Anda di halaman 1dari 59

ETIKA DAN DISIPLIN

APOTEKER DALAM
MENJALANKAN
PRAKTIK PROFESI

PENGURUS DAERAH
IKATAN APOTEKER INDONESIA SUMATERA UTARA
Praktek profesi
apoteker berlandaskan 3
pilar utama yaitu

E H
I
T U
L
I K
M
K U
U
A M
APA DAN SIAPA
APOTEKER ?
Kemampuan
/keahliannya

Motivasi / Niatnya

Pekerjaannya

Langkahnya
CIRI-CIRI PROFESI APOTEKER
• Ethical (Etis)

• Altruistic
SIX
• Responsible (Tanggung
CHARACTERISTICS jawab)
OF PROFESSIONAL
STYLE
• Theoretical (Teoretis)

• Intellectual

• Committed
ETHICAL STYLE
(MODEL ETIS)

• Jujur pada diri sendiri dan dengan orang lain


• Menjaga kerahasiaan tentang hal-hal
profesional.
• Sikap dasar dan tindakan atas alasan yang
rasional
• Percaya bahwa orang lain mengakui figur
seorang profesional.
ALTRUISTIC STYLE
(MODEL ALTRUISTIK)

• Berperilaku tulus
• Mencurahkan praktek untuk kepentingan orang lain.
• Menunjukkan motif untuk praktek profesional yang
TIDAK egois
• Menunjukkan rasa hormat terhadap orang lain.
• Menunjukkan sikap positif terhadap rekan kerja,
anak-anak, orang dewasa, dan anggota masyarakat.
RESPONSIBLE STYLE
(MODEL BERTANGGUNG JAWAB)

• Hanya menjanjikan apa yang bisa disampaikan.


– Mengikuti komitmen.
– Memberikan pada waktunya.
– Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
• Mendukung prinsip-prinsip dasar profesi.
– Mengembangkan filosofi dan praktek profesional.
•  Berpikir sebelum bereaksi.
– Mungkin meramalkan hasil tindakan profesional.
– Membuat keputusan berdasarkan kemungkinan.
– Mempertimbangkan kepentingan terbaik klien.
• Mengevaluasi praktek profesionalnya.
– Menghadapi perbedaan antara niat dan tindakan.
– Menilai kontribusi sendiri realistis.
THEORETICAL STYLE
(MODEL TEORITIS)

• Berpikir kritis.
• Memberikan kontribusi terhadap basis
pengetahuan.
• Menunjukkan apresiasi terhadap penelitian dan
teori.
• Menyajikan landasan teoritis gagasan dan
tindakan.
• Mengevaluasi praktek sendiri
INTELLECTUAL STYLE
(MODEL INTELEKTUAL)

• Membaca Jurnal-Jurnal
– Terus mengikuti kemajuan IPTEK.
– Dibaca sekitar dan yang terkait profesi sendiri dan spesialisasi.
• Berinteraksi dengan rekan-rekan untuk mendapatkan perspektif
baru.
– Berpartisipasi dalam konferensi.
– Mendaftar di program secara teratur.
• Berusaha menuju perbaikan diri.
– Mengembangkan kinerja keterampilan.
COMMITTED STYLE

• Menghabiskan waktu dalam panggilan tugas.


• Miliki dan mengambil peran aktif dalam organisasi profesional.
• Mengidentifikasi profesi baik ketika dipuji dan dikritik.
• Mengartikulasikan profesi dan praktek kepada publik.
1. Mentalitas Mutu
• Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik. Dengan sengaja
dia tidak akan menampilkan the second best  karena tahu
tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi.
• Seorang profesional mengusahakan dirinya selalu berada di ujung
terbaik (cutting edge) bidang keahliannya.
• Profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang
utama adalah sikap dasar atau mentalitas.

Jadi mentalitas pertama seorang profesional adalah standar kerjanya yang


tinggi yang diorientasikan pada ideal kesempurnaan mutu.
2. Mentalitas
• Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. berguna bagi
Altruistik

masyarakat. yang dipersembahkan bagi kemaslahatan masyarakat.  goodness
Taat asas  tidak mungkin ada pencuri profesional atau pembunuh profesional. Mungkin saja
teknik mencurinya atau metoda membunuhnya memang canggih dan hebat, tetapi menggelari
mereka sebagai kaum profesional adalah sebuah kerancuan istilah.
• Mutu kerja seorang profesional tinggi secara teknis, tetapi nilai kerja itu sendiri diabdikan demi
kebaikan masyarakat yang didorong oleh kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban.
• Kualitas kerjanya tinggi, berbasiskan kompetensi teknis yang tinggi, maka masyarakat menghargai
jasa kaum profesional ini dengan tinggi pula. Artinya, imbalan kerja bagi kaum profesional
umumnya selalu mahal.
• Permintaan atas jasa mereka selalu lebih tinggi dari ketersediaannya. Itulah yang mengakibatkan
imbalan kerja kaum profesional menjadi tinggi.

Maka ciri kedua profesionalisme ialah hadirnya motif altruistik


dalam sikap dan falsafah kerjanya.
3. Mentalitas Melayani
• Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa
peduli pada sekitarnya tidak melakukan onani profesi. Sebaliknya,
kepuasannya muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa
profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.
• Kaum profesional lahir karena kebutuhan masyarakat pelanggan. Seorang
profesional bahkan dengan tegas mematok nilai moneter atas jasa
profesionalnya. Dengan ketegasan ini berarti sang profesional berani berdiri
di mahkamah tawar-menawar rasional dengan para pelanggannya. Maka
seorang profesional harus bisa melayani pelanggannya sebaik-baiknya.
• Dan sang profesional diharapkan melakukannya secara konsisten dengan
segenap ketulusan dan kerendahan hati sebagai apreasiasi atas kesetiaan
pelanggannya di sepanjang karir profesionalnya.

Maka ciri ketiga seorang pekerja profesional adalah sikap melayani secara
tulus dan rendah hati kepada pelanggannya dan nilai-nilai utama profesinya.
4. Mentalitas Pembelajar

• Kompetensi tinggi tidak mungkin dicapai tanpa disiplin belajar yang


tinggi dan berkesinambungan.
• Tuntutan masyarakat semakin lama semakin tinggibelajar dan
berlatih seumur hidup harus menjadi budaya kaum profesional.
• Tanpa itu maka sajian nilai sang pekerja profesional semakin lama
semakin tidak relevan. Bahkan bisa tak bersentuhan dengan realitas
sekitarnya. Pada saat itulah seorang pekerja gagal menjadi
profesional.

Jadi ciri keempat pekerja profesional adalah hati pembelajar yang


menjadikannya terus bertumbuh dan mempertajam kompetensinya kerjanya.
5. Mentalitas Pengabdian

• Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan
ditekuninya sebagai profesi.
• Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan ketertarikannya pada bidang itu,
bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk mengabdi di bidang tersebut.
Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya yang
digunakannya sebagai kalkulasi peluang suksesnya di sana. Tetapi kemudian
berkembang sebuah hubungan cinta antara sang pekerja dengan pekerjaannya.
• Seorang profesional, semakin ia menekuni profesinya semakin timbul rasa cinta.

Jadi ciri kelima seorang profesional sejati adalah terjalinnya dedikasi penuh
cinta dengan bidang profesi yang dipilihnya.
6. Mentalitas Kreatif

• Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di


bidangnya, berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur
seni dalam pekerjaannya. Dia akan menghayati estetika dalam profesinya.
Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan dan keindahan profesi yang
ditekuninya. Seterusnya, perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan
memicu kegairahan baru bagi sang profesional yang pada gilirannya
memampukannya menjadi pekerja kreatif, berdaya cipta, dan inovatif.

Jadi ciri keenam seorang pekerja profesional adalah kreativitas kerja yang lahir
dari penghayatannya yang artistik atas bidang profesinya.
7. Mentalitas Etis
• Seorang pekerja profesional, menerima semua konsekuensi pilihannya, baik
manis maupun pahit.
• Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti wacana moral yang relevan dengan
profesi itu.. Maka seorang profesional sejati tidak akan menghianati etika
dan moralitas profesinya demi uang atau kekuasaan misalnya. Penghianatan
profesi disebut juga sebagai pelacuran profesionalisme yakni ketidaksetiaan
pada moralitas dasar kaum profesional.
• Jika profesinya dihargai dan dipuji orang, dia juga akan menerimanya dengan
wajar.
• Kaum profesional bukanlah pertapa yang tidak membutuhkan uang atau
kekuasaan, tetapi mereka menerimanya sebagai bentuk penghargaan
masyarakat yang diabdinya dengan tulus.

Jadi ciri ketujuh pekerja profesional adalah kesetiaan pada kode


etik profesi pilihannya.
ACHIEVING PROFESSIONALISM
(MENCAPAI PROFESIONALISME)

• Menunjukkan karakteristik sebuah profesi.


• Berpartisipasi dalam keanggotaan profesional bersatu.
– Seorang profesional akan membayar iuran dari saku mereka sendiri untuk
organisasi untuk hak istimewa menjadi seorang profesional berlatih.
– Sebuah organisasi profesi merupakan badan yang memajukan profesi.
• Mengidentifikasi dan menghilangkan perkembangan anti-
profesional
APOTEKER ????
Siapa Apoteker ?

APOTEKER
APOTEKER “MENJELASKAN DAN
KOMPETEN TENTANG MENGURAIKAN
OBAT DAN FARMAKOTERAPI
KESEHATAN

HEALTHCARE PROVIDER YANG


MEMBERIKAN PELAYANAN
KEFARMASIAN KEPADA KLAYAN
HAK MASYARAKAT / PUBLIK UNTUK

Apoteker dan MEMPEROLEH PELAYANAN KEFARMASIAN


BERBASIS PROFESI OLEH APOTEKER DALAM
BENTUK:
Obat •KEBENARAN PELAYANAN
BERDASARKAN ILMU

PENGETAHUAN
•PELAYANAN PROFESI
•PELAYANAN YANG ETIS

Kalau produk obat ini ada di apotek , di puskesmas, di


rumah sakit, ditempat praktik dokter,siapa yang
menjamin kebenaran-nya ?
Siapa yang menjamin bahwa produk ini masih
memenuhi spesifikasi farmasetik-nya ?
Siapa yang menjamin bahwa obat ini bukan obat
palsu atau sub standard ?
Bagaimana cara penggunaannya yang benar ?
Siapa yang berbicara, menjelaskan dan
menguraikan sekaligus menjamin cara
penggunaan obat yang menjamin efikasi
farmakoterapi-nya kepada klayan/ pasien ?
7 Star Pharmacist Menurut WHO
Care Giver
• Memberikan pelayanan berkesinambungan dan bermutu tinggi
Communicator
• Komunikasi dengan pasien dan tenaga profesi kesehatan lain
Decision maker
• Mampu mengambil keputusan, baik manjerial maupun dalam hal mengambil keputusan terbaik
terkait dengan pelayanan kepada pasien
Leader
• Mampu menjadi seorang pemimpin di apotek
Manager
• Mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek,
pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan
Life long learner
• Harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan
dan keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.
Teacher
• Mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya,
harus mau menekuni profesinya
PERAN DAN FUNGSI
IAI DALAM
MENEGAKKAN ETIKA
DAN DISIPLIN
APOTEKER
AD/ART IAI
AD IAI BAB IV MAKSUD DAN TUJUAN
MAKSUD
Pasal 9
Ikatan mempunyai maksud untuk mewujudkan apoteker yang profesional, sehingga mampu
meningkatkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia.
 
TUJUAN
Pasal 10
Ikatan mempunyai tujuan:
a.Menyiapkan apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berbudi luhur, profesional, memiliki
semangat kesejawatan yang tinggi, dan inovatif, serta berorientasi ke masa depan;
b.Membina, menjaga dan meningkatkan profesionalisme apoteker sehingga mampu menjalankan
praktik kefarmasian secara bertanggung jawab;
c.Memperjuangkan dan melindungi kepentingan anggota dalam menjalankan praktik profesinya;
d.Mengembangkan kerjasama dengan organisasi profesi lainnya baik nasional maupun
internasional.
AD IAI BAB V TUGAS POKOK DAN FUNGSI
TUGAS POKOK
Pasal 11

Ikatan mempunyai tugas pokok


mempersatukan, memberdayakan,
melindungi, membina, mengayomi
seluruh anggota Ikatan.
AD IAI BAB V TUGAS POKOK DAN FUNGSI
FUNGSI
Pasal 12
Ikatan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.Meningkatkan motivasi dan kompetensi anggota dalam menjalankan praktik kefarmasian
b.Menjalin dan membina hubungan serta kerjasama dengan organisasi lain di bidangkesehatan dan bidang
lain yang terkait di tingkat lokal, regional, nasional daninternasional
c.Mengadakan dan menyelenggarakan kegiatan pertemuan/seminar ilmiah di tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional
d. Memantapkan peran anggota dalam upaya:
i. mencegah pencemaran nama baik profesi
ii. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat
iii. memelihara kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif
iv. memanfaatkan dan ikut mengamankan obat, bahan baku obat, kosmetika dan obat
tradisional
e.Memberikan advokasi kepada anggota berkaitan dengan masalah hukum
f.Melakukan upaya advokasi terhadap peraturan dan kebijakan terkait dengan praktik kefarmasian
g.Mengadakan berbagai kegiatan lain yang dipandang perlu untuk mencapai maksud dan tujuan Ikatan.
3 POTENSI APOTEKER PARIPURNA
Ada 2 (dua) prinsip umum yang wajib dijalankan
oleh suatu Profesi, antara lain:
KODE ETIK

APOTEKER

Keputusan Kongres Nasional XVII/2005


Nomor : 007/KONGRES XVII/ISFI/ 2005
tanggal 18 Juni 2005
tentang
Kode Etik Apoteker Indonesia
MUKADIMAH
• Bahwasanya seorang Apoteker didalam menjalankan tugas kewajibannya
serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
• Apoteker didalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta didalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker.
• Menyadari akan hal tersebut Apoteker didalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu : Kode Etik Apoteker Indonesia
BAB I. KEWAJIBAN UMUM ( sumpah /
janji )
1. Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
apoteker
2. Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
kode etik Apoteker Indonesia
3. Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh kepada prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan kewajibannya
4. Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan dibidang farmasi pada khususnya
BAB I. KEWAJIBAN UMUM ( lanjutan )
 
5. Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
6. Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain
7. Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
8. Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan pada umumnya dan dibidang farmasi pada
khususnya.
BAB II. Kewajiban Apoteker terhadap Penderita

( Ps. 9 )
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi
penderita dan melindungi makhluk hidup insani mempertebal rasa saling
mempercayai didalam menunaikan tugasnya.
BAB III. KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
TEMAN SEJAWAT
1. Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
ia sendiri ingin diperlakukan
2. Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling
menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik
3. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerja sama yang baik sesama Apoteker didalam
memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai didalam menunaikan tugasnya
Kewajiban apoteker terhadap teman sejawat
 Bab III pasal 10
Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.

 Pedoman Pelaksanaan=
1. Setiap apoteker harus menghargai teman sejawatnya, termasuk rekan kerjanya.
2. Bilamana seorang apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang problematik, baik
secara moral atau peraturan perundangan yang berlaku, tentang hubungannya
dengan sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat harus dilakukan dengan baik
dan santun
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun Majelis Pembina Etik Apoteker
dalam menyelesaikan permasalahan dengan teman sejawat.
Pasal 11. sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan ketentuan kode etik

Pedoman Pelaksanaan :
1.Bilamana seorang apoteker mengetahui sejawatnya melanggar
kode etik, dengan cara yang santun dia harus melakukan
komunikasi dengan sejawatnya tersebut untuk mengingatkan
kekeliruan yang ada
2.Bilamana yang bersangkutan sulit untuk menerima, maka dia
dapat menyampaikan kepada pengurus cabang dan atau MPEAD
secara berjenjang
Pasal 12. Setiap Apoteker harus mempergunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan kerja sama
yang baik sesama Apoteker didalam memelihara
keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai didalam
menunaikan tugasnya
Pedoman pelaksanaannya :
1.Seorang apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan
sejawat apoteker lainnya
2.Seorang apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam menjalankan
pengabdian profesinya
3.Seorang apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam
menjalin/memelihara kerjasama
BAB IV. KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA
 
1. Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai
dan menghormati sejawat petugas kesehatan lainnya
2. Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lainnya
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan
untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi,
saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat
petugas kesehatan lainnya

PEDOMAN PELAKSANAAN
1.Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga
profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan bermartabat.
2.Bilamana seorang Apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari
pelayanan profesi kesehatan lainnya, maka Apoteker tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi tersebut, tanpa yang
bersangkutan harus merasa dipermalukan.
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari
tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya/hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas
kesehatan lainnya

• Pedoman Pelaksanaan:

Bilamana seorang Apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari


pelayanan profesi tenaga kesehatan lainnya, maka Apoteker
tersebut harus mampu mengkomunikasikannya dengan baik kepada
tenaga kesehatan tersebut, tanpa yang bersangkutan harus
merasa dipermalukan.
BAB V. PENUTUP :
• Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan
tugas kefarmasiannya sehari-hari.
• Bila seorang Apoteker baik sengaja maupun tidak sengaja
melanggar atau tidak memenuhi Kode Etik Apoteker Indonesia,
maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah,
ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan
mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa”
PEDOMAN DISIPLIN
APOTEKER INDONESIA 2014

Nomor : PO. 004/ PP.IAI/1418/VII/2014


BAB I
PENDAHULUAN
• Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat
Indonesia yang dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan
kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur, berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
• Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan
Apoteker untuk menaati kewajiban dan menghindari
larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundangundangan dan/atau peraturan
praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat
dijatuhi hukuman disiplin.
• Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam
tiga hal, yaitu:

1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.


2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan
baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.

Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker


yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
•Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggungjawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping
yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenagatenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara yang
mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan
kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai
Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian,
sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin „mutu‟, ‟keamanan‟, dan
‟khasiat/manfaat‟ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku
obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan
yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak
benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat
Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-
Undang-Undang an yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud
dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara
selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau
selamanya; Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
apoteker yang dimaksud dapat berupa:
a.Pendidikan formal; atau
b.Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi pendidikan
atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang
ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun.
KESIMPULAN 
Apoteker dalam pengabdiaan
profesinya harus berpegang teguh 
pada
Sumpah/Janji Apoteker
dan
Kode Etik Apoteker
KESIMPULAN
• Mentaati kode etik 
Memahami prinsip hukum yang
mengatur hubungan antara
penyedia jasa profesi dengan
pengguna jasa tersebut.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai