Anda di halaman 1dari 39

CRITICAL APPRAISAL

Kepanitraan Ilmu Interna


RS Royal Taruma
Jakarta Barat
Gatifloxacin versus ceftriaxone for
uncomplicated enteric fever in Nepal : an open
label, two-centre, randomised controlled trial
PENDAHULUAN
• Demam enterik/tifoid  disebabkan oleh Salmonella enterica serovar
Typhi dan Paratyphi A,B, dan C  sering pada negara penghasilan
rendah (termasuk Kathmandu, Nepal)

• Terdapat 27 juta kasus infeksi baru terdiagnosa dengan mortalitas


200.000 kejadian

• Penurunan susceptibilitas dan resistensi  tantangan dalam


pengobatan demam enterik  terhadap asam nalidiksat (MIC ≥ 256
ug/mL), ciprofloxacin (MIC ≥ 0,125 ug/mL)  ceftriaxone menjadi
pilihan di Asia Tenggara dan regio lainnya
PENDAHULUAN
• IV ceftriaxone sulit diberikan dan mahal pada daerah endemis ;
Sefalosporin gen 3 oral (cefixime)  toleransi rendah di pasien Nepal

• Pasien di Nepal dan Vietnam  toleransi dan efektivitas baik dengan


fluorokuinolon generasi 4 (gatifloksasin), meskipun terdapat penurunan
susceptibilitas ciprofloksasin  terkait dengan waktu hilangnya demam
lebih cepat (≤ 4 hari)

• Hipotesis  fuorokuinolon lebih superior dibanding ceftriaxone


GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Jurnal yang ditelaah  studi eksperimental jenis randomized clinical


trial , open lable, tow-centre membandingkan apakah terdapat
perbedaan pada kegagalan terapi dan waktu hilangnya demam, serta
efek samping  pada pemberian gatifloxacin oral dan ceftriaxone injeksi
di pasien demam tenterik (tifoid)

Sebanyak 239 subjek  dibagi menjadi 2 kelompok dengan sistem


randomisasi terkomputerisasi.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Kualitas metodelogi penelitian ini adalah baik, karena

• Kriteria inklusi dan eksklusi yang direncanakan dinyatakan secara jelas, meskipun
kriteria demam tifoid tidak dinyatakan secara gamblang

• Karakteristik subjek pada tiap kelompok sebelum penelitian adalah hampir sama
pada semua indikator, kecuali subjek laki-laki yang lebih banyak pada kelompok
gatifloxacin

• Rumus perhitungan besar sampel tidak dituliskan oleh peneliti, namun dinyatakan
jika dibutuhkan 300 subjek , dengan mempertimbangkan nilai DO 10%, power
80%, dan signifikansi 0,05
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
• Peneliti menjelaskan alasan adanya subjek yang Drop Out (DO), beserta
alasannya, dan ikut dimasukkan dalam analisis penelitian  analisis ITT
 tingkat kemaknaan lebih tinggi

• Dilakukan randomisasi yang merata kepada kedua kelompok penelitian,


walaupun tidak dilakukan sistem blinding/masking karena tidak
dimungkinkan

• Intervensi yang diberikan menggunakan instumen yang jelas dan sudah


terstandarisasi, serta dijelaskan dengan detail oleh peneliti (termasuk
prosedur dan alat yang digunakan)
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
• Terdapat pengawasan yang berkala dan objektif yang dilakukan oleh
CMA selama minimal 10 hari atau sampai pasien asimptomatik 
sehingga kemungkinan kesalahan terapi dapat dipantau

• Semua outcome yang diinginkan oleh peneliti dijabarkan secara jelas dan
gamblang, dengan instrument yang valid, jelas, dan tersandarisasi
(termasuk metode analisis yang digunakan)

• Peneliti memasukkan data Hazard Ratio (HR) pada hasil penelitian,


sehingga dapat dinilai apakah intervensi memberikan outcome yang
buruk kepada subjek
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS
• Studi dilakukan di Patan Hospital dan Civil Service Hospital di Kathmandu
Valley, Nepal  disahkan oleh komite etik Neal Health Research Council
dan Oxford Tropical Research Ethic Committee (UK)  dari bulan
September 2011 sampai Juli 2014

• Randomisasi dilakukan dengan 1:1 tanpa startifikasi intervensi selama


7 hari  membandingkan pemberian gatifloxacin oral (10 mg/kg) 1
kali/hari dan I ceftriaxone (60 mg/kg, maks 2g untuk pasien usia 2-13
tahun, atau 2 gr untuk umur ≥ 14 tahun)

• Alokasi terapi disimpan dalam amplop tertutup yang telah diberi label 
sesuai dengan randomisasi pasien  dibuka oleh klinisi  bersifat open
label, tanpa masking
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS
Intervensi yang diberikan :

• Oral gatifloxacin 400 mg (Square Pharmaceuticals, Bangladesh) 


berat dan dosis disesuaikan pada 10 mg/kg, sekali sehari

• Ceftriaxone injeksi (Powercef, 1000 mg injeksi vial, Wockhardt


Ltd.India)  injeksi perlahan selama 10 menit, 1 kali sehari 
dimonitor kejadian anafilaksis dalam 1 hari pertama pemberian

• Pasien pada kelompok ceftriaxone pulang dengan kanula IV in situ


 diganti baru pada hari ke 4

• Terapi rumatan  dimonitor oleh community medical auxilaries


(CMA)  visitasi 2 kali/hari minimal selama 10 hari atau sampai
pasien menjadi asimptomatik
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS
• Subjek dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum, parameter
fungsi hati (bilirubn, AST, ALT), dan glukosa serum  pada hari ke 8
• Serum glukosa diambil melalui finger-prick tes setiap hari dari hari ke 2-7
 kemudian pada hari 8,15, dan 30

• Darah diambil untuk dilakukan kultur  3 mL untuk umur < 14 tahun, dan
8mL untuk umur ≥ 14 tahun  pada awal intervensi dan hari ke 8 (jika
positif saat awal atau ada kecurigaan relaps)  pada media mengandung
tryptone soya broth dan dosium polyanethol sulfonat sampai volume 50
mL (untuk pediatrik  BectecPeds Plus cultur bottles)  salmonella
diidentifikasi menggunakan tes biokimia dan antisera serotype
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS

• Pengukuran sensitivitas  dengan Kirby-Bauer disc diffusion 


interpreatsi bds Clinical and Laboratory Standard Institute  untuk
ceftriaxone (30 ug), ciprofloxacin (5 ug), gatifloxacin (5 ug), dan
asam nalidiksat (30 ug)

• Follow up  pada hari ke 8, hari 15, bulan 1, bulan 3, dan bulan 6


 untuk pemeriksaan klinis dan kultur tinja

• Sebanyak 725 subjek didapatkan diawal  diekskulsi menjadi 239


 120 subjek pada kelompok gatifloxacin dan 119 pada kelompok
ceftriaxone  62 kultur positif pada kelompok gatifloxacin dan 54
pada kelompok ceftriaxone  Drop Out 38 subjek (15,9%)
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS
Kriteri inklusi penelitian :
• Anak usia 2-13 tahun, dan dewasa 14-45 tahun dengan suspek demam
enterik
• Kriteria demam enterik : suhu tubuh > 38C selama 4 hari atau lebih tanpa
ada fokus infeksi, dikonfirmasi melalui PF dan hasil lab
• Mendapat amoksilin, kotrimoxazole, dan kloramfenikol sebelumnya, tetapi
tidak ada respon klinis
• Menyetujui inform consent
 
Kriteria eksklusi penelitian :
• Subjek hamil
• Adanya penyakit Diabetes Melitus
• Tanda infeksi berat (syok, ikterik, perdarahan GI)
• Riwayat hipersensitivitas terhadap obat yang diuji
• Telah mendapat fluorokuinolon, sefalosporin gen 3, dan makrolid dalam 1
minggu terakhir
PENILAINAN KESAHIHAN/VALIDITAS
Data yang dikur adalah :

1. Primary end point  kegagalan terapi  sampai hari 28, kriteria :

• Waktu hilangnya demam (suhu ≤ 37,5° C, bertahan selama 2 hari)


lebih dari 7 hari setelah terapi dimulai
• Dibutuhkan pemberian obat tambahan oleh klinisi  dg azitromisin
atau lainnya
• Hasil kultur darah positif untuk S. typhi dan S. paratyphi  pada hari
ke 8 setelah terapi dimulai
• Relaps demam enterik dan kultur yang positif  pada hari ke 28
• Muncul komplikasi  perdarahan signifikan, GSC turun, perforasi GI,
dibutuhkan rawat inap  dalam 28 hari

 
PENILAINAN KESASIHAN/VALIDITAS
2. Secondary end point :

• waktu hilangnya demam  menggunaka temperature elektronik, 2


kali sehari
• Waktu relaps sampai hari ke 28
• Relaps sindrom demam enterik terkonfirmasi sampai hari 28 atau
waktu follow-up
• Deteksi bakteri pada fekal di bulan 1, 3 dan 6 pada kelompok
kultur positif
• Keamanan dan efek samping obat  melalui kuisioner dan
pemeriksaan fisik sederhana dan melalui pemeriksaan saat follow-
up oleh klinisi
PENILAINAN KESASIHAN/VALIDITAS
Metode analisis penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Perhitungan sampel  dengan perkiraan 7% kelompok


gatifloxacin akan mengalami gagal terapi, 27% pada kelompok
ceftriaxone  kekuatan 80%, signfikansi 5%, perkiraan DO 20%
 dibutuhkan 120 subjek dengan kultur positif  total 300 subjek

• Analisis kegagalan terapi dan relaps berdasarkan estimasi


Kaplan-Meier, formula Greenwood’s, can Cox regresion model
(untuk perbandingan antar kelompok)

• Analisis waktu hilangnya demam  menggunakan NPLME untuk


distribusi, dan Weillnul accelerated failure untuk perbandingan
antar kelompok
PENILAINAN KESASIHAN/VALIDITAS
• Kelompok analisis  kelompok modified ITT (menerima
setidaknya 1 dosis antibiotik dan belum terkonfirmasi kultur),
kelompok kultur positif, dan kelompok kultur negatif

• Analisis kegagalan terapi dan hilangnya demam  juga pada


subkelompok umur (<16 dan ≥ 16 tahun, wanita/laki-laki), MIC
terhadap ciprofloxacin (<0,12 ug/mL, 0,12-2.00 ug/mL, > 2 ug/mL),
MIC terhadap ceftriaxone (≤ 1.00 ug/mL atau > 1 ug/mL), dan jenis
infeksi (S.typhi atau S.paratyphi)

• Semua data dianalisis menggunakan  software R version 3.0.1


PENILAIAN KEPENTINGAN/IMPORTANCE
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Perbandingan kegagalan terapi antar kelompok tidak melewati batas


Haybittle-Peto (p<0,001), tetapi strain S.typhi dengan MIC terhadap
ciprofloxacin adalah > 16ug/mL, dan terhadap gatifloxacin adalah >1 ug/mL
(p=0,0002 untuk respon terapi antara strain fluoroquinolon yg resisten dan
susceptible)  sehingga trial dihentikan pada bulan Juli 2014

• Karakterisitik baseline antar 2 kelompok adalah sama dan merata, kecuali


kelompok gatifloxacin memiliki jumlah laki-laki lebih banyak

• Pasien dengan kultur negatif  lebih banyak mengalami demam enterik


sebelumnya, terdapat batuk, kadar AST yg lebih rendah dibanding kultur
positif
PENILAIAN KEPENTINGAN/IMPORTANCE
• Kegagalan terapi pada kelompok ITT modified  15% pada kelompok
gatifloxacin dan 16% pada kelompok ceftriaxone  HR 1,04 (95%CI
0,55-1,98;p=0,91)  tidak signifikan

• Pada kelompok kultur positif  26% gagal terapi pada kelompok


gatifloxacin dan 7% pada kelompok ceftriaxone  HR 0,24 (95% CI
0,08-0,73;p=0,01  signifikan

• Pada kelompok kultur negatif  2% gagal terapi pada gatifloxacin dan


23% pada kelompok ceftriaxone  HR 7,5 (95% CI 1,71-32,80;p=0,01)
PENILAIAN KEPENTINGAN/IMPORTANCE
• Waktu hilangnya demam  tidak signifikan pada kelompok ITT 
p=0,31

• Pada kelompok kultur positif  median waktu hilang demam lebih


panjang pada kelompok gatifloxacin dibanding ceftriaxone, dan
outcome kelompok gatifloxacin lebih buruk pada peningkatan MIC
terhadap ciprofloxacin dan gatifloxacin  p=0,001, relaps tidak
terdapat perbedaan

• Pada kelompok kultur negatif  median waktu hilang demam lebih


pendek pada kelompok gatifloxacin dibanding ceftriaxone 
p<0,0001, relaps tidak terdapat perbedaan
PENILAIAN KEPENTINGAN/IMPORTANCE
• Kejadian efek tidak terduga  122 pada kelompok gatifloxacin dan 120
pada kelompok ceftriaxone  tidak ada efek samping berat yang
dilaporkan

• Efek samping tersering :


- Muntah (23% pada kelompok gatifloxacin dan 14% pada kelompok
ceftriaxone, p=0,13)
- Batuk (12% pada kelompok gatifloxacin dan 24% pada kelompok
ceftriaxone, p=0,02)

• Tidak terdapat perbedaan frekuensi diglikemia dan fungsi hati


abnormal pada kedua kelompok
PENILAIAN KEMAMPUAN TERAPAN/
APPLICABILITY
Penelitian ini ingin melihat apakah terdapat perbedaan pada kegagalan terapi dan
waktu hilangnya demam antara pemberian gatifloxacin dan ceftriaxone

Di Indonesia, hal ini merupakan hal yang baru  golongan florokuinolon yang biasa
digunakan adalah ciprofloxacin, ofloxacin, pefloxacin, dan feroxacin  terapi lain yang
lebih sering adalah kloramfenikol dan cefixime

Hasil penelitian meunjukkan bahwa ceftriaxone tetap lebih superior dibanding


gatifloxacin pada kultur positif ; sedangkan gatifloxacin lebih efektif pada kultur negatif
 karena efikasi untuk S. typhi yang rendah (akibat resistensi), sedangkan untuk
Ricketsia tinggi

Hasil ini menunjukkan bahwa penelitian pada akhirnya kurang penting  karena
intervensi baru tidak menunjukkan hasil yang baik dibanding intervensi lama
PENILAIAN KEMAMPUAN TERAPAN/
APPLICABILITY
Terdapat permasalahan dalam compliance terhadap penggunaan ceftriaxone 
akan menjadi sulit ketika obat injeksi diberikan dengan rawat jalan selama 7 hari
berturut turut  pada akhirnya obat oral tetap lebih superior untuk demam tifoid

Namun, dengan hasil efikasi terhadap gatifloxacin yang cukup menjanjikan (HR
umunya kurang dari 1, dan tidak ada efek samping berat) dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tifoid di Indonesia jika memang sudah tersedia

Dengan angka drop out berjumlah 15,9%  maka penelitian ini dapat diterapkan
pada sampel terpilih di Indonesia (batas toleransi 10-20%).
PENILAIAN KEMAMPUAN TERAPAN/
APPLICABILITY
Metode pengambilan subjek dengan sistem randomisasi terkomputerisasi
menandakan dapat diterapkannya penelitian tersebut pada populasi
terjangkau  karena variable perancu yang dapat disingkirkan (walaupun resiko
bias tetap ada karena tidak adanya masking/blinding).

Walaupun terdapat kesulitan dalam hal compliance masyarakat umum, terutama


dengan ceftrixone untuk rawat jalan  namun terdapat kesesuaian dengan
penatalaksanaan sarkopenia di Indonesia dengan penelitian  maka
generabilitas jurnal dapat diterima di Indonesia  penelitian dapat diterapkan
dan dilaksanakan di masyarakat Indonesia
 
KETERBATASAN PENELITIAN
• Penelitian terhadap efikasi gatifloxacin dilakukan pada daerah dengan
resistensi fluorokuinolon yang tinggi (termasuk Nepal)

• Adanya kemungkinan kesalahan diagnosis demam tifoid pada kultur negatif


atau mixed infeksi pada kultur positif dengan bakteri Ricketsia

• Terdapat perbedaan intevensi yang sangat nyata antar kedua kelompok, yaitu
pemberian obat secara oral dan injeksi, serta tidak dapat dilakukan masking
KEKUATAN PENELITIAN
• Studi menggunakan analisis ITT  sehingga tingkat kemaknaan lebih tinggi

• Randomisasi dilakukan dengan baik dan merata pada semua kelompok

• Intervensi dan outcom penelitian dijelaskan dengan baik, menggunakan intrumen


yang valid dan terstandarisasi

• Hasil peneltiian ditampilkan dalam bentuk diagram dan tabel yang cukup mudah
untuk dipahami

• Tidak adanya konflik kepentingan dari peneliti atau sponsor dana penelitian
PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN LAIN
• Penelitian oleh Pandit dkk, menyatakan bahwa gatifloxacin aman dan efektif
untuk demam enterik uncomplicated

• Penelitian oleh Parry dkk, menyatakan bahwa gatifloxacin menunjukkan otucome


klinis yang baik pada S.typhi dan S.paratyphi A yang susceptibilitasya turun
terhadap ciprofloxacin (MIC 0,1μg/ml-1μg/ml)

• Penelitian oleh Wong dkk, menyatakan bahwa terdapat penurunan global


terhadap susceptibilitas fluorokuinolon, akibat mutasi pada gen target, yang
ditunjukkan dengan MIC yang lebih tinggi
PERBANDINGAN DENGAN PENELITIAN LAIN
• Penelitian oleh Smith dkk, menyatakan bahwa ceftriaxone gagal dalam mengobati
2 dari 6 pasien dengan kultur negatif S.typhi, tapi berhasil denga ofloxacin. Juga
hasil yang sama dengan gatifloxacn dan azitromisin

• Penelitian oleh WHO, menyatakan bahwa rendahnya hasil kultur diakibatkan


sensitiftas yang rendah (50-60%) dan kemungkinan ditemukannya bakteri dalam
peredaran darah kecil pada keadaan yang tidak berat

• Penelitian oleh Zimmerman dkk, menyatakan bahwa penyebab kultur negatif


pada demam enterik di Nepal adalah karena adanya infeksi bakteri lain, terutama
Ricketsia, dan fluorokuinolon mempunyai aktivitas klinis melawan bakteri tsb
KESIMPULAN
jurnal ini termasuk jurnal baik  karena metodelogi penelitian
yang baik, cara pengambilan subjek yang jelas, instrumen
penelitian yang jelas dan valid.

Penelitian menunjukkan bahwa ceftriaxone tetap lebih superior


dibanding gatifloxacin pada demam enterik kultur positif di
Nepal  oleh karena tingginya angka resistensi fluorokuinolon

Generalibilitas penelitian umumnya dapat diterima di Indonesia


PICO
Patients/Population
• Pasien anak dan dewasa dengan suspek demam tifoid

Intervention
• Pemberian gatifloxacin oral

Comparison
• Pemberian injeksi ceftriaxone

Outcome
• Kegagalan terapi, waktu hiangnya demam, keamanan obat
CHECKLIST OXFORD
1a. R- Was the assignment of patients to treatments randomised?
What is best? Where do I find the information?
Centralised computer randomisation is ideal The Methods should tell you how patients were
and often used in multi-centred trials. Smaller allocated to groups and whether or not
trials may use an independent person (e.g, the randomisation was concealed.
hospital pharmacy) to “police” the
randomization.

This paper: Yes √ No  Unclear 


• Comment: Subjek dalam penelitian Studi dilakukan di Patan Hospital dan Civil
Service Hospital di Kathmandu Valley, Nepal  disahkan oleh komite etik Neal
Health Research Council dan Oxford Tropical Research Ethic Committee (UK) 
dari bulan September 2011 sampai Juli 2014

Semua prosedur penelitian dijelaskan kepada subjek, dan diminta inform consent
CHECKLIST OXFORD
1b. R- Were the groups similar at the start of the trial?
What is best? Where do I find the information?
If the randomisation process worked (that is, The Results should have a table of "Baseline
achieved comparable groups) the groups should be Characteristics" comparing the randomized
similar. The more similar the groups the better it is. groups on a number of variables that could
There should be some indication of whether affect the outcome (ie. age, risk factors etc). If
differences between groups are statistically not, there may be a description of group
significant (ie. p values). similarity in the first paragraphs of the Results
section.

This paper: Yes √ No  Unclear 


Comment: Kriteria subjek pada kedua kelompok seragam dari semua indikator, kecuali jika subjek
laki-laki lebih banyak pada kelompok gatifloxacin
CHECKLIST OXFORD
2a. A – Aside from the allocated treatment, were groups treated equally?
What is best? Where do I find the information?
Apart from the intervention the Look in the Methods section for the
patients in the different groups should follow-up schedule, and permitted
be treated the same, eg., additional additional treatments, etc and in
treatments or tests. Results for actual use.
This paper: Yes √ No  Unclear 
Comment: Dijelaskan dengan gamblang oleh peneliti bagaimana kedua
kelompok diberikan intervensi.
CHECKLIST OXFORD
2b. A – Were all patients who entered the trial accounted for? – and were they analysed in
the groups to which they were randomised?
What is best? Where do I find the information?
Losses to follow-up should be minimal – The Results section should say how many
preferably less than 20%. However, if few patients were randomised (eg., Baseline
patients have the outcome of interest, then Characteristics table) and how many patients
even small losses to follow-up can bias the were actually included in the analysis. You will
results. Patients should also be analysed in need to read the results section to clarify the
the groups to which they were randomised – number and reason for losses to follow-up.
‘intention-to-treat analysis’.
This paper: Yes √ No  Unclear 
• Comment: Studi dilakukan di Patan Hospital dan Civil Service Hospital di Kathmandu
Valley, Nepal  disahkan oleh komite etik Neal Health Research Council dan Oxford
Tropical Research Ethic Committee (UK)  dari bulan September 2011 sampai Juli 2014

• 38 subjek yang drop out (sebanyak 15,9%) dijelaskan alasan oleh peneliti
CHECKLIST OXFORD
3. M - Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind” to which
treatment was being received?
What is best? Where do I find the information?
It is ideal if the study is ‘double-blinded’ – First, look in the Methods section to see if
that is, both patients and investigators are there is some mention of masking of
unaware of treatment allocation. If the treatments, eg., placebos with the same
outcome is objective (eg., death) then appearance or sham therapy. Second, the
blinding is less critical. If the outcome is Methods section should describe how the
subjective (eg., symptoms or function) then outcome was assessed and whether the
blinding of the outcome assessor is critical. assessor/s were aware of the patients'
treatment.

This paper: Yes  No √ Unclear 


Comment: Tidak dilakukan blinding terhadap subjek dan peneliti
CHECKLIST OXFORD
1. How large was the treatment effect?
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:

•  Kegagalan terapi pada kelompok ITT modified  15% pada kelompok gatifloxacin dan 16% pada
kelompok ceftriaxone  HR 1,04 (95%CI 0,55-1,98;p=0,91)  tidak signifikan

• Pada kelompok kultur positif  26% gagal terapi pada kelompok gatifloxacin dan 7% pada kelompok
ceftriaxone  HR 0,24 (95% CI 0,08-0,73;p=0,01  signifikan

• Pada kelompok kultur negatif  2% gagal terapi pada gatifloxacin dan 23% pada kelompok
ceftriaxone  HR 7,5 (95% CI 1,71-32,80;p=0,01

• Waktu hilangnya demam  tidak signifikan pada kelompok ITT  p=0,31

• Pada kelompok kultur positif  median waktu hilang demam lebih panjang pada kelompok
gatifloxacin dibanding ceftriaxone, dan outcome kelompok gatifloxacin lebih buruk pada
peningkatan MIC terhadap ciprofloxacin dan gatifloxacin  p=0,001, relaps tidak terdapat
perbedaan

• Pada kelompok kultur negatif  median waktu hilang demam lebih pendek pada kelompok
gatifloxacin dibanding ceftriaxone  p<0,0001, relaps tidak terdapat perbedaan
CHECKLIST OXFORD
What is the measure? What does it mean?
Perubahan setelah dengan sebelum intervensi.
Perubahan pada kegagalan terapi dan waktu hilangnya demam

Absolute Risk Reduction (ARR) = risk of the outcome in the The absolute risk reduction tells us the absolute difference in the rates of events
control group - risk of the outcome in the treatment group. This is between the two groups and gives an indication of the baseline risk and treatment
also known as the absolute risk difference. effect. An ARR of 0 means that there is no difference between the two groups thus,
the treatment had no effect.

Tidak dinyatakan dalam peneltiian Tidak dinyatakan dalam peneltiian


Relative Risk Reduction (RRR) = absolute risk reduction / risk of Relative Risk Reduction (RRR) adalah komplemen dari RR dan mungkin
the outcome in the control group. An alternative way to calculate merupakan ukuran efek pengobatan yang paling sering dilaporkan. Ini memberi
the RRR is to subtract the RR from 1 (eg. RRR = 1 - RR) tahu kita pengurangan tingkat hasil pada kelompok perlakuan dibandingkan
dengan kelompok kontrol.

Pada jurnal ini : Pada jurnal ini :

Tidak dinyatakan dalam peneltiian Tidak dinyatakan dalam peneltiian


Number Needed to Treat (NNT) = inverse of the ARR and is The number needed to treat represents the number of patients we need to treat
calculated as 1 / ARR. with the experimental therapy in order to prevent 1 bad outcome and incorporates
the duration of treatment. Clinical significance can be determined to some extent
by looking at the NNTs, but also by weighing the NNTs against any harms or
adverse effects (NNHs) of therapy.

Tidak dinyatakan dalam peneltiian Tidak dinyatakan dalam peneltiian


CHECKLIST OXFORD

2. How precise was the estimate of the treatment effect?


Rancangan penelitian ini dapat dipercaya, karena menggunakan instrument yang sudah valid dan
jelas

Will the results help me in caring for my patient? (External Validity/Applicability

The questions that you should ask before you decide to apply the results of the study to
your patient are:
 Is my patient so different to those in the study that the results cannot apply? No
(Karakteristik subjek hampir serupa dengan kondisi di Indonesia)
 Is the treatment feasible in my setting? Yes (Dapat laksana, dan namun compliance
untuk pemberian injeksi pada rawat jalan perlu diperhatikan)
 Will the potential benefits of treatment outweigh the potential harms of treatment for my
patient? Yes (Studi ini sejalan dengan tata laksana demam tifoid di Indonesia)
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai