Anda di halaman 1dari 45

OPTIMALISASI PEMBAYARAN

PAJAK UNTUK MENGHEMAT


PAJAK

Kelompok B
Ayu Wulandari 2018017006
Arwiyah Nurul Aini 2018017007
PENGAMANAN KONTRAK-KONTRAK BISNIS DARI
POTENSI PEMOTONGAN WITHOLDING TAX

Perlakuan perpajakan :
1. Jika mau witholding tax tersebut dibiayakan dalam Laporan
Keuangan Fiskal, maka nilai traksaksi dalam kontrak yang akan
dibayar tersebut di gross-up, sehingga jumlah transakasi dalam
kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Jika
withholding tax akan dibiayakan dalam laporan keuangan, maka
nilai kontrak harus di gross up, sehingga nilai yang ada dalam
kotrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah
pajak yang dibayarkan boleh dibebankan sebagai biaya, kecuali
untuk PPh final dan dividen.
2. Perusahaan pembeli menanggung withholding tax. Dalam hal ini
withholding tax yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai
biaya oleh perusahaan. Karena tidak di gross up.
CONTOH

Perusahaan akan menyewa laha pergudangan dari Saudara Badu


sebesar Rp 180.000.000 untuk 4 tahun. Badu tidak bersedia dipotong
pajak sebesar 10% final atas sewa lahan pergudangan tersebut .
Hitunglah besarnya pengehematan pajak yang dapat dilakukan!
JAWAB
OPTIMALISASI
PENGKREDITAN PPH YANG
TELAH DIBAYAR
Optimalisasi kredit pajak dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan administrasi harus tertata dengan baik dan tertib, baik dalam hal
pencatatannya maupun kelengkapan dokumentasinya
2. Untuk memenuhi kelengkapan formal, terutama pada saat pemeriksaan
berlangsung, setiap kali pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain
sebaiknya langsung diminta Bukti Pemotongan atau Pemungutan PPh nya.
PENGAJUAN PERMOHONAN
PENURUNAN ANGSURAN PPH PASAL
25

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak


Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan di sertai proyeksi laba pada akhir tahun
dan alasan terjadinya penurunan laba, dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalanya tahun pajak, wajib pajak
dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk
tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari Pajak Penghasilan yang
terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya pajak penghasilan
pasal 25.
2. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal
25 harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang
akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima
atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
PENGAJUAN SURAT KETERANGAN BEBAS
PPH PASAL 22 DAN PPH PASAL 23
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh wajib pajak adalah :
1. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan
terutang Pajak Pengahasilan karena:
Wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal berhak melakukaj kompensasi
keuangan fiskal
Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar lebih besar dan pajak penghasilan
yang akan terutang, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan
dan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jendral
Pajak
2. Wajib pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final
3. Surat Keterangan Bebas diberikan kepada:
Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal
Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang
Pajak Penghasilan karena berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal dengan
memperhitungkan besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebeluknya yang masih dapat
dikompensasikan yang tercantun dalam SPT Pajak Penghasilan
Wajib pajak yang dapat membuktika Pajak Penghasilan yang telah dan akan dibayar
Permohonan pembebasan pemotongan dan atau pemungutan
Pajak Penghasilan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan syarat :
1.Telah menyampaikan SPT Pajak Penghasilan Tahun Pajak
terakhir sebelum tahun diajukannya permohonan kecuali untuk
wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi
2.Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan atau
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22
impor, dan atau Pasal 23 dengan menggunakan formulir yang
telah disediakan
3.Permohonan harus dilampiri penghitungan Pajak Penghasilan
yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya
permohonan untuk wajib pajak
MENGANGSUR ATAU
MENUNDA PEMBAYARAN
PAJAK
Wajib pajak diberi hak mengajukan permohonan mengangsur atau
menunda pembayaran pajak untuk semua jenis ketetapan pajak, baik
berupa SKP maupun STP. Pasal 19 ayat (1) KUP No.28 tahum 2007
mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga, dalam hal apa
wajib pajak di perbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
CONTOH

Wajib pajak menerima Surat Ketetapan Pajak


Kurang Bayar (SKPKB) sebesar Rp 1.120.000
yang diterbitkan pada 2 Januari 2009 dengan
batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009.
wajib pajak diperbolehkan untuk mengangsur
pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 Bulan
dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000.
Diasumsikan suku bunga pinjaman bank adalah
1,5 % per bulan dan provisi bank 1 %.
JAWAB
REKONSILIASI/EQUALISASI SPT PPH
BADAN DENGAN SPT LAINNYA DAN
LAPORAN KEUANGAN (FISKAL)
1. Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPN
Omzet penjualan yang tercantum di dalam SPT PPh baan dengan SPT
PPN bias berbeda, hal ini disebabkan oleh :
Omzet penjualan di SPT PPh Badan bias lebih besar dari pada
omzet penjualan di SPT PPN Karena penjualan di SPT PPh Badan
menganut prinsip akrual basis sehingga atas penjualan kredit apabila
barangnya telah di serahkan maka transaksi sudah boleh di laporkan,
sedangkan pada SPT PPN penjualan kredit bisa di fakturkan
pajaknya pada akhir bulan setelahnya bulan penyerahan barang.
Omzet penjualan di SPT PPh Badan lebih kecil daripada omzet
penjualan di SPT PPN karena penerimaan uang atas penjualan sudah
harus dibuat faktur pajaknya meskipun barangnya belum diserahkan,
sementara penjualan penjualan tersebut baru dilaporkan setelah
penyerahan barang.
2. Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21
Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21 adalah prosedur pengecekan yang
dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biaya gaji dan tunjangan serta biaya lainnya yang dibayarkan
kepada pihak perorangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, yang tercantum dalam
SPT PPh Badan, dengan jumlah DPP yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21.

3. Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 23


Rekonsiliasi SPT PPh Badan ddengan SPT PPh Pasal 23 berkaitan dengan
prosedur pengecekan yang dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biaya, sewa,
bunga, dividen, royalty dan jasa lainnya yang harus dipotong PPh Pasal 23
pada SPT PPh Badan dengan jumlah DPP SPT PPh Pasal 23.
KEBIJAKAN PERPAJAKAN LIANNYA
UNTUK PENGHEMATAN PPH ATAS
TRANSAKSI TERTENTU
BUNGA PINJAMAN
1. Bila deposito lebih besar
Berdasar SE Dirjen Pajak No. 46/PJ.4/1995 tanggal 5 Okt 1995 :
Apabila jumlah rata-rata pinjama sama atau lebih kecil besarnya
dari pada jumlah rata-rat dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan, maka bunga yang dibayar atas
pinjaman tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Apabila jumlah rata-rata pinjama lebih besar dari pada jumlah
rata-rat dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan, maka bunga yang dibayar atas pinjaman tersebut dapat
dibebankan sebagai biaya.
CONTOH
Pada tahun 2011 PT A medapat pinjaman dari Bank MAX
sebesar Rp 200.000.000 dengan tingkat bunga pinjamn 20% .
Jumlah tersebut telah diambil pada bulan Februari sebesar Rp
125.000.000, pada bulan Juli diambil sebesar Rp 25.000.000, dan
pada bulan Agustus diambil sisanya. Disamping itu wajib pajak
mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk dposito dengan
perincian sebagai berikut :
Bulan Februari s/d Maret Rp 25.000.000
Bulan April s/d Augustus Rp 46.000.000
Bulan September s/d Desember Rp 50.000.000
Hitunglah besarnya buanga yang dapat di anggap sebagai biaya !
JAWAB
2. Bunga pinjaman dalam masa konstruksi
S-46/PJ.31/1995 tanggal 19 Mei 1995 menyatakan
bahwa bunga atas pinjam selama masa konstruksi atau
pembangunan rumah sebagai barang dagangan harus
digabungkan sebagai komponen harga pokok tanah atau
rumah dalam menghitung laba bruto usaha dari wajib
pajak yang bergerak dibidang real estate.
3. Bunga pinjaman untuk membeli saham
Bunga atas pinjaman yang dibebankan untuk membeli
saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya . Bunga
tersebut dapat dikapitalisasi sebagai pemambah harga
perolehan saham.
4. Bunga pinjaman yang dibayarkan ke bank di luar negeri
Pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan, sebagaiaman dimaksud
dalam pasal UU PPh 26 ayat 1 kecuali dividen yang ditangggung oleh pemberi
penghasilan, yang lainnya dapat dibebankan sebagai biaya, sepanjang pajak
tersebut ditambahkan (gross up) pada penghasilan yang dipakai sebagai dasar
pemotongan pajak.
CONTOH
PT ABC membayar bunga pinjaman kepada bank di luar negeri
sebesar Rp 100.000.000 yang sesuai dengan perjanjian PPh
ditanggung oleh badan tersebut. Tarif pemotongan PPh Pasal 26 Yang
berlaku adalah 20%.
JAWAB
PENCADANGAN ATAU
PENGHAPUSAN PIUTANG TAK
TERTAGIH
Sesuai dengan ketentuan UU PPh 2008 Pasal 9 (1) huruf c, jenis jasa yang
diperkenankan menyisihkan cadangan diperluas. Pengeluaran yang tidak boleh
dikurangkan dengan pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dari badan usaha lain
yang menyalurkan kredit.
2. Cadangan untuk usaha asuransi, termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
3. Cadngan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambagan.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuagan limbah
industry untuk usaha pengolahan limbah industry.
PIUTANG YANG NYATANYA
TIDAK DAPAT DITAGIH
Berdasarkan Peraturan Menkeu No. 105/PMK.03/2009 dan No.
57/PMK.03/2009 Piutang yang nyatanya tidak dapat ditagih dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepajang memenuhi
persyaratan berikut :
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial.
2. Wajib pajak harus menyertakan daftar piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak
3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah
diserahkan kepada pengadilan atau terdapat perjanjian tertuis
mengenai penghapusan piutang
BIAYA PRA-OPERASI
Pengeluaran untuk biaya pendirian suatu perushaan dibebankan
pada tahun terjadinya pengeluaran sesuai dengan kelompok harta tak
berwujud yang ditetapkan dengan ketentuan sebagaimna dimaksud
dalam pasal 11 A ayat (2) UU PPh No.36 tahun 2008.
REIMBURSEMENT
Transaksi reimbursementitems merupakan pengeluaran-
pengeluaran yang sudah ditalanagi lebih dulu oleh pihak lan
kemudian dimintakan penggantian ke perusahaan. Secara fiskal
reimbursementdituntut senantiasa konsisten antara substansi,
ketentuan formal dalam kontrak, pembukuan dan dokumentasinya.
PEMBUKUAN DALAM
VALAS
Wajib pajak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan satuan mata uang selain rupiah yaitu bahasa inggris dan
satuan mata uang dolar amerika serikat. Wajib pajak tersebut meliputi:
1. Wajib pajak dalam rangka penanaman modal asing.
2. Wajib pajak dalam rangka kontrak karya.
3. Wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama
4. Bentuk usaha tetap
5. Wajib pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya.
6. Kontrak investasi kolektif.
7. Wajib pajak yang berafilasi langsung dengan perusahaan induk di luar
negeri
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan
satuan mata uang asing oleh wajib pajak harus terlebih dahulu mendapat izin
tertulisa dari menteri keuangan, kecuali dalam rangka kontrak karya.
Izin tertulis dapat diperoleh wajib pajak dengan mengajukan surat permohonan
kepaada kepala kantor qwilayah, paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku
yang diselenggarakan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang asing
tersebut dimulai.
TRANSAKSI DALAM MATA
UANG ASING
Perlakuan pajak penghasilan terhadap selisih kurs:
1. Secara umum peraturan perpajakan tentang selisih kurs
diatur dala mperaturan pemerintah No.94 tahun 2010.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui
sebagai penghasilan atau biaya dan diakui secara taat asas sesuai
dengan SAK yang berlaku di Indonesia
Keuntungan atau kerugian selisih kurs yang berkaitan langsung
dengan kegiatan usaha tidak dikenakan pajak yang bersifat final dan
bukan merupakan objek pajak
Keuntungan atau kerugian selisih kurs yang tidak berkaitan
langsung dengan kegiatan usaha dikenakan PPh yang bersifat final
sepanjan pendapatan atau beban tersebut dipergunakan untuk
mendaptkan, menagih dan memelihara penghasilan
2. Peraturan pelaksana perpajakan tentang selisih kurs diatur dalam
surat edaran dirjen pajak No. SE-03/P3.31/1997.
a. Keuntungan selisih kurs yag diperoleh harus dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh
b. Kerugian selisih kurs akibat fluktuasi kurs, pembenahannya dilakukan
berdasarkan pembukuan yang dianut oleh wp menggunakan:
Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadi
realisasi perkiraan mata uang asing tersebut
Kurs tengah BI atau kurs yang sebenarnya pada akhir tahun,
pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs
BI. Kerugia yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan sepanjang wp mempunyai system pembukuan
sesuai asas.
3. Perlakuan Pajak penghasilan atas laba/rugi selisih kurs atas
perkiraan utang kepada kantor pusat bagi BUT (SE.No.
11/PJ.42/2000 dan 08/PJ.42/2000).
Keuntungan atau kerugian selisih kursmata uang asing yang terjadi akibat
fluktuasi nilai rupiah pada perkiraan utang kepada kantor pusat suatu bentuk
usaha tetap tidak boleh diakui sebagai beban atau pun pendapatan bagi BUT
yang bersangkutan.
Keuntungan atau kerugian selisih kursmata uang asing yang terjadi akibat
fluktuasi nilai rupiah pada perkiraan utang kepada kantor pusat suatu bentuk
usaha tetap yang bergerak di bidang usaha perbankan tetap berlaku ketentuan
yang berlaku yaitu UU No. 36 tahun 2008.
REKONSILIASI FISKAL
Rekonsiliasi fisikal adalah sebuah lampiran SPT Tahunan PPH Badan
berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian laba/rugi sebelum pajak menurut
komersial atau pembukuan (yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi)
dengan laba/rugi yang terdapat dalam laporan keuangan fisikal. Berdasarkan
Keputusan Dirjen Pajak No.KEP.141/PJ./2004:
Penyesuaian fisikal postif adalah penyesuaian bersifat menambah atau
memperbesar penghasilan berdasarkan laporan keuangan komersial, karena
adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan
ketentuan Undang-undang pajak penghasilan beserta peraturan
pelaksanaannya.
Penyesuaian fisikal negative adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto
komersial dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU
PPh beserta peraturan pelaksananya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan
atau menambah biaya-biaya komersial. Ada dua macam koreksi fisikal yaitu
koreksi fisikal positif dan koreksi fisikal negative.
BENTUK KERTAS KERJA
REKONSILIASI FISIKAL
Untuk keperluan akuntansi pajak penghasilan, kita mengenal juga
bentuk lain dari koreksi fisikal yakni:
Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh wajib
pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntadi secara
komersial yang diatur dalam SAK. Namun berdasarkan ketemtuan
peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan merupakan
penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan
pengahasilan atau sebagian merupakan biaya
Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya
waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara
fisikal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang
dilakukan penyusutan atau amortisasi.
PENERAPAN TAX PLANNING PADAUSAHA
MIKRO KECIL MENENGAH DAN ASPEK
KEADILAN DALAM KEBIJAKAN
PERPAJAKANNYA
PENINGKATAN DAYA SAING
PEREKONOMIAN
INDONESIA
Dengan adanya perubahan Undang-undang PPh (UU PPh) , tarif
PPh badan menjadi tarif tunggal dan diturunkan menjadi 28% tahun
2009, dan menjadi 25% tahun 2010. Tarif tunggal tersebut
dimaksudkan sebagai fasilitas dan kesederhanaan bagi wajib pajak.
Tarif tunggal ini pasti menguntungkan bagi sebagian WP Badan
namun sekaligus juga dirasakan kurang adil bagi sebgajan WP
lainnya utamanya WP kecil. Oleh karena itu pemerintah memberikan
fasilitas perpajakan bagi WP badan berskala kecil yaitu UMKM
dengan pemberian fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif
normal untuk peredaran bruto sampai dengan Rp.4,8 miliar.
PASAL 31E UU PPH NO.36
TAHUN 2008
STRATEGI TAX
PLANNING UMKM
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008,
pemekaran usaha adalah pemisahan satu wajib pajak badan yang
modalnya terbagi atas saham, menjadi dua wajib pajak badan atau
lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian harta dan kewajibannya kepada badan usaha baru
tersebut tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama.
Kebijakan berdasarkan peredaran bruto ini dapat menimbulkan
upaya tax avoidance yang dilakukan wajib pajak badan, khususnya
UMKM untuk memperkecil omzet demi mencapai syarat dari
fasilitas yang diberikan melalui pasal 31E tersebut.
Kebijakan pemekaran usaha secara alternatif dimungkinkan
bila dilakukan efisiensi biaya operasional. Secara potensial omzet
usaha juga akan naik seiring dengan meningkatnya aktifitas
perusahaan karena penajaman core bisnis dan membesarnya
segmentasi pasar, sehingga benefit dari pemekaran usaha dapat
diperoleh.
ASPEK KEADILAN DALAM
KEBIJAKAN PERPAJAKAN
UMKM
Dalam mendesain sebuah kebijakan perpajakan, pembuat
kebijakan harus memperhatikan asas-asas perpajakan sehingga
kebijakan tersebut tidak timpang karena ketimpangan tersebut bisa
merugikan pihak-pihak tertentu yang terkait dengan kebijakan
tersebut. Formulasinya adalah asas keadilan (equity). Pemilihan
kebijakan yang sudah adil dalam formulasinya (secara normatif)
namun belum tentu adil dalam pratiknya, karena pada umunya
mengukur keadilan sangat relatif tergantung dari aspek/sudut
pandang/parameter mana kita menilainya. Adanya ketidakadilan itu
tampat dalam kebijakan pengurangan tarif PPh bagi WP badan
UMKM ini.
UKURAN KEADILAN
PAJAK
Hal yang menarik untuk dikaji disini adalah bagaimana cara kita
menguji ketidakadilan perlakuan perpajakan dari fasilitas diskon tarif
pajak 50% bagi badan UMKM.
Prinsip keadilan itu ada dua macam, yaitu keadilan horizontal dan
vertikal. Prinsip keadilan horizontal adalah, badan UMKM yang
berpendapatan sama harus membayar jumlah pajak yang sama,
sedangkan prinsip keadilan vertikal beranggapan bahwa badan
UMKM yang memiliki kemampuan berbeda, membayar jumlah pajak
gmyang berbeda pula.
KETIDAKADILAN
HORIZONTAL
Syarat keadilan horizontal dalam suatu pemungutan pajak dapat dikatakan
terpenuhi bila:
Wajib pajak yang berada dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang
berbeda diperlakukan secara berbeda pula (unequal treatment for the unequal)
Dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang tidak sama akan dihasilkan
pajak terutang yang tidak sama pula. Jumlah pajak yang dibayar semakin besar,
sebanding dengan semakin besarnya kemampuan badan UMKM membayar pajak
Dengan demikian bila badan UMKM memiliki penghasilan kena pajak yang
berbeda dengan badan UMKM lainnya, maka pajak yang terutang juga akan
berbeda
Kebijalan pasa 31E tidak sesuai dengan teori keadilan unequal treatment for the
unequal , karena pada penghasilan kena pajak yang lebih besar sekalipun akan
menghasilkan pajak yang sama dengan penghasilan kena pajak yang lebih kecil.
Ini bertentangan dengan asas keadilan vertikal.
KETIDAKADILAN
VERTIKAL
Syarat keadilan vertikal dalam suatu pemungutan pajak dapat dikatakan terpenuhi
bila:
Wajib pajak yang berada dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang
berbeda diperlakukan secara berbeda pula (unequal treatment for the unequal)
Dalam “kondisi” (Penghasilan Kena Pajak) yang tidak sama akan dihasilkan
pajak terutang yang tidak sama pula. Jumlah pajak yang dibayar semakin besar,
sebanding dengan semakin besarnya kemampuan badan UMKM membayar pajak
Dengan demikian bila badan UMKM memiliki penghasilan kena pajak yang
berbeda dengan badan UMKM lainnya, maka pajak yang terutang juga akan
berbeda
Kebijalan pasa 31E tidak sesuai dengan teori keadilan unequal treatment for the
unequal , karena pada penghasilan kena pajak yang lebih besar sekalipun akan
menghasilkan pajak yang sama dengan penghasilan kena pajak yang lebih kecil.
Ini bertentangan dengan asas keadilan vertikal.
PERATURAN PEMERINTAH
NO.46 TAHUN 2013 TENTANG
PPHH FINAL 1%
Pada pertengahan tahun 2013 pemerintah mulai lagi memberikan sentif fisikal
kelada pengusaha-pengusaha UMKM dengan mengeluarkan peraturan pemerintah
No.46 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2013 , diterapkam sebagai
berikut:
1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk bentuk usaha tetap, yang
menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melrbihi
Rp.48.000.000.000,00 dalam satu tahun pajak, dikenai pajak penghasilan yang
bersifat final dengan tarif sebesar 1% dari bruto
2. Ketentuan tersebut tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya:
Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak
menetap
Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepemtingan umum yang tidak diperuntukkan
sebagai tempat usaha atau berjualan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai