Anda di halaman 1dari 17

BAB 6

BAGAIMANA
MEMBUMIKAN ISLAM DI
INDONESIA
SETELAH MENGKAJI BAB INI MAHASISWA MAMPU MENGANALISIS AJARAN ISLAM
DALAM KONTEKS KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN DAN MAHASISWA MAMPU
MENYAJIKAN HASIL PROYEK KERJA TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN ISLAM DALAM
KONTEKS KEMODERENAN DAN KEINDONESIAAN (KD 3.6 DAN 4.6)
AYAT TERKAIT

• Al-Nahl 125
• Ali Imron 159
• Al-Maidah 58
• Al-Baqoroh 256
TINJAUAN HISTORIS ISLAM MASUK KE
INDONESIA
• Islam hadir di Nusantara ini sebagai agama baru dan pendatang. Dikarenakan kehadirannya lebih belakang dibandingkan dengan agama
Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme. Terlepas dari subtansi ajaran Islam, Islam bukan merupakan agama asli bagi bangsa Indonesia,
melainkan agama yang baru datang dari Arab. Sebagai agama baru dan pendatang saat itu, Islam harus menempuh strategi dakwah
tertentu, melakukan berbagai adaptasi dan seleksi dalam menghadapi budaya dan tradisi yang berkembang di Indonesia
• Perkembangan Islam di Nusantara ini merasakan berbagai pengalaman, disebabkan adanya keberagaman budaya dan tradisi pada setiap
pulau tersebut. Bahkan dalam satu pulau saja bisa melahirkan berbagai budaya dan tradisi. Perjumpaan Islam dengan budaya (tradisi) lokal
itu seringkali menimbulkan akulturasi budaya. Kondisi ini menyebabkan ekpresi Islam tampil beragam dan bervariasi sehingga kaya
kreativitas kultural-religius, tetapi dalam wilayah dan/bidang tertentu telah terjadi penyimpangan dari Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw setidaknya kekurangsempurnaan dalam mengamalkan ajaran-ajaran dasar Islam
• Realitas ini merupakan risiko akulturasi budaya, tetapi akulturasi budaya tidak bisa dibendung ketika Islam memasuki wilayah baru. Jika
Islam bersikap keras terhadap budaya atau tradisi lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri bahkan peperangan
dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti perang Padri di Sumatera. Maka jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi
terhadap budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan Islam yang khas.
Ekpresi Islam lokal ini cenderung berkembang sehingga menimbulkan Islam yang beragam.
PERAN WALISONGO DALAM DAKWAH ISLAM

• Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada aba ke -15 dan khususnya di tanah Jawa, Walisongo
mempunyai peran yang cukup besar dalam proses akulturasi Islam dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam
menyebarkan Islam dan mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat secara persuasif. Kemampuan memadukan
kearifan local dan nilai-nilai Islam mempertegas bahwa agama dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
• Secara sosiologis, keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik tempat pusat kekuatan masyarakat, yaitu di Surabaya,
Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan kerabat mereka pun memiliki peran yang signifikan juga dalam penyebaran Islam secara
kultural.Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan gerakan dakwah
Walisongo dtampak sekali terdapat usaha membumikan Islam. Fakta tentang pribumisasi Islam yang dilakukan Walisongo
dalam dakwahnya terlihat sampai saat ini. Sejumlah istilah local yang digunakan untuk menggantikan istilah yang berbahasa
Arab, contohnya Gusti Kang Murbeng (Allahu Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru (Ustadz), bidadari (Hur),
sembahyang (shalat), dan lain-lain.
• Sejak masa Wali Songo, Islam di Indonesia memiliki dua model di atas. Kelompok formalis lebih mengutamakan aspek fikih
dan politik kenegaraan, sedangkan kelompok esensialis memprioritaskan aspek nilai dan kultur dalam berdakwah. Di era
kemerdekaan sampai dengan era pascareformasi, polemik antara kedua model keberagamaan ini masih tetap ada.
PRINSIP DAN ETIKA DAKWAH ISLAM

• Dakwah pada prinsipnya merupakan ajakan, seruan, atau panggilan. Sebagai kewajiban agama sudah selayaknya
dakwah itu dijauhkan dari unsur paksaan atau pun kekerasan baik dalam bentuk terang-terangan atau pun
tersembunyi. Adapun dari segi materinya pun harus mampu menyentuh hati dan menggugah akal mereka
sehingga rasionalitas dan emosionalitas sasaran dakwah berjalan secara seimbang. (Ismail, 2018: 171)
• Setiap aktifitas dakwah baik itu ditujukan pada diri sendiri atau pun kepada kelompok non-muslim haruslah
berpegang teguh kepada etika dan prinsip dakwah. Hal tersebut telah difirmankan oleh Allah swt (An-Nahl: 125).
َ ‫ض َّل َع ْن َسبِيلِ ِه ۖ َوهُ َو أَ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْهتَ ِد‬
‫ين‬ َ ‫ظ ِة ْال َح َسنَ ِة ۖ َو َجا ِد ْلهُ ْم ِبال َّ ِتي ِه َي أَحْ َس ُن ۚ إِ َّن َرب ََّك هُ َو أَ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬
َ ‫يل َرب َِّك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
ِ ِ‫ع إِلَ ٰى َسب‬
ُ ‫ا ْد‬
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
• Allah mengingatkan juga untuk tidak menggunakan kekerasan dalam berdakwah sebagaimana
termaktub dalam Quran.

‫ال ْ َقل ِْبل َان ْ َف ُّضوا ِم ْن َح ْولِ َك‬ ‫يظ‬


َ ِ ‫ل‬ ‫غ‬
َ ‫ا‬‫ظ‬ ً ‫ف‬
َ
ّ َ ‫ت‬ْ ‫ن‬ُ ‫ك‬ ‫َو‬ ‫ل‬ ‫و‬
ْ َ ْ َ ۖ ‫ـ‬
‫م‬ ‫َه‬
ُ ‫ل‬ ‫ت‬ ْ ‫ن‬ ِ ‫ل‬ ِ
‫ه‬ َ ّ ‫َف ِب َما َر ْح َم ٍة ِم َن الل‬
‫عل َى الل ّ َ ِه‬
َ ‫ت َفتَ َوك َّ ْل‬
َ ‫ع َز ْم‬
َ ‫استَ ْغ ِف ْر ل َُه ْم َو َشا ِو ْر ُه ْم ِفي ال ْأ َ ْم ِر ۖ َف ِإ َذا‬ ْ ‫عن ْ ُه ْم َو‬
َ ‫اع ُف‬ ْ ‫ۖ َف‬
َ ِ‫ب ال ُْمتَ َو ِك ّل‬
‫ين‬ ُّ ‫ۚ ِإ َّن الل ّ َ َه يُ ِح‬
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. ((Ali Imran: 159).
• Dalam masyarakat yang pluralistik saat ini diperlukan pengembangan kiat-kiat baru bagi para
pendakwah dengan menyelaraskan dengan kemajuan tekhnologi dan modernitas. Penggunaan media
massa dan internet dirasa sangat pas dalam menyebarkan dakwah yang lebih luas lagi. Artinya, metode
seperti ini juga menandakan sama dengan para Walisongo pada zaman dahulu menggunakan media
tradisionalT
• Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama yang saintifik, yang secara
serius memperlihatkan pelbagai pendekatan, Pendekatan Islam monodisiplin tidak lagi memadai untuk
menjawab tantangan zaman yang dihadapi umat Islam di pelbagai tempat. Agar diperoleh pemahaman
Islam yang saintifik di atas diperlukan pembacaan teks-teks agama (Quran, Al-Hadīts, dan turats)
secara integratif dan interkonektif dengan bidang-bidang dan disiplin ilmu lainnya
• Di sisi lain, Islam yang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, mau tidak mau, harus beradaptasi
dengan nilai-nilai budaya lokal (kearifan lokal). Sebagai substansi, Islam merupakan nilai-nilai
universal yang dapat berinteraksi dengan nilai-nilai lokal (local wisdom) untuk menghasilkan suatu
norma dan budaya tertentu. Islam sebagai raḫmatan lil „āīamin terletak pada nilai-nilai dan prinsip-
prinsip kemanusiaan universal yang dibangun atas dasar kosmologi tauhid. Nilai-nilai tersebut
selanjutnya dimanifestasikan dalam sejarah umat manusia melalui lokalitas ekspresi penganutnya
masing-masing.
DISKUSIKAN!

• Coba Anda telusuri implikasi dari pemahaman pribumisasi Islam


• Dalam proses pembumian Islam di Indonesia! Faktor-faktor apa saja yang kemungkinan
menjadi pendukung atau penghambat? Diskusikan dengan teman-teman Anda!
• Menjadi seorang muslim tidak berarti harus kehilangan identitas sebagai orang Indonesia.
Identitas keislaman dan keindonesiaan hendaknya dapat menyatu menjadi karakter yang utuh
dalam diri kita. Coba tanyakan kepada teman Anda bagaimana karakter seorang muslim? Dan
bagaimana pula karakter orang Indonesia? Tanyakan lebih lanjut, bagaimana formula
perpaduan karakter muslim yang Indonesia dan Indonesia yang muslim?
MENGGALI SUMBER TENTANG PRIBUMISASI ISLAM

• HISTORIS
• SOSIOLOGIS
• TEOLOGIS DAN FILOSOFIS
MENGGALI SUMBER HISTORIS

• Pribumisasi islam diperkenalkan oleh KH Abdurrahman Wahid.


• Pribumisasi Islam adalah psikologi indigenos yang mengembangkan spiritualitas keberagamaan berangkat dari kearifan
lokal.
• Pribumisasi menampik bahwa praktik bahwa praktik keislaman “tidak selalu identik”dengan pengalaman Arab

(Arabisme )
• Pribumisasi islam mengambil bentuk seni vokal (tembang) yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral
islam.
• Dakwah yang dilakukan oleh para dai selalu mempertimbangkan kearifan local
• Dakwah Wali Songo di Pulau Jawa merupakan contoh yang sengaja melakukan akulturasi islam. Misal : tembang,
permainan rakyat, dan pagelaran wayang.
MENGGALI SUMBER SOSIOLOGIS

• Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.


• Keberhasilan islamisasi generasi awal disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. faktor strategi dakwah
Para dai musilm berhasil melakukan pendekatan persuasif, kultural, dan politik terhadap penduduk Indonesia.
2. faktor daya tarik ajaran islam itu sendiri
Prinsip egalitarian/kesejajaran manusia pada satu sisi dan corak sufistik yang dibawa oleh para dai imigran pada sisi
lain Ajaran tentang kesamaan derajat, menarik di kalangan prbumi, terutama di kalangan yang selama ini hidup
dalam strata/kasta rendah yang sering menjadi objek eksploitasi oleh kasta di atasnya. Corak islam sufistik karena
adanya titik-titik persamaan dengan kepercayaan dan agama mereka, dan sarat dengan ajaran moral dan kontemplatif
tidak begitu asing bagi tradisi masyrakat setempat
MENGGALI SUMBER TEOLOGIS DAN FILOSOFIS

• Tauhid bukan sekadar pengakuan bahwa tiada ilah selain Allah tapi pemaknaan terhadap tauhid
melampaui dari sekedar eksistensinya yang tunggal.
• Hanya Dia yang tunggal, dan selain Dia adalah plural
• Hanya Yang Esa saja yang memiliki kebenaran dan kekuasaan mutlak, sedangkan yang plural

pastilah memiliki kebenaran dan kekuasaan yang relatif .


• Artinya sebagai makhluk, kita harus mampu memanfaatkan dan mendayagunakan fitrah
pluralitas kita ini, sebagai media untuk menampilkan kebenaran dan keindahan Tuhan di alam
ini.
MENGGALI SUMBER TEOLOGIS

• Dalam QS Al-Maidah/5:48 bahwa tujuan penciptaan realitas yang plural adalah agar
manusia saling berlomba-lomba untuk berjuang mewujudkan masyarakat utama.
Hal ini berarti , bahwa islam berupaya menginkari dan melenyapkan (QS Al-
Baqarah/2:256) karena Tuhan menciptakan perbedaan sebagai sarana untuk mendorong
berlomba dalam kebaikan di antara umat manusia.
MENGGALI SUMBER FILOSOFIS

• Didasari oleh paradigma sufistik


• Dalam paradigma sufistik, agama memiliki 2 wajah yaitu aspek esoteris (aspek dalam) dan aspek
eksoteris (aspek luar)
• Dalam tataran esoteris, semua agama adalah sama karena berasal dari Tuhan Yang Tunggal
• Dalam pandangan sufistik, bahkan dikatakan semua mawujud di alam ini pada hakikatnya beraal dari
wujud yang satu (Tuhan Yang Maha Esa)
• Perbedaan mawujud semua dibingkai dalam satu keesaan wujud.

• Tuhanlah satu-satunya wujud .


URGENSI PRIBUMISASI ISLAM

• Islam mengajarkan bahwa perbedaan itu adalah fitrah dari Tuhan, tetapi dalam menjalani
hidup hendaknya kita tidak mempertajam perbedaan tersebut.
• Kita harus mencari unsur-unsur persamaan di antara sesama manusia.
• Contoh : berbeda suku bangsa, adat, dan bahasa tetapi harus mengedepankan kesadaran
bahwa kita adalah bangsa Indonesia
• Mendeskripsikan dan Mengkomunikasikan Pribumisasi Islam sebagai Upaya Membumikan
Islam di Indonesia
• Corak keberagamaan masyarakat Islam di Indonesia
MENELUSURI TRANSFORMASI WAHYU DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP CORAK KEBERAGAMAAN

• HIGH TRADITION
Islam menurut bagian ini adalah firman Allah yang menjelaskan syariat-syariat yang terhimpun dalam
shuhuf/kitab suci (al quran) yang secara tegas menyatakan bahwa hanya Tuhan yang paling mengetahui
maksud dan makna firman-Nya. Sehingga kebenaran islam dalam high tradition adalah benar dan mutlak.
• LOW TRADITION
Pada bagian ini islam dan firman Allah berinteraksi dengan realita dan keberagaman yang ada di masyarakat.
Penafsiran islam dan pemaknaan islam dapat menjadi fleksibel guna menyelaraskan keadaan dan kondisi di
masyarakat yang berbeda-beda. Pada bagian ini islam telah menjadi bagian dari kehidupan bumi dan membaur
dengan keadaan sosial-budaya masyarakat yang berbeda-beda. Sehingga tercipta berbagai madzhab dan aliran
dalam agama islam
Terima Kasih
dan
Semoga Sukses!!!

Anda mungkin juga menyukai