Anda di halaman 1dari 14

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR KM 7 TAHUN 2021

TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE,
TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH
LABUH KAPAL SESUAI DENG AN
KEPENTINGANNY A DI ALUR-PELAYARAN
PELABUHAN BAUBAU DAN PERLINTASAN
SELAT BUTON
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Memperhatikan :

Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Surat Direktur Jenderal


Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Perhubungan Laut Nomor
Tahun 2010 tentang Kenavigasian, HK.203/6/5/DJPL/2020 tanggal 2
Menteri Perhubungan wajib menetapkan
Nopember 2020 perihal
alur-pelayaran, sistem rute, tata cara
berlalu lintas, dan daerah labuh kapal
Penyampaian Rancangan Keputusan
sesuai dengan kepentingannya dan perlu Menteri Perhubungan tentang
menetapkan Keputusan Menteri Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem
Perhubungan tentang Penetapan Alur- Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan
Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Kepentingannya di di Alur-
Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur- Pelayaran Masuk Pelabuhan Baubau
Pelayaran Masuk Pelabuhan Baubau dan dan Perlintasan Selat Buton;
Perlintasan Selat Buton;
ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BAUBAU DAN
PERLINTASAN SELAT BUTON SERTA SARANA BANTU NAVIGASI-
PELAYARAN
SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK
PELABUHAN BAUBAU DAN PERLINTASAN
SELAT BUTON

1. Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Baubau dan Perlintasan Selat Buton, Sistem Rute
yang ditetapkan yaitu rute dua arah (two ways route) dengan lebar alur 200 m (dua ratus meter) di
Alur-Pelayaran Selatan, 400 m (empat ratus meter) di Alur-Pelayaran Barat, dan 150 m (seratus lima
puluh meter) di Perlintasan Selat Buton;
2. Kondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran Kondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran
Masuk Pelabuhan Baubau yaitu -10 m (sepuluh meter) LWS sampai dengan -400 m (empat ratus
meter) LWS dengan panjang Alur-Pelayaran Selatan 6,44 NM (enam koma empat puluh empat
Nautical Milesl atau 11.9 km (sebelas koma sembilan kilometer) dan panjang AlurPelayaran Barat 4,60
NM (empat koma enam puluh Nautical Milesl atau 8,5 km (delapan koma lima kilometer). Perlintasan
Selat Buton dengan Panjang alur 9.7 NM (sembilan koma tujuh Nautical miles) atau 17,9 (tujuh belas
koma sembilan kilometer;
3. Kondisi Pasang Surut Sifat Pasang Surut (Pasut) adalah Carnpuran Condong ke Harian Ganda (Mixed
Semi Diurnal Tide), dengan tunggang air (selisih air tertinggi dengan air terendah) adalah sebesar 234
(dua ratus tiga puluh empat) cm
TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN MASUK
PELABUHAN BAUBAU DAN PERLINTASAN SELAT BUTON

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal maka perlu diatur Tata
Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Baubau dan Perlintasan Selat Buton sebagai
berikut:
1. Pemanduan
a. kapal dengan ukuran tona sekotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih yang berlayar di
perairan wajib pandu wajib menggunakan pelayanan jasa pemanduan kapal;
b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan normal untuk olah gerak
kapal;
c. mengibarkan bendera "G" pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari
apabila kapal sedang menunggu petugas pandu;
d. mengibarkan bendera "H" pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari
apabila petugas pandu berada di atas kapal; dan
e. mengibarkan bendera "Q" pada siang hari dan menyalakan lampu putih merah pada malam hari
bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri, petugas pandu hanya diperbolehkan naik kekapal untuk
membawa kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh petugas karan tina
kesehatan (free practique) dan bend era kuning telah diturunkan
f. posisi Naik Turun Petugas Pandu (pilot boarding ground)

1) Posisi Naik Turun Petugas Pandu : Alur-Pelayaran Selatan 05° 31' 32.5465" LS I 122° 33' 11.7995"
BT
2) Posisi Naik Turun Petugas Pandu Alur-Pelayaran Barat 05° 27' 36.2407" LS I 122° 31' 53.8133" BT
2. Komunikasi
a. pemilik/ operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana
kedatangan kapalnya kepada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I
Baubau dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda (master cable) melalui
Stasiun Radio Pantai (SROP) dengan tembusan kepada perusahaan angkutan
laut atau agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam
sebelum kapal tiba di pelabuhan;
b. b. setiap kapal yang memasuki dan keluar Alur-Pelayaran wajib melapor kepada
Stasiun Radio Pantai (SROP) melalui channel 16 dan channel 70;
c. c. batas garis pelaporan
1) Batas Garis Pelaporan Barat 5° 27' 36.2407" LS I 122° 31' 53.8133" BT
2) Batas Garis Pelaporan Selatan 5° 31' 32.5465" LS I 122° 33' 11.7995" BT
3) Batas Garis Pelaporan Utara 5° 17' 42.5990" LS I 122° 39' 41.0232" BT
d. komunikasi antara petugas pandu/kapal/kapal pandu dapat menggunakan
Bahasa Indonesia dan/ atau Bahasa Inggris dengan radio VHF pada channel 12; dan
e. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu di atas kapal dilakukan
Nakhoda harus memberikan keterangan kepada petugas pandu antara lain, kondisi,
sifat, cara, data, karakteristik dan lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah
gerak kapal.
4. Proses Kapal Keluar

 3. Proses Kapal Masuk
a. Nakhoda dan/ a tau petugas pandu melaporkan kepada Kantor

 a. Dalam kondisi normal Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau mengenai ukuran

 1) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar; b. meminta informasi ke
aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau mengeriai
berhasil untuk menghindari tubrukan dan dapat pergerakan kapal yang keluar / masuk Alur-Pelayaran Pelabuhan
diberhentikan dalam suatu jarak yang sesuai dengan keadaan Baubau dan Perlintasan Selat Buton;dan
dan suasana yang ada;
c. arahkan haluan menuju bagian tengah Alur-Pelayaran dan

 2)
2) setiap
setiap tindakan
tindakan yang
yang dilakukan
dilakukan untuk
untuk menghindari
menghindari berlayar menuju laut lepas.
tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas 5.
5. Pengaturan
Pengaturan Tindakan
Tindakan Untuk
Untuk Menghindari
Menghindari Tubrukan
Tubrukan Meliputi:
Meliputi:
dilakukan dalam waktu yang cukup dan benar-benar
memperhatikan persyaratan kepelautan yang baik; a. setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
a.
apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan

 3) apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda dalam waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan
memutuskan untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal persyaratan kepelautan yang baik;
dapat berlabuh di area labuh yang sudah disediakan;
b. setiap perubahan haluan dan/ atau kecepatan untuk
b.

 4)
4) apabila
apabila proses
proses administrasi
administrasi kelengkapan
kelengkapan dokumen
dokumen selesai
selesai menghindari tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus
dan sudah tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, cukup besar sehingga menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang
maka Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau mengamati dengan penglihatan atau dengan radar, serangkaian
akan menginformasikan kekapal bahwa kapal sudah bias perubahan kecil dari haluan dan/ ataukecepatan hendaknya
tambat di pelabuhan; dihindari;

 5) kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor
c. .. apabila
c. apabila ada
ada ruang
ruang gerak
gerak yang
yang cukup,
cukup, maka
maka perubahan
perubahan haluan
haluan
AlurPelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari
Lampiran I serta Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan situasi saling mendekati terlalu rapat dengan ketentuan bahwa
Baubau dan Perlintasan Selat Buton; dan perubahan itu dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak

 6) pada saat melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;
setelah kapal berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor d. tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan
d.
kepada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau. dengankapal
dengankapal lain
lain harus
harus sedemikian
sedemikian rupa
rupa sehingga
sehingga

 b. Dalam Kondisi Angin di Atas menghasilkan pelewatan dengan jarak yang aman dan hasil
Normal/Kabut/HujanDeras/Gelombang Tinggi: tindakan tersebut harus dikaji dengan seksama sampai kapal

 1)
1) kecepatan
kecepatan kapal
kapal disekitar
disekitar pelampung
pelampung suar
suar pengenal
pengenal tersebut
tersebut dilewati
dilewati dan
dan bebas
bebas sama
sama sekali;
sekali; dan
dan
disarankan menggunakan maneuvering speed; dan e. apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau
e.

 2) untuk memasuki Alur-Pelayaran dalam kondisi memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan,
kabut/hujan lebat, kapal menggunakan sarana navigasi visual, maka kapal harus mengurangi kecepatannya atau
elektronik (radar/ GPS / AIS) dan peralatan navigasi lainnya menghilangkan kecepatannya sama sekali dengan
secarabaik dan tepat guna. memberhentikan atau menjalankan mundur sarana
penggeraknya.
penggeraknya.
6. Pengaturan Penyusulan Meliputi: 
 8. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal
a. setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus dalam situasi memotong apabila 2 (dua) kapal tenaga
menghindari kapal lain yang sedang disusul; sedang berlayar dengan haluan saling memotong
b. kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka
kapal lain dari arah yang lebih besar dari 22,5° (dua puluh kapal yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus
dua koma lima derajat) dibelakang arah melintang yaitu menghindar, dan apabila keadaan mengijinkan harus
dalam kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal yang dengan cara memotong didepan kapal lain tersebut.
sedang disusul itu pada malam hari kapal hanya dapat Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal
melihat penerangan buritan, tetapi tidak satupun dari menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan
penerangan lambungnya; menghindari kapal lain dan sedapat mungkin
c. apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk tetap
menyusul kapal lain atau tidak, maka kapal itu harus bebas sama sekali. Dalam pengaturan tanggungjawab
beranggapan bahwa sedang menyusul kapal lain; dan d. setiap antara kapal meliputi: a. kapal bermesin yang sedang
perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi berlayar harus menghindari: 1) kapal yang tidak
kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang terkendalikan;
memotong dalam pengertian aturan-aturan ini atau 
 2) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;
membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal 
 3) kapal yang sedang menangkap ikan; dan
yang sedang disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan
bebas sama sekali.

 4) kapal layar.
7. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi

 b. kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:
BerhadapHadapan Meliputi: 
 1) kapal yang tidak terkendalikan;
a. apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang bertemu dengan 
 2) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan
haluan berlawanan atau hamper berlawanan sehingga akan 
 3) kapal yang sedang menangkap ikan.
mengakibatkan bahaya -tubrukan, maka masing-masing kapal 
 c. kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin
harus mengubah haluannya kekanan sehingga masing-masing harus menghindari:
kapal akan berpapasan di lambung kirinya; 
 1) kapal yang tidak terkendalikan; dan
b. keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus
dianggap ada apabila kapal melihat kapal lain tepat atau

 2) kapal yang olah geraknya terbatas.
hampir di depan dan pada malam hari kapal itu dapat melihat 
 d. setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat
penerangan tiang kapal lain tersebut ' terletak segaris atau dikendalikan atau kapal yang kemampuan olah
hamper segaris dan/ atau kedua penerangan lambung serta geraknya terbatas, apabila keadaan mengijinkan harus
pada siang hari kapal itu mengamati gatra (aspek) yang sesuai menghindarkan dirinya merintang jalan aman sebuah
mengenai kapal lain tersebut; dan kapal yang terkendala oleh saratnya; dan
c. apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya 
 e. kapal yang terkendala oleh saratnya sebagaimana
keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), maka kapal dimaksud dalam huruf (d) harus berlaya dengan
itu harus beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan kewaspadaan khusus dengan benar-benar
bertindak sesuai huruf (a) dan huruf (b) memperhatikan keadaannya yang khusus tersebut.
9. Larangan
a. kapal dilarang memasuki Alur-Pelayaran dengan under keel clearance (UKC)
kurang dari 10% (sepuluh persen) dari draught, kecuali atas izin Syahbandar;
b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di Alur-Pelayaran;
c. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat pemanduan dari
petugas pandu;
d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalamkondisi dan
situasi :
1) kapal kandas;
2) kapal tubrukan;
3) kerusakan mesin/kemudi; dan/ atau
4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.
e. larangan kapal untuk menyusul kapal lain pada ukuran LOA tertentu sesuai
dengan ketentuan system rute;
f. kapal yang sandar / tender dengan kapal lain yang sedang sandar di dermaga
umum/khusus hanya diijinkan 1 (satu) kapal saja yang sandar/tender di kapal yang
sedang sandar di dermaga tersebut atas pertimbangan keselamatan kapal yang
akan berolah gerak keluar / masuk;
g. kapal berlabuh jangkar di area yang tidak ditetapkan dalam keputusan ini; dan h.
membuang sampah, limbah, dan bahan lain dari pengoperasian kapal
DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI
ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN BAUBAU DAN
PERLINTASAN SELAT BUTON
PETA ALUR PELAYARAN MASUK PELABUHAN BAUBAU
DAN PERLINTASAN SELAT BUTON

Anda mungkin juga menyukai