Anda di halaman 1dari 34

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

SEJARAH DAN DASAR HUKUM UU PPh :


 PAJAK PERSEROAN (PPs 1925)
 PAJAK KEKAYAAN (1932)
 PAJAK PENDAPATAN (PPd 1944)
 PAJAK PENJUALAN (PPn, UU No.19 /1951)
 UU No.7 TAHUN 1983
 UU No.7 TAHUN 1991
 UU No.10 TAHUN 1994
 UU No. 17 tahun 2000
 UU No. 36 tahun 2008
PENGERTIAN PENGHASILAN
PENGHASILAN yaitu tiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
DEFENISI PAJAK PENGHASILAN
DIKENAKAN terhadap SUBJEK
Pajak yang
PAJAK atas PENGHASILAN YANG
DITERIMA atau DIPEROLEH dalam
suatu MASA atau TAHUN pajak.
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
Segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
MEMPEROLEH PENGHASILAN dan menjadi
SASARAN untuk dikenakan pajak penghasilan.
Subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila
MENERIMA atau MEMPEROLEH PENGHASILAN.
SUBJEK PAJAK yang telah MEMENUHI KEWAJIBAN
PAJAK secara OBJEKTIF maupun SBJEKTIF maka
disebut WAJIB PAJAK.
PENGELOMPOKAN SUBJEK PAJAK
(UU No.36 TAHUN pasal 2 ayat1)
1. ORANG PRIBADI (OP)
Bertempat tinggal/berada di Indonesia ataupun di Luar Negeri
2. WARISAN YANG BELUM TERBAGI sebagai satu kesatuan.
Menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris, pengenaan
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap
dapat dilaksanakan.
3. BADAN
Sekumpulan orang dan /atau modal yang merupakan satu kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun tidak.
4. BENTUK USAHA TETAP (BUT)
Yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam waktu 12 bulan dan BADAN yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia.
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK
PAJAK LUAR NEGERI
1. SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI (SPDN)
a. Orang pribadi bertempat tinggal di Indonesia,
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam waktu
12 bulan, dalam satu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia.
b. Badan yang didirikan / bertempat kedudukan di
Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK
PAJAK LUAR NEGERI
2. SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI (SPLN)
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, berada di Indonesia tidak lebih dari 183
dalam waktu 12 bulan. Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan uasaha / kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
b. point a yang menerima / memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
1. KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING
2. PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK
DAN KONSULAT
3. ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL
DENGAN SYARAT INDONESIA INDONESIA
MENJADI ANGGOTA
WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN WAJIB
PAJAK LUAR NEGERI (WPDN /WPLN)
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib
pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak
kena pajak (PTKP).
Perbedaan WPDN dan WPLN :
1. WPDN dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, WPLN
hanya atas penghasilan dari Indonesia.
2. WDPN dikenai pajak berdasarkan PENGHASILAN
NETO dengan tarif umum, WPLN dikenai pajak
berdasarkan penghasilan BRUTO
Perbedaan WPDN dan WPLN :

3. WPDN wajib menyampaikan Surat Pemberha itahuan


(SPT) tahunan pajak sebagai sarana untuk
menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak, WPLN tidak wajib menyampaikan SPT karena
pemotongannya bersifat final .
4. WPLN yang menjalankan kegiatan usaha melalui
BUT, pemenuhan kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan WP badan dalam negeri.
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek pajak merupakan segala sesuatu yang dikenakan
pajak.
Objek pajak penghasilan adalah PENGHASILAN
PENGELOMPOKAN PENGHASILAN
1. Dari PEKERJAAN dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas seperti : gaji, honorarium dll
2. Dari USAHA dan KEGIATAN
3. Dari MODAL, baik harta gerak maupun harta tak
gerak seperti : dividen, royalti, sewa, keuntungan
penjualan harta.
4. Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan
hadiah.
PENGHASILAN YANG TERMASUK OBJEK PAJAK
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima /diperoleh : gaji, upah,
tunjangan, honorarium, bonus, gratifikasi, uang
pensiun dll.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan / kegiatan dan
penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
PENGHASILAN YANG TERMASUK OBJEK PAJAK
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
PENGHASILAN YANG TERMASUK OBJEK PAJAK
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aset
14. Premi asuransi
PENGHASILAN YANG TERMASUK OBJEK PAJAK
15. Iuran yang diterima /diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
18. Surplus Bank Indonesia
PENGHASILAN TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
1. - Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil zakat.
- harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
2. Warisan
3. Harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan / jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan
PENGHASILAN TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa.
6. Dividen yang diperoleh dari penyertaan modal
7. Iuran yang diterima dana pensiun baik yang dibayar
pemberi kerja maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun
PENGHASILAN TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
9. Bagian laba yang diperoleh/diterima anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura
berupa bagian laba.
11.Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu atau
berdasarkan permenkeu
12. Bantuan atau santunan oleh badan penyelenggara
jaminan sosial kepada WP tertentu.
PENGURANGAN PENGHASILAN, ada 2 golongan :
1. Yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu ) tahun,
misalnya : gaji
2. Yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
misalnya : penyusutan

Pengeluaran menurut ketentuan perpajakan :


3. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
(deductible expense) yaitu yang mempunyai hubungan langsung
dengan usaha / kegiatan untuk 3 M (mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan) yg pembebanannya dalam tahun
pengeluaran atau selama masa manfaat atas pengeluaran tersebut.
4. Pengeluaran tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non
duductible expense).
BIAYA YANG DIPERKENANKAN SEBAGAI
PENGURANG PENGHASILAN
1. Biaya yg secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan kegiatan usaha, misalnya :
pembelian bahan; berkenaan dengan pekerjaan /
jasa termasuk upah, gaji; bunga; sewa; royalti; biaya
perjalanan; premi asuransi; administrasi; biaya
pengolahan limbah; biaya administrasi dll
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh
harta berwujud dan amortisasi yang masa
manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun
lanjutan
3. Iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan oleh
menteri keuangan
4. Kerugian karena penjualan / pengalihan harta yang digunakan
untuk 3 M (mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan)
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan yg dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
8. Piutang yg nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: telah
dibebankan sebagai biaya dalam lap L/R komersial; harus
menyerahkan daftar piutang yg tidak dapat titagih ke Ditjen
pajak; telah diserahkan perkara penagihannya ke pengadilan
negeri setempat; adanya perjanjian tertulis penghapusan piutang
antara debitur dan kreditur; telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khsusus.
lanjutan
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yg
dilakukan di Indonesia
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yg diatur oleh PP
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga, sesuai PP
14. Kompensasi kerugian : kerugian 5 (lima) tahun terakhir
15. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghasilan tertentu
yang tidak dikenakan pajak : WP = Rp. 24.300.000,- setahun;
WP Kawin = Rp. 2.025.000,- setahun; Tanggungan (anak)
maksimum 3 (tiga) orang masing-masing Rp. 2.025.000,-
setahun; serta Rp. 24.300.000,- tambahan untuk seorang istri
yg menerima /memperoleh penghasilan yg digabung dengan
penghasilan suami.
Biaya yg tidak diperkenankan sebagai
pengurang (non deductible expense)
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk
apapun seperti dividen.
2. Biaya yg dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
4. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna
yg dibayar oleh WP pribadi
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yg diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan.
lanjutan
6. Jumlah yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kepada pemegang
saham atau pihak lain yg mempunyai hubungan istimewa
7. Harta yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam asal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b
UU PPh
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi WP atau orang yg menjadi tanggungannya
10. Gaji yg dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan sanksi
pidana berupa denda yg berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan
Menghitung pajak penghasilan
PPh terutang = Tarif Pajak X Penghasilan Kena Pajak
(PKP)
Cara menentukan PKP pada WPDN :
1. Dengan metode pembukuan
2. Menggunakan Norma Penghtungan

Cara menghitung PPh :


3. Menghitung pajak atas penghasilan yang diperoleh
WP yang bersangkutan (PPh terutang)
4. Menghitung pajak atas penghasilan pihak lain,
dilakukan pada saat WP membayarkan penghasilan
kepada pihak lain
Tarif pajak
Merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk
menghitung besarnya PPh.
Tarif PPh dikelompokkan menjadi 2 :
1. Tarif UMUM sesuai pasal 17 UU No. 7 tahun 1983
(terakhir diubah dalam UU No. 36/2008)
2. Tarif Khusus / lainnya

Sistem penerapan tarif PPh sesuai pasal 17 UU PPh


dibagi 2 :
3. WP Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri
4. WP Badan dalam negeri
Tarif PPh
1. WP OP DN :
Lapisan PKP Tarif
 s/d Rp. 50 juta 5%
 Di atas Rp. 50 juta s/d 250 juta 15 %
 Di atas 250 juta s/d 500 juta 25%
 Di atas 500 juta 30 %
2. WP Badan DN dan BUT adalah 28% dan sejak tahun
2010 menjadi 25%
3. Penghasilan berupa dividen yg dibagikan kepada WP
OP DN paling tinggi 10 % dan bersifat final
Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak
(PKP)
1. Penghasilan yang termasuk Objek pajak (pasal 4 ayat
1 UU PPh)
2. Biaya yang diperkenankan sebagai pengurang objek
pajak ( pasal 6 ayat 1 UU PPh)
3. Kompensasi kerugian ( pasal 6 ayat 2 UU PPh)
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pasal 7 ayat 1
UU PPh
5. Biaya tidak diperkenankan sebagai pengurang objek
pajak ( Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
PKP WP Badan (wajib pembukuan)
PKP adalah :
Penghasilan bruto dikurangi pengurang yg
diperkenankan (sesuai pasal 6 ayat 1) dan kompensasi
kerugian (sesuai pasal 6 ayat 2).

Penghasilan Neto = penghasilan bruto – biaya yang


diperkenankan.
Kompensasi kerugian tahun sebelumnya maksimum 5
tahun.
PKP WP OP DN
1. Menyelenggarakan pembukuan
Sama dengan WP Badan DN, tetapi dikurangi lagi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Menggunakan Norma penghitungan
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan
besarnya penghasilan neto, dilakukan dalam hal :
a. tidak terdapat dasar penghitungan yg lebih baik yaitu
pembukuan yang lengkap atau
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto WP ternyata
diselenggarakan secara tidak benar
Pelunasan Pajak Penghasilan
Pelunasan PPh dalam tahun berjalan dapat dilakukan
dengan 2 cara :
1. Oleh WP Sendiri :
a. sehubungan dengan pekerjaan dari badan, wajib
memiliki NPWP dan melaksanakan penghitungan dan
pembayaran PPh yg terutang dalam tahun berjalan serta
melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan tahunan
(SPT Tahunan)
b. WP membayar sendiri pajak atas penghasilan yg
diperoleh atau diterima melalui angsuran PPh dalam
tahun pajak berjalan (PPh pasal 25).
lanjutan
2. Melalui pihak lain :
a. Pemotongan PPh oleh pihak lain atas penghasilan
berupa gaji, upah dll
b. Pemungutan PPh oleh pihak badan pemerintah,
misalnya : PPh import
c. Pemotongan PPh oleh pihak lain atas penghasilan
berupa dividen, bunga, royalti dll
d. Pemotongan PPh atas penghasilan yg diterima oleh
WPLN selain BUT
e. Pelunasan pajak atas penghasilan-penghasilan
tertentu
Pelunasan pajak saat sesudah akhir tahun
pajak
1. Membayar pajak yg kurang disetor dengan
menghitung sendiri jumlah PPh yg terutang untuk
satu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit
pajak tahun yg bersangkutan sebagaimana diatur
dalam pasal 29 UU PPh
2. Membayar pajak yg kurang disetor karena menerima
surat ketetapan pajak (SKP KB) atau surat tagihan
pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak

Anda mungkin juga menyukai