Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGAS

FAKULTAS KEDOKTERAN Maret 2021


UNIVERSITAS PATTIMURA

ISPA/PNEUMONIA
 
OLEH:
Neni N. Dadiara
(2018-84-067)

PEMBIMBING:
Pak. Daud Samal, SKM 1
BAB I PENDAHULUAN

2
Latar Belakang
Faktor risiko  gizi kurang,
Penyebab utama morbiditas dan status imunisasi tidak lengkap,
mortalitas penyakit menular di ASI tidak memadai, kepadatan
dunia  4,25 juta setiap tahun di tempat tinggal, polusi udara,
dunia orang tua perokok dan keadaan
rumah yang tidak sehat.

ISPA atau pneumonia  penyakit


ISPA/PNEUMONIA
Indonesia selalu menempati
yang paling sering diderita oleh urutan pertama penyebab
balita yaitu sebanyak 78% balita kematian ISPA pada kelompok
(WHO,2012) bayi dan balita

Penyebab utama morbiditas dan Insiden ISPA juga merupakan


mortalitas penyakit menular di salah satu penyebab utama
Setiap tahun, jumlah balita yang kunjungan pasien di Puskesmas
dunia  4,25 juta setiap tahun di
dirawat di rumah sakit dengan (40%-60%) dan rumah sakit
dunia
kejadian ISPA sebesar 12 juta . (15%-30%).

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4
Definisi
ISPA adalah Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai
alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat.

5
BAB II EPIDEMIOLOGI

6
7
8
9
10
1. NTT (15,4%)
2. PAPUA (13,1%)
3. PAPUA BARAT(12,3%)
4. BANTEN(11,9%)
5. BENGKULU(11,8%)
6. NTB(11,7%)
7. JAWA BARAT(11,2%)
8. BALI(9,7%)
9. GORONTALO(9,5%)
10. JAWA TIMUR(9,5%)
11. SUMATERA BARAT(9,5%)
12. ACEH(9,4%)
13. SULAWESI TENGAH(9,4%)
14. KALIMANTAN TENGAH(8,9%)
15. DKI JAKARTA(8,5%)
16. JAWA TENGAH(8,5%)
17. MALUKU(8,5%)
18. KALIMANTAN BARAT(8,4%)
19. SULAWESI SELATAN(8,3%)
20. KALIMANTAN TIMUR(8,1%)
21. SILAWESI TENGGARA(8,1%)
22. LAMPUNG(7,4%)
23. KALIMANTAN SELATAN(7,1%)
24. RIAU(7,1%)
25. BANGKA BELITUNG(6,9%)
26. DI YOGYAKARTA(6,9%)
27. SULAWESI BARAT(6,9%)
28. SUMATERA SELATAN(6,9%)
29. KEPULAUAN RIAU(6,5%)
30. SULAWESI UTARA(6,2%)
31. MALUKU UTARA(5,7%)
32. JAMBI(5,5%)
ISPA pada Provinsi maluku 5 tahun terakhir
30,000
 1 Ambon(K)
 2 Maluku Tengah
25,000  3 Maluku Tenggara
 4 Maluku Tenggara
Barat
20,000

2015
 5 Kepulauan Aru
2016
2017
 6 Seram Bagian Barat
15,000 2018
2019
 7 Seram Bagian Timur
 8 Pulau Buru

10,000  9 Maluku Barat Daya


 10 Buru Selatan

5,000
 11 Tual(K)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12
KLASIFIKASI
Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA :
(1) ISPA Non-Pneumonia
(2) ISPA Pneumonia

13
KLASIFIKASI ISPA PADA
BALITA
Umur 2 bulan - < 5 Umur < 2 bulan
tahun

Pneumonia Bukan
Pneumonia Bukan
Pneumonia berat
Pneumonia Berat Pneumonia
GEJALA KLINIS
 Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah

kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tldak menangis atau meronta).

 Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali

per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan

tidak ada napas cepat.


ETIOLOGI ISPA
Bakteri : Virus :
 Streptococcus  Rhinovirus
 Coronavirus
 Stafilococcus
 Picornavirus
 Pnemococcus
 Herpesvirus
 Hemofilus
 Respiratory syncytial virus
 Bordetella
 Micsovirus
 Corinebacterium
 Adenovirus

16
FAKTOR RISIKO ISPA
Meningkatkan insiden (angka kesakitan)
 Kepadatan tempat tinggal
dan angka kematian :
 Imunisasi yang tidak memadai
 Umur kurang dari 2 bulan  Membedung anak (menyelimuti
berlebihan)
 Gizi kurang  Defisiensi vitamin A
 Pemberian makanan tambahan terlalu dini
 BBLR ( berat badan lahir rendah)
 Menderita penyakit kronis
 Tidak mendapatkan ASI yang memadai  Jangkauan pelayanan kesehatan yang
rendah
 Polusi udara
 Sosial ekonomi rendah

17
PATOGENESIS
FAKTOR AGEN

 Infeksi saluran nafas akut bagian atas  90% disebabkan oleh virus

 Infeksi akut saluran nafas bagian bawah  50 % diakibatkan oleh bakteri (Streptococcus pneumonia

70-90%, Stafilococcus aureus dan H. influenza 10-20%)

FAKTOR HOST
 Usia
 Jenis kelamin
 Status gizi
 Status imunisasi
 Pemberian suplemen vitamin A
 Pemberian ASI

18
PATOGENESIS
FAKTOR ENVIRONMENT

 Rumah

 Kepadatan hunian (crowded)

 Status sosioekonomi

 Kebiasaan merokok

 Polusi udara

19
BAB II PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN

20
PENCEGAHAN
 Pemberian ASI eksklusif

 Kekurangan gizi pada balita

 Pencegahan terjadinya berat badan lahir rendah

 Pengurangan polusi udara dalam ruangan, dan paparan polusi di luar ruangan

 Imunisasi

 Kepadatan Penduduk

21
22
STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

Penemuan dan tata Kesiapsiagaan dan Penguatan sistem Penguatan


Pengendalian faktor
laksana kasus respon terhadap informasi dan manajemen
risiko
pneumonia balita pandemi influenza kajian program

23
24
BAB II PENEMUAN DAN
TATALAKSANA KASUS

25
PENEMUAN KASUS

Secara Pasif Secara Aktif

26
LANGKAH-LANGKAH PENEMUAN KASUS

Menanyakan balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas

Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan 2 bulan sampai
59 bulan

Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TDDK) dan hitung napas

Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas; pneumonia berat,
pneumonia dan batuk bukan pneumonia

27
TATALAKSANA KASUS
Kasus pneumonia balita yang ditemukan segera ditindak lanjuti dengan tatalaksana kasus yang
efektif, melalui upaya-upaya sebagai berikut :

 Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: amoksisilin dosis tinggi selama 3 hari dan obat

simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol, salbutamol.

 Kunjungan ulang bagi penderita pneumonia setelah 2 hari mendapat antibiotic di fasilitas

pelayanan kesehatan.

 Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat.

28
TATALAKSANA KASUS
Anak umur < 2 bulan yang
mempunyai salah satu tanda bahaya
diatas, dikelompokan pada
PENYAKIT SANGAT BERAT dan
perlu tindakan SEGERA RUJUK→
untuk tindakan rujukan harus
ditentukan diagnosa terlebih dahulu
oleh dokter.
Bila anak umur < 2 bulan tidak
ditemukan tanda bahaya maka anak
masuk klasifikasi ISPA : BATUK
BUKAN PNEUMONIA.

29
TATALAKSANA KASUS

30
31
Farmakologis

- Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik


parenteral, oksigendan sebagainya.
- Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi amoksisilin atau ternyata dengan
Pemberian amoksisilin keadaan penderita menetap, atau dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, kotrimoksazol
atau penisilin prokain.
- Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
demam diberikan
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
PERALIHAN DARI CO-TRIMOXAZOLE  AMOXICILLIN
o Hasil
penelitian
o Rekomendasi IDAI
o Tanggapan Komite Ahli

Pemilihan antibiotik untuk


pengobatan Pneumonia 
Amoxicillin dosis tinggi
(50 mg/kg BB/kali, sebanyak 2x sehari
selama 3 hari)
TERIMA KASIH 
TERIMA KASIH
36

Anda mungkin juga menyukai