Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

SEJARAH

Anggota :
1. Lillian Isabell
2. Ester Illu
3. Ifan Rivaldi
4. Antonio Finit
KERAJAAN MATARAM KUNO

Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan hindu buddha


yang berkembang di Jawa Tengah pada abad VII Masehi.
Kerajaan ini didirikan oleh SANAHA dari Galuh, Jawa
Barat.
SEJARAH
TENTANG
KERAJAAN
MATARAM KUNO
Kondisi Geografis. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan Politik

Kehidupan Agama Kondisi Sosial


Budaya
Kondisi Geografis

 Te rletak di pedalaman Jawa Tengah.


 Dikelilingi oleh Gunung dan Pegunungan
 Diantara Pegungungan terdapat Sungai besar seperti:
 Sungai Bogowonto
 Sungai Progo
 Sungai Elo
 Sungai Bengawan Solo
 Sebagian Besar kondisi tanah merupakan tanah Aluvial dan Vulkanik
C. Kondisi Politik
• a. Raja yang memerintah (yang terkenal)
1) DapuntaHyang SriJayanasa
Beliau adalah pendiri kerajaan Sriwijaya. Pada masa pemerintahannya, dia berhasil memperluas wilayah
kekuasaan sampai wilayah Jambi dengan menduduki daerah Minangatamwan yang terletak di dekat jalur
perhubungan pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak awal dia telah mencita-citakan agar Sriwijaya
menjadi kerajaan maritim.

2) Balaputera Dewa

Awalnya, Balaputradewa adalah raja di Kerajaan Syailendra. Ketika terjadi perang saudara antara Balaputra
Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa
mengalami kekalahan. Akibatnya dia lari ke Kerajaan Sriwijaya, dimana Raja Dharma Setru (kakak dari ibu
Raja Balaputra Dewa) tengah berkuasa. Karena dia tak mempunyai keturunan, dia mengangkat
Balaputradewa sebagi raja. Masa pemerintahan Balaputradewa diperkirakan dimulai pada tahun 850 M.
Sriwijaya mengalami perkembangan pesat dengan meingkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat.
Pada masa pemerintahannya pula, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Kerajaan Chola dan Benggala
(Nalanda) dalam bidang pengembangan agama Buddha, bahkan menjadi pusat penyebaran agama Buddha
di Asia Tenggara.

• 3) Sri SanggaramaWijayatunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya dikhianati dan diserang oleh kerajaan Chola. Sang raja ditawan dan
baru dilepaskan pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Chola. 
C. Kondisi Politik
b. Wilayah kekuasaan

Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota  Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke
Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya
seperti Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di
tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan
Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat
Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan
ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan pada daerah
Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan
pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara
Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan
Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya. Daerah lain
yang menjadi kekuasaan Sriwijaya diantaranyaTulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung dan daerah
Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu untuk mengembangkan usaha perdagagan dengan
India. Selain itu, diketahui pula berdasar berita dari China, Sriwijaya menggusur kerajaan Kaling agar dapat
mengusai pantai utara Jawa sebab adalah jalur perdagangan yang penting. Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan
Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat
Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.
C. Kondisi Politik

c. Hubungan dengan luar negeri

Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar


wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India,
seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa
menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari
nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa. 
D. Keadaan Ekonomi

Pada   mulanya   penduduk   Sriwijaya  hidup   dengan bertani.    Akan   tetapi    karena  
 Sriwijaya  terletak    di   tepi Sungai   Musi  dekat   pantai,   maka   perdagangan   menjadi cepat
berkembang.

Perdagangan kemudian  menjadi mata pencaharian pokok.  Perkembangan perdagangan 


didukung oleh  keadaan dan  letak  Sriwijaya yang  strategis.   Sriwijaya terletak  di 
persimpangan jalan  perdagangan internasional.

Para pedagang Cina yang  akan  ke India singgah  dahulu  di Sriwijaya, begitu  juga para
pedagang dan India yang akan ke Cina.  Di Sriwijaya para  pedagang melakukan  bongkarmuat
barang  dagangan. Dengan demikian, Sriw Sriwijaya mulai menguasai   perdagangan nasional
 maupun internasional   di kawasan   perairan  Asia Tenggara. Perairan  di Laut Natuna, Selat
Malaka,  Selat Sunda,  dan  Laut Jawa berada  di bawah kekuasaan Sriwijaya.

Tampilnya Sriwijaya sebagai  pusat  perdagangan, memberikan  kemakmuran bagi rakyat dan 
negara  Sriwijaya. Kapal-kapal   yang   singgah   dan   melakukan   bongkarmuat, harus 
membayar  pajak. Dalam kegiatan  perdagangan, Sriwijaya mengekspor gading,  kulit, dan
 beberapa jenis binatang liar, sedangkan barang  impornya antara  lain beras, rempah-rempah,
kayu manis, kemenyan, emas,  gading,  dan binatang.
D. Keadaan Ekonomi
Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai  kerajaan  maritim. Kerajaan
maritim adalah kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-
hasil laut. Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada  angkatan laut yang kuat.
Melalui armada  angkatan laut yang kuat Sriwijaya mampu  mengawasi perairan  di Nusantara. Hal ini
sekaligus merupakan  jaminan  keamanan  bagi  para  pedagang  yang ingin berdagang dan berlayar di
wilayah perairan Sriwijaya.
Kehidupan  beragama di Sriwijaya sangat   semarak. Bahkan Sriwijaya menjadi pusat  agama  Buddha
Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Diceritakan oleh I-tsing, bahwa   di  Sriwijaya tinggal
 ribuan  pendeta  dan  pelajar agama   Buddha.   Salah  seorang   pendeta  Buddha   yang terkenal
adalah Sakyakirti. Banyak mahapeserta didik asing yang datang ke Sriwijaya untuk  belajar bahasa
 Sanskerta. Kemudian mereka belajar agama Buddha di Nalanda, India. Antara tahun  1011 – 1023
datang seorang  pendeta agama Buddha dari Tibet bernama Atisa untuk lebih memperdalam
pengetahuan agama  Buddha
ijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Dalam  kaitannya  dengan perkembangan agama   dan kebudayaan Buddha,  di Sriwijaya ditemukan
beberapa peninggalan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat Sungai  Kampar  di daerah
 Riau. Kemudian  di daerah Bukit Siguntang  ditemukan arca Buddha. Pada tahun 1006 Sriwijaya juga
telah membangun wihara sebagai  tempat suci agama Buddha di Nagipattana, India Selatan.
Hubungan Sriwijaya dengan India S Bangunan lain yang sangat  penting  adalah  Biaro Bahal yang  ada
 di Padang  Lawas, Tapanuli Selatan. Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara.elatan waktu itu
sangat  erat.
E. Kehidupan Agama

Kehidupan agama masyarakat Sriwijaya dipengaruhi oleh datangnya pedagang India.


Pertama adalah agama Hindu, lalu agama Buddha. Agama Buddha dikenalkan di
Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah
bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha, khususnya
aliran Mahayana.Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana juga turut
berkembang di Sriwijaya. Nama Dharmapala dan Sakyakirti pun tidak asing lagi.
Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Dia
pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala). Sedangkan
Sakyakirti adalah guru besar juga. Dia mengarang buku Hastadandasastra. Sangat
dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di
Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama muslim dari Timur
Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yang semula adalah bagian dari Sriwijaya, lalu
tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat
melemahnya pengaruh Sriwijaya.
F. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan Sosial
Dari berbagai sumber sejarah seperti diungkap sebelumnya, dapatlah ditafsirkan bahwa
kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Sriwijaya mengalami dinamika yang tinggi. Ada
saatnya ketika rakyat terlibat dalam berbagai penaklukkan dan perluasan wilayah
Sriwijaya. Kemudian, masa ketika masyarakat menikmati suasana yang tenang.
Terakhir, sebuah masa ketika masyarakat Sriwijaya mengalami goncangan karena
sejumlah penyerangan yang dilakukan pesaing-pesaing Sriwijaya, baik yang berasal
dari Jawa maupun India. Dalam suasana yang stabil, Sriwijaya dan masyarakatnya
tampil menjadi pusat pengajaran Buddha di kawasan Asia Tenggara. Tersebutlah nama-
nama guru besar agama Buddha, seperti Dharmapala dan Sakyakirti. Dari situ, jelaslah
bagaimana gambaran kehidupan sosial masyarakat Sriwijaya.
F. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan Budaya
Tonggak kehidupan budaya masyakarat Sriwijaya yang sangat dibanggakan adalah pada saat
Sriwijaya menjadi pusat pengajaran ajaran Buddha di Asia Tenggara. Para pendeta yang berasal
dari wilayah sebelah timur Sriwijaya, seperti Cina dan Tibet banyak yang menetap di Sriwijaya.
Tujuan mereka adalah belajar ajaran Buddha sebelum mereka belajar di tanah asal lahirnya ajaran
itu (India). Pada tahun 1011– 1023, datang seorang pendeta Buddha dari Tibet untuk
memperdalam pengetahuannya tentang agama Buddha di Sriwijaya. Pendeta itu bernama Atisa
dan menerima bimbingan langsung dari guru besar agama Buddha di Sriwijaya, yaitu Dharmakitri.
Hal lain yang berkaitan dengan itu ialah mengenai adanya pemberitaan bahwa pada tahun 1006,
Raja Sriwijaya, Sanggrama Wijayatunggawarman mendirikan sebuah wihara di India Selatan, yaitu
di Nagipattana. Wihara ini dilengkapi dengan asrama yang dikhususkan bagi tempat tinggal para
biksu yang berasal dari Sriwijaya yang tengah memperdalam ajaran Buddha di India. Secara
budaya, hal ini jelas menunjukkan bahwa raja-raja Sriwijaya memiliki perhatian yang besar pada
pengembangan budaya dan pendidikan, khususnya mengenai pendidikan pengajaran agama
Buddha

Anda mungkin juga menyukai