Anda di halaman 1dari 248

Neurologi

UKDI MANTAP

dr. Gandhi A. Febryanto


dr. Anindya K. Zahra
dr. Akhmad Suryonurafif
dr. Erwin Widi Nugraha
dr. Alexey Fernanda N
dr. M. Dzulfikar Lingga
Glasgow Coma Scale (GCS)

Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan penilaian status kesadaran secara kuantitatif. Skor
maksimal adalah GCS=15, skor minimal adalah GCS=3
Pediatric Coma Scale (PCS)
Derajat Kesadaran Secara Kualitatif
• Di dalam neurologi, secara kualitatif kesadaran
dibagi menjadi :
– Compos mentis = sadar penuh, respon terhadap
semua jenis rangsangan (+)
– Somnolen = kondisi penurunan kesadaran dimana
pasien masih bisa merespon terhadap
rangsangan verbal dan nyeri
– Stupor = kondisi penurunan kesadaran dimana pasien
tidak merespon terhadap rangsangan verbal, namun
masih merespon terhadap rangsangan nyeri
– Coma = unarousable unresponsiveness state, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun
• Coma ≠ brain death. Pada coma, refleks batang otak
masih
bisa ada.
Etiologi Gangguan Kesadaran
1. Proses Difus dan Multifokal
– Metabolik (hipo atau hiperglikemia, gagal hati, gagal ginjal, keracunan
(obat-obatan, alkohol)
– Infeksi
– Konkusio dll.
2. Lesi Supratentorial
– Hemoragik (EDH, SDH, ICH) Lateralisasi -> TTS
– Infark (embolus, trombus).
– Tumor (primer, sekunder, abses). T rauma
3. Lesi Infratentorial.
– Hemoragik (serebelum, pons). T umor
– Infark batang otak.
– Tumor serebelum. S troke/Sirkul
– Abses serebelum.
asi
Etiologi Gangguan Kesadaran
• Mneumonic = “SEMENITE”
– S  Sirkulasi = gangguan pembuluh darah otak (infark
atau perdarahan)
– E  Ensefalitis = infeksi sistem saraf pusat oleh
bakteri, virus, atau fungi
– M  Metabolik = gangguan metabolik sistemik yang
menekan kerja otak, misal : koma hipoglikemia, koma
uremikum, koma hepatikum
– E  Elektrolit = gangguan keseimbangan elektrolit
(misal hiponatremia)
– N  Neoplasma = tumor primer atau tumor
sekunder
– I  Intoksikasi, misal intoksikasi opiat
– T  Trauma = cedera kepala
– E  Epilepsi
Pendekatan diagnostik pada pasien
tidak sadar
Membedakan secara cepat faktor penyebab
apakah kerusakan stuktural atau metabolik
dan penatalaksanannya.
Komponen yang harus diperiksa pada tingkat
kesadaran meliputi
Pola pernafasan
Ukuran dan reaksi pupil
Pergerakan mata dan
respon okulovestibuler
Respon motorik
Additional note :
Biot's respiration breathin-
g characterized by
irregular periods of apnea
alternati ng with periods in
which4 or 5 breaths of
identical depth are taken;
Epileps

y
Bangkitan (Seizure)  terjadinya tanda/gejala
yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal
yang abnormal dan berlebihan di otak
• Epilepsi  penyakit otak yang ditandai dengan
kondisi/gejala berikut :
– Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2
bangkitan reflex dengan jarak waktu antar bangkitan
pertama dan kedua lebih dari 24 jam

Bangkitan reflex : bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor


pencetus spesifik e.g stimulasi visual, auditorik, somatosensorik,
somatomotorik

Pedoman Tatalaksana Epilepsi (PERDOSSI,


2014)
Type of Epilepsy
Simpe Partial VS Complex Partial
Seizures
Grand Mal (Generalized Tonic Clonic
Seizure)
Absensce vs Complex Partial Seizure

Atypical absence seizures are similar to typical absence seizures,


except they tend to begin more slowly, last longer (up to a few
minutes), and can include slumping or falling down.The person may
also feel confused for a short time after regaining consciousness (post-
ictal confusion)
Status Epilepticus
• Suatu keadaan kejang atau serangan epilepsi
yang terus-menerus disertai kesadaran
menurun selama >30 menit; atau kejang
beruntun tanpa disertai pemulihan kesadaran
yang sempurna
ANTI-EPILEPTIC DRUGS
OAE (Obat Anti Epilepsi) Lini Pertama
(PERDOSSI)

(VPA=Asam valproat; LTG=Lamotrigine; CBZ=carbamazepin; PHT=phenytoin;


PB=phenobarbital)
Treatment Recommendation
“If complete seizure control is accomplished
by an anticonvulsant, a minimum of 2 seizure-
free years is an adequate and safe period of
treatment for a patient with no risk factors”

“When the decision is made to


discontinue the drug, the weaning process
should occur for 3-6 months, because
abrupt withdrawal may cause status
epilepticus ”
National Institute of Health and Clinical Excellence. The diagnosis and management of
the epillepsies in adults and children in primary and secondary care. 2012
Efek Samping Obat Antiepilepsi
Obat Efek Samping

Fenitoin Mual , ruam, bicara cadel, kebingungan, insomnia, sakit kepala, penyakit
gusi, anemia defisiensi folat

Fenobarbital Adiktif, mengantuk, pingsan, penyimpangan memori

Ethosuximide Autoimmune / lupus

Carbamazepine Ataxia,nystagmus, dysarthria, vertigo, sedatif

Asam valproat Iritasi saluran cerna, mual, nafsu makan dan BB meningkat, tremor,
rambut rontok, bengkak, trombositopenia, gangg. Fungsi hati
STROKE
Strok
e
• Stroke adalah gangguan fungsional otak
fokal
maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak
dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekunder karena trauma maupun infeksi
(WHO MONICA, 1986)
Klasifikasi Stroke
• Stroke non-perdarahan/ischemik/infark (SNH)
– Berdasarkan arteri yang terlibat :
• Large artery stroke
• Lacunar stroke
– Berdasarkan tipe penyumbatan :
• Thrombotic stroke
• Embolic stroke  paling sering disebabkan cardiac emboli
dari gangguan irama jantung (e.g : atrial fibrillation)
• Stroke perdarahan (SH)
– Intracerebral hemorrhage (ICH)
– Subarachnoid hemorrhage (SAH)
Terminologi dalam Serangan Iskemik
• Transient Ischemic Attack (TIA) / mini stroke = defisit
neurologis fokal akut yang timbul karena gangguan aliran
darah otak sepintas dimana kemudian defisit neurologis
menghilang secara lengkap dalam waktu <24 jam

• Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND) = defisit


neurologis fokal yang timbul karena gangguan aliran
darah otak dimana kemudian defisit neurologis
menghilang secara lengkap dalam waktu >24 jam dan <72
jam

• Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficits


(PRIND) defisit neurologis fokal yang timbul karena
gangguan aliran darah otak dimana kemudian defisit
neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu >72
jam dan <7hari
Terminologi dalam Stroke Iskemik
• Stroke In Evolution (Progressing Stroke) =
defisit neurologis karena gangguan aliran
darah otak yang terus memburuk setelah 48
jam
• Completed Stroke = defisit neurologis karena
gangguan aliran darah otak yang secara cepat
menjadi stabil / menetap dan tidak
berkembang lagi.
Perbedaan SH dan SNH
Stroke Ischemik (~80%)

• Infark akut (4 jam) • Infark sub-akut (4 hari)


• Gambaran gray-white • Perubahan zona gelap
junction hampir tidak (hipodensitas)
kelihatan dan sulcus tidak tampak jelas & “mass
tampak (edema cerebri effect” (kompresi
fokal)
ventrikel)
CT SCAN pada stroke ischemik bukan merupakan gold standard, namun merupakan
pemeriksaan penunjang awal untuk menyingkirkan adanya perdarahan
Intracerebral Hemorrhage (ICH)

• Dapat disebabkan karena trauma atau spontan.


• ICH spontan merupakan stroke hemorrhagik dan paling sering disebabkan
oleh hypertensive hemorrhage pada deep penetrating branches dari
arteri-arteri cerebral
Subarachnoid Hemorrhage (SAH)

• Aneurisma arteri-arteri pada circulus arteriosus Willis


• Thunderclap headache  nyeri kepala terhebat yang pernah dirasakan pasien
• Muntah, kaku kuduk
• Tanda-tanda iritasi meninges (meningismus)
• Gambaran hiperdense (darah) yang mengisi hingga celah-celah sulci dan fissura
SINDROM
VASKULAR PADA
STROKE
Lobus dan Area (Broadmann) Fungsi
FRONTAL
Gyrus precentralis (4) Pusat motoris primer
Area Broca (44,45) Pusat bahasa
Area premotoris motoris Gerakan
(6) Frontal eye manipulatif Scanning
field (8) bola mata
Prefrontal (9-12) Kepribadian, inisiatif
PARIETAL Pusat sensoris
Gyrus primer
postcentralis (1- Stereognosis
3)
TEMPORAL
Area asosiasi
Korteks auditori Pusat pendengaran
somatik (5,7) (41,42)
primer/Heschl
Gyrus temporalis media Memori dan
dan inferior pembelajaran
Area Wernicke (22) Pusat bahasa sensoris
OKSIPITAL
Korteks visual primer Pusat penglihatan
(17) Korteks asosiasi Asosiasi visual
visual (18,19), tinggi (39)
HOW TO DIAGNOSE APHASIA ?
Manajemen Stroke Ischemik Akut
• Trombolisis r-TPA (recombinat tissue plasminogen
activator)
– Rekomendasi kuat untuk diberikan sesegera mungkin
setelah diagnosis stroke ischemik akut ditegakkan
– Trombolitik dengan t-PA intravena, bila diberikan dalam 3
jam paska onset, dapat memberikan benefit untuk stroke
ischemik ( stroke atherothombotik/atheroembolik,
cardioembolik, dan lacunar
– Dosis r-TPA- = 0,9 mg/Kg, 10% sebagai bolus inisial, 90%
dalam infus selama 60 menit
– Antikoagulan atau antiplatelet tidak boleh diberikan dalam
24 jam

Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke


Tromboliti
k
Onset < 3 jam - jika diberikan segera outcome lebih baik
„Stroke onset = dari saat terakhir tampak normal
„Jangan diberikan jika glukosa darah <50 mg%
Jangan diberikan jika tekanan darah >185/110
Risiko kecacatan  30% walaupun ~5% risiko ICH
simtomatik

< 3 jam 3 - 4.5 jam


 Merupakan batas mutlak  Jangan diberikan jika:
• Usia > 80 tahun
 Tidak ada batasan luas lesi
• NIHSS > 25
 Dapat diberikan pada pasien • DM, riwayat stroke
yg sebelumnya riwayat sebelumnya
penggunaan warfarin dan INR • Riwayat pemakaian warfarin
< 1.7
Manajemen Stroke Ischemik Akut
• Antihipertensi
– Pada stroke ischemik, TD diturunkan 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama apabila
TDS>220 mmHg atau TDD>120 mmHg
– Pada pasien stroke ischemik akut yang akan
mendapat trombolitik, tekanan darah diturunkan
hingga TDS<185 mmHg dan TDD<110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga
TDS<180 mmHg dan TDD<105 mmHg selama 24 jam
paska pemberian rTPA.
– Obat antihipertensi yang dapat digunakan : labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem IV

Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI


Manajemen Stroke Ischemik Akut
• Antiplatelet
– Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam
setelah onset dianjurkan untuk setiap stroke
ischemik akut
– Jika akan dilakukan trombolitik, tunda pemberian
antiplatelet
• Antikoagulan
– Secara umum, pemberian heparin, LMWH, dan
heparinoid tidak bermanfaat pada stroke ischemik
akut

Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI


EVIDENCE
Manajemen Stroke Perdarahan
Intracerebral Akut
• Antihipertensi
– Bila TDS>200 mmHg atau MAP>150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan
obat antihipertensi IV secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
– Bila TDS>180 mmHg atau MAP>130 mmHg disertai
dengan tanda dan gejala peningkatan TIK, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi IV secara kontinyu atau intermiten
dengan pemantauan CPP≥60 mmHg
Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI
Manajemen Stroke Perdarahan
Intracerebral Akut
• Antihipertensi
– Bila TDS>180 mmHg atau MAP>130 mmHg tanpa
disertai dengan tanda dan gejala peningkatan TIK,
tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi IV secara
kontinyu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg
– Bila TDS<180 mmHg dan TDD<105 mmHg, tunda
pemberian antihipertensi
Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI
Manajemen Stroke Perdarahan
Subarachnoid (PSA)
Antihipertensi
• Untuk mencegah terjadinya perdarahan
subaraknoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah
diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
• Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme
• Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui
dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA
karena dapat memperbaiki keluaran fungsional
pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.
Guideline Stroke tahun 2011. POKDI Stroke
SECONDARY PREVENTION
Lifestyle Modification

Blood Pressure Lowering


• Semua pasien stroke/TIA mendapat antihipertensi kecuali terdapat hipotensi simptomatik

Antiplatelet Therapy
• Long-term antiplatelet therapy diberikan pada semua penderita stroke iskemik/TIA yang
tidak mendapat terapi antikoagulan
• Dapat diberikan Aspirin+dipyridamole (atau aspirin saja pada pasien yang alergi
dipyridamole) ATAU Clopidogrel

Anticoagulant Therapy
• Diberikan pada penderita stroke iskemik/TIA yang memiliki atrial
fibrilation/cardioembolic stroke
Cholesterol Lowering
JNC VII : PROGRESS study
• For secondary stroke prevention, a diuretic
(indapamide) and ACE inhibitor (perindopril
or ramipril) are effective and complementary
to other antiatherogenic and
antithrombogenic therapies, including aspirin.
• For primary stroke prevention, all major
classes of antihypertensive drugs are effective
JNC VII : HOPE study
• Control of hypertension in diabetics and
treatment of high-risk diabetic patients with
the ACE inhibitor ramipril prevent stroke
• Ramipril, at a dose of 10 mg/day, achieved a
significant 32% reduction in total stroke, and
recurrent strokes were reduced by 33%.
Management of TIA
• Evaluation within hours after onset of
symptoms
• CT scan is necessary in all patients
• Antiplatelet therapy with aspirin (50-325
mg/d), consider use of clopidogrel, ticlopidine,
or aspirin-dipyridamole in patients who are
intolerant to aspirin or those who experience
TIA despite aspirin use
Cilostazol EBM
• Cilostazol (100 mg) 2 kali sehari menunjukkan efek yang
signifikan terhadap kejadian stroke berulang dibandingkan
plasebo (41,7% p= 0,0150; event rate/year cilostazol 3,37% vs
plasebo 5,78%) dan efektif untuk mencegah lakunar infark
pada differential analysis. (Japanese Guidelines, Class I, Level
of evidence A)
• Rasio terjadinya stroke serta rasio terjadinya perdarahan
pada cilostazol secara signifikan lebih rendah bila
dibandingkan aspirin. Penurunan relatif risiko terjadinya
stroke, cilostazol vs aspirin adalah 25,7% p= 0,0357 (yearly
late of cerebral infarction cilostazol 2,76% vs aspirin 3,37%).
Penurunan risiko relative terjadinya perdarahan pada
cilostazol terhadap aspirin sebesar 54,2% (p= 0,0004). Insiden
perdarahan pertahun untuk cilostazol 0,77%, sedangkan
aspirin 1,78% (Japanese Guidelines, Class I, Level of evidence
A)
Dose :
Manitol 20% : initial bolus of 0.25–1
g/kg (the higher dose for more urgent
reduction of ICP) followed by 0.25–0.5
g/kg boluses repeated every 2– 6 h as
per requirement.
MEMORI
• Proses pengolahan informasi yang melibatkan
struktur - struktur otak
• Jenis-jenis memori
– Short-term memory = e.g working memory
– Long-term memory = declarative memory
(explicit) VS non-declarative memory (implicit)
• Proses yang terlibat dalam memori : encoding,
consolidation, storage, retrieval
ENCODING
• Terjadi di area-area asosiasi neocortex
• Informasi dari berbagai reseptor didaftarkan
di area sensorik tinggi dan diasosiasikan satu
sama lain
• Working memory  cortex prefrontal
dorsolateral
CONSOLIDATION
• Penerimaan input dari area asosiasi
neocortex dan area sensorik tinggi
neocortex lainnya ke dalam cortex asosiasi
limbik
• Cortex asosiasi limbik  gyrus subcallosus,
gyrus parahippocampalis (cortex entorhinal,
cortex perirhinal, cortex
parahippocampalis), gyrus orbitofrontal,
gyrus cingulate
• Cortex entorhinal  pintu masuk utama
• Informasi dari cortex asosiasi limbik (cortex
entorhinal) di masukkan ke dalam formatio
hippocampus

Formatio hippocampus = gyrus dentatus, hippocampus, subiculum.


Formatio hippocampus penting dalam konsolidasi short-term memory
menjadi long-term memory
PERIPHERAL NERVOUS SYSTEM
KONTROL GERAKAN BOLA MATA
• Inervasi  LR6(SO4)3
Otot-otot extraocular
• SR = superior rectus
• MR = medial rectus
• LR = lateral rectus
• IR = inferior rectus
• SO = superior oblique
• IO = inferior oblique
UMN VS LMN weakness
Tanda-tanda Lesi UMN Lesi LMN

Reflex fisiologis Hiper-reflex Hipo-reflex ,


areflexia

Reflex patologis Positif Negatif

Tonus Hipertoni, clasp Hipotoni, atoni


knife rigidity

Trofi Eutrofi Atrofi

Fasikulasi Negatif Positif

Klonus Positif Negatif


Kekuatan Otot

Kekuatan 0  paralisis / plegia ; kekuatan 1-4  paresis


Trauma Medulla Spinalis
• Klasifikasi trauma medulla spinalis ditegakkan dalam
waktu 72 jam – 7 hari post trauma.
• Klasifikasi berdasarkan American Spinal Injury
Association (ASIA) :
Grade Tipe Gangguan Medulla Spinalis
A Komplit Tidak ada fungsi motorik & sensorik sampai S4-S5

B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik, tapi motorik terganggu


sampai S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level, tetapi otot-
otot motorik utama masih punya kekuatan < 3
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu di bawah level, tetapi otot-
otot motorik utama masih punya kekuatan > 3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal
Trauma Medulla Spinalis
• Complete spinal cord injury (grade A)
– Unilevel
– Multilevel
• Incomplete spinal cord injury (grade B, C, D)
– Cervico medullary syndrome
– Central cord syndrome
– Anterior cord syndrome
– Posterior cord syndrome
– Brown Sequard syndrome (Hemicord syndrome)
– Conus medullary syndrome
• Complete cauda equina injury (grade A)
• Incomplete cauda equina injury (grade B, C, D)
Transverse Cord Syndrome
• Semua fungsi motorik dan
sensorik di bawah lesi hilang
atau terganggu parsial
• Spastisitas pada otot-otot yang
diinervasi oleh segmen di
bawah lesi (kecuali pada syok
spinal)
• Reflex tendon dalam dan
autonom yang berpusat pada
segmen di bawah lesi tetap ada
(kecuali pada syok spinal)
• Penyebab : trauma, tumor,
multiple sclerosis, mielitis
transversa

Neuroanatomy Through Clinical Cases, 2nd Edition (Blumenfield, 2010)


Trauma Medulla Spinalis - Manajemen

• Tatalaksana di IGD
– Stabilisasi ABCDEs
– Analgetik kuat bila perlu (e.g tramadol, morfin sulfat)
– Pemberian kortikosteroid
• Diagnosis ditegakkan < 3 jam paska trauma  Metilprednisolon 30
mg/kgBB bolus IV selama 15 menit. Tunggu 45 menit. Kemudian
berikan infus metilprednisolon 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam
• Diagnosis ditegakkan 3-8 jam paska trauma  metilprednisolon 30
mg/kgBB bolus IV selama 15 menit. Tunggu 45 menit. Kemudian
berikan infus metilprednisolon 5,4 mg/kgBB/jam selama 47 jam
• Diagnosis ditegakkan > 8 jam paska trauma  tidak dianjurkan
pemberian kortikosteroid

Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal (PERDOSSI, 2006)
Lesi Perifer atau Sentral?

Perifer Atas Bawah Ipsilateral

Sentral Bawah Kontralateral

CLUE = Lihat kerutan dahi !


Dimanakah letak lesi?

Paresis nervus facialis dextra tipe UMN Paresis nervus facialis dextra tipe LMN
Bell’s
Palsy
• Paralisis nervus facialis (VII) akut, unilateral,
perifer, dan mempengaruhi LMN. Idiopathic
facial paralysis
• Etiologi  masih kontroversial. Diduga
neuritis akibat virus (reaktivasi HSV-1 &
herpes zoster), inflamasi, autoimun, iskemik.
Bell’s
• Palsy
Manifestasi Klinis
– Paralisis akut motorik otot wajah pada bagian atas
dan bawah unilateral (dalam periode 48 jam)
• Hilangnya lipatan nasolabilal dan dahi pada sisi yang
lumpuh
• Ketika pasien mengangkat alis, sisi yang terkenan tetap
rata
• Ketika pasien tersenyum, wajah menjadi distorsi dan terjadi
lateralisasi ke sisi berlawanan terhadap sisi yang lumpuh
– Nyeri retroaurikular, otalgia, hiperakusis
– Nyeri okular, dry eyes (akibat penurunan produksi air
mata), lagoftalmus
– Gangguan pengecapan pada 2/3 anterior lidah
Bell’s
• Prognosis baik Palsy
• Terapi steroid (dalam 72 jam paska onset)  prednison
1 mg/kgBB/hari atau 60 mg/hari selama 5 hari diikuti
tapering off 10 mg/hari ,dengan durasi total pemberian
steroid adalah 10 hari
• Terapi antiviral e.g = asiklovir, valasiklovir, diberikan
pada kecurigaan etiologi virus.
– Asiklovir (PO) 5x400 mg, selama 10 hari (HSV-1) atau
5x800 mg (Varicella Zoster)
– Valasiklovir 3x100 mg, selama 7 hari
– Pemberian antiviral tanpa disertai terapi steroid terbukti
tidak memberikan benefit

Uptodate.com
RAMSAY HUNT SYNDROME
(Herpes zoster oticus)
“polycranial neuropathy”
Reaktivasi VZV yang dormant di ganglion
geniculatum
MOVEMENT DISORDER
MOVEMENT DISORDERS
Insufficient movements
• Akinesia/Bradykinesia = melambatnya gerakan volunter yang terjadi
• Hypokinesia = berkurangnya jumlah gerakan yang normalnya terjadi
• Rigiditas = tonus otot meningkat, kontraksi otot involunter yang
dipertahankan

Too much movements (Hyperkinesia, Dyskinesia)


• Jerky movements
• Myoclonus
• Chorea
• Tic
• Non-jerky movements
• Dystonia
• Tremor
Parkinson’s Disease
(PD)

Penyakit Parkinson = bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi neuron dopaminergik pada substantia nigra pars kompakta yang disertai
adanya inklusi sitoplasma eosinofilik (Lewy Body)
Parkinsonism = suatu sindrom yang ditandai dengan resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin otak
oleh berbagai sebab
Parkinson’s
• “TRAP” Disease
Tremor, Rigiditas, Akinesia / bradykinesia, dan
Postural instability
• Tremor = resting “pill-tolling” tremor, 3-5 Hertz, terlihat
saat extremitas dalam keaaan istirahat dan berkurang atau
berhenti saat extremitas digerakkan.
• Rigiditas = cogwheel rigidity (adanya interupsi tonus otot
yang terputus-putus seperti gigi roda ketika extremitas
digerakkan secara pasif.)
– Rigiditas pada gangguan ganglia basal cenderung kontinyu dan
terus ada sehingga disebut lead pipe rigidity. Cogwheel rigidity
adalah salah satu tipe dari lead pipe rigidity
– Berbeda dengan rigiditas pada gangguan corticospinal yang
disebut clasp knife rigidity  Tonus resistif awalnya meningkat
ketika otot-otot extremitas digerakkan, tetapi kemudian
tonusnya berkurang
Parkinson’s
• Disease
Akinesia / Bradykinesia, bermanifestasi sebagai
berkurangnya dan melambatnya gerakan spontan.
– Masked face / hypomimia  ekspresi wajah yang
minimal
– Micrographia  tulisan menjadi kecil-kecil
– Hypophonia  suara menjadi lirih, bergumam
– Aprosodia  pembicaraan monoton
– Festinating gait / small shuffling gait / Parkinsonian
gait 
langkah berjalan yang kecil, tanpa disertai ayunan
lengan normal
– En bloc turning  gerakan seperti robot yang kaku pada truncus
saat pasien berbelok
• Postural Instability  berkurangnya kemampuan untuk
membuat reflex postural untuk menjaga keseimbangan
Lewy Body
Lewy bodies are
concentric, eosinophilic
cytoplasmic inclusions
(SCI) with peripheral
halos and dense cores.

Present within pigmented


neurons of substantia
nigra.

Characteristic of
Parkinson Disease but not
pathognomonic
Imbalance between Dopamine and
Acetylcholine
Agents that Increase Dopamine
Functions
• Increasing the synthesis of dopamine = levodopa
• Inhibiting the catabolism of dopamine (MAO-B
inhibitor) = selegiline
• Stimulating the release of dopamine =
amphetamine
• Stimulating the receptor sites directly (Dopamine
agonist) = bromocriptine & pramipexole
• Blocking the uptake and enhancing the release of
dopamine = amantadine
Parkinson’s
– Suatu periodeDisease
• “On” time
dimana medikasi dengan levodopa efektif dan gejala-gejala
Parkinson tidak ada (dapat terkontrol)
• “Off” time
– Suatu periode ketika gejala-gejala Parkinson muncul kembali setelah “On” time
karena efek dari levodopa yang tidak berlangsung lama
• Wearing off phenomenon / end-of-dose akinesia
– Gejala Parkinson muncul kembali dan menyebabkan pasien menjadi sulit atau
tidak bisa bergerak (freezing) dan terjadi pada akhir waktu di antara pemberian
interval dosis
– Menyebabkan pasien ingin mengkonsumsi dosis levodopa berikutnya lebih awal
dari waktu seharusnya
• Delayed on
– Adanya jeda yang lebih lama untuk memunculkan efek terapi setelah
mengkonsumsi levodopa
• On-off phenomenon
– Perubahan gejala-gejala Parkinson secara mendadak dan tidak dapat diprediksi.
Perubahan tersebut meliputi fluktuasi gerakan-gerakan involunter (diskinesia) /
“On” phase, bergantian dengan gejala akinesia Parkinson / “Off” phase
Ganglia Basalis Disorders (ABC)
Chorea
Striatum
Athetosis A. Athetosis
- Lesi pada PUTAMEN
- Dyskinesia, gerakan menggeliat,
memutar, lambat
- Melibatkan otot-otot
extremitas,
wajah, dan batang tubuh
B. Ballismus
- Lesi pada NUCLEUS
SUBTHALAMICUS
- Biasanya unilateral =
hemiballismus
- Gerakan involunter seperti
memukul
/ mencambuk dengan keras.
- Melibatkan otot-otot
proksimal extremitas
C. Chorea
- Lesi pada striatum
- “Menari”
Ballismus Parkinson Disease - Gerakan cepat, jerky
Chorea (Striatum Lesion)

Chorea Huntington (pada Huntington Disease)


• Atrofi pada striatum
• Herediter autosomal dominan
• Chorea progresif kronik disertai gangguan kognitif hingga dementia, dan gangguan psikiatrik
• Manifestasi di umur 30-an, semakin tua semakin parah

Chorea Sydenham (pada Demam Rematik Akut)


• Cross reaction (autoimmune) post infeksi GABHS (Group A Beta Hemolyticus Streptococcus)

Chorea vascular
• Berhubungan dengan lesi iskemik atau hemorrhagik pada ganglia basal atau white matter di
dekatnya. Sering bermanifestasi sebagai hemichorea
Chorea metabolik
• Disebabkan oleh berbagai faktor : hipoglikemia, hipertiroidism, gagal ginjal, diet ketogenik

Drug-induced chorea
• Disebabkan oleh levodopa (paling sering), antipsikotik, antiemetik, antiepilepsi (asam valproat,
lamotrigine, hidantoin), calcium channel blocker (flunarizine, cinnarizine)
Non-jerky Movement Disorders

Dystonia
• Kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan
gerakan berputar dan berulang atau
menyebabkan sikap/postur tubuh yang abnormal

Tremor
• Physiological Tremor
• Pathological Tremor
Movement Disorders
• Ataxia (“lack of order”)
– Kondisi tidak adanya koordinasi otot yang menyebabkan
gangguan dalam keseimbangan, postur tubuh, koordinasi
otot, kontrol bicara, dan gerakan mata
– Ataxia cerebellar  karena disfungsi cerebellum.
Manifestasi klinis : hipotonia antagonis, asinergi, dismetria,
disdiakokinesia. Bisa bilateral atau unilateral
– Ataxia sensorik  karena hilangnya input propriosepsi.
Manifestasi klinis : unsteady "stomping" gait with heavy
heel strikes, postural instability
– Ataxia vestibular  disfungsi sistem vestibular yang mana
pada kasus akut dan unilateral terdapat vertigo, mual, dan
muntah
Tardive Dyskinesia
• Gerakan-gerakan involunter
repetitif, ritmis
• Melibatkan otot-otot lidah,
rahang, pipi, bibir, truncal,
ekstremitas atas, ekstremitas
bawah, wajah, dan sistem
respirasi
• Buccolingual-facial-
mastication syndrome
merupakan manifestasi paling
umum
• Biasanya terjadi karena
penggunaan antipsikotik
NEURO MUSCULAR DISORDER
Acute Flaccid Paralysis (AFP)
•defined as sudden onset of weakness and
floppiness in any part of the body in a child
less than 15 years of age
• Guidance of the global polio eradication
- identification of all potential cases of AFP,
the
most obvious manifestation of polio infection
- laboratory evaluation of stools from
these cases
to confirm poliovirus as the cause
CLINICAL SPECTRUM OF POLIOVIRUS INFECTIONS
• Inapperent(sub-clinical) Infection
This occurs approximately in 95 per cent of poliovirus
infection. There are no presenting symptoms. Recognition
only by isolation.
• Abortive Polio or Minor Illness
Occurs approximately in 4-8 per cent of the infection.
It causes only a mild or self limiting illness due to viraemia.
The patient recovers quickly.
• Non paralytic polio
Occurs approximately in one per cent of all infections.
The presenting features are stiffness and pain in neck and
back. The disease lasts for two to ten days. Recovery is
rapid.
• Paralytic polio
Occurs in less then one per cent of infections. The
virus enters the brain and causes varying degree of
disability.
Diagnosis of Polio
• Paralisis flaccid (Lower Motor
Neuron), Asimetris
• Progresi yang cepat dari paralisis
(1-2 hari)
• Tidak ada defisit sensorik atau
hilangnya sensasi
propriosepsi
• Kontrol autonom dan volunter dari
bladder dan usus tidak terganggu
• Biasanya ada riwayat demam
• Hyperesthesia atau paresthesia
pada ekstremitas and nyeri otot
umum ditemukan. Terkadang ada
nyeri tekan otot
Guillain-Barre Syndrome
Distinguishing between Polio & GBS
Myasthenia Gravis (MG)
• Myasthenia (dari bahasa Yunani) berarti “kelemahan
otot” dan gravis (Latin) berarti “serius”
• Merupakan penyakit autoimun pada neuromuscular
junction yang dicirikan oleh kelemahan dan mudah
lelahnya beberapa kelompok otot skelet yang
bersifat fluktuatif (biasanya memburuk pada sore
hari)
• Adanya antibodi IgG yang menempel pada reseptor
acetylcholine (ACh) di neuromuscular junction
• Acetycholine (ACh) merupakan neurotransmitter
penting yang menstimulasi otot untuk kontraksi
Manifestasi Klinis
• Tanda dan gejala utama : mudah lelahnya otot-otot skelet
selama aktivitas (membaik setelah adanya periode
istirahat)
• Otot-otot yang terlibat : mata dan kelopak mata (90%),
wajah, otot-otot mastikasi, otot-otot menelan, otot-otot
bicara, dan otot-otot pernapasan
• Kelemahan fluktuatif : biasanya otot akan semakin
lemah ketika adanya ativitas dan memburuk saat siang-
sore
• Tidak adanya defisit sensorik atau hilangnya refleks
• Dapat dipicu oleh stress emosional, kehamilan,
mesntruasi, penyakit sekunder, trauma, temperatur yang
ekstrim, hipokalemia, ingesti obat-obatan yang memblok
neuromuskular, bedah
Hallmark Signs & Symptoms of
Myasthenia Gravis
• Eye lid drooping (ptosis)
• Blurred/Double Vision (diplopia)
• Impaired speech (dysarthria)
• Difficulty Swallowing (dysphagia)
• Voice impairment (dysphonia)
• Easily fatigued, quick recovery with rest
• Waddling gait
Diagnostic Studies
• Assessment:
 Wartenberg Test
Have patient look up for 2-3 minutes;
if MG, patient will have increased
drop of eyelids
 Tensilon Test
In patient with MG, there is improved
muscle contractility after IV
administration of
acetylcholineesterase inhibitor agent
edrophonium chloride (tensilon).
Keep atropine on hand to counteract
effects of tensilon
 Prostigmin / Neostigmin Test
Prostigmin 0,5-1mg + SA 0,1 mg via
IM/SC
 EMG may show muscle fatigue
 Serologic testing, presence of
autoantibodies against the acetylcholine
receptor (AChR-Ab), or against a receptor-
associated protein, muscle specific tyrosine
kinase (MuSK-Ab)
Diagnostic studies
• Ice pack test
– Can be used in patients with ptosis, particularly those in whom
the edrophonium test is considered too risky.
– Not helpful for those with extraocular muscle weakness.
– Improving neuromuscular transmission at lower muscle
temperatures
– In the ice pack test, a bag (or surgical glove) is filled with ice and
placed on the closed lid for two minutes. The ice is then
removed and the extent of ptosis is immediately assessed. The
sensitivity appears to be about 80 percent in those with
prominent ptosis.
Therapeutic management
• Symptomatic  Anticholinesterase inhibitors - prevents
anticholinesterase from breaking down ACh; helps
neurotransmission. Monitor dose.
– Examples : Edrophonium, Neostigmine, and Pyridostigmine
• Chronic Immunomodulator  Immunosuppressants such
as azathioprine and prednisone used to treat generalized
MG when other medications fail to reduce symptoms
• Rapid Immunomodulator  Plasmapheresis and IVIG -
removes ACh autoantibodies and short-term improvement.
• Surgical  Thymectomy . Thymectomy is a widely accepted
option for peripubertal and postpubertal children with
generalized MG who have positive acetylcholine receptor
antibodies or who are seronegative
Uptodate.com
Myasthenic Crisis

UNDER MEDICATION
 Exacerbation of disease = SEVERE generalized muscle weakness
and respiratory failure + HTN
 Severe bulbar (oropharyngeal) muscle weakness
often
accompanies the respiratory muscle weakness, or may be the
predominant feature in some patients. When this results
in
upper airway obstruction or severe dysphagia with aspiration,
intubation and mechanical ventilation are necessary.
 Medical Emergency requiring a ventilator / assisted ventilation.
 GIVE anticholinesterase medications.
Cholinergic Crisis

OVER MEDICATION
 Too high a dose of cholinergic treatment medications
 Muscles stop responding to the bombardment of ACh, leading
to flaccid paralysis and respiratory failure and LOW BP
 Cholinergic Signs & Symptoms: hypersecretions/hypermotility
 STOP all anticholinesterase meds
 Treat with Atropine (anticholinergic)
DEMENTIA
Contrasting Features of
Dementia and Delirium
Etiologies of Dementia
Alzheimer’s
Disease

Hipotesis mengatakan pada Alzheimer terjadi defisiensi Asetilkolin.


Berkurangnya Asetilkolin ini dikaitkan pd pembentukan B Amyloid yang mengganggu
pembentukan dan pelepasan asetilkolin
Treatment of Alzheimer’s

disease
Patients with Alzheimer disease (AD) have reduced
cerebral content of choline acetyl transferase, which
leads to a decrease in acetylcholine synthesis and
impaired cortical cholinergic function.
• Cholinesterase inhibitors increase cholinergic
transmission by inhibiting cholinesterase at the synaptic
cleft.
• Four cholinesterase inhibitors, tacrine, donepezil,
rivastigmine, and galantamine are currently approved
for use in AD by the US Food and Drug Administration
(FDA).
• Tacrine, the first cholinesterase inhibitor approved, is
essentially no longer used due to hepatic toxicity
and severe, predominantly gastrointestinal side
effects.
Vascular Dementia

Vascular dementia are particularly associated with “silent” lacunar


infarcts
Frontotemporal Dementia (Pick Disease)
NEURO INFECTION
INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT

Meningitis Encephalitis

• Demam • Demam
• Nyeri kepala • Penurunan
• Kaku kuduk kesadaran
• Kejang
Meningitis vs Encephalitis
• Encephalitis
– Inflammation of brain parenchyma (white and gray matter)
– It is almost always associated with inflammation of the
meninges (meningoencephalitis) and may involve the spinal
cord (encephalomyelitis)
– Encephalitis will affect normal brain functions such as altered
mental status, motor or sensory deficits, behavior or personality
changes, speech or movement disorders.
• Meningitis
– Inflammation of the meninges
– Cerebral functions intact  no focal neurological deficits
– Can be lethargic

Seizures can be present in both


Seizures and postictal states can be seen with meningitis alone and should not be
construed as definitive evidence of encephalitis
Meningitis
Meningeal signs
• Kernig’s sign  (+) bila ditemukan spasme dan
resistensi harmstring saat dilakukan ekstensi pada
sendi lutut saat panggul dan sendi lutut berada
pada posisi fleksi 90 derajat
• Brudzinki’s sign
– Brudzinki’s Neck sign (1) (+) bila
ditemukan fleksi sendi lutut saat dilakukan
fleksi pasif pada leher pasien
– Brudzinki’s contralateral leg sign (2)  (+) bila
ditemukan fleksi sendi lutut kontralateral saat
dilakukan fleksi pasif sendi panggul dengan
sendi lutut berada pada posisi ekstensi
– Brudzinki’s Cheek sign (3)  (+) bila
ditemukan fleksi pada sendi siku dengan
“upward jerking” pada lengan saat
diberikan penekanan pada zygoma
– Brudzinki’s Symphisis sign (4)  (+) bila
ditemukan fleksi sendi lutut bilateral saat
simfisis pubis ditekan
LUMBAR PUNCTURE
• A horizontal line joining
the highest points of the
iliac crests passes
through the tip of the L4
spinous process and the
L4-L5 IV disc. This is a
useful landmark when
performing a lumbar
puncture to obtain a
sample of cerebrospinal
fluid.
Indication of Lumbal Puncture
• To verify suspected infection of the CNS
(meningitis, encephalitis)
• To determine whether there is hemorrhage
within the central nervous system, that is, for the
diagnosis of subarachnoid hemorrhage if
there is a high index of suspicion on clinical
grounds and when computed tomography
scanning is negative or unavailable
• To obtain cells for cytologic examination when
carcinomatous meningitis (seeding of the
meninges with neoplastic cells) is a diagnostic
possibility.
Contraindication of Lumbal Puncture
• In patients in whom there is increased intracranial
pressure—or when there is the possibility of an
intracranial mass, especially in the posterior fossa
— spinal puncture must be done extremely carefully
or not at all
• Infection (or suspected infection) at the site of lumbar
puncture
• Coagulation disorders in patients with
thrombocytopenia, hemophilia, vitamin K deficiency,
and so forth can be followed by subdural or epidural
bleeding at the site of lumbar puncture.
Cerebrospinal Fluid Analysis

Peningkatan protein pada CSF juga dapat dilihat dengan Nonne Test / Nonne-Apelt Test dan Pandy
Test. Kedua tes ini memiliki prinsip yang sama yaitu mendeteksi peningkatan kadar protein dalam CSF.
Nonne Test dapat mendeteksi globulin, menggunakan reagen ammonium suphate. Pandy Test dapat
mendeteksi albumin dan globulin, menggunakan carbolic acid atau phenol (Pandy reagent)
Encephalitis
• Develops as a result of infections (viruses,
bacteria, ricketsia, etc)
• Encephalitis will affect normal brain functions such as
altered mental status, motor or sensory deficits, behavior
or personality changes, speech or movement disorders
• Not usually demonstrable by CT
• Diffuse swelling of cerebral tissue (hypodense zones
poorly demarcated)
• Compression of fluid spaces
• Affected area can display contrast enhanced patches
ENCEPHALITIS

Diffuse swelling of cerebral tissue (hypodense zones poorly demarcated)


CNS TOXOPLASMA INFECTION

Congenital toxoplasmosis Toxoplasmosis HIV


• Diffuse hydrocephalus • Nodular lesion ≥1
• Multiple calcification at • Ring enhancement
periventricular area and • Cerebral edema
choroid plexus • 75% at basal ganglia
CEREBRAL ABSCESS
• Brain abscess is a focal
collection within the brain
parenchyma, which can
arise as a complication of a
variety of infections, trauma,
or surgery
CEREBRAL ABSCESS
• In the early stage only irregular zone of low density and irregular
enhancement are seen
• Lesion develops a capsule, a ring of high density will be seen to surround
the low density area
• A ring-like enhancement appears in the same area after contrast medium
administration
• Mass effect causing midline shift and compression of the ventricle is
marked
HEADACHE
International Headache Society Classification
• Klasifikasi Nyeri Kepala:
– Primary headache (benign disorders)
• Migraine (with or without aura)
• Tension (episodic or chronic)
• Cluster headache
• Other benign headaches
• Drug rebound headache
• Post traumatic
– Secondary headache
• Symptoms of organic disease
Don’t forget “SNOOP” red
flags
Headache Chart Adams et al, 2001
Tipe Tempat Karakteristik Pola Profil
klinik
Migren Frontotempora Berdenyut, berat di Saat bangun Irreguler,
tanpa aura l, uni/bilateral belakang mata/telinga, pagi/lebih siang, interval minggu
Migren menjadi nyeri tumpul
durasi 4-24 jam sampai bulan
dengan dan menyeluruh
aura

Cluster Orbitotemporal Nyeri hebat, tidak Malam hari, 1-2 Setiap hari untuk
headach , unilateral berdenyut jam setelah beberapa minggu
/bulan, berulang
e jatuh tidur
setelah beberapa
minggu/tahun

Tension Menyeluruh Menekan, tidak Terus menerus Satu/lebih


headach berdenyut Intensitas berubah periode dari
dalam hari,
e bulan sampai
minggu, bulan
tahun
Iritasi Menyeluruh/bif Nyeri dalam Berulang, Episode tunggal
mening menetap, hebat berkembang menit
sampai jam
rontal/bioksipit
al
Tumo Menyeluruh/u Intensitas berubah, Menit sampai Sekali, minggu
r otak n ilateral saat bangun, nyeri jam, memburuk sampai bulan
menetap pada pagi
Arteritis Biasanya Berdenyut kemudian Berselang Menetap untuk
temporal temporal menetap nyeri dan kemudian terus minggu sampai
panas, arteri menebal
menerus bulan
dan lunak
Migrain
e
Migrain
e
Migraine Without Aura (Common Migraine)

• Most common cause of migraine (80%)


A. At least five attacks with the criteria B,C,D, and E
B. Attack lasts 4 to 72 hours with or
without treatment
C. Has two of the following: unilateral location,
pulsating quality, and moderate to severe
intensity, aggravated by activity
D. During headache associated with
nausea/vomiting or
photophobia/phonophobia
E. History, physical and diagnostic tests
that exclude related organic disease
Migraine With Aura (Classic Migraine)
A. At least two attacks that fulfill criterion B
B. At least three of the four characteristics:
1. one or more reversible aura symptoms
indicating focal cerebral or brainstem dysfunction
2. at least one aura develops gradually over more
than 4 minutes and no single aura lasts
longer than 60 minutes
3. headache begins during aura or follows with a
symptom-free interval of less than 60
minutes
C. An appropriate history, physical, and diagnostic tests
that exclude related organic disease.
Migraine Therapy
• Abortive Therapy  causative
– NSAID, opioid  nonspecific
• NSAID pilihan = Asam asetilsalisilat 1000 mg (PO/IV), Diklofenak 50-
100 mg, paracetamol 1000 mg (PO/supp), ibuprofen 200-800 mg
– Ergot alkaloids, triptans  specific
• Ergot alkaloids = Ergotamin tartrat 2 mg (PO/supp)
• Triptans = Sumatriptan 25, 50, 100 mg (PO), 25 mg (supp), 10 & 20
mg (nasal spray), 6 mg (SC), Zolmitriptan, Naratriptan, Rizatriptan, etc
• Prophylactic Therapy  preventive
– Beta blockers (propanolol, atenolol, bisoprolol, metoprolol)
– Tricyclic antidepressants (amitriptilin)
– Calcium channel blockers (flunarizin, diltiazem)
– anticonvulsant (valproic acid, topiramate)
– 5-HT2 antagonism (methysergide)
Migraine Prophylactic Therapy
• Should be started if
patients have one of the
following alone or in
combination:
– a high frequency of
migraine attacks, ≥ 2/
month
– Their abortive medications
are not reliably effective,
or
– they have a high level of
disability
– Frequent, very long, or
uncomfortable auras occur
Tension-type Headache (TTH)
• The current pathophysiologic model of TTH
– peripheral activation or sensitization of myofascial
nociceptors  episodic TTH
– sensitization of pain pathways in the central nervous
system due to prolonged nociceptive stimuli from
pericranial myofascial tissues  conversion of episodic
to chronic TTH
Tension-type Headache (TTH)

2.1 Infrequent episodic TTH


A. At least 10 episodes occurring on <1 d/mo (<12 d/y)
and fulfilling criteria B-D
B. Headache lasting from 30 min to 7 d
C. Headache has 2 of the following characteristics:
1. bilateral location
2. pressing/tightening (non-pulsating) quality
3. mild or moderate intensity
4. not aggravated by routine physical activity
D. Both of the following:
1. no nausea or vomiting (anorexia may occur)
2. no more than one of photophobia or
phonophobia
E. Not attributed to another disorder
ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1) ©International Headache Society
2003/4
Tension-type Headache (TTH)

2.2 Frequent episodic TTH

As 2.1 except:

A. At least 10 episodes occurring on 1 but <15 d/mo for


3 mo (12 and <180 d/y) and fulfilling criteria B-D

ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1) ©International Headache Society 2003/4


Tension-type Headache (TTH)
2.3 Chronic TTH
A. Headache occurring on 15 d/mo (180 d/y) for >3 mo
and fulfilling criteria B-D
B. Headache lasts hours or may be continuous
C. Headache has 2 of the following characteristics:
1. bilateral location
2. pressing/tightening (non-pulsating) quality
3. mild or moderate intensity
4. not aggravated by routine physical activity
D. Both of the following:
1. not >1 of photophobia, phonophobia, mild nausea
2. neither moderate or severe nausea nor vomiting
E. Not attributed to another disorder
ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1) ©International Headache Society 2003/4
Tension-type Headache Therapy
• Abortive therapy
– Simple analgesics : NSAID (Ibuprofen 400 mg, naproxen
220 mg or 550 mg, aspirin 650-100 mg), paracetamol
1000 mg
– Combination simpe analgesic (paracetamol 250 mg,
aspirin 250 mg, ibuprofen) with caffeine 65 mg
– Combination with opioid and butalbital not
recommended as initial therapy for TTH
– Muscle relaxant, There are no adequate controlled
trials evaluating muscle relaxants for the treatment of
TTH
• Preventive therapy
– Tricyclic antidepressants, for example amitriptyline
CLUSTER HEADACHE
3.1 Cluster headache
A. At least 5 attacks fulfilling criteria B-D

B. Severe or very severe unilateral orbital, supraorbital


and/or temporal pain lasting 15-180 min if
untreated
C. Headache is accompanied by 1 of the following:
1. ipsilateral conjunctival injection and/or
lacrimation
2.ipsilateral nasal congestion and/or rhinorrhoea
3.ipsilateral eyelid oedema
4.ipsilateral forehead and facial sweating
5.ipsilateral miosis and/or ptosis
6.a sense of restlessness or agitation
D. Attacks have a frequency from 1/2 d to 8/d
ICHD-II. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1) ©International Headache Society 2003/4
E. Not attributed to another disorder
Cluster Headache Therapy
• There is no definitive treament for cluster headache
• The aims of therapy are reducing headache severity,
shortening headache period, and preventing relaps

• Abortive Therapy
– Oxygen
– Triptans, Ergot alkaloids
– Narcotic not generally recommended

• Prophylactic Therapy
– Calcium channel blockers (verapamil, diltiazem)
– Lithium
– Corticosteroids
– Tricyclic antidepressants (amitriptilin)
Trigeminal Neuralgia
• Paroxysmal attacks of severe,
short, sharp, stabbing pain →
affecting one or more
divisions of the trigeminal
nerve
• Precipitated by : chewing,
speaking, washing the face,
tooth-brushing, cold winds, or
touching a specific “trigger
spot” (e.g. Upper lip or gum)
• Etiology :
– Many remains unexplained
– Compression of the nerve root by tumor
of
cerebellopontine angle
– Demyelination
Trigeminal Neuralgia
• Investigation
– CT/MRI to exclude a cerebello-pontine angle
lesion
• Management
– Carbamazepine (600-1600 mg/day)
– Nerve block
– Trigeminal ganglion/root injection with
alcohol/phenol
– Microvascular decompression
– Radiofrequency
thermocoagulation
Space Occupying Lesion / Process
(SOP)
• Intracranial tumors
– Primary (astrocytoma, glioblastoma, etc)
– Metastastic (breast, lung, melanoma)
• Hematoma
• Abscess
• Aneurysms , arteriovenous malformations
(AVMs)
• Cyst - 3rd ventricle colloid cyst
Space Occupying Lesion / Process
(SOP)
• General Symptoms
– Headache
• A new headache with features suggestive of raised intracranial
pressure
• The classic brain tumour headache (eg, worst in the morning
and worse on bending or Valsalva manoeuvre) is not as
common as a tension-type presentation or migraine
• Chronic headache is not due to any reason for the detection and
others do not respond to simple medicines
• Headache is more common in posterior fossa tumours and rapidly
growing tumours.
– Mental status change
– Weakness and/or ataxia
– Generalized convulsion
Space Occupying Lesion / Process
(SOP)

• Localising sign  depend on the site


– Occipital lobe = visual field defects
– Frontal lobe = Anosmia (unilateral more common),
change in personality, Broca aphasia, hemiparesis
– Parietal lobe = Hemisensory loss, astereognosis, etc
– Pituitary = Hemianopsia heteronym (bitemporal)
– etc
Vertig
o
• Vertigo : persepsi yang salah dari gerakan
seseorang atau lingkungan sekitarnya
– Persepsi gerakan bisa berupa
• Rasa berputar, disebut vertigo vestibular (karena
masalah di dalam sistem vestibular)
• Rasa goyang, melayang, mengambang, disebut vertigo
non vestibular (karena gangguan sistem proprioseptif
atau sistem visual)  contoh : motion sickness

Pedoman Tatalaksana Vertigo (PERDOSSI,


2012)
Vertig

o
Berdasarkan letak lesi, vertigo vestibular dibagi
menjadi :
– Vertigo Vestibular Perifer  karena maslaah di labirin
dan nervus vestibularis
• Contoh penyebab : BPPV, Meniere’s disease, Neuritis
vestibularis, Labirintitis, obat-obatan ototoksik, tumor
nervus VIII, perilymph fistula
– Vertigo Vestibular Sentral  karena lesi di nukleus
vestibularis di brainstem atau thalamus sampai cortex
cerebri
• Contoh penyebab : Polineuropati, mielopati, artrosis
servikalis, trauma leher, presinkope, hipotensi ortostatik,
hipoglikemia, penyakit sistemik
Vertigo : Perifer vs Sentral
Etiologi Vertigo
BPPV - ORGAN VESTIBULAR
BPPV – Dix Hallpike Maneuver
Diagnostic criteria employing the Dix-
Hallpike maneuver have been proposed
for posterior canal BPPV
●Nystagmus and vertigo usually
appear with a latency of a few seconds
and last less than 30 seconds.
●It has a typical trajectory, beating
upward and torsionally, with the upper
poles of the eyes beating toward the
ground.
●After it stops and the patient sits up,
the nystagmus will recur but in the
opposite direction.
●The patient should then have the
maneuver repeated to the same side;
with each repetition, the intensity and
duration of nystagmus will diminish.
The latency, transience, and
fatigability, coupled with the typical
Manuver Dix-Hallpike digunakan untuk mixed upbeat/torsional direction,
mendiagnosis BPPV dan mengetahui lokasi establish this as PERIPHERAL VERTIGO
canalolithiasis, apakah pada canalis semicircular
posterior kanan atau kiri
BPPV – Epley Maneuver
Canalith Repositioning Treatment (CRT)
BPPV – Semont Maneuver
Canalith Repositioning Treatment (CRT)
BRANDT & DAROFF EXERCISES
Evidences between Particle
Repositioning Treatment
• One study of 54 patients found that vertigo resolved in 18 of 28
patients (64 percent) using the modified Epley maneuver compared
with 6 of 26 patients (23 percent) using the Brandt-Daroff exercises
• Another study of 70 patients by the same group found that self-
treatment with the modified Epley maneuver was more effective in
abolishing vertigo than self-treatment with the modified Semont
maneuver (response rate 95 versus 58 percent, respectively), likely
because patients had more difficulty performing the latter
• A randomized trial in 80 patients treated with the Epley procedure
alone versus the Epley procedure supplemented by self-treatment
with the modified Epley maneuver found that combined therapy
resulted in a higher rate of symptom resolution (88 versus 77
percent

Modified Epley Maneuver IS BETTER than Brandt-Daroff exercises and


Semont maneuver
Uptodate.com
Meniere’s
Disease Penyebab :
- hidrops
endolimfati
k
Meniere’s
• Disease
Terapi Non-farmakologis
– Diet rendah Natrium (≤ 1500 mg/hari)
– Diet rendah kafein, nikotin, alkohol, coklat
– Rehabilitasi vestibular
• Terapi farmakologis
– Simptomatik
• Supresan vestibular (antihistamin = dimehidrinat, difenhidramin, meklizin,
prometazin)
• Benzodiazepin (diazepam, lorazepam, clonazepam)
• Antiemetik (metoclopramide, granisetron, ondansetron)
– Diuretik, untuk mengurangi gejala vestibular
• Hidroklorotiazide, triamteren
– Steroid
• Prednison, metilpredinosolon, dexametason
• Terapi intervensi
– Terapi destruktif = gentamisin intratimpanik, labirinektomi, vestibular
neurektomi
– Terapi non-destruktif = prosedur saccus endolimfatik (dekompresi,
shunting dan sacculotomi, glukokortikoid intratimpanik
Medikamentosa Vertigo
Calcium Channel Blocker
• Mengurangi aktivitas ekstatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, meningkatkan aktivitas NMDA sepcific channel, dan
bekerja langsung sebagai depressor labirin. Bisa untuk vertigo
perifer dan sentral
Antihistamin
• Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik,
dengan akibat inhibisi nervus vestibularis
Histaminik
• Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis
Golongan Dosis Oral Antiemetik Sedasi Mukosa Gejala
Kering Ekstrapiramida
Ca Channel Blocker
Flunarizin
(utk sentral & perifer) 5-10 mg (1x1) + + - +
Antihistamin
Difenhidramin 50 mg (3x1) + + + -
Dimenhidrinat
Antikolinergik
Atropin 0,4 mg (3x1) + - +++ -
Skopolamin 0,6 mg (3x1) + + +++ -
Monoaminergik
Afetamin 5-10mg(3x1) + - + +
Efedrin 25mg (3x1) + - + -
Histaminik
Betahistin 6mg (3x1) + + - +

Benzodiazepin
Diazepam 2-5mg (3x1) + +++ - -
Antiepileptik
Karbamazepin 200mg - + - -
Fenitoin 100mg - - - -
Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
• Herniasi matriks nukleus pulposus melalui anulus
fibrosus ke dalam kanalis spinalis
• 95% HNP terjadi di lumbal (IV disc L4-L5 dan L5-S1).
Di daerah cervical, paling sering di IV disc C6-C7
• Karena bentuk anatomisnya, HNP pada vertebra lumbal
akan menekan radix saraf yang keluar di bawahnya.
Contoh : L5-S1 disc herniation akan menyebabkan S1
radikulopati
• HNP pada vertebra cervical akan menekan radix saraf
pada level yang sama. Namun karena penamaan radix
nervi cervicalis berbeda dengan yang lain, maka
radix saraf yang tertekan akan sesuai dengan vertebra
di bawahnya. Contoh : C6-C7 disc herniation akan
menyebabkan C7 radikulopati
Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
• HNP lumbal
– Nyeri menjalar (nyeri radikuler) dari punggun hingga ke tungkai
bawah atau kaki (ischialgia). Nyeri tungkai bawah lebih sakit
daripada nyeri punggung
– Nyeri diperberat dengan batuk, bersin, atau mengejan (Valsava
maneuver)
– Gerakan punggung terbatas (terutama antefleksi) karena nyeri
– Tanda-tanda tegangan radiks
• Straight leg raise (SLR = Lasegue test) (+) atau crossed SLR
menandakan keterlibatan radiks L5,S1
• Femoral strecth test  menandakan keterlibatan radiks L2-L4
– Kelemahan motorik yang diikuti dengan penurunan refleks
fisiologis patella dan Achilles
– Perubahan sensorik (baal, kesemutan, rasa panas, rasa
seperti
ditusuk-tusuk) sesuai dermatom
– Bila sudah berat, dapat disertai gangguan otonom seperti
Pemeriksaan pada Low Back Pain
• Straigh leg raise test (Lasegue) test  mencari ada tidaknya ischialgia.
– Positif bila terdapat nyeri radikular dan parestesia sesuai distribusi nervus
ischiadicus ketika hip joint dielevasikan pada sudut 30-60 derajat dengan lutut
ekstensi
– Bila (+)  radikulopati L5, S1
– Nyeri saat elevasi <10 atau >60 derajat  bukan kompresi radiks
– Bowstring sign  berkurangnya nyeri radikular ketika lutut difleksikan saat
Lasegue test (+)
• Bragard test  mempertajam lasegue test (Lasegue + dorsofleksi ankle)
• Crossed straight leg raise test  Elevasikan tungkai yang asimptomatik
menyebabkan gejala nyeri radikular tipikal pada tungkai yang simptomatik
(spesifisitas >90% untuk kompresi radiks lumbosacral)

Lasegue test Bragard test


Pemeriksaan pada Low Back Pain
• Reverse straight leg raise (femoral stretch) test  pada
posisi pasien pronasi, lutut difleksikan lalu hip diekstensikan
ke atas, menyebabkan nyeri pada punggung bawah dan
paha bagian depan. Bila (+)  radikulopati L2, L3, L4
• Patrick test  Eksorotasi hip dengan lutut fleksi 90 derajat
(dan diletakkan pada lutut yang satunya) menyebabkan
nyeri pada hip atau bokong. Bila (+)  patologi hip
joint atau penyakit sacroiliac. Contra Patrick test

Femoral stretch test Patrick test


Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
• HNP cervical
– Nyeri yang menjalar di area lengan pada distribusi
radiks, diperburuk dengan ekstensi leher, rotasi
ipsilateral, dan fleksi lateral
– Tanda dan gejala lesi LMN (kelemahan motorik,
penurunan refleks fisiologis biseps dan triseps) atau
hipestesia sesuai dengan dermatom
– Protrusi diskus cervical sentral menyebabkan
mielopati dan radikulopati
– Lhermitte test (+)  menekan atau kompresi kepala
pasien untuk mendeteksi ada tidaknya penekanan di
foramen intervertebralis bagian cervical.
Pemeriksaan Penunjang HNP
• Neuroimaging
– Foto polos lumbosacral  untuk eksklusi diagnosis banding seperti spondilosis,
spondilolistesis, fraktur, keganasan, infeksi, proses degenerasi, penyempitan disk
space. Dapat melihat struktur tulang namun tidak bisa melihat herniated disk
– CT SCAN  dapat menilai struktur tulang jauh lebih baik dibandingkan MRI dan
foto polos, namun tidak bisa mengevaluasi radix saraf
– MRI  dapat menvisualisasi soft tissue lebih baik dan informatif dibandingkan CT
SCAN. Paling disarankan untuk penegakan diagnosis herniated disc
– CT myelografi  jarang diindikasikan karena invasif. Dapat menvisualisasi radiks
saraf spinal dan disarankan pada pasien herniated disc yang intolerasi atau memiliki
kontraindikasi terhadap MRI.
• Elektrodiagnosis
– Nerve Conduction Study (NCS) dan elektromiografi (EMG)
– Digunakan apabila temuan neuroimaging tidak konsisten dengan presentasi klinis
pasien
– NCS dan EMG memiliki diagnostik yang tinggi apabila dilakukan pada radikulopati
dengan kelemahan otot yang sudah ada minimal 3 minggu
– Pada radikulopati, NCS dan EMG dapat melokaslisasi radiks nervi spinal yang
bermasalah
Pemeriksaan Penunjang HNP

CT myelogram
CT SCAN  MRI 
Foto polos
terdapat terdapat HNP
lumbosacral
spondylolysis pada IV disc
L2-L3 L4-L5
TATALAKSANA HNP
• Konservatif
– Analgesik golongan NSAID
– Modifikasi aktivitas (kurangi duduk yang terlalu lama,
membungkuk, mengangkat barang)
– Fisioterapi, program olahraga
– Collar neck atau korset lumbal sementara selama 2
minggu
– Injeksi kortikosteroid epidural pada kasus nyeri
radikular
yang hebat di lumbal
• Indikasi Bedah
– Nyeri yang tidak tertahankan walaupun sudah menjalani
terapi konservatif yang adekuat selama > 3 bulan
– Hasil EMG  terdapat kompresi radiks
Cauda Equina Syndrome Conus Medullaris Syndrome

• Terganggunya fungsi dari radix- • Conus medullaris merupakan ujung


radix saraf dibawah vertebra L1-L2 inferior dari medulla spinalis,
• Gangguan motorik sedang-berat, dibentuk terutama oleh segmen
asimetris, atrofi sacral
• Gangguan sensorik saddle • Gangguan motorik ringan, simetris,
anesthesi timbul lebih lambat, tidak ada atrofi
asimetris • Gangguan sensorik saddle anesthesi
• Nyeri menonjol, hebat, timbul muncul lebih awal, bilateral
dini, radikuler, asimetris • Nyeri jarang, relatif ringan, simetris,
• Gangguan reflex bervariasi bilateral, pada perineum dan paha
• Gangguan sphincter timbul lambat, • Reflex Achiles (-), reflex patella (+)
jarang berat, disfungsi seksual • Disfungsi sphincter terjadi dini dan
jarang berat
• Reflex bulbocavernosus dan anal • Reflex bulbocavernosus dan anal
jarang terganggu (-)
• Gangguan ereksi dan ejakulasi
Saddle anesthesia : sensory loss in distribution of S2-S5
Low Back Pain (LBP)
• LBP adalah nyeri yang dirasakan di daerah
punggung bawah (diantara sudut iga terbawah
dan lipat bokong bawah)
• LBP akut < 12 minggu, LBP kronik > 12 minggu
• Klasifikasi LBP (menurut SPM Neurologi
PERDOSSI)
– LBP dengan tanda bahaya (red flags)  neoplasma,
infeksi, fraktur vertebra, sindrom kauda equina
– LBP dengan sindroma radikuler
– LBP non-spesifik  90% dari seluruh LBP akut dan
kronik
Low Back Pain (LBP) – Red Flags
Kelainan Red Flags
Kanker atau infeksi - Usia <20 tahun atau > 50 tahun
- Riwayat kanker
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Terapi imunosupresan
- Infeksi saluran kemih, IV drug abuse, demam, menggigil
- Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat

Fraktur vertebra - Riwayat trauma bermakna


- Penggunaan steroid jangka panjang
- Usia > 70 tahun

Sindroma kauda - Retensi urin akut atau inkontinensia overflow


ekuina atau defisit - Inkontinensia alvi atau atonia sfingter ani
neurologik berat - Saddle anesthesia
- Paraparesis progresif atau paraplegia
Low Back Pain (LBP) – Jenis Nyeri
3. Psychogenic
clear that
no somatic disorder
is present
1. Nociceptive-
Inflamatorik 4. Mixed type 2. Neuropathic
Caused by activity Initiated or caused by
in neural pathways Caused by a primary lesion or
in response to potentially combination of both dysfunction
tissue-damaging stimuli primary injury or in the nervous sys.
secondary effects

sprain
fracture /
Postoperativ strangulated inflamed (infection )
e Inflamation / (scar tissue)
Infection
Ongoing or Myofascial pain
impending injury Infiltrated or compressed
Muscle Stretch
(tumors)

The Assessment of the Patient with Pain, Steven Richeimer, M.D. Director USC Pain Management, USC Medical Center, Los Angeles, CA, USA, 2007
Neuropathic Pain– ID Pain Score

If patients have more than one painful area, they are to consider the one area that is most
relevant to them when answering the ID Pain questions.
Scoring was from –1 to 5. If you score 2 or more, you may have neuropathic pain.
Talk to
your doctor. Higher scores are more indicative of pain with a neuropathic component
CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS)

• Mononeuropati kompresif fokal


tersering
• Disebabkan penekanan nervus
medianus ketika berjalan di
dalam carpal tunnel
• Etiologi : multifaktorial
(kompresi nervus medianus
atau inflamasi)
– Tenosynovitis pada tendo-
tendo flexor di dalam carpal
tunnel
– Efek massa (neoplasma, kista
ganglion, persistent median
artery)
– Rheumatoid arthritis
– Osteofit pada wrist joint
CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS)
• Nyeri neuropatik dan paresthesia (baal dan kesemutan)
pada distribusi nervus medianus (jari 1,2,3 dan setengah
radial jari 4)
• Gejala memburuk pada malam hari (dan dapat
membangunkan pasien dari tidur). Gejala juga memburuk
saat pergelangan tangan dipertahankan dalam posisi
tertentu dan saat adanya gerakan repetitif pada
pergelangan tangan
• Flick sign  untuk mengurangi gejala, pasien sering
mengibaskan pergelangan tangan
• Pada kasus yang berat  kelemahan pada otot-otot
thenar, menyebabkan ketidakmampuan dalam abduksi dan
oposisi jempol (pasien menjadi sulit memegang gelas)
Provocative maneuver for Carpal
Tunnel Syndrome (CTS)
Electrodiagnostic Testing for Carpal
Tunnel Syndrome
• Nerve Conduction Study (NCS)
– Memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
konfirmasi diagnosis CTS
– Dapat memperlihatkan gangguan konduksi nervus medianus di
carpal tunnel
• Kompresi saraf  demyelinasi fokal  delayed distal latencies and
slowed conduction velocities
• Serabut sensorik lebih sensitif terhadap kompresi sehingga dapat
memperlihatkan perubahan konduksi lebih awal dibandingkan serabut
motorik
• Kompresi yang lebih berat  kerusakan axon  reduction of the
median nerve compound motor or sensory action potential
amplitude
• Electromyography (EMG)
– Tidak terlalu berguna pada pasien yang memiliki tanda dan
gejala klasik CTS dan sudah memiliki temuan NCS yang
sesuai
– Untuk eksklusi kondisi lain seperti polineuropati, plexopati,
Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
• Konservatif (untuk CTS ringan, sedang)  wrist
splinting, injeksi steroid intra carpal tunnel, atau
steroid oral
– Bila respon inadekuat terhadap nocturnal wrist
splinting  lanjutkan hingga 1 atau 2 bulan dan
tambahkan injeksi metilprednisolon 40 mg.
– Bila injeksi tidak bisa dilakukan, steroid oral 
prednison 20 mg/hari selama 10-14 hari
• Bedah dekompresi  bila tidak merespon
terhadap konservatif
• Terapi CTS yang belum terbukti manfaatnya  nerve-gliding,
ultrasound, stimulasi listrik, low-level laser therapy, , magnetic
therapy, contrast bath, myofascial massage, NSAID, vitamin B6,
diuretik
Uptodate.com
Nerve Conduction Study (NCS) /
Electroneurography (ENG)
Nerve Conduction Study (NCS)
• Stimulating electrode diletakkan di kulit pada permukaan
saraf
• Recording electrode diletakkan pada titik kulit yang berbeda
(namun masih dalam distribusi saraf yang sama)  melihat
SNAP (compound sensory nerve action potential) atau pada
otot yang diinervasi oleh saraf yang sama  untuk melihat
CMAP (compound motor action potential)
• Setiap saraf sudah memiliki nilai latensi atau conduction
velocities SNAP dan CMAP yang standar.
• Setiap saraf juga memiliki nilai amplitudo SNAP yang
standar
• Demyelinasi  slowed nerve conduction
• Axonal damage  decreased SNAP amplitudes
Electromyography (EMG)
Electromyography (EMG)
• Sebuah elektroda dimasukkan langsung ke dalam otot,
kemudian MUP (motor unit action potential) direkam
• EMG pattern dapat membedakan apakah kelemahan
otot disebabkan oleh neuropathy atau myopathy
• Neuropathic disorders  increased spontaneous
activity (fibrillation potentials and positive sharp
waves) / fasciculations
– Fasikulasi disebabkan karena deinervasi kronis dari sel-sel
otot. Deinervasi juga menyebabkan axon-axon motor
didekat sel-sel otot mengalami sprouting dan menginervasi
daerah otot yang lebih besar  motor unit menjadi lebih
besar  Amplitudo dan durasi MUP menjadi lebih besar
• Myopathic disorders  penurunan amplitudo dan
durasi MUP
Electromyography (EMG)
• Ketika otot dikontraksikan secara volunter 
EMG akan memperlihatkan pola continuous
firing dari motor unit  normal recruitment
pattern
• Neuropathy  recruitment pattern memiliki
amplitudo normal namun interrupted firing
• Myopathy  recruitment pattern memiliki
amplitudo yang turun namun continuous (or
increased) firing
Ulnar Nerve Entrapment
• Ulnar nerve neuropathy  dapat terjadi di elbow
(UNE) dan wrist
• Ulnar neuropathy at the elbow (UNE) dapat disebabkan
karena kompresi nervus ulnaris di sekitar siku, paling
sering di dalam cubital tunnel  Cubital Tunnel
Syndrome.
– Lokasi UNE lain yang lebih jarang  ketika melewati
arcade of Struthers,caput medial triceps, septum
intermuscular medial, epicondylus medial
• Ulnar neuropathy at the wrist dapat disebabkan karena
kompresi nervus ulnaris di dalam Guyon tunnel 
Guyon Tunnel Syndrome
Cubital Tunnel Syndrome
• Kompresi nervus ulnaris di
dalam cubital tunnel
– Cubital tunnel  atap =
Osborne ligament &
aponeruosis FCU; lantai =
posterior & tranverse band of
medial collateral ligament and
elbow joint capsule
• Gerakan siku akan
menyebabkan nervus ulnaris
teregang dan bergeser di
dalam cubital tunnel. Fleksi
siku juga menyebabkan
perubahan bentuk cubital
tunnel dari oval menjadi elips
 menyempitkan cubital
tunnel hingga 55 %
Cubital Tunnel Syndrome
• Gejala  parestesia jari kelingking, setengah ulnar jari manis,
punggung tangan sisi ulnar.
– Diperberat oleh aktivitas yang menyebabkan fleksi siku dan pada
malam hari (siku fleksi saat tidur)
• Tanda
– Atrofi first web space (adductor pollicis) & interosseus muscles
– Clawing pada jari kelingking dan manis
– Hipestesia jari kelingking dan setengah ulnar jari manis
– Paralisis otot-otot intrinsik tangan (adductor pollicis, deep head of
flexor pollicis brevis/FPB, interossei, lumbricales 4,5)  weakened
grasp, weak pinch, Froment sign, Wartenberg sign, Jeanne sign,
Masse sign
• Masse sign  pendataran arcus palmaris karena kelemahan opponens
digiti minimi
– Paralisis otot-otot ekstrinsik yang diinervasi nervus ulnaris 
Pollock
sign  tidak mampu fleksi DIP jari 4,5
– Tes provokatif  Tinel sign (+) pada cubital tunnel, Elbow flexion test
(positif bila fleksi siku >60 detik memunculkan gejala cubital tunnel
Cubital Tunnel Syndrome

Atrofi adductor pollicis

Claw hand pada jari 4,5


Froment Sign – Ulnar Nerve Palsy
Paralisis pada adductor pollicis
menyebabkan pasien
memfleksikan interphalangeal
joint (IP joint) jempol
dibandingkan melakukan adduksi
jempol untuk menjepit kertas.
Fleksi IP joint merupakan
kompensasi dari flexor pollicis
longus (FPL) yang diinervasi oleh
nervus medianus
Jeanne Sign – Ulnar Nerve Palsy

Ketika pasien diminta untuk membuat pinch, akan terjadi


fleksi interphalangeal joint (IP joint) jempol disertai
hiperekstensi metacarpophalangeal joint (MCP joint)
jempol (Jeanne Sign). Hal ini merupakan gerakan
kompensasi dari ekstensor pollicis longus (EPL) yang
diinervasi oleh nervus radialis
Wartenberg Sign – Ulnar Nerve Palsy

Jari kelingking berada pada posisi abduksi dan tidak dapat diadduksikan. Deformitas ini
disebabkan oleh tarikan otot ekstensor digiti minimi (EDM) yang diinervasi oleh nervus
radialis. Adduksi jari kelingking tidak bisa dilakukan karena terdapat paralisis pada
interosseus palmaris III (inervasi oleh nervus ulnaris). Tarikan ekstensor digiti minimi
menyebabkan abduksi kelingking karena otot ini memiliki insersi pada basis phalanx
proksimal aspek ulna jari 5.
Guyon Tunnel Syndrome
• Nama lain : ulnar tunnel
syndrome
• Kompresi nervus ulnaris
di pergelangan tangan
ketika melewati Guyon
tunnel
– Guyon tunnel = saluran di
antara pisiforme dan hook
of hamate dengan atap
berupa ligamentum
pisohamatum
Guyon Tunnel Syndrome
• Nyeri dan paresthesia pada jari 5
(kelingking) dan setengah medial jari 4
(manis)
– Bila nyeri dan paresthesia melebar hingga
pergelangan tangan dan setengah medial
punggunf tangan  kemungkinan bukan
Guyon tunnel syndrome melainkan high
ulnar lesion (e.g : Cubital tunnel
syndrome)
• Clawing pada jari kelingking dan manis
• Paralisis otot-otot intrinsik tangan (adductor
pollicis, deep head of flexor pollicis
brevis/FPB, interossei, lumbricales 4,5) 
weakened grasp, weak pinch, Froment sign,
Wartenberg sign, Jeanne sign, Masse sign
TAMBAHAN SOAL MATERI
• Pria 32 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan nyeri tajam pada punggung bawah
yang menjalar hingga tungkai kanan. Nyeri
bertambah ketika duduk dan batuk.
Pemeriksaaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis adalah
a. Rontgen vertebra lumbosacral
b. Myelografi
c. CT Scan
d. MRI.
e. Lumbal pungsi
• Seorang laki-laki, usia 40 tahun, datang dengan
keluhan tidak bisa kencing dan sulit BAB sejak 2
hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan
nyeri pinggang yang sudah berlangsung 4 bulan
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
paralisis ekstremitas bawah, hiporefleks,
anestesia perianal, dan gangguan ereksi.
Diagnosis paling mungkin adalah ...
a. Spina bifida
b. Tumor myelum
c. Hernia nucleus pulposus
d. Cauda Equina syndrome.
e. Myelitis
• Wanita,berusia 40 tahun rajin mencuci dan memasak,
datang dengan keluhan pada jari tangan kanan (ibu jari,
jari telunjuk dan jari tengah) kesemutan. Keluhan
membaik bila tangan digerakan. Nyeri pada malam
hari. Pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis dengan mengetuk pergelangan
tangan kanan didapatkan nyeri menjalar ke telunjuk,
ibu jari dan jari tengah. Apabila pergelangan tangan
diketuk, nyeri semakin hebat. Apa dignosis pasien
tersebut?
a. Erb's palsy
b. Saturday night palsy
c. Todd's palsy
d. Tarsal tunnel syndrome
e. Carpal tunnel syndrome.
• Seorang perempuan berusia 45 tahun datang
ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada
pergelangan tangan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan otot-otot intrinsik tangan mengecil
dan lemah. Saraf manakah yang kemungkinan
mengalami kelainan pada kasus diatas?
a. Nervus ulnaris.
b. Nervus radialis
c. Nervus brachialis
d. Nervus axillaris
e. Saraf-saraf thenar dan hypothenar
• Wanita,berusia 40 tahun rajin mencuci dan memasak,
datang dengan keluhan pada jari tangan kanan (ibu
jari,jari telunjuk dan jari tengah) kesemutan. Keluhan
membaik bila tangan digerakan. Nyeri pada malam
hari. Pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis dengan mengetuk pergelangan
tangan kanan didapatkan nyeri menjalar ke telunjuk,
ibu jari dan jari tengah. Phallen dan tinnel positif. Apa
pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan?
a. NCS.
b. Pungsi lumbal
c. EEG
d. MRI
e. CT-Scan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai