Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

BAYI BARU LAHIR DENGAN


ASFIKSIA NEONATORUM
Kelompok 1 Kelas C’18
Silvia Deres NIM 18-101
Triyas Anggini P.W NIM 18-103
Vina Vitrian NIM 18-124
Tanwirotul Afidah NIM 18-127
Fera Feroneka NIM 18-140
Yuliana Eka Galuh S NIM 18-148
Dwi Yuni Lestari NIM 20-158
 
Topik Pembahasan
01 Konsep Teori

02 Asuhan Keperawatan

03 Analisis Jurnal
Pengertian Asfiksia
Neonatorum

 Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi dimana bayi


baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir.

 Asfiksia berarti kegagalan nafas yang dialami oleh bayi


baru lahir ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia,
dan berakhir dengan asidosis (Lia, 2014).
KLASIFIKASI ASFIKSIA

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance,


Pulse, Grimace, Activity, Respiration)
asfiksia dibagi menjadi 4 yaitu (Nurarif &
Kusuma, 2013):
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksi sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
ETIOLOGI
A. Faktor Ibu
1. KPD : KPD dapat mengakibatkan bayi mengalami asfiksia, baik
akibat kelahiran kurang bulan, gangguan plasenta, infeksi, dan sindrom
gawat napas. Terjadinya asfiksia pada bayi diawali dengan infeksi, baik
pada bayi cukup bulan ataupun bayi kurang bulan, keduanya saling
mempengaruhi.
2. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah uterus,
mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin.

B. Faktor Plasenta
1) Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel pada tempatnya
2) Solution plasenta dan perdarahan pada plasenta previa

C. Faktor Non Plasenta : IUGR, Premature, Gemeli, Kelainan Kongenital,


terlilit tali pusat

D. Faktor Persalinan : Partus lama dan Partus Tindakan


PATOFISIOLOGI
Pada kondisi asfiksia neonatorum, janin akan kekurangan O2 dan kadar
CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
menjadi lambat. Jika kondisi ini terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dapat dipengaruhi lagi. Munculah rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauterin dan jika kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium di dalam paru, bronkus tersumbat sehingga terjadi
atelektasis. Bila janin keluar, maka alveoli tidak akan berkembang.
Apabila asfiksia neonatorumterus berlanjut, denyut jantung mulai
menurun, pernafasan akan diganti sedangkan, tonus neuro muskuler
berkurang secara bertahap dan bayi memasuki periode apneu primer. Bayi
akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung menurun, bayi
akan lemas, dan tekanan darah bayi akan menurun. Pernafasan makin lama
makin lemah sampai memasuki apneu sekunder. Selama bayi memasuki
periode ini, tekanan darah, denyut jantung, dan kadar O2 dalam darah terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap semua rangsangan dan tidak
tampak upaya untuk bernafas secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan tidak segera dimulai.
 
MANIFESTASI KLINIS

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
d. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung)
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung
f. Takipnu (pernafasan cepat)
g. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan
organ lain.
i. Pucat
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan yang dapat dilakukan untuk bayi yang mengalami asfiksia
menurut (Sujianti, Maryanti & Budiarti, 2011):
a. Membersihkan jalan nafas menggunakan pengisap lendir dan kassa
steril
b. Memotong tali pusat dengan teknik aseptic dan antiseptic
c. Apabila bayi tidak menangis dengan kuat lakukan cara sebagai berikut:
1. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus, perut,
dan punggung dengan lembut.
2. Bila rangsangan taktil belum menunjukan hasil (menangis), lakukan mouth to
mouth (nafas buatan dari mulut ke mulut)
d. Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia
dengan cara berikut:
1. Membungkus bayi dengan kain hangat
2. Badan bayi dalam keadaan kering
3. Jangan memandikan dengan air dingin. Gunakan minyak atau baby oil unuk
membersihkan tubuhnya.
4. Kepala bayi ditutup dengan topi kepala
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium:
a. hasil Analisis Gas Darah (AGD) tali pusat menunjukkan
hasil asidosis pada darah tali pusat jika:
1) PaO2 <50 mm H2O
2) PaCO2 >55mm H2
3) pH<7,30
b. pH tali pusat tingkat 7,20-7,24 menunjukan status
parasidosis
c. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): kadar Hb 15-20gr dan
Ht 43%-41%
d. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Tes ini
dapat menentukan adanya kompleks antigen-antibodi
pada membran sel darah merah (eritrosit) menunjukkan
kondisi hemolitik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

2. Adapun pemeriksaan diagnostik menurut (Manuaba,


2008) antara lain:
a. Foto polos dada guna mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung dan kelainan paru, dan ada tidaknya
aspirasi mekonium.
b. USG (kepala) guna mendeteksi adanya perdarahan
subepidermal, pervertikular, dan vertikular.
PENGOBATAN FARMAKOLOGI DAN
NON FARMAKOLOGI

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung pada bayi tetap yaitu


80x/menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat, kompresi dada
paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol. Obat-obatan untuk bayi
dengan asfiksia yaitu:
1. Beri bayi adrenalin (larutan 1:10.000) diberikan dengan dosis 0,1-0,3
ml/kg BB. Apabila bayi asfiksia mengalami bradikardi diberikan sublngua;
atau diberikan intravena.
2. Natrium Bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg BB
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan dextrose 10% dalam perbandingan 1;1
disuntikkan perlahan pada vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
3. Infus NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 10ml/kg BB
Sedangakan pada non farmakologi dapat melakukan
Sedangakan pada non farmakologi dapat melakukan
tindakan sebagai berikut:
tindakan sebagai berikut:
1. Resusitasi
1. Resusitasi
Metode resusitasi yaitu membuka jalan nafas yang
Metode resusitasi yaitu membuka jalan nafas yang
bertujuan memastikan terbuka tidaknya jalan nafas:
bertujuan memastikan terbuka tidaknya jalan nafas:
a. Meletakkan bayi dengan posisi yang benar yaitu
a. Meletakkan bayi dengan posisi yang benar yaitu
secara terlentang atau miring, leher agak ektensi.
secara terlentang atau miring, leher agak ektensi.
Letakkan selimut/handuk yang digulung dibawah bahu
Letakkan selimut/handuk yang digulung dibawah bahu
agar terangkat 2-3 cm diatas matras. Apabila terdapat
agar terangkat 2-3 cm diatas matras. Apabila terdapat 2. Pemberian Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
lendir, kepala bayi dimiringkan agar lendir berkumpul di
lendir, kepala bayi dimiringkan agar lendir berkumpul di 2. Pemberian Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
mulut sehingga mudah disingkirkan. VTP lebih efektif apabila kecepatan ventilasi
mulut sehingga mudah disingkirkan. VTP lebih efektif apabila kecepatan ventilasi
b. Membersihkan jalan nafas. Apabila air ketuban tidak 40-60x/menit. Tujuan dari tindakan ini untuk
b. Membersihkan jalan nafas. Apabila air ketuban tidak 40-60x/menit. Tujuan dari tindakan ini untuk
bercampur mekonium, hisap dari mutu dan hidung. membantu bayi baru lahir memulai pernafasan
bercampur mekonium, hisap dari mutu dan hidung. membantu bayi baru lahir memulai pernafasan
Apabila tercampur mekonium, hisap cairan dari trakea dengan cara:
Apabila tercampur mekonium, hisap cairan dari trakea dengan cara:
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET) a. Bayi diletakkan pada posisi yang benar
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET) a. Bayi diletakkan pada posisi yang benar
b. Nafas pertama setelah lahi membutuhkan 30-
b. Nafas pertama setelah lahi membutuhkan 30-
40 cm H2O
40 cm H2O
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 H2O
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 H2O
c. Bayi dengan penyakit paru-paru
c. Bayi dengan penyakit paru-paru
membutuhkan20-40 cm H2O
membutuhkan20-40 cm H2O
d. Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila
d. Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila
digunakan balon yang memiliki pengukur tekanan
digunakan balon yang memiliki pengukur tekanan
ASUHAN KEPERAWATAN
Bayi Ny. “I” pada 0 jam pertama bayi tidak menangis kuat,
pergerakan tidak aktif, warna kulit kebiruan dan tonus otot
kurang baik dan bayi segera dirujuk ke RSUD Adjidarmo
dengan diagnosa NCB SMK 0 Jam dengan Asfiksia
Sedang. Pada 6 jam berat badan normal yaitu 3650 gram.
Bayi sudah mendapatkan suntik vit k dan bayi
mendapatkan therapy umbilical infuse dextrose dan bayi
mendapatkan oksigen ½ liter. Pada tanggal 01-01-2018
pukul 13.00 WIB keadaan bayi baik dan bayi sudah
diperbolehkan pulang. Bayi Baru Lahir hari ke 6
didapatkan peningkatan BB 3800 gram, hal ini normal dan
tali pusat telah lepas. Pada bayi 2 minggu keadaan bayi
tidak ditemukan masalah, BB 4200gram, bayi masih
mendapatkan ASI serta mau menyusu. bayi di berikan
imunisasi BCG dan polio 1 pada usia 6 minggu di
posyandu.
KASUS
KASUS
KASUS
ANALISIS JURNAL

Judul EFEKTIFITAS MUSCLE PUMPING DALAM MENINGKATKAN


SCORE APGAR PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
Penulis Wiwit Desi Intart, Lina Puspitasari, dan Restu Ika Pradani
Nama Jurnal/ Jurnal Kebidanan/ Vol. 08/ Nomor 01/ Tahun 2016
Volume/ Nomor/
Tahun
Analisis Penelitian dilakukan untuk mengetahui keefektifan muscle
pumping dalam meningkatkan APGAR score pada BBL dengan
asfiksia. Penelitian ini melibatkan 40 sample secara random dan
menggunakan instrumen lembar observasi dan APGAR score.
Jenis kelamin bayi laki-laki 22 dan perempuan 18. Bayi yang
menjadi responden dengan nilai APGAR score <7. Penelitian
dibagi menjadi 2 yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
ANALISIS JURNAL
Hasil Pada kelompok intervensi (20 responden) muscle pumping mempunyai
hasil 100% mengalami kenaikan pada APGAR score. Sedangkan, pada
kelompok kontrol tanpa dilakukan tindakan muscle pumping
mendapatkan hasil 11 bayi asfiksia mengalami peningkatan skor APGAR
(55%), 8 bayi asfiksia tanpa perubahan skor APGAR (40%) dan 1 bayi
asfiksia mengalami penurunan skor APGAR.

Intervensi Terbaru Muscle Pumping


Kelebihan Agar tidak terjadi masalah dalam beberapa hari sesudah kelahiran, yaitu
kejang, apnu yang sering terjadi sesudah asfiksia berat saat kelahiran,
ketidakmampuan mengisap ASI dan tonus motorik buruk, tungkai lemas atau
kaku (spastis).
Selain itu dapat membantu bayi baru lahir beradaptasi dengan cara
memperlancar aliran darah vena yang ada di ekstremitas bawah menuju ke
jantung serta dapat merangsang otot pernapasan bayi baru lahir.
Kekurangan Dalam jurnal tidak terdapat keterangan menit keberapa dapat dilakukan
tindakan muscle pumping setelah tindakan resusitasi.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai