Anda di halaman 1dari 33

Abses

Serebri
Marsya Yulinesia Loppies
2019-84-011
Seorang anak laki-laki 16 tahun datang dengan keluhan kejang yang berlangsung 10 menit,
menurut keluarga seminggu sebelumnya pasien mengeluhkan mati rasa di bagian kiri wajah
pasien termasuk lidah namun pasien tidak mencari pengobatan medis. Keluarga juga mengaku
pasien lahir dengan riwayat stenosis paru, ventrikel kanan hipoplastik, intraauricular
communication dan duktus arteriosus yang telah diintervensi bedah.
Laporan kasus

Seminggu setelah pasien masuk RS, pasien mengeluhkan kehilangan kekuatan di bagian kiri
tubuh dan tidak dapat berjalan atau menggerakan lengan kiri pasien. Pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala. Pada pemeriksaan CT-Scan didapati gambaran hipodens di area temporoparietal
kanan dan pada penguatan di daerah parietal kanan menunjukan abses otak

1. Parra MM, Porras MH, de la Garza EA, Reyes DP. Brain abscess in pediatric patients with congenital heart disease: a case report and review of the literature. Vol 11. No. 1. Mexico:
Journal of Cardiology & Current Research. 2018. p:50-51
● Dengan temuan ini, bersama dengan presentasi klinis, diagnosis abses otak dibuat dan
pengobatan antibiotik dimulai dengan sefalosporin generasi ketiga, metronidazol dan
glukopeptida.
● Pasien dievaluasi oleh tim bedah saraf yang memutuskan untuk melakukan perawatan
bedah yang berbeda karena ukuran lesi pada CT scan dan perbaikan pada gambar CT
scan berikutnya. Pada MRI (Gambar 3) otak menunjukkan pembentukan kapsul. Pasien
melanjutkan pengobatan antibiotik dan deksametason dalam pengurangan dosis.
● MRI otak yang baru, pada, menunjukkan abses kurang dari 3 cm, hal ini seiring dengan
perbaikan keadaan neurologis pasien dan memutuskan tidak perlu perawatan bedah

1. Parra MM, Porras MH, de la Garza EA, Reyes DP. Brain abscess in pediatric patients with congenital heart disease: a case report and review of the literature. Vol 11. No. 1. Mexico: Journal
of Cardiology & Current Research. 2018. p:50-51
Abses serebri/abses otak adalah
infeksi lokal intrakranial yang
Definisi

dimulai dengan fase cerebritis dan


berkembang menjadi kumpulan pus
yang dikelilingi kapsul

Abses otak dapat disebabkan oleh


berbagai mikroorganisme : bakteri,
fungi dan parasit

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
● Abses otak dapat terjadi karena
adanya infeksi yang berdekatan
dengan otak ataupun sumber infeksi di
tempat lain menyebar secara
hematogen
Faktor Resiko

● Penyebab abses otak adalah


embolisasi penyakit jantung
kongenital dengan shunt dari kanan ke
kiri, meningitis, otitis media kronis
dan mastoiditis, infeksi jaringan lunak
dari wajah atau kulit kepala, selulitis
orbita, infeksi gigi, luka tembus
kepala, status imunodefisiensi dan
infeksi shunt ventrikulu-perineum

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Etiologi

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
Patofisiologi
Simptom dan gejala awal penderita dengan
abses otak ialah sakit kepala (49%-97%),
demam (32%-72%), defisit neurologis (20%-
66%), status mental alert (28%-91%), kejang
(13%-35%), mual dan muntah (27%-95%),
kaku kuduk (5%-52%), dan papilledema (9-
Gejala Klinis

51%)

Trias klasik juga bisa ditemukan pada 50% penderita


abses otak dengan gejala demam, sakit kepala, dan
defisit neurologis

Tahap awal : demam derajat sedang-ringan, sakit


kepala, dan lesu
Tahap infeksi : mual-muntah, sakit kepala, berat,
kejang, papiledema, tanda neurologis setempat dan
koma dapat terjadi

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Anamnesis

Pemeriksaan
Fisik
Diagnosis
Pemeriksaan
Penunjang
● Gejala umum
berupa demam, nafsu makan menurun, dan
berat badan turun

● Gejala neurologis
Anamnesis

dapat berupa penurunan kesadaran, nyeri


kepala, mual, muntah dan kejang

● Sumber infeksi dapat diperkirakan jika


pasien pernah memiliki riwayat trauma
tembus otak, paska kraniotomi, infeksi telinga
dan mastoid, infeksi hidung dan sinus
parasinus, infeksi gigi dan pneumonia

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Pemeriksaan
Fisik
Meliputi pemeriksaan
• tanda vital (tekanan darah, frekuensi napas,
suhu, dan nadi),
• status generalis (head to toe) untuk mencari
sumber infeksi dan pemeriksaan neurologis
berupa kesadaran, tanda rangsangan
meningeal, nervus kranialis, motorik,
sensorik, refleks fisiologis dan patologis serta
fungsi otonom
1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Darah
Pemeriksaan Penunjang
● Sel darah putih : naik/normal

● LED: normal
Pungsi Lumbal
● C-reactive protein :
meningkat Mikroorganisme penyebab
jarang teridentifikasi (kecuali
abses pecah dan masuk ke
ventrikel) sebaiknya tidak
Pencitraan dilakukan
● CT-scan : lesi
parenki densitas Kultur
rendah
● Pewarnaan
● MRI : dibebani
● Kultur
T2  kenaikan
intensitas sinyal
1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Medikamentosa Pembedahan
• Penyebab belum diketahui : kombinasi Jarang diperlukan  morbiditas lebih
nafsilin atau vankomisin dengan sefalosporin besar dibanding aspirasi rongga
Terapi

generasi ke 3 dan metronidasol


• Akibat luka tembak, trauma kapala atau
sinusitis: kombinasi nafsilin atau vankomisin,
cefotaksim dan metronidazole
• Akibat jantung sianosis : penisilin dan
metronidazole
• Akibat shunt ventrikulo-peritoneum
terinfeksi : vankomisin dan seftazidim
• Otitis media/mastoiditis : nafsilin/
vankomisin bersama dengan seftazidin dan
metronidazol
• Meningitis sitrobakter : sefalosporin
1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
generasi ke 3 dan aminoglikosid 2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3.
Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Prognosis
Sebelum ada CT-scan angka kematian
mencapai 40%-60%, namun saat ini angka
kematian turun menjadi 0%-10% karena
diagnosis dan penatalaksanaan lebih cepat

Mortalitas tinggi bila : abses multipel,


koma dan tidak ada fasilitas CT

1. Valentino A, Angraini GP. Abses otak. Jilid 13. No. 2. Pekanbaru: JIK. 2019. p: 75-84
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed. 5. Vol. 3. Jakarta: EGC. 2000. p: 2106-2107
Kejang
Demam
Marsya Yulinesia Loppies
2019-84-011
Anamnesis
Keluhan Utama: Panas tinggi
Anamnesis terpimpin :
Pasien An. IFF, laki-laki, usia 3 tahun datang ke RS Abdul Moeloek diantar oleh orangtuanya
dengan keluhan panas tinggi. Sampai di UGD RS Abdul Moeloek, pasien sempat kejang 1
Laporan Kasus

kali, lamanya ± 2 menit, kejang terjadi seluruh tubuh, mata mendelik ke atas. Dua hari
sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami diare. Buang air besar cair sebanyak 3 kali
tanpa disertai lendir dan darah, kemudian pasien dibawa orang tuanya berobat ke
Puskesmas dan diberi oralit dan obat sirup. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien
panas, panas mendadak tinggi, terus-menerus disertai menggigil namun tidak disertai muntah
dan sesak napas. Tiba-tiba pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh, mata mendelik ke
atas, berlangsung 1 kali, lamanya ± 5 menit. Setelah kejang berhenti pasien terbangun dan
menangis. Keluarga langsung membawa pasien ke Puskesmas. Di Puskesmas, pasien tidak
kejang tetapi masih panas. Pasien dipasang infus dan diberi obat melalui anus. Keesokan
harinya ± 2 jam SMRS pasien panas lagi. Tidak ada riwayat terjatuh dengan kepala terbentur
sebelum demam, tidak pingsan, tidak muntah, tidak nyeri kepala. Riwayat kejang sebelumnya
karena panas dan kejang tanpa adanya demam disangkal ibu pasien. Terdapat riwayat kejang di
dalam keluarga yaitu paman pasien (adik dari ayah pasien)
Pemeriksaan fisik
● KU: tampak sakit sedang,
● Kesadaran : compos mentis,
● DN: 132x/menit reguler, isi dan tegangan cukup,
● HR : 120x/menit,
● RR : 36x/menit tipe torakoabdominal
● suhu 40,2 oC (peraxila),
● Status gizi baik berdasarkan BB/U, dengan BB saat ini 12 kg, PB 85 cm.
● Mata, telinga dan hidung : dalam batas normal.
● Tenggorokan : pharing tidak hiperemis, tonsil T1-T1, leher KGB tidak didapatkan pembesaran.
● Regio Thorax:
● cor dalam batas normal.
● auskultasi pulmo : suara nafas vesikuler dikedua apex paru, suara rhonki (-/-).
● Ekstremitas superior dan inferior : dalam batas normal.
● Status neurologis : Refleks fisiologis normal, rekfleks patologis (-), rangsang meningeal (-).
Pemeriksaan Penunjang
● Laboratorium darah :
Hb: 11,5 gr/% ,
LED: 10 mm/jam,
leukosit: 8200/ul,
trombosit : 276.000/ul,

Diagnosis
● Kejang demam sederhana dengan hiperpireksia.

Tatalaksana
● Nasal O2 1L/menit,
● IVFD Asering gtt XX/menit,
● parasetamol sirup 4x1cth,
● Injeksi diazepam 3,5 mg IV (bila kejang),
● Kutoin 200 mg dalam NaCl 0,9 % 50 cc selama 30 menit.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
Definisi

terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5


tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh
(suhu di atas 38oC, dengan metode pengukuran
suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial
01

Epidemiolog
i
Kejang demam
terjadi pada 2-5%
anak berumur 6
bulan – 5 tahun
Kejang demam
sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat
(<15 menit), bentuk kejang umum (tonik
Klasifikasi

dan atau klonik), serta tidak berulang


dalam waktu 24 jam

Kejang demam
kompleks
Kejang demam dengan salah 1 ciri berikut:
1. Kejang lama (>15 menit)
2. Kejang fokal atau parsial, atau kejang
umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau > 1 x dalam 24 jam
Pungsi lumbal
Laboratorium
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menyingkirkan
Untuk evaluasi sumber infeksi kemungkinan meningitis
penyebab demam : darah
perifer, elektrolit, dan gula Indikasi: ada tanda & gejala
darah rangsang meningeal, curiga
infeksi SSP. Pertimbangkan
pada anak kejang disertai
Elektroensefalografi demam yang telah mendapat
(EEG) antibiotik

Tidak diperlukan kecuali bila


bangkitan bersifat fokal
Pencitraan
CT-scan dan MRI tidak rutin
dilakukan.
Indikasi : kelainan fokal yang
menetap  hemiparesisi atau
pareisi N. kranialis
01 02 03 04
Prognosis

Faktor
Kemungkin
Cacat atau resiko
an berulang
kelainan terjadi
kejang Kematian
neurologis epilepsi
demam
Tatalaksana saat kejang

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti

Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
Dosis diazepam IVmenghentikan
adalah 0,2-0,5 kejang adalah Diazepam
mg/kg perlahan-lahan intravena
dengan kecepatan 2 mg/mnt atau
dalam waktu 3-5 menit, dosis max 10 mg

Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti alogaritma kejang


pada umumnya
Tatalaksana saat kejang

Obat yang praktis dan dapat diberika orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam rektal
Diazepam rektal 5 mg untuk anak
Dosis: 0,5-0,75 mg/kg 10 mg untuk BB ≥12 kg
dengan BB <12 kg

Bila belum berhenti, dapat diulang dengan interval waktu 5 menit, bila setelah 2x pemberian
diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke RS

Di RS dapat diberikan diazepam IV, jika kejang masih berlanjut, lihat alogaritma tatalaksana
status epileptikus

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis
Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik

● Tidak ditemukan bukti


mengurangi resiko kejang
demam
● Dosis parasetamol: 10-15
mg/kg/x. Tiap 4-6 jam
● Dosis ibuprofen: 5-10
mg.kg.x, 3-4x sehari
Antikonvulsan
Pemberian obat pada saat demam
● Antikonvulsan intermiten 
Diberikan hanya saat demam
● Profilaksis intermiten bila salah 1
faktor resiko:
● Kelainan neurologis berat (palse serebral)
● Berulang 4x/> dalam setahun
● Usia <6 bulan
● Kejang di suhu <39oC
● Episode kejang demam sebelumnya, suhu
meningkat cepat
● Diazepam oral 0,3 mg/kg/x atau
rektal 0,5 mg/kg/x (5 mg untuk BB
<12 kg; 10 mg untuk BB >12 kg), 3x
sehari
● Diazepam intermiten  48 jam
pertama demam
Antikonvulsan
Pemberian obat pada saat demam
● Antikonvulsan rumat  Diberikan
pada kasus selektif dan jangka
pendek
● indikasi:
● Kejang fokal
● Kejang lama > 15 menit
● Kalainan neurologi nyata sebelum dan
sesudah kejang
● Obat fenobarbital/asam valproat
setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulang kejang
● Dosis asam valproat : 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosisi
● Fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-
2 dosis
1. Yakinkan ortu bahwa kejang
demam umumnya prognosis
Edukasi orang tua

baik
2. Beritahu cara penanganan
kejang
3. Memberi informasi mengenai
kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat profilaksis untuk
cegah berulangnya kejang tapi
harus ingat efek samping obat
dikerjakan bila anak kejang ●
Beberapa hal yang harus
Tetap tenang dan tidak panik
● Longgarkan pakaian terutama di sekitar leher
● Bila anak tidak sadar  posisikan miring; bila muntah  bersihkan
● Bila lidah tergigit (jarang)  jangan masukan susatu kedalam mulut
● Ukur suhu, observasi dan catat bentuk dan lama kejang
● Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang
● Diazepam rektal bila kejang >5 menit. Jangan beri bila kejang
berhenti. Hanya boleh 1x oleh ortu
● Ke dokter/RS bila kejang ≥ 5 menit; suhu >40oC; kejang tidak
berhenti dengan diazepam rektal; kejang fokal; setelah kejang anak
tidak sadar/ terdapat kelumpuhan
Thanks
!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai