Anda di halaman 1dari 25

5.

KOGNISI DALAM
KONSELING.

Mata Kuliah : Psikologi Konseling


Program Studi : Bimbingan danKonseling
Semester : IV (Pagi)
Oleh : Dr. Al. Suhadi, M.Pd

1
5. KOGNISI DALAM KONSELING.
 Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada
penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan,
penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan,
dan penalaran.
 Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai
pengaruh terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu
apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya.
 Bagian ini akan membahas tentang refleksi dan elaborasi
beberapa teori kognitif dengan maksud untuk lebih
memperdalam isi dan kualitas kawasan psikologis dan
implementasi bagi konseling. Kognisi merupakan bagian
intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran,
pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan,
pengambilan keputusan, dan penalaran.

2
(lanjutan)
 Karena kognisi merupakan faktor penting dan
mempunyai pengaruh terhadap perilaku, maka
konselor akan terbantu apabila memahami
kognisi dan dinamika dasarnya.
 Bagian ini akan membahas tentang refleksi dan
elaborasi beberapa teori kognitif dengan maksud
untuk lebih memperdalam isi dan kualitas
kawasan psikologis dan implementasi bagi
konseling.

3
ASUMSI – ASUMSI YANG SALAH
 Asumsi kognitif ( hipotesis, keyakinan, konstruk ) di buat
oleh orang untuk mengendalikan dan membuat kesan
mengenai hidupnya. tanpa asumsi kognitif, setiap
rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran, akan
menjadi kesan yang tidak di ketahui dan akan membuat
kecemasan besar.
 Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai
atau bertentangan. Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan,
konstruk) di buat oleh orang untuk mengendalikan dan
membuat kesan mengenai hidupnya. tanpa asumsi kognitif,
setiap rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran, akan
menjadi kesan yang tidak di ketahui dan akan membuat
kecemasan besar.
 Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai
atau bertentangan.
4
Perkembangan

 Proses pembelajaran yang menyebabkan


asumsi salah diperoleh melalui lima cara
yaitu.

5
1. Melalui pengalaman langsung. Pengalaman tertentu
yang langsung dialami seseorang dalam waktu
tertentu dapat memberikan kesan tertentu yang
kemudian membentuk asumsi salah. Misalnya seorang
gadis yang kecewa pada kencan pertama dengan
pacarnya yang dianggap tidak sensitif, kurang
perhatian dan kasar kemudian dia
menggeneralisasikan bahwa semua laki-laki itu kasar
dan tidak sensitif.
2. Terjadi dengan kejadian seolah-olah mengalami
sendiri. Orang yang menyaksikan satu kejadian yang
dipersepsi seolah-olah mengalaminya sendiri dapat
berkembang menjadi asumsi salah. Misalkan seorang
anak laki-laki menyaksikan ayahnya dihina dan
dicampakkan oleh ibunya, kemudian membuat anak
itu berfikir bahwa semua perempuan penghianat.

6
3. Pengajaran langsung. Pengajaran kurang memadai yang
diperoleh seseorang dari orang lain ( orang tua, guru atau
pihak lain ) dapat berkembang menjadi asumsi salah.
Misalnya seorang gadis dinasehati oleh ibunya bahwa sex
itu tidak baik, kemudian dapat membentuk asumsi yang
salah mengenai sex.
4. Logika simbolik. Perilaku dalam satu peristiwa tertentu
sering dijadikan sebagai simbol yang secara logis dalam
peristiwa lain. Misalnya seorang anak melihat bahwa
marah telah merusak kehidupan perkawinan orang
tuanya, kemudian menyimpulkan bahwa marah itu jelek
dan harus dihindari, sehingga anak itu tidak mampu
membedakan antara marah yang destruktif dengan yang
konstruktif, karena premis mayornya salah yang
menyebabkan kesimpulannya salah.

7
5. Miskonstruksi hubungan sebab akibat. Asumsi
salah dapat timbul karena kesalahan dalam
membangun hubungan sebab akibat. Misalnya
seorang anak menganggap tidak naik kelas
adalah karena ia bodoh walaupun dalam
kenyataan ia paling muda di kelasnya dan
orang tuanya menginginkannya tetap
bergabung dengan anak seusianya.

 Di samping itu asumsi salah dapat ditimbulkan


oleh kesalahan dalam berfikir.
 Hal – hal berikut ini merupakan beberapa
kesalahan dalam berfikir yang menyebabkan
asumsi salah.
8
1. Generalisasi berlebihan ( over-generalization ).
Misalnya semua perempuan itu manipulatif, semua laki-
laki eksploratif. Hidup ini tidak jelas, Orang lain tidak
menyukai saya,
2. Konsep semua atau tidak sama sekali. Misalnya, saya
harus diterima di perguruan tinggi atau hidup saya akan
berakhir. Anda mau bantu saya atau tidak ada harapan
sama sekali.
3. Pernyataan mutlak.. Saya harus mematuhi orang tua
saya. saya harus jadi orang baik, dsb
4. Ketidak-akuratan semantik. Saya gagal – saya
membuat kesalahan. Ini adalah akhir – ini adalah langkah
mundur.
5. Akurasi waktu. Apa yang dianggap tepat di masa lalu,
tidak selalu tepat di masa kini dan yang akan datang.
Generalisasi berlebihan ( over-generalization ).
Misalnya semua perempuan itu manipulatif, semua laki-laki
eksploratif. Hidup ini tidak jelas, Orang lain tidak menyukai
saya,
9
Karakteristik
 Asumsi yang salah mempunyai beberapa
karakteristik dalam hal: dimensi waktu,
pola-pola, kesalahan yang mendasari, dan
asumsi berbahaya dan tidak berbahaya.

10
Dimensi waktu
 Asumsi salah berkenaan dengan masa lalu, sekarang dan yang akan
datang.
 Ada orang yang mempunyai asumsi salah berkenaan dengan masa
lalu misalnya: “Orang tua saya tidak mencintai saya”.
 Dengan asumsi itu ia tidak mau bergaul dengan orang lain. Asumsi
salah dapat terjadi berkenaan dengan masa kini seperti: “Saya tidak
memiliki kecakapan untuk bekerja.
 Dengan asumsi itu ia mencari pekerjaan yang gampang dan di luar
minatnya.
 Selanjutnya asumsi salah dapat berkenaan dengan masa yang akan
datang misalnya: “Kalau saya menikah nanti pasti saya tidak akan
bahagia”.
 Asumsi itu timbul berdasarkan pengamatannya bahwa ibunya telah
tiga kali cerai. dalam beberapa kasus, orang yang mempunyai
ketiga macam asumsi salah itu pada akhirnya dapat melumpuhkan
dirinya sendiri.

11
Pola – pola asumsi salah
 Orang yang mengikuti konseling dipengaruhi oleh
asumsi salah yang secara signifikan akan menghambat
hidupnya sendiri sehingga membatasi gerak hidupnya.
 Asumsi salah dikelompokkan ke dalam kategori dalam
bentuk yang berjenjang.
 Misalnya asumsi bahwa untuk mencapai sukses tertentu
harus diawali dengan sukses tertentu. Seorang ibu
berpendapat bahwa agar anaknya menjadi orang
sukses, ia harus lulusan Perguruan Tinggi ternama, oleh
karena itu ia harus masuk ke SMA Favorit, dan
sebelumnya harus masuk ke SMP favorit, juga SD
favorit, dan harus dimulai dari kelompok Bermain dan
Taman Kanak-kanak tertentu.
12
Hal yang mendasari kekurangan
 Asumsi salah selalu dapat ditelusuri ke
belakang berkenaan dengan kekurangan
yang ada dalam dirinya.
 Untuk alasan ini asumsi salah tidak saja
sebagai indikator masalah yang dihadapi
seseorang, akan tetapi juga sebagai
indikator alasan kekurangan-kemampuan
orang dalam menyesuaikan diri mencapai
kebahagiaan.
13
Asumsi yang berbahaya dan
tidak berbahaya
 Semua asumsi negatif tidak selalu
menimbulkan gangguan psikologis.
 Asumsi salah yang berbahaya dapat
berupa ucapan misalnya “semua orang
yang kukasihi harus mencintai saya”.
 Asumsi yang tidak berbahaya dapat dilihat
dalam kalimat: “saya menikahi seseorang
yang terbaik yang pernah kucintai”.
14
Penolakan terhadap perubahan
 Asumsi yang salah sulit sekali diubah karena
beberapa alasan yaitu:
 Dianggap sebagai hal yang bersifat pribadi
 Telah ada sejak kanak-kanak
 Sudah merupakan bagian integral dengan
kepribadian seseorang
 Orang yang menghabiskan waktu seperempat
abad atau lebih selalu sulit untuk berupah karena
berarti ia harus merubah pemahaman selama 25
tahun terakhir yang telah di percaya bahwa
konflik psikologis tidak perlu dan harus dihindari.

15
Pemeliharaan
 Asumsi salah cenderung akan selalu di
pelihara dan menolak perubahan karena
mereka beranggapan telah terbukti
“benar” dalam hidupnya. Orang
memelihara asumsi salah untuk dianggap
benar dalam hidup dengan cara;

16
1. Tidak memberikan perhatian dengan selektif.
Ketika orang lain melebihi kemampuannya, ia
mengacuhkannya dan mengalihkan perhatian
kepada hal lain.
2. Memberikan perhatian dengan selektif. ketika
melakukan suatu hal yang dianggap unggul, ia
menyebut-nyebutnya dan menganggap bahwa hal
tersebut sering dilakukannya.
3. Penghargaan yang dibuat-buat. Dia dipilih sebagai
manajer karena tidak ada orang yang mau, tetapi
ia mengangggap hal tersebut adalah karena ia
yang paling istimewa.
4. Meminta umpan balik. Meminta orang lain
memberikan “umpan balik yang jujur” sebagai
cara untuk memanipulasi dirinya untuk
memperkuat asumsi salah.
17
5. Penguat sebentar. Misalnya, sementara ia
berasumsi bahwa dirinya kurang berprestasi,
orang lain menyatakan bahwa ia unggul. Hal itu
akan membuat asumsi salahnya diperkuat dan
dipelihara.
6. Di somasi kognitif. Hal ini dilakukan apabila ada
informasi yang bertolak belakang dengan asumsi
salah, maka akan berkembang upaya mengurangi
kecemasan dengan memberikan jaminan
terhadap asumsi salah itu. Misalnya seorang
karyawan yang tidak memperoleh promosi
kemudian ia menyatakan bahwa perusahaan
membuat dia lebih baik dalam posisinya.
18
Contoh – contoh
 Asumsi yang salah dapat terjadi dalam empat
sumber: dari diri sendiri (saya tidak menarik);
terhadap orang lain (istriku tidak menghormatiku),
pada hidup (hidup ini kejam), dan pada Tuhan
(Tuhan tidak menyukaiku).
 Asumsi yang berasal dari diri sendiri sering kali
merupakan inti dari semua asumsi ke tiga lainya.
seperti contoh :
 Saya harus dicintai orang lain
 Orang lain harus memperlakukanku dengan adil
 Kebahagiaan adalah tujuan dalam hidup

19
BEBERAPA PERTIMBANGAN
BAGI KONSELOR
 Dalam menghadapi klien dengan kasus
asumsi salah, ada beberapa hal yang
harus di jadikan pertimbangan oleh
konselor, antara lain:

20
1. Kesabaran. Konselor harus memiliki kesabaran yang baik
dalam menangani klien dengan kasus asumsi salah.
Hendaknya konselor secara sabar menghindari tindakan
menginterogasi klien secara langsung, karena semakin
konselor melakukan interogasi langsung maka asumsi-
asumsi salah yang ada dalam diri klien akan semakin sulit
keluar.
2. Reaksi yang tidak membantu. Konselor harus berhati-hati
untuk tidak mendorong terbentuknya sebuah asumsi yang
salah dan tidak menyimpulkan dan membentuk asumsi
yang salah itu sendiri.
3. Emosi. Konselor harus memahami bahwa walaupun
masalahnya adalah dalam kaitan dengan kognisi, akan
tetapi tidak boleh mengabaikan keterkaitannya dengan
faktor emosional. Hal ini berarti bahwa konselor harus
memperhatikan kondisi emosional klein dan keterkaitannya
dengan kognisi.
21
4. Asumsi yang tidak disadari. Asumsi salah yang
paling merusak adalah asumsi yang sering kali
tidak disadari oleh klien dan sangat percaya
bahwa asumsi itu benar. Dalam hubungan ini
konselor harus sangat hati-hati dan cermat dalam
merespon semua aktivitas klien.
5. Validitas. Konselor harus menyadari bahwa tidak
semua asumsi itu salah. Oleh karena itu konselor
harus mampu menelaah secara hati-hati dan
mempunyai bukti yang cukup untuk memastikan
bahwa asumsi itu salah.
6. Berbagi asumsi. Dalam konseling, konselor dapat
berbagi pengalaman bersama klien dalam hal
kesamaan asumsi. Dengan cara itu klien akan
merasakan sikap empatik dari konselor sehingga
memungkinkan jalannya konseling menjadi lebih
efektif.
22
7. Menyembunyikan asumsi. Dalam konseling, konselor
akan mendapatkan klien yang berusaha
menyembunyikan asumsinya yang salah dan berusaha
untuk menghindari adanya upaya untuk
mengungkapkannya. Konselor harus berhati-hati
terhadap kemungkinan itu dan mengkaji dengan
cermat berbagai isyarat yang terkait dengan asumsi
salah serta mencari isyarat yang terkait dengan asumsi
salah yang sebenarnya.
8. Menghilangkan asumsi. Konselor tidak dapat membuat
alasan, bukti, atau bicara dengan klien di luar asumsi
salah. Konselor sendiri dapat berperan sebagai bukti
dari asumsi salah klien. Konselor sendiri dapat
berperan sebagai bukti dari asumsi salah klien.
Konselor harus membantu klien untuk dapat mengenali
tidak hanya asumsi salah saja, tetapi juga penyebab
asumsi salahnya.
23
9. Melibatkan konselor dalam masalah. Konselor
dapat berperan sebagai bagian integral dari
asumsi salah dari klien dalam dua cara yaitu:
Pertama konselor dapat menjadi sasaran asumsi
salah dari klien, kedua klien dapat
memproyeksikan asumsi salahnya kepada
konselor.
10. Membuktikan asumsi salah. Klien dalam
konseling dapat memanipulasi dengan
membuktikan bahwa asumsinya benar. Peran
konselor ialah mengajar klien bahwa tidak ada
peristiwa yang tidak dapat dielakkan yang
menyebabkan bencana psikologis dan orang
memiliki alternatif konstruktif untuk menghadapi
peristiwa traumatik.

24
TERIMA KASIH
ATAS PERHATIANNYA

25

Anda mungkin juga menyukai