Anda di halaman 1dari 28

IPS Sejarah

BAB II
Kelompok 3 :
 Indah Choirunnisa
(13)
 Indah Dwi Lestari
(14)
 Irfak Khikmatur Rozi
(15)
 Kharisma Brilliant A.
Agresi Militer Belanda II dan Terbentuknya
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Melihat situasi yang sedang kacau akibat pemberontakan
PKI di Madiun. Belanda bermaksud untuk menghancurkan
Republik dengan kekuatan senjata. Pada tanggal 18 Desember
1948, Perdana Menteri Belanda Dr. Bell memberitahukan
kepada pemerintah RI dan KTN bahwa Belanda menolak dan
tidak terikat lagi dengan persetujuan Renville. Pernyataan ini
hanyalah sebagai dalih untuk melancarkan agresinya yang
kedua pada tanggal 19 Desember 1948. Dengan taktik “Perang
Kilat” Belanda melancarkan serangan di semua front di daerah
Republik Indonesia. Serangan di awali dengan penerjunan
pasukan payung di Pangkalan Udara Maguo (sekarang Adi
Sucipto), Yogyakarta.
Kemungkinan Belanda melancarkan Agresi Militer II telah diperhitungkan
oleh Indonesia. Oleh karena itu, dalam menghadapi Agresi Militer II ini
Republik Indonesia telah mengambil langkah sebagai berikut.
1) Presiden dan Wakil Presiden serta pejabat tinggi yang lain berada di ibu
kota Yogyakarta agar mudah ditemui oleh KTN, meskipun mereka akan
ditawan Belada.
2) Presiden memberikan mandat kepada Menteri Kemakmuran, Syarifuddin
Prawiranegara yang berada di Sumatra (Bukit tinggi) untuk membentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
3) Apabila pembentukan PDRI di Sumatra gagal, di perintahkan kepada Mr.
A.A. Maramis, L.N. Palar dan Dr. Sudarsono yang sedang berada di
India.
4) TNI dibawah pimpinan Jendral Sudirman pergi ke luar kota untuk
melakukan perang Gerilya.
Di bidang militer, dengan pengalaman Agresi Militer I da
perjuangan bersenjata sebelumnya, telah disusun konsepsi bar
di bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam
Perintah Siasat no. 1 th. 1948, yang isinya sebagai berikut.
1.Tidak melakukan pertahanan Linear (serangan pembuka).
2.Memperlambat setiap majunya serangan musuh.
3.Membentuk kantong disetiap Onderdistrik (Wehrkreise).
4.Penyusupan pasukan di belakang garis pertahanan musuh
(Wingate).
Sebagai akibat dari keputusan Presiden dan Wakil Presiden beserta
sejumlah Menteri, Kepala Staf Angkatan Udara Komondor S.
Suryadarma ditawan Belanda. Presiden Soekarno dan H. Agus Salim
diterbangkan ke Prapat, Sumatra Utara. Wakil Presiden, Drs. Moh.
Hatta dan Suryadarma diasingkan ke Bangka. Presiden Soekarno dan H.
Agus Salim kemudian dipindahkan ke Bangka, berkumpul dengan Moh.
Hatta dan kawan – kawan.
Pasukan TNI dibawah pimpinan Jendral Soedirman,mulai tanggal
25 Desember 1948 melakukan perang gerilya diberbagai daerah untuk
membatasi gerak Belanda. Rel-rel kereta api diputus, demikian juga
jalan-jalan dan jembatan dirusak. Belanda melakukan konvoi, dicegat,
senjatanya dirampas, dan cepat-cepat kembali ke hutan. Dengan
demikian, Belanda tidak berhasil menguasai daerah-daerah di luar
kota. Siasat perang Panglima Soedirman ini dikenal dengan siasat
“perang gerilya”. Tempat-tempat yang dilewati Panglima Besar
Soedirman ini dikenal dengan nama “Rute Gerilya Panglima Soedirman”
.
Semakin luasnya medan Gerilya dan serangan-
serangan balasan yang dilakukan oleh TNI, menyebabkan
Belanda harus membagi tentaranya di berbagai pos di luar kota.
Akibatnya, pertahanan pasukan inti di kota Yogyakarta menjadi
lemah. Hal ini dimanfaatkan TNI untuk melakukan serangan
guna menguasai kembali kota Yogyakarta.
TNI melancarkan Serangan Umum terhadap kota Yogyakarta
pada tanggal 1 Maret 1949 di bawah pimpinan Letkol.
Soeharto, Komandan Brigade X di daerah Wehrkreise III yang
membawahi daerah Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan
secara serentak diberbagai sektor dan dalam waktu 6 jam (jam
06.00-12.00 WIB) kota Yogyakarta berhasil diduduki
kembali.
Agresi Militer Belanda II juga menimbulkan reaksi keras dari
dunia Internasional. Dari negara-negara Asia, atas prakarsa Birma
dan India, diselenggarakan Komperensi Asia di New Delhi untuk
mendukung perjuangan Indonesia.
Pokok-pokok isi Resolusi New Delhi sebagai berikut :
1) Pengembalian Pemerintahan Republik indonesia
ke kota Yogyakarta.
2) Pembentukan Pemerintah ad interim yang
mempunyai kedaulatan keluar paling lambat 15
Maret 1949.
3) Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia .
4) Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah
Indonesia Serikat paling lambat 1 Januari 1950.
Sejalan dengan penyelenggaraan Konferensi Asia di New
Delhi, Dewan Keamana PBB kemudian juga mengadakan
sidang dan menghasilkan Resolusi DKPBB tgl 28 Januari
1949 sebanyak 5 pasal sebagai berikut.
1) Penghentian semua operasi militer oleh pihak Belanda
dan aktivitas gerilya oleh Republik.
2) Pembebasan tanpa syarat semua tahanan politik.
3) Belanda memberi kesempatan kepada pembesar-
pembesar Republik untuk kembali ke Yogyakarta
sehingga dapat melakukan kewajibanya.
4) Perundingan segera dilaksanankan untuk membentuk
pemerintahan ad interim dan Pemerintahan RIS.
5) Nama KTN diganti dengan UNCI, sehingga tugas KTN
digantikan oleh UNCI.
Tugas UNCI di Indonesia adalah membantu melancarkan
perundingan-perundinganuntuk mengurus pengembalian
kekuasaan pemerintah Republik Indonesia dan berhak
mengajukan usul-usul guna membantu menyelesaikan
pertikaian Indonesia – Belanda. Keanggotaan UNCI sebagai
berikut.
1) Australia diwakili oleh Chritchley.
2) Belgia diwakili oleh Herremans.
3) Amerika Serikat diwakili oleh Merle Cochram.
UNCI berhasil mengantar Indonesia-Belanda ke dalam
Perundingan Roem Royen (7 Mei 1949).Inti dari persetujuan
bahwa kedua belah pihak menyatakan kesediaannya untuk
berunding dalam Konferensi Meja Bundar (KMB)
di Den Haag, Belanda.
C. Perjanjian Roem Royen
Atas prakarsa UNCI, tercapailah perundingan antara
Indonesia-belanda di Jakarta di bawah pimpinan Marle
Cochran, anggota UNCI dari Amerika Serikat. Dilegasi
Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan pihak
Belanda diketuai oleh Dr. H.J Van Royen. Rundingan
dimulai tanggal 17 April – 7 Mei 1949 dengan tercapainya
“roem royen Statement” atau Pesetujuan Roem Royen.
Nama ini diambilkan dari ketua delegasi Indonesia Mr. Moh.
Roem dan delegasi Belanda Dr. J.H Van Royen.
Pernyataan pemerintahan Indonesia dibacakan oleh ketua
delegasi Indonesia Mr. Moh. Roem yang berisi sebagai berikut.
1) Pemerintah RI akan mengeluarkan perintah perhentian
perang gerilya.
2) Turut serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat
“penyerahan kedaulatan yang lengkap dan tidak bersyarat”
kepada Negara RIS.

Gambar 2.1. Suasana


Perjanjian Roem Royem
Kemudian delegasi Belanda membacakan pernyataannya,
yang dibacakan oleh Dr. J.H Van Royen yang berisi
sebagai berikut.
1) Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus
bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu
daerah yang meliputi karesidenan Yogyakarta.
2) Pemerintah Belanda membebaskan secara tidak
bersyarat pemimpin-pemimpin RI dan tahanan politik
yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
3) Pemerintah Belanda setuju RI akan menjadi bagian dari
RIS.
4) KMB akan diadakan selepasnya di Den Hagg
sesudah pemerintah RI kembali ke
Yogyakarta.
Sebagai akibat persetujuan Roem Royen maka diadakan
tindakan-tindakan pelaksanakan sebagai berikut.
1. Penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta, yang akan
dilakukan mulai tanggal 24-29 Juni 1949.
2. Setelah kota Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda,
pada tanggal 29 Juni 1949 TNI mulai memasuki kota.
Keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI diawasi oleh
UNCI dan baru tiba pada tanggal 10 Juli 1949.
3. Setelah Yogyakarta sepenuhnya dikuasai oleh TNI, Presiden
dan Wapres beserta para pemimpin yang lain tiba di
yogyakarta pada tanggal 6 juli 1949.
4. Pada tanggal 13 Juli 1949 di Bukittinggi, Pemerintah
Darurat RI (PDRI) di bawah pimpinan Syarifuddin
Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya
kepada pemerintah pusat Yogyakarta.
B. Proses Pengakuan Kedaulatan RI

1. Konferensi Inter-Indonesia
Untuk menghadapi KMB, pemerintah RI perlu mengadakan
persiapan-persiapan, anara lain mengadakan konferensi
bersama BFO (Bijeenkomst Federal Overleg) untuk menyatukan
pandangan dan pendapat dalam menghadapi persidangan di
KMB kelak.
Konferensi inter-Indonesia akhirnya dapat diwujudkan dan
berlangsung dalam 2 tahap. Tahap pertama, dilaksanakan di
Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949 dengan mengambil
keputusan penting sebagai berikut.
1. Menyetujui pembentukan Negara Indonesia Serikat
dengan nama RIS.
2. Pembentukan Uni Indonesia – Belanda.
3. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)
adalah Angkatan Peraing Nasional.
2. Konferensi Meja Bundar
Pada tanggal 4 Agustus 1949, telah diangkat dilegasi
RI untuk menghadiri KMB yang dipimpin oleh Drs. Moh.
Hatta sedangkan dilegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid
II dari Pontianak.
KMB berlangsung pada tanggal 23 Agustus – 2
Nopember 1949 di Den Hagg, Belanda. KMB dipimpin
Perdana Menteri Belanda Dr. Willem Dress. Dilegasi
Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta dan dilegasi BFO
diwakili oleh Sulta Hamid Algadrie II, sedangkan pihak
Belanda yang hadir adalah Van Maarseveen
sedangkan UNCI diwakili oleh Merle Cocran.
Tahapan kedua, sidang antara RI – BFO di
Jakarta pada tanggal 30 juli – 2 agustus 1949. Persetujuan
yang diambil, antara lain bendera RIS adalah sang merah
putih lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan bahasa
Nasional bahasa Indonesia.
Wakil pihak Indonesia (Yogyakarta) dalam konferensi
inter-Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, pihak
BFO diwakili oleh Sulta Hamid Algadrie II, sedangkan
pihak Belanda yang hadir adalah Van Maarseveen.
KMB menghasilkan kesepakatan, sebagai berikut.
a) Belanda akan mengakui kedaulatan RIS paling
lambat akhir bulan Desember 1949.
b) Status Irian Barat akan dibicarakan setahun
setelah pengakuan kedaulatan.
c) RIS harus membayar semua hutang Belanda
sejak th. 1942.
d) Dibentuk Uni Indonesia – Belanda berdasarkan
kerjasama sukarela sederajat.
e) Tentara kerajaan Belanda akn segera ditarik
mundur dari Indonesia, KNIL akan dibubarkan
dan bekas anggota KNIL diperbolehkan
menjadi APRIS.
Gambar 2.2
Mr. Van Marseveen, Sultan Hamid II,
dan Drs. Moh. Hatta sedang
menandatangani naskah persetujuan
KMB pada tanggal 2 Nopember 1949 di
Den Haag, Belanda

Hasil kesepakatan dari perundingan KMB tersebut kemudian


diajukan ke KNIP untuk di ratifikasi dan KNIP mengadakan
sidang tanggal 14-16 Desember 1949. Dengan hasil 266 suara
menyatakan setuju, 62 suara tidak setuju dan 31 abstain. Dengan
demikian, KNIP menerima hasil KMB.
3. Terbentuknya Republik Indonesia Serikat
Dalam rangka persiapan pengakuan RIS dan alat
perlengkapan negara, maka pada tanggal6-14 Agustus 1949
KNIP bersama wakil-wakil pemerintah yang akan menjadi
bagian RIS mengadakan sidang dan berhasil menyetujui
naskah UUD RIS. Selanjutnya, pada tanggal 15 Desember
diadakan pemilihan Presiden RIS, dengan calon tunggal Ir.
Soekarno.
Untuk memenuhi Konstitusi RIS, Presiden Soekarno
kemudian membentuk formatur kabinet yang terdiri atas
Drs. Moh. Hatta, Sultan Hamengkubuwono IX, Anak Agung
Gede Agung, dan Sultan Hamid II. Akhirnya, Drs. Moh.
Hatta terpilih menjadi Perdana Menteri yang akan
memimpin kabinet RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949,
kabinet RIS dilantik oleh Presiden Soekarno.
Berdasarkan UUD RIS (Konstitusi RIS), maka DPR
RIS terdiri dari 2 bagian, yaitu DPR dan DPN (Dewan
Perwakilan Negara) yang disebut senat. Jumlah anggota
DPR 150 orang, 50 orang dari RI dan 100 orang dari
lingkungan BFO, sedangkan jumlah Senat 32 orang.
Kepala Negara RIS adalah Presiden. Presiden RIS
sebagai Presiden onstitusional sehingga tidak mempunyai
kekuasaan memerintah sebab kekuasaan pemerintah
dipegang oleh Perdana Menteri. Presiden hanya
mempunyai wewenwng untuk mengesahkan suatu
keputusan oleh kabinet yang dipimpin Perdana Menteri.
Dengan demikian sistem demokrasi yang diterapkan
pada negara RIS adalah demokrasi liberal
seperti yang diterapkan di Netherland.
4.Pengakuan Kedaulatan
Pada tanggal 23 Desember 1949, delegasi Indonesia (RIS) yang
diketuai Drs. Moh. Hatta berangkat ke Netherland. Pada tanggal 27
Desember 1949 pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan atas
Indonesia kepada Republik Serikat. Penyerahan dan sekaligus
pengakuan kedaulatan tersebut dilakukan di 2 tempat, yaitu
a) Di negeri Belanda, Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees,
dan Menteri Seberang Lautan Mr. A. M.J.M. Sassen
menyerahkan kedaulatan kepada ketua delegasi Indonesia Drs.
Moh. Hatta.
b) Di Jakarta, Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink menyerahkan
kedaulatan kepada wakil pemerintah RIS, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Dengan demikian sejak tanggal 27 Desember 1949 , pemerintah
Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia yang merdeka dan
berdaulat penuh dengan menggunakan konstitusi RIS.
5. Perjuangan Kembali ke Negara
Kesatuan
Bentuk federal atau serikat, bukan bentuk negara yang dicita-
citakan oleh rakyat indonesia. Para pemimpin sepakat untuk
membentuk RIS, hanya semata-mata untuk memperoleh pengakuan
kedaulatan. Cita-cita bangsa kita tetap negara kesatuan. Sejak
dinyatakan berdirinya negara RIS, di daerah-daerah timbiul reaksi-
reaksi keras yang tidak setuju bentuk serikat. Mereka sadar, bahwa
negara serikat merupakan upaya belanda untuk memecah belah
persatuan dan akesatuan bangsa indonesia.
Beberapa faktor yang mendorong rakyat untuk merubah negara
bentuk dari bentuk serikat menjadi NKRI, sebagai berikut :
a) RIS bukan cita-cita Indonesia.
b) Banyak rakyat yang tidak puas saat pembentukan RIS.
c) Dalam tubuh parlemen RIS terjadi perpecahan.
Parlemen RIS terbagi dalam 2 kelompok sebagai
berikut :
1) Kelompok Unitaris yang dipimpin Moh.Yamin,
menginginkan Indonesia kembali ke negara
kesatuan dan menghapus RIS.
2) Kelompok Federasi yang dipimpin Moh.Engel
masih tetap menginginkan bentuk
serikat dan menolak bentuk kesatuan.
Pada tanggal 8 maret 1950 pemerintah RI mengeluarkan
Undang-Undang Darurat No.11 tahun 1950 yang berisi tata
cara perubahan susunan kenegaraan RIS.
Setelah dikeluarkan Undang-Undang Darurat No.11
tahun 1950 tersebut, banyak negara bagian yang
bergabung dengan RI. Selanjutnya sampai dengan tanggal 5
April 1950 di wilayah Indonesia terdapat 3 negara bagian,
sebagai berikut.
• Negara Republik Indonesia.
• Negara Sumatra Timur.
• Negara Indonesia Timur.
Pada tanggal 19 Mei 1950, dicapai kata sepakat
antara RIS dan RI untuk membentuk NKRI sesuai
dengan jiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 14 Agustus 1950, presiden Soekarno
menandatangani UUD negara kesatuan yang kemudian
dikenal dengan Undang-Undang Dasar Sementara
Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD 1950).
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi
Negara federal RIS dibubarkan dan kembali ke Negara
Kesatuan dengan UUDS 1950.
Faktor-faktor yang mendorong Belanda terpaksa
meninggalkan Indonesia sebagai berikut :
a) Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya pada tanggal
17 Agustus 1945.
b) Adanya perjuangan baik fisik maupun diplomasi dari rakyat
dan pemerintahan Indonesia dalam usaha mempertahankan
kemerdekaan.
c) Adanya blokade ekonomi dari negara-negara Asia.
d) Adanya tekanan politis dan keuangan dari Amerika Serikat.
e) Pasukan Belanda menuju ambang kekalahan.
f) Penandatanganan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember
1949.

Anda mungkin juga menyukai