Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

CIDERA MEDULA SPINALIS

Ns. Gusri Rahayu, S.Kep


ANATOMI TULANG
BELAKANG

7 Ruas vertebra servical


12 Ruas vertebra toracal
5 Ruas vertebra lumbal
5 Ruas sakral yang
telah menyatu disebut
sacrum
4. Ruas tulang ekor yang
telah menyatu disebut
xocygius
BAGIAN DARI TULANG BELAKANG DI
LIHAT DARI ATAS
ANATOMI SUMSUM TULANG BELAKANG

8 Pasang Syaraf cervicl


12 Pasang Syaraf toracal
5 Pasang Saraf lumbal
5 Pasang Saraf sacrum
1 Pasang Syaraf coxygius
GAMBAR SPINAL CORD
Dermatomes/Sensory Level

                                                                                    
Myotomes/Motor Level

Akar saraf tulang


belakang yang
mempersarafi
kelompok otot
Kebanyakan otot
yang dipersarafi
lebih dari satu akar
syaraf
Myotome
• C3,4 dan 5 mensarafi otot otot diapragma
• C5 mensarafi otot shoulder dan fleksi elbow
• C6 mensarafi fleksi wrist
• C7 Extensi elbow
• C8 fleksi jari
• T1 merentangkan jari
Lanjutan…….

• T1-T 12 mensyarafi dinding dada dan otot abdomen


• L2 Fleksi HIP
• L3 Knee ekstensi
• L4 Otot betis
• L5 Mengerakkan jempol kaki
• S1 Plantar fleksi
• S2,3,4 dan 5 mensarafi bladder , bowel dan organ sex dan
otot pelvic.
PATO FISIOLOGI
TRAUMA

HIPEREKTENSI
FLEKSI - ROTASI TORSI

RUPTUR LIG
KERUSAKAN PMB DRH
SUBLUKSASI / DISLOKASI
FRAKTUR VERTEBRA

ISKEMIA NYERI
RISTI CDRA TAMBHN
NEKROSIS

KRUSAKAN PARENKIM

GGN POLA NAFAS,


GGN PRTUKRAN GAS, GGN NEUROLOGIS
JLN NFAS TDK EFEKTIF,
NUTRISI < dr KEBUTHN TBH,
GGN ELIMINASI URIN /BOWEL,
GGN PMNUHN ADL,
GGNMOBILITAS FISIK, KOMPLIT INKOMPLIT
DEFISIT PRWT DIRI,
GGN INTGRTS KULIT
LANJUTAN PATOFIS

GGN NEUROLIGIS

KOMPLIT INKOMPLIT

FS SENSORIK & MOTORIK Ө


FS SENSORIK & MOTORIK (+)
-ANAL KONTRKSI& SENSASI Ө
-ANAL KONTRKSI (+) &/ SENSASI (+)

1. CENTRAL CORD SYNDROME


2. ANTERIOR CORD SYNDROME
3. BROWN SEQUARD SYNDROME

FASE AKUT FASE REHAB

SPINAL SHOCK
 HILANG FS MOTORIK,SENSORIK& REFLEK
 HILANG VENOUS RETURN & HIPOTENSI
DEFINISI
CEDERA MEDULA SPINALIS ADALAH TRAUMA PD
CORD & AKAR-AKAR SARAF DPT BERUPA CEDERA
RINGAN FLEKSI-EKTENSI (WHIPLASH) SAMPAI
TRAKSEKSI KOMPLIT,
DAPAT TERJADI PADA BEBERAPA LEVEL. UMUMNYA
TERJADI PADA BEBERAPA CERVICAL & TORAKAL
BAWAH- VERTEBRA LUMBAL ATAS. (VERNON W. LIN,
2003)
Cedera medulla spinalis
 Terjadi akibat dari gegar otak, memar, laserasi,
hemorrage transeksi, atau penurunan suplai darah ke
susum tulang belakang, terjadi iskemic.
 SCI disebabkan oleh tabrakan kendaraan, jatuh, dan
tindakan kekerasan atau kejadian olahraga terkait (47% )
 75-82% adalah laki-laki antara 15 - 35 tahun
 Mortalitas paling sering adalah karena infeksi .
KLASIFIKASI CEDERA MEDULA
SPINALIS
 cedera lengkap / Komplit
yaitu tidak adanya semua fungsinya, motor
, sensorik dan vasomotor di bawah
tingkat cedera.
 Cedera tidak lengkap (In komplit)
Masih dipatkan vasomotor dan sensorik di
bawah tingkat cedera
Neurogenik
shock
Cedera pada daerah thoracal 10 keatas dan
cervical
Gangguan jalur saraf simpatik Kardiovaskular
tidak stabil
Penurunan vaso konstriksi pada pembuluh darah
vena, terjadi pooling di kaki. aliran darah ke
jantung penurunan menyebabkan out put jantung
menurun, terjadi bradi kardi dan hipotensi
CEDERA TULANG
BELAKANG
Spinal syok
Sampai dengan 48 Jam dengan tandanya :
Sensorik dan motorik absen
Flacid paralysis
Hipotensi dan bradikardi
Refleks menurun/hilang ,ini dapat menyebabkan
retensio urine , paralisis usus dan ileus.
Kehilangan kontrol suhu , vasodilatasi dan ketidak
mampuan untuk menggigil,sulit untuk mengubah
panas dalam lingkungan dingin dan ketidak
mampuan untuk berkeringat.
ETIOLOGI
1. TRAUMA :
KLL, jatuh dari ketinggian, kecelakaan sport, luka
tembak dan luka tusuk (hampir 70%)
2. NON TRAUMA :
a. Malformasi vaskuler : Anurisma pembuluh darah
b. Infeksi : Myelitis transversa, spondilitis, GBS.
c. Tumor : Primer (meningioma, glioma, multiple
myeloma), Sekunder (paru, prostat,mammae,
tiroid)
d. Lain2 : Stenosis canal spinal
GEJALA KLINIS
1. Cedera Cervical
Lesi C1 –C4
 Otot diapragma dan otot inter costae mengalami paralisis
dan tidak ada gerakan volunter.
 Kehilangan sensasi pada oksipital, telinga dan daerah wajah.
 Pasien cedera C1 – C3 ini sangat ketergantungan ventilator
mekanis.
 Sangat ketergantungan ADL nya.
 Cedera C4 ketegantungan ventilator dan mungkin dapat
dilepas secara imtermiten.
 Mobilisasi ; wheelchair, Hoyer lift
LESI C5
 Kerusakan fungsi diafragma
 Paralisis intestinal dan dilatasi lambung
 Depresi pernafasan
 Ekstermitas atas mengalami rotasi ke arah luar
 Setelah fase akut terjadi spastisitas.
 Sensasi ada pada derah leher dan lengan atas.
 Pasien ini mengalami ketergantungan terhadap aktifitas
mandi, menyisir rambut dan mencukur.
 Pasien ini mempunyai koordinasi tangan dan mulut,
biasanya pasien ini dapat makan dan menulis dengan
bantuan alat dan mekanis.
LESI C6
 Distres pernafasan akibat paralisis intestinal dan asenden dari
medula spinalis.
 Bahu biasanya naik dengan lengan atas abduksi dan lengan
bawah fleksi.
 Mandiri dalam higiene dan kadang kadang berhasil dalam
memakai dan melepas pakaian , mandiri dalam makan dengan
atau tanpa bantuan alat
 Pasien mampu mengemudikan mobil dengan kontrol tangan.
 Mobilisasi Transfer :Independent dengan sliding board,
manual wheelechair
LESI C7

 Ekstermitas atas mengalami abduksi dan lengan bawah fleksi


 Otot diafragma dan asesoris untuk mengkompensasi otot
abdomen dan intercotae.
 Fleksi jari tangan berlebihan pada saat spastik
 Pasien ini mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perhatian
husus.
 Dapat berpakaian dan melepas pakaian sendiri dan dapat
melakukan pekerjaan rumah yang ringan dan memasak.
LESI C 8
 Tangan pasien posisi mencengkerm
 Tidak terjadi malposisi pada ekstermitas atas.
 Otot latisimus dorsi dan trapesium cukup kuat menyokong posisi duduk.
 Hipotensi postural dapat terjadi pada posisi duduk karena kehilangan
kontrol vasomotor.
 ADL mandiri.
2. CEDERA TORAKAL
Lesi T1- T5
 Pernafasan diafragma
 Funsi inspirasi paru meningkat
 Biasanya muncul hipotensi postural
 Paralisis otot abduktor polici , interosius, an otot lubrikan tangan
 Kehilangan sensori sentuhan nyeri dan suhu.
 T5 keatas dapat menyebabkan penurunan motilitas motorik gastro
intestinal paralitik illus setres ulcer
2. CEDERA TORAKAL
Lesi T1- T5

 Pernafasan diafragma
 Funsi inspirasi paru meningkat
 Biasanya muncul hipotensi postural
 Paralisis otot abduktor polici , interosius, an otot lubrikan
tangan
 Kehilangan sensori sentuhan nyeri dan suhu.
 T5 keatas dapat menyebabkan penurunan motilitas motorik
gastro intestinal paralitik illus setres ulcer
LESI T6 – T 10
 Kerusakan T6 dapat menyebabkan penurunan sistem saraf
simpati dapat menyebabkan vasodilatasi terjadi
hipotensi dan bradikardi.
 Refleks abdomen hilang dari T 6 ke bawah
 Terdapat paralisi dan spastik pada anggota bawah
 ADL pasien mandiri.
LESI T11 - L2

 Kehilangan control bowel dan kontrol


kandung kemih, tetapi pasien akan
memiliki refleks pengosongan usus.
 Pria mungkin mengalami kesulitan untuk
mencapai dan mempertahankan ereksi dan
mungkin telah berkurang emisi mani.
3. CEDERA LUMBAL
L1 – L5
 Kehilangan sensasi
L1. : semua area ekstermitas bawah sampai lipat paha
dan bagian belakang dari bokong.
L2 : sepertiga bagian paha depan
L3 : Ekstermitas bagian bawah daerah sadel
L4. : Bagian medial kaki dan betis
L5 : Bagian lateral kaki dan ibu jari kaki
4. CEDERA SAKRAL

 S1 daerah telapak kaki, jari kaki posisi lateral dan heel


 S2 daerah paha belakang dan 1/3 tibia posterior.
 S3 dan S5 terdapat paralisis dari otot kaki,
 kehilangan sensasi area sadel , sakrum, glens penis ,
perineum area anal
ASSESSMENT
Spinal shok
flaccid, ( sensorik motorik absen )
Refleks tendon dalam tidak ada
Retensi urin dan fekal
Tidak adanya keringat dibawah cedera
NEUROGENIK SHOCK

 Vasodilatasi
 Bradikardia
 Hipotensi.
TAHAP PEMULIHAN SPINAL
SHOCK
1. kejang fleksor ditimbulkan oleh stimulasi kulit
2. Refleks pengosongan kandung kemih dan usus
3. Fleksor ekstensor atau kekakuan
4. Hyperreflexic
5. Ejakulasi pada pria, yang ditimbulkan oleh stimulasi
kulit
KOMPLIKASI

 Atelektasis
 Ulkus stres
 Disrefleksia otonomik
 kontraktur
ATELEKTASIS

DEFINISI
Atelektasis adalah
pengkerutan sebagian
atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang
sangat dangkal.
FAKTOR RESIKO
 Pembiusan (anestesia)/pembedahan
 Tirah baring lama
 Pernafasan dangkal
 Penyakit paru-paru.
PENCEGAHAN
1. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
2. Postural drainase
3. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong
untuk bernafas dalam, batuk efektif dan kembali
melakukan aktivitas secepat mungkin.
4. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis
yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama,
mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu
mekanis untuk membantu pernafasannya
ULKUS DEKUBITUS

Pengertian
Dekubitus adalah
kerusakan/kematian kulit sampai
jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai
tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan
gangguan sirkulasi darah setempat.
OTONOMIK DISREFLEKSIA
 Adalah reflek yang berlebih dari saraf otonom akibat cedera
vertebra pada torakal 6 keatas.
 Penyebabnya adalah ;
 Blader distensi
 Bowel distensi
 Luka tekan
 Abdominal distensi
 Infeksi sakuran kemih
TANDA AD
Triad Classic
1. Sakit kepala berdenyut,
2. Vasodilatasi kulit,( Kulit merah)
3. Berkeringat, di atas tingkat lesi.
Tanda lainnya
 Hipertensi (BP> 250 - 300 / 150 mmHg).
 hidung tersumbat,
 kulit memerah (di atas tingkat lesi).
 penglihatan kabur, mual,
 bradikardia, dan nyeri dada.
 di bawah tingkat lesi akan ada ereksi pilomotor
(merinding), muka pucat, menggigil, dan
vasocontriction.
TINDAKAN YANG HARUS DILAKUKAN

 Pasien didudukan dengan kaki terjuntai


 Cari penyebabnya
 Kolaborasi untuk pemberian nevidipin ¼-1/2 tab.
ASSESSMENT

Spinal shok
 flaccid, ( sensorik motorik absen )
 Refleks tendon dalam tidak ada
 Retensi urin dan fekal
 Tidak adanya keringat dibawah cedera
NEUROGENIK SHOCK

• Vasodilatasi
• Bradikardia
• Hipotensi.
MANAJEMEN KOLABORATIVE
• Imobilisasi
• Cedera cervical : Hard collar, traksi leher , halo.
traksi
MANAJEMEN PERNAPASAN

Ventilasi mecanical
• Trakeostomi
• Physioterapy dada
• Intubasi,
MANAGEMENT CAIRAN

Pada pasien dengan shoch nerogenic, volume darah


normal, tetapi ruang vaskuler diperbesar,
menyebabkan , menurun kembali venous, dan
penurunan cardiac output.

Cairan kristaloid
MENCEGAH ASPIRASI & ILIUS PARALITIK

• Dekompresi lambung ( pasang NGT )


MANAGEMENT BLADDER

Pasang D/C
Setelah fase spinal shock hilang timbul reflex pada cedera
diatas vertebra
toracal 12 di sebut refleksic bladder (yang mengisi dan
mengosongkan secara otomatis )

Incontinensia
Crade/ tapping
Lesi di bawah vertebrae T12 umumnya akan memiliki
kandung kemih lemah areflexic bladder ( Retensio
Urine) distending kandung kemih dan menyebabkan
inkontinensia overflow.

kateterisasi intermitten
mungkin diperlukan.
FARMAKOTERAPI
• Methylprednisolone
Dosis loading (30 mg / kg) ini diberikan per bolus ( IV )selama 15 menit.
45 menit kemudian 5,4 mg / kg / jam kemudian dilanjutkan dalam infus
selama 23 jam
• Antasida: untuk mencegah ulkus lambung
• Cimetidine atau ranitidin: untuk menekan sekresi asam lambung dan
mencegah mengobati ulkus lambung
• Pelunak tinja
• Analgesik untuk mengurangi nyeri
• Antihipertensi (methyldopa), untuk mengobati hipertensi berat yang terjadi
pada AD
• Anti koagulan: untuk mencegah tromboflebitis, DVT dan emboli paru
MENCEGAH KERUSAKAN NEUROLOGIS >
LANJUT
1. Proteksi alignment tlg Vertebra yang cedera
- log rolling
- Jaw thrust
PENATALAKSANAAN
 MOBILISASI DINI / POSTURING TIAP 2 JAM
 PASEN DIPUASAKAN UNTUK CEDERA CERVIKAL
 PASANG NGT
 SETELAH BU POSITIF BERIKAN PELUNAK FAISES RINGAN
 UKUR I/O
 SETELAH SPINAL SYOK TERATASI D/C AF UNTUK MENCEGAH INFEKSI
 LAKUKAN ICP
 HIPOTERMI GUNAKAN SELIMUT TEBAL,BOTOL BOTOL AIR PANAS.
 BERIKAN STOKING ANTI EMBOLIK UNTUK MENCEGAH DVT
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan neurologik.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektifb/d kelemahan neurologik
3. Penurunan CO b/d venous return
4. Pengaturan suhu tidak efektif b/d disfungsi autonomik
5. Resti gangguan integritas kulit b/d immobilisasi
6. Resiko konstipasi b/d atoni usus, imobilisasi.
7. Gangguan eliminasi urine / bowel b/d kelemahan neurologik
INTERVENSI DASAR

• Menjaga ventilasi yang adekwat tiap 4 jam


• Lakukan pengeluaran secret
• Support untuk curah jantung
• Jaga suhu tubuh agar tetap stabil
• Cegah komplikasi
• Lakukan pengeluaran urine secara teratur
• Lakukan pengeluaran fekal secara teratur
• Suport masalah keluarga.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d berubahan suplai oksigen
terkait dengan hipoventilasi sekunder terhadap
paresis otot-otot respirasi (diagphragma, interkostalis) yang
terjadi pada pasien cedera cervical dan thoracal letak tinggi
Tujuan kriteria hasil
dalam waktu 24 jam selama perawatan , pasien dapat
menunjukkan dengan tepat : orientasi waktu, tempat dan orang
Kriteria hasil
 PaO2> 80 mmHg dan PCO2 <45 mmHg,
 RR 12-20 napas / menit dengan kedalaman normal dan pola
(eupnea).
 HR 60-100,
 BP stabil dan dalam batas normal .
 
INTERVENSI
 Monitor AGD, kelainan laporkan. Waspada
khususnya untuk PaO2 <60 mm hg.PcO2> 50 mmHg
dan penurunan pH, karena temuan ini menunjukkan
perlunya bantuan ventilator
 Monitor status pernafasan pasien tiap 1-2 jam untuk
24 pertama - 48 jam dan kemudian tiap 4 jam jika
kondisi pasien stabil.
 Monitor suara napas tidak ada atau adventif, dan
periksa gerakan dada
2. BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN
DENGAN PENURUNAN ATAU TIDA ADA REFLEX
BATUK SEKUNDER DARI CEDERA CERVICAL DAN THORACAL
LETAK TINGGI.
Tujuan & Kriteria hasil
 
dalam waktu 24 - 48 jam , pasien tidak menunjukkan suara nafas normal
Intervensi
Monitor suara nafas ; crackles, rhonchi, penurunan suara nafas atau
tidak ada suara nafas
Pantau dan laporkan nilai abnormal AGD (Penurunan PaO2 atau
peningkatan PaCO2 )
Suction sekresi jika diperlukan
Auskulta dan berikan oksigen sebelum suction.
Tempatkan pasien pada posisi semi fowler kecuali kontra indikasi (pasien
terpasang halo tracsi pada servical)
• Balik pasien tiap 2 jam
• Pertahankan kelembaban kamar
• Jika tidak ada kontra indikasi beri Cairan 2 -3 liter / hari
• Ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam, dilakukan
minimal tiap 2 jam
3. Penurunan cardiac output berhubungan dengan hipovolemia relatif
sekunder dari pelebaran pembuluh darah yang terjadi karena shock
neurogenic
Tujuan
Dalam 24jam , pasien memiliki cardiac output yang memadai yang
dibuktikan dengan :
 Orientasi waktu, tempat, dan orang
 Bp sistolik> 90mm Hg (atau dalam batas normal pasien); HR 60-
100 x/ mt
 output urine > 0.5ml/kg/jam
 dan irama sinus normal pada EKG
INTERVENSI
Monitor indikasi penurunan cardiac out put
 penurunan sistolik 20mmHg> , BP sistolik <90mmHg. atau setetes kontinu
5-10 mm Hg
HR > 100 x/ mt, nadi tidak teratur
Sakit kepala berat, ringan, pingsan, kebingungan, pusing, kulit memerah:
amplitudo berkurang pada nadi perifer
Perubahan di BP, HR status mental
Monitor I / O dan waspada terhadap keluaran urine 0,5 ml / kg / bb / jam
selama 2 jam berturut-turut. juga pantau pengukuran hemodinamik. Pada
pasien dengan shock neurogenik,
 Kaji perubahan irama jantung dan denyut jantung
 Monitor cairan untuk mengontrol hipotensi ringan
 Memonitor efek terapi dari vasopressors
SUMBER

1. Judith M. Wilkinson. Nancy R. Ahern, Diagnosisi Keperawatan , edisi 9 . Tahun


2002. Buku kedokteran ,EGC.
2. Pamela L. Swearingen Janet Hicks Keen. Critical care Nursing Nursing
intervensi and Colaborative Management, 2002. edisi 4. M. Mosby
3. http.www.Apparelyzed.com
4. Shirley P.hoeman, Rehabilitation Nursing Process and Application, 1996. M
Mosby
5. www.spinalcord.org. National Spinal Cord Injury Association
6. www.aaxcipsw.org. American Association of Spinal Cord Injury Psychologists
and Social Workers (

Anda mungkin juga menyukai