Anda di halaman 1dari 13

MARDIANA, SE.M,Akt.

Latar Belakang
Setiap negara mempunyai Undang-Undang
Perpajakan Tersendiri.
Dari Segi Kekuatan modal dikelompokkan menjadi :
a. Capital Exporting Countries.
b. Capital Importing Countries.
Kedua kelompok saling berhubungan melalui
pemasukan modal, tetapi dapat terhambat karena
sistem perpajakan yang berbeda.
Sistem Perpajakan yang berlainan menyebabkan
Pajak Ganda.
Perlu mengurangi resiko terjadinya Pajak ganda dan
arus modal dari suatu negara ke negara lain.
Rekonsiliasi yurisdiksi Pajak dari negara yang
bersangkutan (Tax Treaty atau Tax Convention).
Di Bidang Perpajakan Internasional tidak ada
ketentuan atau kaidah yang membatasi hak
pemajakan suatu negara terhadap objek pajak dan
subjek pajak luar negeri.
Dalam Perpajakan Internasional Terdapat dua model
persetujuan :
a. OECD Model (Organization Cooperation For
Economic Cooperation and Development).
b. UN (United Nations).
UN model di Indonesia dijadikan acuan utama dalam
perundingan P3B
Persetujuan pada hakekatnya rekonsiliasi dari 2
hukum pajak yang beda sehingga kedudukannya
diatas UU Nasional.
Sistem Perpajakan Internasional
Setiap negara mengatur perlakuan pajak OP dan
Badan yang beraktivitas di Luar Negeri atau
sebaliknya.
Sistem Perpajakan Internasional berbeda satu negara
dan lainnya tetapi beberapa prinsip terdapat
kesamaan pengertian perpajakan.
Kesamaan Pengertian dirumuskan dalam P3B.
Kebanyakan negara menganut prinsip Teritorial.
Perlakuan Teritorial membenarkan aplikasi jurisdiksi
pemajakan teritorial (Sumber Pemajakan).
Indonesia tidak secara terbatas hanya
mengaplikasikan prinsip pemajakan teritorial.
Dengan landasan pertalian personal (subjektif)
Indonesia mengenakan Pajak atas Penghasilan Luar
Negeri yang diperoleh OP dan Badan Indonesia
(WPDN).
Norma dalam Sistem Perpajakan Internasional yang
diterima dan diikuti secara global yaitu untuk:
 Menyerahkan hak pemajakan utama (Primary Taxing
Right) kepada negara sumber.
 Mempertahankan wewenang pemajakan residual
(Residual Tax Claim) kepada negara domisili.
Manfaat dan Tujuan ketentuan
Pajak Internasional
Pajak Internasional memuat ketentuan pajak
internasional yang merujuk pada aspek internasional
dari ketentuan perpajakan suatu negara.
Aspek Internasional dari sistem perpajakan negara
yang utama adalah P3B (Tax Treaty).
P3B bersifat membatasi hak pemajakan negara para
pihak. Tidak mengenakan atau meringankan beban
pajak.
Cara lain selain P3B yaitu kerjasama ekonomi,
kontrak bagi hasil.
Ketentuan Pajak Internasional
meliputi 2 dimensi luas:
1) Pemajakan terhadap WPDN atas Penghasilan Luar
negeri.
2) Pemajakan terhadap WPLN atas Penghasilan dari
Dalam Negeri (Domestik).
Tujuan Ketentuan Pajak
Internasional.
Memperoleh bagian penerimaan dari transaksi lintas
perbatasan secara adil.
Meningkatkan keadilan (fairness) dalam perpajakan.
Memperkuat daya saing ekonomi domestik.
Netralisasi ekspor modal (Capital Export Neutrality)
dan netrality impor modal.
Pajak Penghasilan Badan.
Dalam UU KUP maupun UU PPh tidak memberikan
pengertian Badan secara konsepsional.
Pengertian Badan digunakan pendekatan daftar
(Listing Approach). Sedangkan pada KUP
mendasarkan pada keperluan administrasi pengenaan
pajak.
Penghasilan Kena Pajak.
Dari Source Concept of Income menjadi Accretion
Concept of Income atau Komprehensif
(Comprehensive Concept of Income).
Dalam Pengertian Income terdapat 4 unsur :
1. Pengakuan (Income Recognition).
2. Cakupan Geografis (Geographical Source of
Income).
3. Pemanfaatan.
4. Sifat Pengertian.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai