Anda di halaman 1dari 42

FRACILIA A’AN A.

SIMBADJOE

201783096
LEARNING OBJEKTIF

1. Definisi dan etiologi dari 6. prognosis sesuai skenario


sifilis
7. klasifikasi sifilis
2. DD sesuai skenario
8. manifestasi klinis skenario
3. Tatalaksana sesuai skenario
9. komplikasi dari sifilis
4. APD dari sifilis
10. KIE kepada pasien sifilis
5. Patogenesis dan
patomekanisme sesuai 11. Program nasional untuk
skenario menanggulangi IMS
D EF INISI
D AN
ET OLOGI
DEFINISI SIFILIS
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang
disebabkan oleh spirochete Treponema
pallidum . Sifilis dapat ditularkan melalui kontak
seksual dengan lesi menular, dari ibu ke janin dalam
rahim, melalui transfusi produk darah, dan kadang-
kadang melalui luka pada kulit yang bersentuhan
dengan lesi infeksi. Jika tidak ditangani, ini
berkembang melalui 4 tahap: primer, sekunder,
laten, dan tersier.
ETIOLOGI
Penyebab sifilis ialah Treponema
pallidum, yaitu anaerobic spirochete.
Sifilis di dapat saat Treponema Pallidum
masuk melalui intact mucous membrane
atau kulit yang mengelupas selama
melakukan kontak seksual
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI

Klasifikasi (WHO) berdasarkan faktor epidemiologi :

Sifilis Dini Sifilis Lanjut


Klasifikasi sifilis secara klinis:

Secara Klinis

Sifilis kongenita (bawaan) Sifilis akuisita (didapat)


SIFILIS KONGENITA (SK), terbagi menjadi :

SK dini < 2 tahun Gangguan terjadi beberapa minggu (±3 minggu) setelah bayi lahir

Terjadi pada usia > 2 tahun  usia 7 – 9 tahun


Kelainan klinik – Trias Hutchinson :
1. Mata - keratitis interstisialis  buta
SK lanjut > 2 tahun 2. Ketulian nervus VIII
3. Gigi Hutchinson – gigi insisivus I atas kanan &
kiri

Disebabkan sisa dan deformitas akibat Sifilis


Kongenita stadium dini dan lanjut
Kelainan Klinik :
Stigmata a. Garis-garis radiar – sudut mulut
b. Gigi Hutchinson
c. Gigi molar pertama berbentuk seperti murbei
d. Penonjolan tulang frontal (Frontal Bossing)
SIFILIS AKUISITA

 Infeksi didapat dari kontak langsung dengan lesi kulit / selaput


lendir yang mengandung T. pallidum .
 Penularan dapat melalui darah – transfusi.
Pembagian Berdasarkan Kelainan Klinis
1. Stadium I
2. Stadium II
3. Stadium laten - Dini : bersifat menular
4. Stadium laten - Lanjut : bersifat tidak menular
5. Stadium III
6. Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
MANIFESTASI
KLINIS
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis Primer
• Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah
genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak.
• Lesi awal biasanya berupa papul  erosi 
ulkus durum, teraba keras terdapat indurasi.
• Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan
keras.
• Pada ♂ tempat yang sering dikenai : sulkus
koronarius, pada ♀ di labia minor dan mayor. Di
ekstragenital: lidah, tonsil, dan anus.
• Pada ♂ selalu disertai pembesaran kelenjar
limfe inguinal medial unilateral/bilateral
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis Sekunder (SII)
• Biasanya S II timbul setelah 6-8 minggu sejak S I dan
sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I.
• Lama S II dapat sampai 9 bulan .
• Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia,
turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam, dan
artralgia. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir
dapat diduga sifilis sekunder.
MANIFESTASI KLINIS
• Lesi kulit biasanya simetris: roseola,
papul, pustul dan bentuk lainnya.
• Jarang dijumpai keluhan gatal.
• Kelainan kulit dapat menyerupai
berbagai penyakit kulit: the great
imitator.
• SII dapat memberi kelainan pada
mukosa, kelenjar getah bening, mata,
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis Laten Dini
• Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-
alat dalam, tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik
darah postitif, sedangkan tes likuorserebrospinal negatif. Tes
yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis lanjut
Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut: 
1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan pada wanita hamil.

2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan T. pallidum, pada sifilis lanjut tidak
ditemukan.

3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang cukup, sedangkan pada
sifilis lanjut sangat jarang.

4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif

5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi pengobatan yang
adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah, sedangkan pada sifilis lanjut umumnya
reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan.
Titer yang tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.
MANIFESTASI KLINIS
Sifilis tersier (S III)

• Lesi pertama umumnya terlihat


antara tiga sampai sepuluh tahun
setelah S I. Kelainan yang khas
ialah guma, yakni infiltrat
sirkumskrip, kronis, biasanya
melunak, dan destruktif.
• Dapat menyarang mukosa,tulang
dan alat dalam
Sifilis Kongenital
• Pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis,
terutama sifilis dini sebab banyak T.
pallidum beredar dalam darah. treponema
masuk secara hematogen ke janin melalui
plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat
masa kehamilan 10 minggu.
• Terbagi sifilis kong. Dini, lanjut dan stigmata
SIFILIS KONGENITAL DINI
• Bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki atau
dibadan  Pemfigus sifilitika
• Kuku terlepas akibat papul dibawahnya  Onikia Sifilitika
• Pada selaput lendir mulut dan tenggorok terdapat plaques
muqueuses. Jika terdapat pada mukoperiosteum cavum nasi
rhinitis  syphilitic snuffles
• Hepar dan Lien membesar  fibrosis, edema, ikterik
• Paru  pneumonia putih
• Tulang  pseudoparalisis parrot
• Saraf  Neurosifilis aktif
SIFILIS KONGENITAL LANJUT

• Gumma yg khas di mulut dan hidung


• Periostitis sifilitika 1/3 tengah tulang tibia sabre tibia
• Osteoperiostitis pada tengkorak berupa tumor bulat parrot nodus
• Pada kedua sendi lutut bengkak & nyeri, disertai efusi  clutton’s
joints
• Neurosifilis  paralisis generalisata atau tabes dorsalis
STIGMATA
Lesi dini:
• Saddle nose
• Bulldog jaw
• Gigi Hunchinson, Mulbery molar
• Ragades
• Koroidretinitis
• Onikia
Lesi lanjut:
• Keratitis interstitial
• Sikatriks gumatosa
• Buldog facies
• Atrofi optikus
• Trias hutchinson
PATOGENESIS
PATOGENESIS
1. Tahap masuknya Treponema
– T. pallidum (melalui mikrolesi kulit atau selaput
lender) → masuk kedalam tubuh →. multiplikasi →
timbul infiltrat (limfosit dan sel plasma) papula.
– Reaksi radang tidak hanya terbatas pada tempat
masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler.
– T. pallidum berada berada di antara endotel kapiler dan
sekitar jaringan perivaskular → hipertofi endotel →
obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).
PATOGENESIS
2.Stadium I (SI)
– Kerusakan vaskuler → aliran darah ↓ → erosi atau ulkus (afek
primer S I)
– T. pallidum → aliran darah / limfe → jaringan tubuh (termasuk
KGB regional) → kompleks primer SI
3.Stadium II (SII)
– Secara hematogen T. pallidum → seluruh jaringan tubuh. Reaksi
jaringan terlihat 6-8 minggu setelah kompleksprimer
(bermanifestasi sebagai SII) dengan didahului gejala prodromal.
Lesi perlahan-lahan menghilang hilang dalam waktu kurang lebih
9 bulan.
PATOGENESIS
4. Stadium Laten
– Adalah stadium tanpa tanda atau gejala klinis, tetapi
infeksi masih ada dan aktif yang ditandai dengan S.T.S
positif.
– Kadang-kadang bila imunitas gagal mengendalikan
infeksi timbul lesi seperti SI atau SII (stadium
rekuren).
– Stadium ini terjadi ≤ 2 tahun dan antibodi tetap ada
dalam serum penderita (S.T.S positif).
PATOGENESIS
5.Stadium gumma
– Terjadi perubahan keseimbangan antara treponema dan jaringan
– Pada stadium ini treponema sukar ditemukan tetapi reaksinya
bersifat destruktif
– Lesi sembuh → jaringan fibrotik dan dapat berlangsung beberapa
tahun
– Treponema pallidum dapat mencapai sistem kardiovaskuler dan
saraf pusat
– Hampir ⅔ kasus dengan stadium laten dapat hidup tanpa
menimbulkan gejala klinis
APD
ANAMNESIS

• Data diri pasien (nama, umur, alamat, status pernikahan)


• Menanyakan keluhan utama dan keluhan penyerta
• Riwayat pasien (Lokasi lesi, kapan waktu onset dan evolusi)
• Apakah adanya gejala sistemik seperti demam, malaise, gastrointestinal,
atau gejala saluran pernapasan atas
• Bagaimana lingkungan pekerjaan pasien
• Apakah pasien memiliki riwayat sering berganti-ganti pasangan
PEMERIKSAAN FISIK

• Pemeriksaan TTV
• Pemeriksaan seluruh kulit dan permukaan mukosa sekitar (Inspeksi).
Perhatikan lokasi, warna, perbatasan, dan jenis lesi
• Palpasi kulit untuk membantu menilai tekstur lesi, kedalaman, struktur
lesi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan T. Pallidum
• Mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan
microskop lapangan gelap. Treponema tampak berwarna putih pada latar belakang
gelap. Pergerakannya memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan-lahan
melintasi lapangan pada pandangan, jika tidak bergerak cepat seperti Borrelia
vincentii penyebab stomatitis.
• Pemeriksaan lain dengan pewarna menurut Buri, tidak dapat dilihat pergerakannya
karena treponema tersebut telah mati, jadi hanya tampak bentuknya saja.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan serologis dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan non treponema (uji
Wassermann, Rapid Plasma Reagin, Venereal Disease Research laboratory) dan
pemeriksaan treponema (TPPA, FTA-Abs, MHA-TP/TPHA, RPCF, uji Western
Blot).

•Rapid plasma reagin (RPR), dan Venereal Disease Reaserch Laboratoris (VDRL)
 murah dan cepat namun tidak spesifik. RPR dan VDRL diikuti oleh test yang
lebih spesifik yaitu Treponemal palidum haemoglutination assay (TPHA) dan
Fluorecent treponemal antibody absorption test (FTA-Abs),

•Pada neurosifilis dilakukan test dengan menemukan leukosit dalam jumlah tinggi
dan adanya protein abnormal yang tinggi pada LCS.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSAAN
 Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini
hasilnya makin baik. Mitra seksualnya juga diobati
 Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah
proses lebih lanjut.
 Selama belum sembuh penderita dilarang
bersenggama
Sifilis Pengobatan Pemantauan Serologik

Sifilis primer 1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit IM, 2,4 juta unit dan diberikan 1x seminggu. Pada bulan I, III, VI, &
XII & setiap 6 bulan pada
2. Penisilin G prokain dalam akua dosis total 6 juta, diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari
tahun ke 2
3. PAM (penisilin prokain +2% aluminium monostrerat) dosis 4,8 juta unit, diberikan 1,2 juta
unit/kali 2 kali seminggu

Sifilis sekunder Sama seperti sifilis primer  

Sifilis laten 1.Penisilin G benzatin dosis total 7,2 juta unit  

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 12 juta unit (0,6 juta unit/hari)

3. PAM dosis total 7,2juta unit (1,2 juta unit/kali, 2x seminggu)


Sifilis S III 1.Penisilin G benzatin dosis total 9,6 juta unit  

2.Penisilin G prokain dalam akua, dosis total 18 juta unit (0,6 juta unit/hari)

3. PAM dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali, 2x seminggu)
PENATALAKSANAAN

• Antibiotik yang lain: Untuk yg alergi penisilin.


 Tetrasiklin 4x 500 mg/ hari
 Eritromisin 4 x 500 mg/ hari
 Doksisiklin 2x100mg / hari

• Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II, 30 hari


bagi Stadium laten.
K OM P L I K A SI DA R I S IF I LI S
• Reaksi Jarisch-Herxheimer merupakan sindrom yang timbul 12 jam setelah terapi,
selanjutnya akan hilang spontan dalam 24- 36 jam. Reaksi ini merupakan efek samping
signifikan yang dapat terjadi dengan terapi antibiotik sifilis apapun tetapi paling umum
setelah penggunaan penisilin.
• Kejadiannya pada 1/3 sampai 2/3 pasien sifilis primer dan sekunder yang diterapi
penisilin. Manifestasi termasuk demam, ruam, malaise, sakit kepala lesi mukokutan,
limfadenopati yang nyeri pada penekanan, nyeri tenggorokan, malaise, dan mialgia
terlihat pada 10% hingga 35% pasien dan biasanya sembuh sendiri
• Reaksi alergi penisilin dapat berupa urtikaria, angioedema, atau syok anafilaksis.
• Syok anafilaksis memiliki gejala obstruksi saluran napas atas, bronkospasme, atau
hipotensi. Terapinya epinefrin (adrenalin) 1:1000 IM, 0,5 mL dilanjutkan dengan
antihistamin IM/ IV (contohnya difenhidramin 10 mg) dan hidrokortison IM/IV 100
mg.
• Desensitisasi penisilin merupakan pilihan dalam situasi berikut: (1) neurosifilis pada
orang dengan riwayat reaksi hipersensitivitas berat terhadap penisilin; (2) sifilis tersier
pada semua pasien alergi penisilin; (3) semua stadium sifilis pada wanita hamil yang
PROGNOSIS

• Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih


baik. Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak
menular ke orang lain, T.S.S pada darah dan likuor serebrospinalis
selalu negatif.
• Jika sifilis tidak diobati, maka hampir ¼ akan kambuh, 5% akan
mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada
pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal. Pada sifilis dini
yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%.
KIE
• Edukasi dilakukan secara langsung oleh dokter yang menangani kepada
pasien. Disampaikan dengan bahasa sehari-hari, agar apa yang disampaikan
oleh dokter mudah dipahami dan dimengerti oleh pasien.
• Cara mengdekuasi pasien yang terkena sifilis sebagai upaya dalam
pencegahan dan pengobatan pasien disampaikan bagaimana cara penyakit
ini bisa menular dan memberi peringatan kepada pasien agar tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu termasuk kedalam upaya agar pasien
tidak menularkannya kepada orang lain.
• Dokter menjelaskan aturan untuk meminum obat dan kontrol rutin yang
harus dijalani oleh pasien minimal 2 minggu sekali sebagai bentuk
pengobatan terhadap pasien.
• Cara edukasi yang dilakukan dokter sangat baik, karena tidak hanya dalam
bentuk pengobatan untuk pasien, tetapi juga dalam bentuk pencegahan agar
pasien tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang
memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang
dilakukan adalah dengan prinsip ABC yaitu :
1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan
bergantiganti pasangan.
2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh
perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang
tetap.
3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan
konsisten untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.
4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.
5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki
resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur,
dan stiker.
PROGRAM NASIONAL UNTUK
PENANGGULANGAN IMS
1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas berkaitan
dengan IMS
2. Mencegah infeksi HIV
3. Mencegah komplikasi serius pada kaum perempuan
4. Mencegah efek kehamilan yang buruk
DAFTAR PUSTAKA
• Djoko santoso. Pemeriksaan klinik dasar. Airlangga University Press. Surabaya,
2016. hal 111-112
• Ummi Rinandari, Endra Yustin Ellista Sari. Terapi Sifilis Terkini. Jurnal cermin
dunia kedokteran. CDK-290/ vol. 47 no. 9 th. 2020
• Andre Setiawan. Edukasi Dokter pada Pasien Sifilis sebagai Upaya Pencegahan
dan Pengobatan. Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret. Surakarta, 2019.
• Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016
DANGKE

Anda mungkin juga menyukai