Anda di halaman 1dari 15

KEERAWATAN GAWAT DARURAT

“ ASKEP MUSKULOSKLETAL OSTEOPOROSIS ”

PURNOMO
616080719060
Prodi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners
Institut Kesehatan Mitra Bunda Persada Batam
A. Pengertian

 Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang


secara nyata yang  berakibat pada rendahnya kepadatan
tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan rapuh. “Osto”
berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang
yang mudah patah akibat Osteoporosis adalah tulang
belakang, tulang paha, dan tulang pergelangan tangan
(Endang Purwoastuti : 2009)

 Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut


WHO adalah penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik
massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari
jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang
dan meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan massa
tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009)
 
2. Klasifikasi Osteoporosis
 
O Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok
yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
( postmenopause osteoporosis ) dan pada laki-laki lanjut
usia ( senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum
diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan
Kelainan endokrin misalnya Chusing’s disease,
hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, hipogonadisme,
kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak,
kebiasaan minum alcohol, pemakaian obat-
obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009)
 Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi beberapa bagian :

1. Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)


Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia. Bentuk osteoporosis ini
disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang  berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada
masa menopause .

2. Osteoporosis involutional (Tipe II)


Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini diakibatkan oleh
ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.

3. Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita  premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di
bawah 75 tahun. Tipe ini tidak  berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah timbulnya
penurunan densitas tulang.

4. Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang terjadi pada anak-anak prepubertas

5. Osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik akibat faktor ekstrinsik
seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis
sistemik, hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain
3. ETIOLOGI OSTEOPOROSIS
• Osteoporosis  postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama  pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam (Lukman,  Nurma Ningsih : 2009).

• Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium yang


berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang yang hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali
lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan
postmenopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

• Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur daripada seseorang dengan
tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai
ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki ketentuan normal sesuai dengan sifat
genetiknya beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang  besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya
usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak daripada individu
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
 4. Patofisiologi Osteoporosis
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan
alkohol), dan aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan
masa tulang mulai terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada
pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal
mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat
menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse
(Lukman, Nurma  Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan
kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.
Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa
muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa
tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi  pada perempuan
pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena
penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui
ginjal
5. Manifestasi Klinis Osteoporosis

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya


osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika
kepadatan tulang sangat  berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius
distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.
Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau
karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan
di daerah tertentu dari pungung yang akan  bertambah nyeri jika penderita
berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi
biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah  beberapa
minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka
akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk),
yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit
 6. Penatalaksanaan Osteoporosis
O Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih menekankan pada pengurangan
atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,  juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau
hormone replacement therapy (HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1. Terapi medis
a. Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat  pereda sakit yang kuat, seperti
turunan morfin. Bagi yang mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit,
dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau codein ataupun kombinasi keduanya
seperti co-dydramol, co- codramol, atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan
rasa sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Terapi hormone pada wanita


Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya  pemberian terapi hormone sulit ditentukan.
Yang jelas jika ingin terhindar dari osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun,
sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker.
a. Hormone Replacement Theraphy (HRT)
b. Kalsitonin.
c. Testosterone
3. Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk mengobati osteoporosis. Namun,
karena banyaknya efek samping yang dapat ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis,
maka sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal
a. Bisfosfonat
b. Etidronat
c. Alendronat

4. Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa menggunakan obat-obatan atau
hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan
yaitu dengan  berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan menjaga pola makan yang
baik
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
.

Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radioisotope
Pemeriksaan Quantitative
Magnetic resonance imaging (MRI)
Quantitative Ultra Sound (QUS)
Densitometer (X-ray absorptiometry)
Tes darah dan urine
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata.
b. Catatan masuk.
c. Riwayat kesehatan.
d. Pola fungsional menurut Gordon.

2. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, dari ujung rambut
dengan ujung kaki (head to toe).

3. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah dan


ultrasonografi.
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan Radilogi
Diagosa Keperwatan

 Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi


sekunder skeletal

 Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot


INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b.d  join movement : active  Execise therapy :
kerusakan integritas struktur  mobility Level
tulang, kekakuan sendi  transfer  perfomance ambulation
 Monitoring vital sign
Kriteria hasil : sebelum/sesudah latihan dan lihat
  Klien meningkat dalam aktivitas respon  pasien saat latihan
fisik  Konsultasikan dengan terapi fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan tentang rencana ambulasi sesuai
mobilitas dengan kebutuhan
 Memverbalisasik an perasaan dalam  Bantu klien untuk menggunakan
meningkatkan kekuatan dan tongkat saat berjalan dan cegah
kemampuan  berpindah terhadap cedera
 Ajarkan  pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
 Kaji kemampuan  pasien dalam
mobilisasi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
2. Nyeri akut b.d perubahan  Pain level  Pain mangement
 patologis oleh atritis rematik  Pain control  Lakukan  pengkajian nyeri secara
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik , durasi, frekuensi,
Kriteria hasil : kualitas dan faktor  presipitasi
  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal dari
penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi
nonfarmakologi untuk mengurangi terapeutik untuk mengetahui
nyeri, mencari  bantuan)  pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan  bahwa nyeri
 berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dant anda
nyeri)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai