Anda di halaman 1dari 9

Akhlaq dan Tasawuf

kelompok 10
DISUSUN OLEH :
1. MARCILIA NOER A (195211292)
2. MILAWATI (195211304)
3. ELFI YANI (195211329)
“TASAWUF NUSANTARA: KONSEP TASAWUF
HAMZAH FANSURI DAN ar-RANARI”
A. Hamzah al-Fansuri: Pelopor Wujudiyah di Nusantara
Menurut catatan sejarah, Hamzah Fansuri dilahirkan di kota Barus, sebuah kota yang oleh seorang Arab
pada zaman itu dinamai “Fansur”. Nama ini yang kemudian menjadi laqab yang menempel pada nama
Hamzah, yaitu al-Fansuri. Kota Fansur terletak di pantai barat provinsi Sumatera Utara, di antara Sinkil dan
Sibolga.Hamzah Fansuri dalam hidupnya telah banyak melakukan pengembaraan dari satu tempat ke tempat
lainnya, khususnya ke tempat tempat kajian keilmuan dan pengajaran keislaman.

Beberapa tempat yang pernah disinggahi adalah Banten, Johor, Siam, India, Persia, Makkah, Madinah,
Yerussalem (al-Quds), dan Baghdad. Bahwa Hamzah Fansuri lebih banyak bersentuhan dengan karya-karya
sufi di luar Nusantara, khususnya menyangkut sufi yang berpaham tasawuf heterodoks (falsafi). Karya-karya
Syekh Hamzah Fansuri terbilang cukup banyak. Karya tulis Hamzah Fansuri menurut para peneliti berjumlah
tiga buah risalah berbentuk prosa, dan merupakan kumpulan syair. Semuanya dalam bahasa Melayu. Ketiga
risalah berbentuk prosa.
B. Ajaran Tasawuf Wujudiyah Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri memiliki pandangan tasawuf yang berbau panteisme (wujudiyah). Ibnu
‘Arabi dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam pemikiran tasawuf Hamzah Fansuri
melalui karya-karyanya. Bahkan Hamzah Fansuri dianggap orang pertama yang menjelaskan
paham widat al-wujud Ibnu ‘Arabi untuk kawasan Asia Tenggara.

Pandangan-pandangan tasawuf wujudiyah yang dikembangkan Hamzah Fansuri ini kemudian


terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sehingga berkembang ke seantero Nusantara.
Tasawuf wujudiyah Hamzah Fansuri membawa pengaruh luas, tidak hanya berkembang di wilayah
Sumatera (Aceh) semata, namun juga hingga ke Sulawesi, Kalimantan, Jawa, bahkan hingga
Mancanegara.
C. Pengaruh Tasawuf Wujudiyah Hamzah Fansuri di
Nusantara.

Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf sesuai
dengan keyakinannya. Hamzah Fansuri tidak hanya memiliki pengaruh di wilayah Sumatera
(Aceh), namun pengaruhnya juga sampai ke Jawa, negeri Perak, Perlis, Kelantan,
Terengganu, dan lain-lain di Nusantara dan Manca Negara.
D. Kontribusi Hamzah Fansuri terhadap Perkembangan
Studi Islam di Nusantara.
Dalam perkembangan sejarah pemikiran Islam di Nusantara, Hamzah Fansuri tidak
hanya dianggap sebagai pelopor hadirnya genre tasawuf wujudiyah semata, namun pada
kajian berikutnya, ternyata Hamzah Fansuri telah menjadi pelopor hadirnya kajian Islam dan
budaya Nusantara secara lebih luas.
Hamzah Fansuri juga dianggap sebagai pembaru pemikiran Islam yang sangat mumpuni
di bidangnya, bahkan dia dianggap sebagai orang yang sempurna dalam mengambil rujukan-
rujukan yang bersumber Arab. Hamzah Fansuri dianggap sebagai ulama pertama yang
memberikan landasan terhadap bangunan studi Islam di Indonesia dan sebagai basis
paradigma islamisasi ilmu pengetahuan di Nusantara.
E. Perjalanan Sejarah Nuruddin Ar-Raniri
Dalam sejarah nama lengkap tokoh ini adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Hasanji bin Muhammad ar-Raniri asy-Syafi’i. Silsilah keturunan ar-Raniri berasal dari
India. Ia lahir sekitar pertengahan kedua abad 16 tahun 1580-an di Ranir (sekarang
Rander) dekat Gujarat India. Pendidikan awalnya dalam bidang keagamaan diperoleh
ditempat kelahirannya. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Tarim, Arab Selatan.
Sebelum kembali ke India, ia menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Nabi saw
pada tahun 1621/1030. Sekalipun tidak ditemukan data tentang siapa yang ditemui atau
yang mengajari ar-Raniri di tanah Arab, namun di India diketahui ar-Raniri mempunyai
guru yang terkenal yaitu Abu Hafs Umar bin Abdullah Ba Sya’ban at-Tarim al-
Hadrami (w. 1656).
F. Ajaran Syari’at dan Tasawuf ar-Raniri.
Ar-Raniri terkenal sebagai ulama besar dan produktif yang memegang peranan
penting dalam pengembangan ajaran Islam di Aceh dengan paham Ahlus sunnah wa
al-Jama’ah bermazhab Syafi’i. Ia banyak membantah dan mencela paham Hamzah
Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani dalam ajaran tasawuf. Sekalipun secara teologi
mereka sama bermazhab Sunni, tapi Hamzah cenderung ke paham Maturidi
sedangkan ar-Raniri lebih kepada Asy’ari. Dan yang lebih membedakan lagi Hamzah
mengikuti pola Ibnu Arabi dalam pemikiran tasawufnya.
Thanks !

Anda mungkin juga menyukai