Anda di halaman 1dari 16

ANEKA METODOLOGI

MEMAHAMI ISLAM

Oleh : IS SUSANTO

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI)


UIN Raden Intan, Lampung
TA. Genap 2020/2021
Pendahuluan
Fenomena pemahaman keislaman umat Islam masih
ditandai keadaan yang sangat variatif. Timbulnya
kevariatifan tersebut disebabkan karena umat
tersebut keliru memahami Islam. Padahal, Islam
mempunyai banyak dimensi, mulai keimanan,
ekonomi, politik, hukum, dan lainnya.
Dalam memahami dimensi Islam tersebut, ajaran
Islam memelukan berbagai pendekatan dan
metodologi yang dikaji dari berbagai ilmu. Metode
digunakan untuk menghasilkan pemahaman Islam
komprehensif dan utuh, untuk memandu perjalanan
umat Islam dalam menghadapi permasalahan ajaran
keislaman yang variatif.
Metodologi Ulumul Tafsir
 Secara sederhana metodologi adalah ilmu tentang cara,
atau cara yang paling cepat dan tepat dalam melakukan
sesuatu (tentang cara studi Islam).
 Kata Tafsir berasal dari kata fasara, yafsiru, fasran yang
berarti menerangkannya. Selain itu tafsir dapat pula
berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan
keterangan.
Kata tafsir mempunyai dua pengertian, yaitu:
 Tafsir diartikan sebagai pengetahuan atau ilmu yang
berkenaan (berhubungan) dengan kandungan al-Qur’an dan
ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya.
 Tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk
mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan
hikmah-hikmah yang terkandung dalam al-Qur’an.
Pengertian tafsir menurut pakar al-Qur’an, yaitu:
1. Tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur’an dari
berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun
sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan
atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna
yang dikehendaki secara terang dan jelas. (al-Jurjani).
2. Tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur’an
baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang
dikehendaki Allah SWT, menurut kadar kesanggupan
manusia. (Imam al-Zarqani).
3. Tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui
kandungan kitabullah yang diturunkan kepada Nabi,
dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum
serta hikmah yang terkandung di dalamnya. (Az-
Zarkasyi).
Ada tiga ciri utama tafsir, yaitu:
• Dilihat dari segi objek pembahasannya adalah
kitabullah (al-Qu’ran) yang di dalamnya
terkandung firman Allah SWT.
• Dilihat dari segi tujuannya adalah untuk
menjelaskan dan menerangkan kandungan al-
Qu’ran sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum,
ketetapan, dan ajaran yang terkandung di
dalamnya.
• Dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah
hasil penalaran, kajian, dan ijtihad para mufassir
yang didasarkan pada kesanggupan dan
kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu
saat dapat ditinjau kembali.
Adapun macam-macam Tafsir berdasarkan sumbernya,
menurut Quraish Shihab, dibagi dua bagian yaitu:
Tafsir al-Ma’tsur (Corak Riwayat), adalah tafsir yang
berpegang kepada riwayat yang Shahih, yaitu menafsirkan
al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau dengan al-Sunnah, atau
dengan perkataan para Sahabat  atau dengan apa yang
dikatakan oleh tabi’in.
Kelemahan-kelemahan tafsir al-ma’tsur, yaitu:
 Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh
orang-orang yahudi dan persi dengan tujuan merusak Islam
melalui informasi yang tidak dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
 Banyak ditemukan usaha-usaha penyusupan kepentingan
yang dilakukan oleh aliran-aliran yang menyimpang.
 Tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan
riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah.
 Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat (sumber dari orang
Israil) yang mengandung dongeng-dongeng yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.

Tafsir al-Ra’y (Corak Pemikiran/ Penalaran)


• Secara bahasa al-ra’yi berarti keyakinan, pengaturan dan
akal. Al-ra’yi juga identik dengan ijtihad. Menurut para
pakar ilmu tafsir, adalah menyingkap isi kandungan al-
Qur’an dengan ijtihad yang dilakukan oleh akal.
• Menurut istilah tafsir al-ra’yi adalah penafsiran yang
dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai titik tolak.
Corak ini dinamakan juga al-Tafsir bi al-Ijtihadi, yaitu
penafsiran yang menggunakan ijtihad. Karena penafsiran
seperti ini didasarkan atas hasil pemikiran seorang mufassir.
Tafsir al-Ra’yi bukan berarti menafsirkan ayat
dengan menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi
tafsir yang didasarkan pada pendapat yang
mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang
bersandar pada sastra jahiliah berupa syair, prosa,
tradisi bangsa Arab, dan ekspresi percakapan
mereka serta pada berbagai peristiwa yang terjadi
pada masa Rasul menyangkut perjuangan,
perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan
yang beliau lakukan.
Sebagian ulama menerima tafsir ini dengan
beberapa syarat yang cukup ketat diantaranya:
menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya;
menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an’; berakidah yang
benar; mengetahui prinsip-prinsip pokok agama
Islam dan menguasai ilmu yang berhubungan
dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.
Sedangkan macam-macam tafsir berdasarkan metodenya:
 Metode Ijmali (Global)
Metode Ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengungkapkan makna
global. Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan dalam
rangkaian ayat-ayat atau menurut pola-pola yang diakui
oleh ulama, dengan bahasa yang populer dan mudah
dipahami oleh semua orang, serta menggunakan gaya
bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafadz al-Quran.
Kelebihan metode ijmali, yaitu:
 Praktis dan mudah dipahami, tidak berbelit-belit.
 Relatif lebih murni.
 Akrab dengan bahasa al-Qur’an. Uraian yang dibuat dalam
tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, hal ini
dikarenakan mufasir langsung menjelaskan pengertian kata
atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-
ide atau pendapatnya secara pribadi.
Kekurangan Metode Ijmali, yaitu:
• Tak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang
memadai, tidak menyediakan ruangan untuk memberikan
uraian atau pembahasan yang memuaskan suatu ayat.

 Metode Tahlili (Analisis)


Menurut al-Farmawi, metode tahlili adalah suatu metode
yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
Qur’an dari seluruh aspeknya. Penafsiran memulai dengan
mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan
mengenai arti global ayat. Mengemukakan munasabah
(korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud
ayat-ayat tersebut satu sama lainnya.
Metode tahlili adalah penafsiran berpola menjelaskan
makna yang terkandung di dalam ayat al-Qur’an secara
komprehensif dan menyeluruh baik berbentuk al-ma’tsur
(riwayat) maupun berbentuk al-ra’y (pemikiran).
Langkah-langkah penafsiran metode tahlili yaitu:
 Al-Qur’an itu ditafsirkan ayat demi ayat, surah demi surah
(berurutan).
 Diterangkan juga ashab al-nuzul dari ayat yang ditafsirkan.
 Kemudian dilengkapi dengan penafsiran-penafsiran yang
pernah diberikan oleh Rasulullah, sahabat, tabi’in, tabi’ al-
tabi’in, dan para ahli tafsir dari berbagai disiplin ilmu.
 Dijelaskan juga munasabah (kaitan) antara satu ayat
dengan ayat lain, antara satu surah dengan surah lain.
Kelebihan metode ini yaitu:
 Ruang lingkup yang luas. Contohnya saja ahli bahasa,
mendapat peluang yang luas untuk menafsikan al-Qur’an
dari pemahaman kebahasaan, seperti tafsir Al-Nasafi
karangan karangan Abu Al-Su’ud, Ahli qira’at seperti Abu
Hayyan, menjadikan qira’at sebagai titik tolak dalam
penafsirannya.
 Memuat berbagai ide. Tafsir ini memberikan kesempatan
yang sangat luas kepada mufasir untuk mencurahkan ide-
ide dan gagasannya dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kekurangan metode tahlili
 Melahirkan penafsiran subjektif-karena bebas mengeluar-
kan ide dalam penafsiran ini. Para mufasir terkadang tidak
sadar telah menafsirkan al-Qur’an secara subjektif,
bahkan bisa jadi ada mereka yang menafsirkan al-Qur’an
dengan kemauan hawa nafsunya.
 Metode Muqarin (Komparatif)
Menurut Nashruddin Baidan metode komparatif adalah:
• Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua
kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi
satu kasus yang sama.
• Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis yang
pada lahirnya terlihat bertentangan.
• Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan al-Qur’an.
Kelebihan metode muqarin, yaitu:
 Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas
kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-
metode lain.
 Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap
pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari
pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
 Tafsir dan metode komparatif ini amat berguna bagi
mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang
suatu ayat.
 Dengan metode ini mufasir didorong untuk mengaji
berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat para
mufasir yang lain.
Kekurangan metode muqarin yaitu:
 Penafsiran dengan metode ini tidak dapat diberikan kepada
para pemula.
 Terkesan banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang
pernah diberikan oleh ulama daripada penafsiran baru.
 Metode Maudhu’i (Tematik)
 Metode Tematik (Maudhu’i), adalah tafsir yang membahas
ayat-ayat al-Qur’an dalam tema yang sesuai dengan tema
yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas
dari berbagai aspek yang terkait dengannya. Seperti Asbab
Al-Nuzul, kosa kata, dan sebagainya.
 Yang menjadi ciri utama metode ini ialah menonjolkan
tema, judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah
bila dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode
topikal.
 Jadi mufasir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada
di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu
sendiri, ataupun dari yang lain. Kemudian tema-tema yang
sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari
berbagai aspek, sesuai dengan kapasitas atau petunjuk
yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut.
Menurut Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawy (Al-Bidayah fi Al-
Tafsir Al-Maudhu’i) mengemukakan langkah-langkah yaitu:
 Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).
 Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah
tersebut.
 Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya
(asbab al-nuzul).
 Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya
masing-masing.
 Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.
 Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang
relevan dengan pokok bahasan.
 Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan
jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara
yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlak dan
muqayyad (terikat), sehingga kesemuanya bertemu dalam
satu muara, tanpa perdebatan atau pemaksaan.
Kelebihan Metode Maudhu’i adalah:
 Praktis dan sistematis. Tafsir ini disusun secara praktis dan
sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul.
 Menjawab tantangan zaman. Permasalahan dalam
kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan itu sendiri.
 Dinamis. Metode ini membuat tafsir al-Qur’an selalu dinamis
sesuai dengan tuntunan zaman.
 Membuat pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkan
judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat
al-Qur’an dapat diserap secara utuh.
Kekurangan Metode ini yaitu:
 Memenggal ayat al-Qur’an. Memenggal ayat al-Qur’an yang
dimaksud adalah mengambil satu kasus yamg terdapat di
dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak
permasalahan yang berbeda.
 Membatasi pemahaman ayat. Dengan penetapan judul
penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas .

Anda mungkin juga menyukai