Sel memori adalah nama golongan sel T yang telah teraktivasi oleh antigen pada
saat terjadi infeksi, misalnya kanker atau vaksinasi.
Tugasnya yaitu saat terjadi pengulangan infeksi dengan antigen yang sama, sel
memori mengalami proliferasi dengan cepat dan memberikan respon kekebalan
yang lebih kuat
Selama pertarungan dengan
virus. sel memori akan
mengingat cara mengalahkan
virus tersebut.
Pada fase awal vaksin masuk ke tubuh manusia, imunitas tubuh langsung meresponsnya
sebagai virus corona. Karena terdeteksi sebagai virus corona, serangkaian respon imun
akan terjadi untuk melindungi tubuh dari terinfeksi. Pada proses tersebut, beberapa
macam sel bekerja sama untuk mengenali virus corona dan memberikan respon. Sel sel
ini kemudian merangsang sel B untuk membuat antibodi. Karena setiap antigen memiliki
antibodinya sendiri maka setiap antigen jenis baru yang masuk ke tubuh sel B harus
menciptakan atau mengolah antibodi yang cocok untuk antigen jenis tersebut. Setelah
membuat antibodi, antibodi akan menempel pada virus corona. Lalu sel T akan mencari
virus corona yang telah ditumpangi dan menghancurkannya. Sel T juga memberi sinyal
pada sel-sel lain(seperti fagosit) untuk melakukan tugasnya.
Begitu dihasilkan, antibodi akan berada dalam tubuh seseorang selama
beberapa waktu, sehingga apabila virus korona yang serupa
kembali, antibodi sudah tersedia untuk melakukan misinya.tetapi antibodo
hanya bisa bertahan 4-6 bulan dan setelah itu antibodi menghilang. Meskipun
antibodi sudah menghilang, sel B dan sel T yang menyimpan informasi atau
data tentang virus corona masih tetap ada hingga bertahun-tahun.
Jadi jika dilihat dari mekanisme kerjanya, sistem imun melawan vaksin seperti halnya
melawan patogen lainnya. Dalam hal ini vaksin dapat dikatakan sebagai penyamaran
terhadap virus corona yang akan datang tanpa memberikan infeksi, karena di dalam
vaksin virus penyebab corona sudah dilumpuhkan ataupun dinonaktifkan.
Saat sel B dan sel T mengenali virus corona, mereka akan mencatat data nya dan data
tersebut dapat digunakan untuk kembalinya serangan virus corona di masa yang akan
datang. Dengan begitu, saat ancaman datang sel B dan sel T akan lebih cepat
menyebarkan antibodinya secara tepat atau lebih efektif. Begitulah cara
mengembangkan imunitas.
Dapat disimpulkan bahwa pengaruh vaksin Covid-19 terhadap sistem imun
adalah :
• Sistem imun lebih cepat merespons terhadap serangan virus corona di
masa mendatang.
• Memberikan data atau informasi tambahan mengenai antigen jenis
baru yaitu virus corona.
• Mempersiapkan sistem imun untuk berjaga-jaga mendapatkan
serangan dari virus corona.
• Sistem imun akan bekerja dengan baik jika vaksin yang diberikan juga
baik dan tidak membahayakan sistem imun.
Lalu bagaimana pemberian vaksin jika sistem
imun mengalami kelainan?
Pada penderita kelainan sistem imun, sistem kekebalan tubuhnya tidak dapat berfungsi
dengan baik. Kondisi ini bisa terjadi karena kerusakan pada sistem imun itu sendiri, adanya
penyakit yang melemahkan sistem imun, atau efek pengobatan yang dapat melemahkan
sistem imun.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), jenis penyakit
autoimun yang belum bisa menerima vaksin COVID-19 adalah:
• Lupus
• Rheumatoid arthritis
• Sindrom Sjogren
• Multiple sclerosis
• Kolitis ulseratif
• Penyakit Crohn
• Penyakit celiac
• Anemia hemolitik
• Hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun
Sebenarnya, melihat pengalaman terdahulu, vaksin influenza berisi virus yang dimatikan (sejenis
dengan vaksin COVID-19 dari Sinovac) terbukti bisa diterima dan bekerja dengan efektif pada
penderita penyakit autoimun.
Namun, perlu diingat bahwa vaksin COVID-19 yang ada sekarang diluncurkan dalam situasi
darurat, sehingga belum ada data yang cukup terkait efektivitas dan keamanan vaksin ini pada
penderita kelainan sistem imun.
Tubuh penderita autoimun, terutama yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan,
dikhawatirkan tidak mampu merespons vaksin COVID-19 atau malah justru mengalami respons
imun yang tidak diinginkan.
2. Penyakit imunodefisiensi
.
3. Penyakit hipersensitivitas
Orang dengan sistem imun yang terlalu aktif, seperti penderita alergi, asma,
atau rhinitis, akan memberikan respons imun yang berlebihan terhadap suatu
pemicu. Respons imun yang berlebihan ini dapat menimbulkan keluhan yang
mengganggu atau bahkan membahayakan nyawa penderitanya.
Orang yang memiliki pernah mengalami reaksi alergi berat setelah diberikan
suatu vaksin, misalnya vaksin campak atau tetanus, tidak disarankan untuk
menjalani vaksinasi COVID-19.
Namun, penderita alergi yang tidak berhubungan dengan vaksin, misalnya
alergi makanan, alergi obat, atau alergi lateks, masih dinilai layak menerima
vaksin COVID-19. Begitu juga dengan kelainan sistem imun hiperaktif
lainnya, seperti rhinitis alergi dan asma bronkial.
Dari penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa penderita autoimun
belum boleh mendapatkan vaksin COVID-19, sedangkan penderita
imunodefisiensi atau hipersensitivitas masih bisa menjalani vaksinasi, tetapi
dengan persetujuan dokter.
TERIMA KASIH
How does the bacteria attack?
Mercury is the closest planet to the Sun and the
smallest one in the Solar System—it’s only a bit
larger than the Moon. The planet’s name has
nothing to do with the liquid metal
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, infographics & images by Freepik
Mercury
Mercury is the smallest
planet
Jupiter
Jupiter is the biggest in
the Solar System
Immune factors to consider
20 - 80 Participants Sample
Results
Earth is the planet where we
30 - 40 Years old
live and the only one known to
harbor life
Cell example: The macrophage
Cause inflammation
Activate cells
Kill enemies
8,469
Here you can write some text about this number
1,230
Here you can write some text about this number
Another line of defense
Then the second line of defense arrives, They also stun the bacteria and make them
millions of antibodies render or kill the an easy target connecting to killer cells
intruders in the process
Memory cells
Vectors