitkan atau permohonan pembetulan tidak dikembalikan, permohonan
pembetulan tersebut dianggap dikabulkan dan Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan
sesuai permohonan.
KETENTUAN PIDANA
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi
administrasi, sedangkan yang menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana.
1. Setiap orang yang karena kealpaannya:
• tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
• menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan atau denda paling tinggi dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi tindak
pidana di bidang perpajakan di atas menjadi pidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun atau denda paling sedikit satu kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Setiap orang yang dengan sengaja:
• tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
• tidak menyampaikan SPT; atau
• menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
• menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
• memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah- olah benar; atau
• tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
• tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
di pidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi tindak pidana
di bidang perpajakan tersebut menjadi pidana penjara paling singkat enam bulan atau paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
3. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan,
dikenakan pidana dua kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir 3.
4. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau
menyampaikan SPT atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling tinggi empat kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib
Pajak. Sanksi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap poin 2 di atas menjadi pidana penjara paling singkat enam bulan atau paling lama dua tahun dan denda paling
sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan paling banyak empat kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai