Anda di halaman 1dari 16

Faktor Determinan Kesehatan Reproduksi

Oleh:
Kelompok 5

Armawati
Nurmala Suwardi
Neni Susanti
Yasinta Nurti
Pengertian kesehatan reproduksi
Kesehatan Reproduksi menurut WHO adalah
kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam
segala aspek yang berhubungan dengan system
reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Kesehatan reproduksi PUS/WUS adalahsuatu
kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan
proses reproduksi yang dimiliki oleh pasangan usia
subur dan wanita usia  (Fauzi., 2008).
Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di
Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan Reproduksi
mencakup 5 komponen/program terkait, yaitu:

1. Program Kesehatan Ibu dan Anak,


2. Program Keluarga Berencana,
3. Program Kesehatan Reproduksi Remaja,
4. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS,
5. Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.
Program dan Sarana Pelayanan kesehatan
  Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan
sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu,
dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi
dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan
memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan
dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Tujuh aspek penting yg perlu diperhatikan
dlm melaksanakan setiap kegiatan KIE
Kesehatan Reproduksi

1. Keterpaduan
2. Mutu
3. Media dan jalur
4. Efektif (berorientasi pada penambahan pengetahuan dan
perubahan perilaku kelompok sasaran)
5. Dilaksanakan bertahap, berulang dan memperhatikan
kepuasan sasaran
6. Menyenangkan
7. Berkesinambungan
Pelaksanaan ProgramKesehatanReproduksi

Beberapa masalah yang dialami dalam pelaksanaan


program kesehatan reproduksi adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pengambil keputusan
2. Koordinasi
3.Kebijakan otonomi daerah
4.Tingkat pelaksanaan
5.Pencapaian indikator
Pada tingkat pelayanan dasar maka kegiatan operasional KIE
Kesehatan Reproduksi terbagi 2 (dua), yaitu:

1. Kegiatan KIE di dalam gedung Puskesmas Bentuk kegiatan


di dalam gedung Puskesmas dapat berupa:
a. Penyampaian pesan secara langsung (Tatap Muka).
b. Penyampaian pesan secara tidak langsung.
2. Kegiatan KIE di luar gedung Puskesmas Bentuk kegiatan
dapat berupa :
a. Penyampaian pesan untuk kelompok kecil
b. Penyampaian pesan untuk kelompok besar.
Contoh kasus
Desa Banjaroya merupakan salah satu desa yang di Kecamatan
Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Desa tersebut dihuni oleh 8.330 jiwa
yang terdiri dari 4.127 penduduk laki-laki dan 4.203 penduduk
perempuan. Desa ini merupakan desa dengan jumlah
penduduk terbanyak kedua di Kecamatan Kalibawang setelah
Desa Banjararum.
Desa Banjaroya berjarak sekitar 40 KM dari pusat kota
Yogyakarta. Akses menuju setiap pedukuhan di desa ini cukup
rawan dengan bencana longsor karena berada di daerah
perbukitan. Kontur wilayah yang berbukit-bukit ini juga cukup
menghambat warga untuk mengakses layanan kesehatan
Cont’
Desa Banjaroya memiliki dua unit Puskesmas Pembantu (Pustu)
yang berada di Dusun Dlingseng dan Beji. Kedua Puskesmas
Pembantu tersebut cukup diandalkan oleh penduduk, terutama
perempuan untuk mengakses layanan kesehatan karena lebih dekat
lokasinya dengan desa. Akan tetapi, pelayanan dari Pustu tersebut
banyak dikeluhkan tidak maksimal oleh penduduk setempat,
terutama perempuan yang ingin mengakses layanan kesehatan
reproduksi. Misalnya, waktu pelayanan yang hanya buka dua minggu
sekali, yakni hari Selasa dan Kamis dengan jam operasional yang
hanya berdurasi sekitar 3 jam (antara pukul 09.00 pagi sampai pukul
12.00 siang). Sarana dan prasarana yang ada pun tidak memadai
untuk dilakukannya pemeriksaan kesehatan yang komprehensif bagi
perempuan terutama kesehatan reproduksi. Selain itu, tenaga
kesehatan yang terbatas yakni hanya tersedia dua orang tenaga
kesehatan untuk melayani antrian pasien dari berbagai dusun.
Cont’

Persoalan lain di Desa Banjaroya yang juga berdampak pada


persoalan kesehatan reproduksi adalah maraknya kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD). Oleh karena itu perkawinan anak di desa
ini juga cukup tinggi. Dan seperti diketahui, perkawinan yang
dilakukan pada usia anak (di bawah usia 18 tahun) sangat beresiko
terhadap kematian ibu. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Kulon Progo, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten
Kulon Progo pada 2013 mengalami peningkatan dibanding tahun
sebelumnya, yakni dari 3 ibu di tahun 2012 menjadi 7 orang di
tahun 2013. Untuk Angka Kematian Ibu di Kecamatan Kalibawang
terdapat satu kasus dari 342 jumlah lahir hidup (0,3%) di tahun
tersebut.
Angka kejadian penyakit infeksi menular seksual juga meningkat
Pembahsan kasus
1. Desa Banjaroya memiliki jumlah penduduk paling terbanyak , yaitu:
8.330 jiwa yang terdiri dari 4.127 penduduk laki-laki dan 4.203
penduduk perempuan
2. Desa Banjaroya berjarak sekitar 40 KM dari pusat kota Yogyakarta.
Akses menuju desa tsb cukup rawan dgn bencana longsor.
3. Masyarakat cukup sulit mengakses pelayanan kesehatan
4. Hanya memiliki dua unit Puskesmas Pembantu (Pustu)
5. pelayanan dari Pustu tersebut banyak dikeluhkan tidak maksimal oleh
penduduk setempat, terutama perempuan yang ingin mengakses
layanan kesehatan reproduksi.
6. Waktu pelayanan hanya hari Selasa dan Kamis dengan jam operasional
yang hanya berdurasi sekitar 3 jam (antara pukul 09.00 pagi sampai
pukul 12.00 siang).
7. Sarana dan prasarana tidak memadai
8. Kurangnya ketersediaan petugas kesehatan
Pentingnya kebijakan dan implementasi
program pemenuhan hak kespro pr
Pada 2014 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni:
 Penyelenggaraan dan fasilitasi pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan lingkup kabupaten/kota;
 Penyelenggaraan manajemen Kesehatan Reproduksi yang meliputi aspek
perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi sesuai standar dalam
lingkup kabupaten/kota;
 Penyelenggaraan sistem rujukan, sistem informasi, dan sistem surveilans Kesehatan
Reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota termasuk fasilitas pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan milik pemerintah dan swasta;
 Pemetaan dan penyediaan tenaga kesehatan di rumah sakit lingkup kabupaten/kota;
 Pemetaan dan penyediaan tenaga dokter, bidan, dan perawat di seluruh Puskesmas di
kabupaten/kota;
Cont’

Pemetaan dan penyediaan tenaga bidan di desa bagi


seluruh desa/kelurahan di kabupaten/kota, termasuk
penyediaan rumah dinas atau tempat tinggal yang layak
bagi bidan di desa;
Penyediaan obat essensial dan alat kesehatan sesuai
kebutuhan program kesehatan reproduksi dalam lingkup
kabupaten/kota;
Penyediaan sumber daya di bidang kesehatan serta
pendanaan penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi
dalam lingkup kabupaten/kota; dan
Penyelenggaraan audit maternal perinatal lingkup
kabupaten/kota.
Peran Pemerintah
Penyelenggaraan fasilitas dan pelayanan kesehatan reproduksi yang memadai di
setiap unit kesehatan agar mudah diakses setiap dusun mengingat kontur
wilayah yang berbukit-bukit dan rawan bencana;
Penyedian tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang memadai di setiap
desa, bahkan dusun;
Penambahan waktu operasional Puskesmas;
Penyediaan obat-obatan dan alat pemeriksaan kesehatan reproduksi yang layak;
Penyelenggaraan sarana informasi yang kreatif bagi remaja;
Monitoring dan evaluasi berkala terhadap Sistem Informasi Posyandu (SIP) oleh
dinas terkait, termasuk keaktifan untuk pengisian data;
Penyediaan anggaran yang responsif gender untuk menunjang implementasi
kebijakan, sehingga kebutuhan spesifik perempuan dapat terpenuhi;
Secara khusus, edukasi mengenai gender dan seksualitas sejak dini perlu
dilakukan.
Peran Bidan
1. Penambahan hari dan waktu untuk pemeriksaan
kesehatan reproduksi perempuan
2. Peningkatan pelayanan yang maksimal oleh bidan
3. Pendekatan dan penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi lebih ditingkatkan, terutama pada remaja
pria dan wanita sehingga tidak terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai