SEJARAH
Anggota :
1. Lillian Isabell
2. Ester Illu
3. Ifan Rivaldi
4. Antonio Finit
KERAJAAN MATARAM KUNO
Kehidupan Politik
2) Balaputera Dewa
Awalnya, Balaputradewa adalah raja di Kerajaan Syailendra. Ketika terjadi perang saudara antara Balaputra
Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa
mengalami kekalahan. Akibatnya dia lari ke Kerajaan Sriwijaya, dimana Raja Dharma Setru (kakak dari ibu
Raja Balaputra Dewa) tengah berkuasa. Karena dia tak mempunyai keturunan, dia mengangkat
Balaputradewa sebagi raja. Masa pemerintahan Balaputradewa diperkirakan dimulai pada tahun 850 M.
Sriwijaya mengalami perkembangan pesat dengan meingkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat.
Pada masa pemerintahannya pula, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Kerajaan Chola dan Benggala
(Nalanda) dalam bidang pengembangan agama Buddha, bahkan menjadi pusat penyebaran agama Buddha
di Asia Tenggara.
• 3) Sri SanggaramaWijayatunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya dikhianati dan diserang oleh kerajaan Chola. Sang raja ditawan dan
baru dilepaskan pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Chola.
C. Kondisi Politik
b. Wilayah kekuasaan
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke
Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya
seperti Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di
tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan
Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat
Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan
ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan pada daerah
Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan
pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara
Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan
Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya. Daerah lain
yang menjadi kekuasaan Sriwijaya diantaranyaTulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung dan daerah
Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu untuk mengembangkan usaha perdagagan dengan
India. Selain itu, diketahui pula berdasar berita dari China, Sriwijaya menggusur kerajaan Kaling agar dapat
mengusai pantai utara Jawa sebab adalah jalur perdagangan yang penting. Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan
Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat
Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.
C. Kondisi Politik
Pada mulanya penduduk Sriwijaya hidup dengan bertani. Akan tetapi karena
Sriwijaya terletak di tepi Sungai Musi dekat pantai, maka perdagangan menjadi cepat
berkembang.
Para pedagang Cina yang akan ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para
pedagang dan India yang akan ke Cina. Di Sriwijaya para pedagang melakukan bongkarmuat
barang dagangan. Dengan demikian, Sriw Sriwijaya mulai menguasai perdagangan nasional
maupun internasional di kawasan perairan Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Tampilnya Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, memberikan kemakmuran bagi rakyat dan
negara Sriwijaya. Kapal-kapal yang singgah dan melakukan bongkarmuat, harus
membayar pajak. Dalam kegiatan perdagangan, Sriwijaya mengekspor gading, kulit, dan
beberapa jenis binatang liar, sedangkan barang impornya antara lain beras, rempah-rempah,
kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang.
D. Keadaan Ekonomi
Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Kerajaan
maritim adalah kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-
hasil laut. Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat.
Melalui armada angkatan laut yang kuat Sriwijaya mampu mengawasi perairan di Nusantara. Hal ini
sekaligus merupakan jaminan keamanan bagi para pedagang yang ingin berdagang dan berlayar di
wilayah perairan Sriwijaya.
Kehidupan beragama di Sriwijaya sangat semarak. Bahkan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha
Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Diceritakan oleh I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal
ribuan pendeta dan pelajar agama Buddha. Salah seorang pendeta Buddha yang terkenal
adalah Sakyakirti. Banyak mahapeserta didik asing yang datang ke Sriwijaya untuk belajar bahasa
Sanskerta. Kemudian mereka belajar agama Buddha di Nalanda, India. Antara tahun 1011 – 1023
datang seorang pendeta agama Buddha dari Tibet bernama Atisa untuk lebih memperdalam
pengetahuan agama Buddha
ijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan agama dan kebudayaan Buddha, di Sriwijaya ditemukan
beberapa peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat Sungai Kampar di daerah
Riau. Kemudian di daerah Bukit Siguntang ditemukan arca Buddha. Pada tahun 1006 Sriwijaya juga
telah membangun wihara sebagai tempat suci agama Buddha di Nagipattana, India Selatan.
Hubungan Sriwijaya dengan India S Bangunan lain yang sangat penting adalah Biaro Bahal yang ada
di Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara.elatan waktu itu
sangat erat.
E. Kehidupan Agama
Kehidupan Sosial
Dari berbagai sumber sejarah seperti diungkap sebelumnya, dapatlah ditafsirkan bahwa
kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sriwijaya mengalami dinamika yang tinggi. Ada
saatnya ketika rakyat terlibat dalam berbagai penaklukkan dan perluasan wilayah
Sriwijaya. Kemudian, masa ketika masyarakat menikmati suasana yang tenang.
Terakhir, sebuah masa ketika masyarakat Sriwijaya mengalami goncangan karena
sejumlah penyerangan yang dilakukan pesaing-pesaing Sriwijaya, baik yang berasal
dari Jawa maupun India. Dalam suasana yang stabil, Sriwijaya dan masyarakatnya
tampil menjadi pusat pengajaran Buddha di kawasan Asia Tenggara. Tersebutlah nama-
nama guru besar agama Buddha, seperti Dharmapala dan Sakyakirti. Dari situ, jelaslah
bagaimana gambaran kehidupan sosial masyarakat Sriwijaya.
F. Kondisi Sosial Budaya
Kehidupan Budaya
Tonggak kehidupan budaya masyakarat Sriwijaya yang sangat dibanggakan adalah pada saat
Sriwijaya menjadi pusat pengajaran ajaran Buddha di Asia Tenggara. Para pendeta yang berasal
dari wilayah sebelah timur Sriwijaya, seperti Cina dan Tibet banyak yang menetap di Sriwijaya.
Tujuan mereka adalah belajar ajaran Buddha sebelum mereka belajar di tanah asal lahirnya ajaran
itu (India). Pada tahun 1011– 1023, datang seorang pendeta Buddha dari Tibet untuk
memperdalam pengetahuannya tentang agama Buddha di Sriwijaya. Pendeta itu bernama Atisa
dan menerima bimbingan langsung dari guru besar agama Buddha di Sriwijaya, yaitu Dharmakitri.
Hal lain yang berkaitan dengan itu ialah mengenai adanya pemberitaan bahwa pada tahun 1006,
Raja Sriwijaya, Sanggrama Wijayatunggawarman mendirikan sebuah wihara di India Selatan, yaitu
di Nagipattana. Wihara ini dilengkapi dengan asrama yang dikhususkan bagi tempat tinggal para
biksu yang berasal dari Sriwijaya yang tengah memperdalam ajaran Buddha di India. Secara
budaya, hal ini jelas menunjukkan bahwa raja-raja Sriwijaya memiliki perhatian yang besar pada
pengembangan budaya dan pendidikan, khususnya mengenai pendidikan pengajaran agama
Buddha