Anda di halaman 1dari 5

POLITIK DEMOKRASI

TERPIMPIN
NAMA : ARYA PRATAMA
KELAS : XII IPA 4
1. Pembebasan Irian Barat
Pembebasan Irian Barat menjadi program utama pemerintah Indonesia sejak diputuskan
permasalahannya dalam Konferensi Meja Bundar Desember 1949. Program ini baru
digenjot pelaksanaannya pada masa demokrasi terpimpin. Indonesia mengusulkan
pembahasan ini dalam Konferensi Perdana Menteri dan kemudian Sidang Dewan
Keamanan PBB pada 1956 sampai dengan 1960 hingga Indonesia memutuskan
hubungan diplomatiknya pada bulan Agustus. Amerika Serikat ditunjuk PBB untuk
membantu menyelesaikan masalah Irian Barat, namun pada saat yang sama Indonesia
mempersiapkan opsi militer. Jenderal Nasution mengamankan perjanjian senjata dengan
Moskow, sementara Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Hal ini
direspon Belanda dengan memperkuat perbatasan. Operasi Mandala dilakukan di bawah
Pimpinan Mayjen Soeharto berhasil menguasai Terminabuan. Belanda mendapat
tekanan dari AS untuk berunding, karena Indonesia mendapatkan dukungan penuh dari
Uni Soviet. Konflik berkelanjutan akan membuat AS dan Uni Soviet terlibat dalam
agresi di Pasifik Barat Daya. Belanda melunak, dan akhirnya menyepakati Perjanjian
New York pada Agustus 1962. Perjanjian ini ditindaklanjuti dengan penyerahan Irian
Barat dari PBB ke RI secara sementara pada 1 Mei 1963.
2. Gerakan Non-Blok
Politik Luar Negeri Indonesia didasarkan pada prinsip bebas-aktif,
sehingga dapat berhubungan dengan negara manapun yang berusaha
mewujudkan perdamaian. Tidak terikat pada blok barat ataupun timur.
Hal ini diterjemahkan dalam keikutsertaan Indonesia dalam Gerakan
Non-Blok. Gerakan ini berupaya untuk membentuk kekuatan netral
dan mencegah konflik berkelanjutan antara AS dan Soviet sebagai
dua kutub politik dunia. Gerakan ini juga menangani konflik-konflik
seperti India-RRC, India Pakistan, dan kemudian Indonesia-Malaysia.
Dua kali Konferensi Tingkat Tinggi di Beograd dan Kairo berupaya
untuk memberikan tekanan kepada PBB untuk menekan konflik antara
AS-Soviet dan memperingatkan bahaya perang antara keduanya.
Meski begitu, dengan semakin memanasnya konflik Irian Barat,
Indonesia menempel blok timur karena bersedia membantu
persenjataan untuk berperang.
3. Konfrontasi Malaysia
Konfrontasi ini dimulai setelah Tengku Abdul Rachman mengumumkan
pembentukan Federasi Malaya pada 27 Mei 1961, kebijakan ini didukung
oleh Inggris dalam persiapannya. Kebijakan membuat hubungan Indonesia-
Malaysia memanas yang dianggap mengganggu revolusi Indonesia dengan
hadirnya pangkalan militer Inggris. Selain itu, Federasi Malaysia dianggap
sebagai proyek neokolonial Inggris. Indonesia, Filipina, dan Malaya melalui
PBB melakukan peninjauan keinginan rakyat untuk bergabung dalam
federasi. Namun federasi diproklamasikan sebelum peninjauan dilakukan
oleh PBB. Indonesia memutuskan hubungan ekonomi dengan wilayah-
wilayah Federasi Malaya pada 21 September 1963. Konflik pecah di
Kalimantan Utara, dan diskusinya berjalan alot sampai Mei 1964. Presiden
kemudian mengucapkan Dwi Komando Rakyat sebagai tanda masuknya
konfrontasi pada fase perang. Konflik ini mereda pada pertemuan di Tokyo
pada 20 Juni 1964 untuk membuat Komisi Asia-Afrika dan menghentikan
permusuhan terhadap Malaysia.
4. Keluar dari PBB
Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB pada Januari 1965,
disebabkan oleh diterimanya Malaysia sebagai anggota PBB bahkan dewan
keamanan tidak tetap. Aksi ini sangat disayangkan karena Indonesia
kehilangan forum yang besar untuk memperjuangkan penyelesaian
konfliknya dengan Malaysia. Hal ini kemudian diganti dengan menginisiasi
berdirinya New Emerging Forces (NEFO) sekaligus berlangsungnya
Conference of New Emerging Forces (CONEFO) dan Games of Emerging
Forces (GANEFO). Meski begitu program ini tidak berjalan efektif, karena
PBB adalah forum yang sangat penting, dan kebijakan Indonesia yang
memperbanyak lawan disbanding lawan sangatlah buruk. Hal ini berlawanan
dengan sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Indonesia baru
masuk kembali ke PBB pada masa Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai