Bab 3 Hukum Keluarga 2
Bab 3 Hukum Keluarga 2
KELUARGA
Hukum Perdata
Perjanjian Kawin (PK)
Diatur dalam Pasal 29 UU No 1 Tahun 1974
Di BW diatur dalam Pasal 139 s/d 154.
Pengertian :
Perjanjian Kawin : Perjanjian yang dibuat oleh calon pasangan
suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungan untuk
mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.
PK Harus dibuat dengan akta
notaris
Tujuannya :
1. Keabsahan perkawinan
2. Mencegah perbuatan tergesa- gesa
3. Demi kepastian hukum
4. Alat bukti yang sah
5. Mencegah adanya penyelundupan hukum
Perjanjian Kawin dalam Kompilasi
Hukum Islam
Diatur dalam Pasal 45 s/d 51 Inpres No 1 th 1991, antara lain :
• PK dpt dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan
• PK dalam bentuk ta’lik talak dan perjanjian lain yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Biasanya dibuat secara
tertulis dan dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah mengenai
kedudukan harta dalam perkawinan.
• Isi PK meliputi percampuran harta pribadi, (yang meliputi semua
harta, baik harta bawaan maupun harta bersama) maupun
pemisahan harta pencarian (dg adanya pemisahan ini tidak
menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga.
• Kewenangan masing masing pihak untuk melakukan
pembebanan atas hipotek atau hak tanggungan atas harta pribadi
dan harta bersama atau harta syarikat.
Berlakunya Perjanjian Kawin
Pengertian :
Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu
selama mereka itu terikat perkawinan terhadap
anak- anaknya yang belum dewasa.
Terhadap :
1. Pribadi anak
2. Harta benda anak
Terhadap pribadi
Pengertian :
Berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh
pasangan suami istri yang disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu kematian, perceraian, dan atas
putusan pengadilan.
Putusnya Perkawinan Karena
Kematian
Berakhirnya perkawinan yang disebabkan salah
satu pihak, yaitu suami atau istri meninggal dunia.
Putusnya Perkawinan Karena
Perceraian
Perceraian dapat terjadi karena dua hal yaitu talak atau gugat cerai
Talak, yaitu ikrar suami di hadapan PA.
Ada 5 macam talak, yaitu :
• Talak raj’I talak ke satu dan ke dua, suami masih behak rujuk dengan istri
selama masa iddah.
• Talak bain shughraa yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah
baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah
• Talak bain kubraa yaitu talak yang terjadi kedua kalinya, talak ini tidak dapat
dirujuk dan tidak dapat dinikahkan lagi, kecuali pernikahan itu dilakukan
setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian
ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.
• Talak suny adalah talak yang dibolehkan, talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci itu
• Talak bid’I adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhan pada waktu
istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
Alasan alasan perceraian
Menurut Pasal 19 PP 9/75 : (1-6)
1. Salah satu pihak berbuat zina atau mjd pemabuk,
pemadat, penjudi yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain
dua tahun berturut- turut tanpa ijin pihak yang
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain di luar kemampuannya
3. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 tahun
penjara atau lebih setelah perkawinan
berlangsung.
Lanjutan alasan perceraian……
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan pihak lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan sehingga tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri
6. Antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalamrumah tangga
7. Suami melangar taklik talak
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
(pasal 39 UU 1/74 dan Pasal 110 Kompilasi Hukum Islam)
Akibat Putusnya Perkawinan
Pasal 41 UU 1/ 74 :
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara
dan mendidik anak- anaknya, semata mata
berdasarkan kepentingan si anak.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak
itu, jika tidak mampu, pengadilan dapat memutuskan
bahwa ibu juga bertanggungjawab.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami
untuk membiayai penghidupan dan/ atau menentukan
suatu kewajiban bagi bekas istrinya.
Perwalian
Pengertian :
Pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan
terhadap harta kekayaan seorang anak yang
belum dewasa jika anak itu tidak berada di
bawah kekuasaan orang tua.
Jadi, perwalian terjadi jika perkawinan ortu putus
baik karena perceraian atau salah satu atau
dua2 nya ortu meninggal dunia.
Anak dalam perwalian disebut pupil
Macam Macam Perwalian
• Perwalian menurut UU
Jika salah satu ortu meninggal maka demi hukum ortu
yang lain yang masih hidup mjd wali (345 BW)
Jika janda kawin lagi maka suami barunya mjd kawan
wali.
• Perwalian dengan wasiat
355 BW : Tiap ortu yang melakukan kek. Ortu atau
perwalian, berhak mengangkat seorang wali bagi anaknya.
Jika perwalian itu berakhir pada waktu ia meninggal dunia
atau berakhir dengan penetapan hakim.
• Perwalian Datif
Wali yang ditetapkan oleh hakim jika tiada wali UU atau
wasiat.
Siapa yang dapat menjadi wali ?
Tiap orang wajib menerima penetapan sebagai wali
oleh pengadilan.
Orang yang tidak boleh menjadi wali :
1. Pejabat Pengadilan
2. Orang yang sakit ingatan
3. Orang yang belum dewasa
4. Orang yang dibawah pengampuan
5. Orang yang dicabut kekuasaanya sebagai orang
tua
6. Para pimpinan BHP
Wali Pengawas
• Balai Harta Peninggalan
• Dewan Perwalian
Kewajiban Wali pengawas :
1. Mewakili kepentingan si anak jika bertentangan dengan
kepentingan si wali.
2. Mengharuskan si wali membuat inventaris warisan yang
dijatuhkan pada si anak.
3. Tiap tahun meminta perhitungan tanggung jawab secara singkat
dari si wali
4. Menuntut pemecatan si wali jika ada tanda- tanda kecurangan
atau kealpaan yang besar dari si wali, dan meminta pengadilan
untuk menetapkan wali baru bagi pupil.
Kewajiban Wali