Azas Konkordansi – Pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang berbunyi : Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini. – Mengatur selama belum diatur oleh ketentuan peraturan yang baru maka ketentuan peraturan lama (yang lahir sebelum proklamasi kemerdekaan RI) masih berlaku. Pembagian Buku Dalam BW Burgerlijk Wetboek disingkat BW berisikan 4 bahasan (Buku), dan terdapat 64 (18+21+18+7) Bab, 1993 Pasal, yang masing – masing bukunya: – Buku satu tentang Orang / Van Personnenrecht – Buku dua tentang Benda / Zaakenrecht (Kebendaan) – Buku tiga tentang Perikatan / Verbintenessenrecht – Buku empat tentang Pembuktian dan Daluwarsa / Verjaring en Bewijs Pengaturan Buku I dan Buku II BW – Buku Ke satu Tentang Orang – BAB I Tentang Menikmati dan kehilangan Hak-hak Kewargaan – BAB II Tentang Akta-akta Catatan Sipil – BAB III Tentang Tempat Tinggal atau Domisili – BAB IV Tentang Perkawinan – BAB V Tentang Hak dan Kewajiban Suami dan Istri – BAB VI Persatuan Harta Kekayaan Menurut Undang-undang dan Pengurusannya – BAB VII Tentang Perjanjian Perkawinan – BAB VIII Tentang Persatuan atau Perjanjian Perkawinan dalam Perkawinan untuk Kedua Kali atau Selanjutnya – BAB IX Tentang Perpisahan Harta Kekayaan – BAB X Tentang Pembubaran Perkawinan – BAB XI Tentang Perpisahan Meja dan Ranjang – BABXII Tentang Kebapakan dan Keturunan Anak-anak – BAB XIII Tentang Kekeluargaan Sedarah dan Semenda – BAB XIV Tentang kekuasaan orangtua – BAB XIV A Tentang Menentukan Mengubah dan Mencabut Tunjangan-tunjangan Nafkah – BAB XV Tentang Kebelumdewasaan dan Perwalian – BAB XVI Tentang Beberapa Perlunakan – BAB XVII Tentang Pengampuan – BAB XVIII Tentang Keadaan Tak Hadir Buku Kedua Tentang Kebendaan – BABI Tentang Kebendaan dan Cara Membeda bedakannya – BAB II Tentang Kedudukan Berkuasa (bezit) dan – Hak-hak yang Timbul karenanya – BAB III Tentang Hak Milik (eigendom) – BAB IV Tentang Hak dan Kewajiban antara Pemilik pemilik Pekarangan yang Satu Sama Lain Bertetanggaan. – BAB V Tentang Kerja Rodi – BAB VI Tentang Pengabdian Pekarangan – BAB VII Tentang Hak Numpang Karang – BAB VIII Tentang Hak Usaha – BAB IX Tentang Bunga Tanah dan Hasil Sepersepuluh – BAB X Tentang Hak Pakai Hasil – BAB XI Tentang Hak Pakai dan Hak Mendiami – BAB XII Tentang Perwarisan karena Kematian – BAB XIII Tentang Surat Wasiat – BAB XIV Tentang Pelaksana Wasiat dan Pengurus Harta Peninggalan – BAB XV Tentang Hak Memikir dan Hak Istimewa untuk Mengadakan Pendaftaran Harta Peninggalan – BAB XVI Tentang Hal Menerima dan Menolak Suatu Warisan – BABXVII Tentang Pemisahan Harta Peninggalan – BAB XVIII Tentang Harta Peninggalan yang Tak Terurus – BAB XIX Tentang Piutang-piutang yang Diistimewakan – BAB XX Tentang Gadai – BAB XXI Tentang Hipotik Kebelum Dewasaan, Perwalian dan Cakap Hukum
Belum dewasa menurut BW terdapat pada pasal 330, yang
mana menentukan bahwa mereka yang belum 21 tahun dan belum menikah termasuk golongan belum dewasa. Pengertian dari Perwalian pada pasal 330 ayat (3) BW : “Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,keempat, kelima dan keenam bab ini”. Menurut Subekti perwalian adalah pengawasan terhadap anak-anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Kriteria tidak cakap melakukan perbuatah hukum dalam BW diatur pada pasal 1330 yang mana menentukan: 1. Belum dewasa 2. Ditaruh dibawah pengampuan 3. Orang – orang perempuan Perkawinan dan Pemisahan Harta
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang – Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan hubungan perdata – Pasal 26 – (1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri. – (2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah. Pasal 119 BW “sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antar suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri.”
Berdasarkan pasal ini, maka terjadinya pencampuran harta antara suami
dan istri, baik harta asal dan harta yang didapatkan selama perkawinan. Tidak ada pemisahan sama sekali kecuali ada perjanjian perkawinan yang mengatur tentang pemisahan harta. Dan mengenai harta bersama akan selalu ada selama perkawinan dilangsungkan dan tidak dapat ditiadakan walaupun dengan perjanjian. Macam – Macam Benda
1. Benda berwujud dan tidak berwujud – lihamelijk, onlichamelijk.
2. Benda bergerak dan tidak bergerak 3. Benda yang sudah ada/tegenwoordige zaken dan benda yang masih akan ada/toekkomstige zaken Yang absolut ialah barang-barang yang pada suatu saat sama sekali belum ada, misalnya: hasil panen yang akan datang. Yang relatif ialah barang-barang yang ada pada saat itu sudah ada tapi bagi orang-orang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang sudah dibeli tapi belum diserahkan. 5. Benda yang dapat dipakai habis/vebruikbaar dan benda yang tidak dapat dipakai habis/onverbruikbaar. 6. Benda dalam perdagangan/zaken in de handel dan benda diluar perdagangan/zaken buiten de handel 7. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi – Mengenai bezitnya/kedudukan berkuasa siapa yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya – Mengenai leveringnya/penyerahannya penyerahannya nyata dan langsung sedangkan penyerahan benda tidak bergerak harus balik nama. – Mengenai verjaring/kadaluarsa/lewat waktu Terhadap benda bergerak tidak mengenal kadaluarsa sebab berlaku asas yang tercantum dalam Pasal 1977 ayat 1 seperti telah dijelaskan dalam no. 1 di atas. Benda tidak bergerak mengenal adanya kadaluarsa yaitu 20 tahun dengan alasan hak yang sah dan 30 tahun tanpa alasan hak yang sah. – Mengenai bezwaring/ pembebanannya Contoh: Pembebanan terhadap benda bergerak (motor) harus dengan pand/gadai atau fidusia sedang pembebanan terhadap benda tidak bergerak (tanah) dengan hak tanggungan Lembaga Jaminan