Anda di halaman 1dari 28

PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21 & PASAL 26


PENGERTIAN PAJAK

Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Menurut Undang-Undang KUP (Ketentuan Umum Pajak) No. 28
Tahun 2007)

Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan diartikan sebagai denda atau batata yang dikenakan kepada seseorang atau badan usaha atas hasil
yang diperoleh atas usaha atau pekerjaanya.
CIRI-CIRI PAJAK

1. Pajak merupakan kontribusi wajib warga negara


2. Pajak bersifat memaksa untuk setiap warga negara
3. Warga negara tidak mendapat imbalan langsung
4. Berdasarkan undang-undang
PENGERTIAN PAJAK

Fungsi Anggaran

Fungsi Mengatur

Fungsi Pemerataan

Fungsi Stabilisasi
JENIS-JENIS PAJAK

Berdasarkan Objek Pajak Dan


Berdasarkan Sifatnya Berdasarkan Instansi Pemungut
Subjek Pajak
Pajak Tidak Langsung
Pajak Daerah Pajak Objektif
(Indirect Tax)
Pajak Langsung
Pajak Negara Pajak SUbjektif
(Direct Tax)
OBJEK PAJAK PENGHASILAN

Objek Pajak Penghasilan: Bukan Objek Pajak Penghasilan:


 Laba Usaha  Warisan
 Dividen  Sumbangan
 Bunga  SHU Koperasi
 Royalty  Hibah
 Asuransi  Dsb.
 Keuntungan dari mata uang asing
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN
MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2008

 Orang pribadi yang berdomisili di Indonesia,


 Orang pribadi yang berada di Negara Republik Indonesia dalam waktu lebih dari 183 hari, dan dalam jangka
waktu dua belas bulan lamanya,
 Orange pribadi yang mana dalam jangka waktu satu tahun pajak ada di Negara Republik Indonesia dan memiliki
keinginan untuk berdomisili di Indonesia.
 Warisan yang hingga pada jangka waktu tertentu belum juga terbagi menjadi satu kesatuan menggantikan yang
telah berhak.
 Sebuah badan usaha yang bertempat atau didirikan, kedudukannya di Indonesia.
JENIS-JENIS PAJAK PENGHASILAN
DILIHAT DARI WAJIB PAJAKNYA

Wajib Pajak Badan Usaha atau


Wajib Pajak Orang Pribadi Badan Tetap Lainnya
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 36 TAHUN 2008

Pasal 21 Pasal 23 Pasal 29


Pihak yang berwenang untuk Pemungutan yang dibebankan Besar pajak yang harus
melakukan pemotongan pajak: atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak
Pemberi Kerja, Bendahara, diserahkan
Dana Pensiun, Badan,
Penyelenggara Kegiatan Pasal 25 Pasal 4 Ayat 2
Pembayaran pajak Pajak atas pendapatan yang
penghasilan berupa angsuran sifatnya telah final
Pasal 22
Pajak badan usaha yang Pasal 26
melakukan aktivitas
perdagangan ekspor, impor, Jenis penghasilan yang dikenai
dan juga re-impor pajak: Bunga, Dividen,
Diskonto, Sewa, Royalty, dsb.
RUMUS PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2008 PASAL 17

1. Pajak sebesar 5% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 50.000.000,-
per tahun.
2. Pajak sebesar 15% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan Rp 50.000.000,- s.d. Rp.
250.000.000,- per tahun.
3. Pajak sebesar 25% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan Rp 250.000.000,- s.d. Rp.
500.000.000,- per tahun.
4. Pajak sebesar 30% akan dikenakan pada warga negara yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 500.000.000,-
per tahun.
5. Untuk warga negara yang telah bekerja yang memenuhi kriteria untuk membayar pajak tetapi tidak mempunyai
NPWP, maka ia akan dkenakan pajak 20% lebih tinggi.
RUMUS PAJAK PENGHASILAN BADAN USAHA
MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2008 & PP TAHUN 2013 NO. 46

 Omzet bruto kurang dari 4,8 miliyar rupiah per tahun, akan dikenai tarif pajak 1% x omzet bruto;
 Omzet bruto dari 4,8 miliyar s.d. 50 miliyar per tahun, maka tariff perhitungan pajaknya adalah (0,25-(0,6
miliyar / omzet bruto x penghasilan kena pajak);
 Omzet bruto lebih besar dari 50 miliyar per tahun, akan dihitung dengan cara mengalikan 25% x PKP.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor
31/PJ/2012
WAJIB PAJAK PPh PASAL 21

Wajib Pajak:
 Pegawai.
 Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
 Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Bukan Wajib Pajak:


 Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik.
 Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
PEMOTONG PPh PASAL 21

Pemotong PPh Pasal 21: setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU untuk memotong PPh Pasal 21.
1. Pemberi Kerja
2. Bendahara
3. Dana Pensiun
4. Orang Pribadi: Honorarium, Penyelenggara Kegiatan.
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21

Penghasilan yang dipotong oleh PPh Pasal 21 yakni penghasilan yang diterima oleh:
1. Pegawai Tetap
2. Penerima Pensiun
3. Pemutusan Hubungan Kerja
4. Pegawai tidak tetap atau Tenaga kerja lepas
5. Imbalan kepada bukan pegawai
6. Imbalan kepada peserta kegiatan
7. Penerimaan
PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

1. PPh yang terutang atas penghasilan teratur atau gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil.
2. PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada kontraktor
,konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan
dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah.
3. PPh atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu.
TARIF PPh PASAL 21

1. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Penghasilan kurang dari Rp 50.000.000 dikenakan tarif pajak 5%;
b. Penghasilan antara Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 dikenakan tarif pajak 15%;
c. Penghasilan antara Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 dikenakan tarif pajak 25%;
d. Penghasilan lebih dari Rp 500.000.000 dikenakan tarif pajak 30%
2. Tarif 5% (lima persen)
3. Tarif 15% (lima belas persen)
4. Tarif khusus
5. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Contoh TARIF PPh PASAL 21

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00. Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang
memiliki NPWP adalah :
5% x Rp50.000.000,- Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,- Rp 3.750.000,00 +
Jumlah Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,- Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,- Rp 4.500.000,00 +
Jumlah Rp 7.500.000,00
DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

1. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :


a. Pegawai Tetap,
b. Penerima pensiun berskala,
c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima
dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah),
d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
2. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak
tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif
yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
3. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.
CONTOH SOAL PPh PASAL 21

1. Retto pada tahun 2016 bekerja pada


perusahaan PT. Jaya Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp5.750.000,00
dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp200.000,00. Retto menikah tetapi belum
mempunyai anak. Pada bulan Januari
penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi
hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal
21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
CONTOH SOAL PPh PASAL 21

2. dr. Aulia Rais (menikah dan mempunyai 3


anak kandung) merupakan dokter spesialis
kandungan yang bekerja sebagai pegawai
tetap di rumah sakit swasta Sehat Tentrem
dengan gaji tetap sebesar Rp20.000.000,00.
Untuk bulan Agustus 2016 dr. Aulia Rais
menerima pembayaran dari Rumah Sakit
Sehat Tentrem berupa gaji sebesar
Rp20.000.000,00 dan menerirna jasa medis
sebagai dokter yang bersumber dari pasien
sebesar Rp25.000.000,00. Dokter Aulia Rais
membayar iuran pensiun sebesar
Rp200.000,00 setiap bulannya.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan
dr. Aulia Rais dari Rumah Sakit Tentrem
pada bulan Agustus 2016 adalah:
CONTOH SOAL PPh PASAL 21
3. Ikha Hapsari karyawati dengan status menikah dan
mempunyai tiga anak bekerja pada PT Sinar Unggul. Suami
dari Ikha Hapsari merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil
di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Ikha Hapsari
menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT Sinar Unggul
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan.
Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
sebesar Rp60.000,00 sebulan. Ikha Hapsari juga membayar
iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 sebulan, disamping itu
perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji,
sedangkan Ikha Hapsari membayar iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00%
dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 disamping
menerima pembayaran gaji Ikha Hapsari juga menerima
uang lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai
berikut:
CONTOH SOAL PPh PASAL 21

4. Muhammad Shodiq, pegawai pada perusahaan


PT Segara Hurip, memperoleh gaji mingguan
sebesar Rp1.500.000,00. Muhammad Shodiq
telah menikah dan mempunyai seorang anak.
PT Segara Hurip masuk program BPJS
Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan
Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar
oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30%
dari gaji. Muhammad Shodiq membayar iuran
pensiun sebesar Rp50.000,00 dan Jaminan Hari
Tua sebesar 2,00% dari gaji. Dalam minggu
kedua pada bulan Agustus 2016 Muhammad
Shodiq hanya memperoleh pembayaran berupa
gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21
untuk minggu kedua bulan Agustus adalah:
PENGERTIAN PPh PASAL 26

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia.
PPh PASAL 26

Wajib Pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap;
2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1
(satu) Tahun Pajak.
PEMOTONG PPh PASAL 26

Badan Pemerintah Penyelenggaran Kegiatan

Subjek Pajak Dalam Negeri Bentuk Usaha Tetap (BUT)


PIHAK YANG DIPOTONG PPh PASAL 26

Berbeda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan terhadap Wajib Pajak luar
negeri selain Bentuk Usaha Tetap. Pada ketentuan ini Subjek Pajak luar negeri selain BUT adalah:
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
2. Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan
3. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
CONTOH SOAL PPh PASAL 26

 Messi atlet dari Nigeria mengikuti perlombaan lari marathon di Indonesia pada mei 2007, dan berhasil merebut
hadiah sebesar US$30,000. Kurs untuk US$1 = Rp9.000 Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara
kegiatan di Indonesia adalah : 20% x US$30,000 x Rp9.000 = Rp54.000.000
 Badan Usaha Asing di Indonesia memperoleh penghasilan kena pajak sebesar : Rp20.000.000.000 PPh pasal 26
dihitung Sebagai Berikut : Penghasilan Kena Pajak Rp20.000.000.000 PPh Terutang : 25% x Rp20.000.000.000
( Rp5.000.000.000 ) Penghasilan Setelah Dikurangi Pajak Rp15.000.000.000 PPh Pasal 26 yang terutang 20 %
x Rp15.000.000.000 Rp3.000.000.000 NB : Seandainya Rp15M tersebut ditanam kembali di Indonesia maka
WP luar negeri tersebut tidak perlu membayar PPh Pasal 26.
 Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT Cunha, mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan
asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp1 Miliar. Perkiraan
penghasilan = 50% x Rp1 Miliar = Rp500.000.000,- PPh Pasal 26 yang harus dibayar = 20% x Rp500.000.000,-
= Rp100.000.000,- .

Anda mungkin juga menyukai