Anda di halaman 1dari 18

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK

LUAR NEGERI

Inisiasi Tuton ke -3
Mata Kuliah : Pajak Penghasilan III
Program Studi D-III Perpajakan
Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
Subyek Pajak Luar Negeri
Orang Pribadi Badan
 Tidak bertempat tinggal di Indonesia,  Tidak didirikan di Indonesia, atau
 Berada di Indonesia ltidak lebih dari  Tidak bertempat kedudukan di
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, Indonesia
atau  Menjalankan usaha atau melakukan
 Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indoensia
kegiatan melalui BUT di Indoensia  dapat menerima atau memperoleh
 dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di di Indonesia.
Indonesia. (Pasal 2 ayat (4) UU PPh)
(Pasal 2 ayat (4) UU PPh)

2
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
Objek Pajak

PPh pasal 26 ayat (1) UU PPh

yaitu penghasilan tertentu (positive/closed


list) dan menerapkan konsep substance
over form,

3
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
Objek Pajak

PPh pasal 26 ayat (1) UU PPh

 dividen;
 bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
 royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
 imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
 hadiah dan penghargaan;
 pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
 premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
 keuntungan karena pembebasan utang. 4
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
Objek Pajak

PPh pasal 26 ayat (2) UU PPh

 Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia,


kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau
diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia, dan
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri

5
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
WAJIB PAJAK LUAR NEGERI MENJALANKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN DI INDONESIA
(MEMENUHI KETENTUAN BENTUK USAHA TETAP)
Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU PPh
menunjukkan bahwa suatu “bentuk usaha tetap” dapat berasal dari orang
pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak luar negeri. Definisi
“bentuk usaha tetap” diatur pada

Ketentuan Pasal 2 ayat (5)


bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,
dapat berupa :
6
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
1. tempat kedudukan manajemen;
2. cabang perusahaan;
3. kantor perwakilan;
4. gedung kantor;
5. pabrik;
6. bengkel;
7. gudang;
8. ruang untuk promosi dan penjualan;
9. pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;
7
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri

12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;


13. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
15. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

8
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
Tipe Bentuk Usaha Tetap
1. Perusahaan asuransi.
2. BUT untuk Fasilitas Fisik
3. BUT Aktivitas
4. BUT keagenan disebut "agency-type" BUT
5. BUT Fasilitas
6. Lokasi Usaha dan kegiatan di Indonesia

9
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
WAJIB PAJAK LUAR NEGERI MENJALANKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN DI INDONESIA (Belum Memenuhi
Ketentuan Bentuk Usaha Tetap)

Pasal 2 Ayat 5 dan Pasal 26 UU PPh


Pemajakan penghasilan dari usaha vang dijalankan atau
kegiatan yang dilakukan WPLN di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi pemajakan atas penghasilan dari
(1) usaha atau kegiatan pada umumnya, (2) pemberian
jasa, dan (3) perusahaan asuransi.

10
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
WAJIB PAJAK LUAR NEGERI MENJALANKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN DI INDONESIA (Belum Memenuhi
Ketentuan Bentuk Usaha Tetap)

Pasal 2 Ayat 5 UU PPh


Aktivitas pemberian jasa dapat menjadi BUT apabila berlangsung
selama lebih dari 60 (enam puluh) hari (per basis neto)
Pasal 26 Ayat 1 (d) UU PPh
menegaskan pemajakan atas penghasilan dari pemberian jasa
dalam jangka waktu yang belum memenuhi ketentuan BUT
tersebut.
Sebagaimana pemajakan atas penghasilan WPLN pada umumnya,
penghasilan dari pemberian jasa dimaksud dikenakan potongan
pajak per basis bruto
11
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
PENGOPERASIAN ANAK PERUSAHAAN

 Anak perusahaan WPLN pada umumnya berstatus sebagai WPDN.


 Oleh karena itu berbeda dengan BUT yang dikenakan pajak per basis
teritorial, anak perusahaan WPLN dikenakan pajak per basis global.
 Semua penghasilan yang diperoleh dari luar Indonesia baik berupa
penghasilan usaha atau kegiatan melalui suatu BUT di luar Indonesia atau
penghasilan pasif maupun kategori lainnya, dalam rangka mengaplikasikan
kebijakan netralitas ekspor kapital penghasilan luar negeri tersebut akan
dikenakan pajak (lagi) oleh Indonesia.
 Konsekuensi dari pemajakan dimaksud, sebagai negara domisili pemegang
hak pemajakan sekunder (secondary taxing rights) berdasar ketentuan
Pasal 24 UU PPh akan diberikan kredit pajak atas pajak yang dibayar
(terutang) di negara sumber.

12
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK (PTKP)

Dilakukan secara :
1. Pembebasan Subjektif
2. Pembebasan Objektif

13
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
ASPEK P3B

 Undang-undang Pajak Penghasilan menganut prinsip “world-wide income”


 Masalahnya apakah ketentuan yang diatur dalam Undang-undang PPh
tersebut tetap dapat diberlakukan sepenuhnya apabila penghasilan yang
bersumber dan Indonesia diterima oleh wajib pajak yang berdomisili di
negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia.
 Prinsip-prinsip dalam penerapan suatu P3B dituangkan dalam OECD
Model beserta Commentary-nya, yang merupakan cikal bakal P3B yang
dipakai baik oleh negara-negara anggotanya maupun negara-negara
yang bukan menjadi anggota OECD
 United Nations Model (UN Model) merupakan modifikasi dan OECD Model
dalam rangka mengakomodasi kepentingan negara-negara berkembang,
namun demikian, prinsip kedua model adalah sama.
14
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
ASPEK P3B

Di paragraf 19 dan bagian Introduction 1 P3B disebutkan :

“For the purpose of eliminating double taxation, the Con-vention establishes


two categories of rules. First, Articles 6 tc 21 determine, with regard to
different classes of income, the respective rights to tax of the State of source or
situs and of the State or residence, and Article 22 does the same with regard tc
capital. In the case of a number of items of income and capital, an exclusive
right to tax is conferred on one of the Contractin, States. The other Contracting
State is thereby prevented fron’ taxing those items and double taxation is
avoided. As a rule, this exclusive right to tax is conferred on the State of
residence. In the case of other items of income and capital, the right to ta is
not an exclusive one. Asregards two classes of income (dividends and interest).
2, although both States are given the righ to tax, the amount of tax that ma-v
be imposed in the State o source is limited. Second. insofar as these provisions
confer oi the State of source or situs a full or limited right to tax, the State of
residence must allow relief so as to avoid double taxation.’ 15
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
ASPEK P3B

Di paragraf 19 dan bagian Introduction 1 P3B disebutkan :


 Dalam rangka mencegah pengenaan pajak berganda, hak
pemajakan atas beberapa jenis penghasilan atau kekayaan
diberikan kepada salah satu negara, sedangkan jenis penghasilan
yang lain hak pemajakannya dibagi antara negara domisili dan
negara sumber.
 Apabila hak pemajakan atas suatu jenis penghasilan diberikan
kepada kedua negara maka negara domisili harus memberi hak
kepada wajib pajak untuk mengkreditkan pajak yang dibayar di
negara sumber.

16
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
ASPEK P3B
 Dalam OECD Commentary disebutkan bahwa berdasarkan pembagian hak pemajakan
tersebut maka dari sudut pandang pengenaan pajak di negara sumber penghasilan atau
kekayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Penghasilan atau kekayaan yang dikenakan pajak di negara sumber tanpa
pembatasan;
2. Penghasilan yang dapat dikenakan pajak secara terbatas di negara sumber; dan
3. Penghasilan atau kekayaan yang tidak dapat dikenakan pajak di negara sumber.
 Menurut Vogel, suatu P3B tidak menambah hak pemajakan yang tidak ada di dalam
undang-undang domestik suatu negara. Sebaliknya, P3B membatasi hak pemajakan
salah satu negara, sebagai negara sumber.
 Dalam penerapan suatu P3B oleh Indonesia, akan selalu terjadi interaksi antara
ketentuan dalam undang-undang PPh yang menyangkut wajib pajak luar negeri dengan
ketentuan berdasarkan P3B.

17
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri
PROSEDUR PEMUNGUTAN

 WPLN yang dikenakan pajak berdasarkan pertalian objektif WPLN yang


ditentukan berdasarkan hubungan teritorial negara pemungut pajak
(Indonesia) dengan objek (penghasilan) yang akan dikenakan pajak.
 Unsur utama penentu hubungan tersebut termasuk (1) tempat aktivitas
ekonomi dilaksanakan, dan (2) lokasi sumber penghasilan.
 Karakteristik dari pemajakan WPLN, yang dikenakan pajak berdasarkan
pertalian objektif, adalah keberadaan Wajib Pajak (secara fisik) di luar
jangkauan yurisdiksi (negara) tersebut, UU PPh memperkenalkan dua sistem
pemungutan pajak, yaitu dengan :
1. penetapan sendiri (self assessment), dan
2. pemotongan pada sumbernya (withholding system).
 
18

Anda mungkin juga menyukai