Anda di halaman 1dari 21

HUKUM ORANG [PERSONENRECHT]

23/03/2016
Subyek hukum:
Pengertian
•1. pendukung hak dan kewajiban ( syahrani)
•2. pembawa hak dan kewajiban
•3. segala sesuatu yang dapat memperoleh hak
dan kewajiban dari hukum (sudikno
mertokusumo)
Wujud subyek hukum
• Orang dan badan hukum—kewenangan
menyandang hak dan kewajiban—
kewenangan menyandang hukum
• Hal-hal yang membatasi kewenangan hukum:
• Keadaan, tempat tinggal, umur, status,
perbuatan seseorang, kewarganegaraan
1. Manusia sebagai Subyek Hukum
A.Manusia
Manusia adalah pengertian biologis → gejala
dalam alam, gejala biologikal yaitu makhluk hidup
yang mempunyai pancaindra dan mempunyai
budaya.

Sedangkan Orang adalah pengertian yuridis →


gejala dalam hidup bermasyarakat . Dalam hukum
yang menjadi pusat perhatian adalah Orang atau
Persoon.
Di Indonesia menurut hukum yang berlaku, setiap
manusia diakui sebagai manusia pribadi artinya
manusia diakui sebagai Orang atau persoon.
Karena itu setiap manusia diakui sebagai Subyek
Hukum [Recht Persoonelijkheid] yaitu sebagai
pendukung hak dan kewajiban.

Hak dan kewajiban perdata tidak tergantung pada


agama, golongan, kelamin, umur, warga negara
ataupun orang asing. Ataupun tidak tergantung
pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi
atau rendah dalam masyarakat, penguasa
[pejabat] ataupun rakyat biasa semuanya sama.
Kewenangan berhak (rechtsbevoegd)
• Atau kewenangan hukum—kewenangan untuk
menyandang hak dan kewajiban.
• Setiap subyek hukum—umumnya mempunyai hak
dan kewajiban, wenang untuk berhak. Tetapi tidak
setiap orang wenang berhak, karena dalam hukum
sanksi hanya berlaku dan diterapkan pada kewajiban
bukan pada hak.
• Kewenangan berbuat—pada hakekatnya adalah
melaksanakan kewajiban, orang yang melalaikan
kewajiban dikenakan sanksi, orang yang melalalaikan
hak, tidak ada sanksi.
MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM

MANUSIA/ORANG/PERSOON

(DIAKUI)
SEBAGAI SUBYEK HUKUM

(YAITU)
PENDUKUNG HAK DAN KEWAJIBAN

(DIMULAI)
SEJAK LAHIR

(DIAKHIRI)
APABILA MATI
Pengecualian mulainya sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam
BW disebut pada pasal 2 menentukan sebagai berikut :
(1)“anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak
menghendakinya “.
(2) “mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia tak pernah ada “.

Ketentuan yang termuat dalam pasal 2 BW ini sangat penting,


misalnya dalam hal warisan, dan ketentuan ini sering disebut
“rechtfictie”.

Dengan adanya pasal 2 BW, maka seorang anak yang masih dalam
kandungan ibunya sudah dianggap seolah-olah sudah dilahirkan,
manakala anggapan ini menjadi keuntungan si anak. Tapi kalau
anak dalam kandungan itu kemudian dilahirkan mati, maka ia
dianggap sebagai tak pernah telah ada. Artinya kalau anak (bayi) itu
lahir hidup meskipun hanya sedetik dan ini sudah cukup untuk si
bayi memperoleh hak-hak dan kewajiban sebagai subyek hukum.
Dalam Hukum Perdata dikatakan bahwa berakhirnya seseorang sebagai
pendukung hak dan kewajiban adalah apabila ia meninggal dunia. Artinya
selama seseorang masih hidup selama itu pula ia mempunyai kewenangan
berhak. Dalam pasal 3 BW dinyatakan : “Tiada suatu hukumanpun
mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak perdata”.

Tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi kewenangan berhak


seseorang yang sifatnya membatasi kewenangan berhak tersebut antara
lain :
1. Kewarganegaraan ; misalnya dalam pasal 21 ayat (1) UUPA disebutkan
bahwa warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik.
2. Tempat tinggal ; misalnya dalam pasal 3 PP No. 24/1960 dan pasal 1 PP
No. 41/1964 (tambahan pasal 3a s/d 3e) jo pasal 10 ayat (2) UUPA
disebutkan larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang yang
bertempat tinggal diluar kecamatan tempat letak tanahnya.
3. Kedudukan atau jabatan ; misalnya hakim dan pejabat hukum lainnya
tidak boleh memperoleh barang-barang yang masih dalam perkara.
4. Tingkah laku atau perbuatan ; misalnya dalam pasal 49 dan 53 UU
No.1/1974 disebutkan bahwa kekuasaan orang tua dan wali dapat dicabut
dengan keputusan pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan
kewajibannya sebagai orang tua/wali atau berkelakuan buruk sekali.
B. Ketidak Cakapan
Setiap orang adalah sebagai subyek hukum
(rechtspersoonlijkheid) atau sebagai pendukung hak dan kewajiban,
namun tidak semua orang cakap untuk melakukan perbuatan
hukum (rechtsbekwaamheid). Orang-orang yang menurut undang-
undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum
adalah :
1. Orang yang belum dewasa (minderjarige) yaitu mereka yang belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan (pasal 1330 BW jo pasal 47 UU No.1/1974).
2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan yaitu orang
dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan
pemboros (pasal 1330 BW jo pasal 433 BW).
3. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang
dinyatakan pailit (pasal 1330 BW jo UU Kepailitan).
Orang yang cakap melakukan perbuatan hukum adalah :
orang yang dewasa dan sehat akal fikirannya serta tidak
dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan hukum tertentu.

Orang-orang yang belum dewasa dan orang-orang yang


ditaruh di bawah pengampuan (curatele) dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya,
walinya atau pengampunya (curator).

Sedangkan penyelesaian utang-piutang orang-orang yang


dinyatakan pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan
(weeskamer).
C. Pendewasaan
Merupakan suatu cara untuk meniadakan
keadaan belum dewasa terhadap orang-orang
yang belum mencapai umur 21 tahun.
Maksudnya adalah memberikan kedudukan
hukum (penuh atau terbatas) sebagai orang
dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa.
Pendewasaan penuh hanya diberikan kepada
orang-orang yang telah mencapai umur 18 tahun,
yang diberikan dengan Keputusan Pengadilan
Negeri.
Pendewasaan/ handlichting
• Suatu pernyataan tentang seorang yang belum
mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk
beberapa hal saja dipersamakan dengan seorang
yang sudah dewasa
• Diajukan oleh seorang anak yang sudah mencapai
umur 20 tahun kepada presiden, melampirkan surat
kelahiran atau alat bukti lain.
• Keputusan presiden setelah mendapat persetujuan
MA
• Bila permohonan dikabulkan—kedudukan sama
dengan orang dewasa.—pasal 35 dan 37 masih harus
ijin orang tua dalam hal perkawinan.
Pengampuan (curatele)
• Keadaan dimana seseorang (curandus) karena sifat-
sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di
dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri
dalam lalu lintas hukum.
• Atas dasar keputusan hakim—dimasukan ke dalam
golongan orang yang tidak cakap bertindak sendiri
(harus melalui curandus)
• Sifat pribadi: dalam keadaan dungu, sakit gila,
pemboros (pasl 433 KUHPerdata)
• Pengampuan terjadi dengan keputusan hakim
—berdasarkan permohonan.
• Yang mengajukan permohonan:
• 1. keluarga sedarah
• 2. suami terhadap istrinya atau sebaliknya
(pasal 434 ayat 3)
• 3. diri sendiri (pasal 434 ayat 4)
• 4. kejaksaan (pasal 435)
Akibat hukum pengampuan
• Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curandus)
kedudukannya sama dengan anak di bawah umur
(pasal 452 ayat 1)—perbuatan hukumnya harus
diwakili curatornya (pasal 499)
• Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan
curandus dapat dibatalkan melalui curatornya
• Pengampuan berlangsung terus sampai keputusan
hakim mencabutnya atau jika sebab-sebab yang
mengakibatkan ditaruh di bawah pengampuan telah
hilang. (pasal 460)
Perwalian(voogdij)
• Pengawasan terhadap seorang anak yang belum
dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang
tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak
tersebut diatur oleh UU.
• Di bawah perwalian jika: anak sah yang kedua orang
tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang
tua, orang tuanya telah bercerai, anak yang lahir di
luar perkawinan.
Macam-macam perwalian
• Wettelijke voogdij—jika salah satu orang tua
meninggal, menurut UU orang tua lainnya dengan
sendirinya menjadi wali.
• Datieve voogdij—wali yang diangkat hakim atas
permintaan salah satu pihak.
• Testamentaire voogdij—perwalian yang ditunjuk
berdasarkan surat wasiat.
• Yang tidak dapat diangkat menjadi wali: orang yang
belum dewasa, ditaruh dibawah pengampuan, telah
dicabut kekuasaannya.
• Seorang wali diwajibkan mengurus harta kekayaan anak yang
ada di bawah pengawasannya
• Bertanggung jawab ttg kerugian-kerugian yang ditimbulkan
karena pengurusannya yg buruk
• Melarang seorang wali meminjam uang untuk si anak
• Tdak diperkenankan menjual, menggadaikan, harta benda,
tanpa ijin dari hakim.
• Tugas wali berakhir—harus mempertanggungjawabkan jika si
anak telah dewasa atau meninggal.
Orang yang hilang
• Seseorang meninggalkana tempat tinggal tanpa memberikan
kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingan, atas
permintaan yg berkeptntingan, jakasa atau hakim, diurus oleh
BHP( weeskamer)
• Jika 5 tahun lewat terhitung sejak hari keberangkatan—tidak
ada kabar yang menunjukan ia masih hidup—maka orang
yang berkepentingan minta pada hakim—membuat
pernyataan bahwa—orang tsb dianggap telah meninggal—
dengan sebelumnya membuat surat panggilan—paling sedikit
3 kali.—memanggil saksi-saksi.
• Jika dalam meninggalkan tsb. Seseorang meninggalkan suatu
penguasaan untuk mengurus kepentingannya, maka harus
ditunggu selama sepuluh tahun sejak diterimanya kabar
terakhir.
• Setelah dikelurkan pernyataan oleh hakim—maka para ahli
waris berhak mengoper kekuasaan atas segala harta
kekayaan—asal tidak menjual benda-benda itu.
• Setelah lewat 30 tahun—terhitung mulai hari dan tanggal
surat pernyataan dari hakim—bila orang yang dianggap
meninggal masih hidup—sudah mencapai umu 100 tahun—
ahli waris dapat mengadakan suatu pembagian warisan yang
tetap—jika suatu atau istri sudah lewat 10 tahun sejak
keberangkatannya maka minta pada hakim untuk diberikan
izin kawin lagi.

Anda mungkin juga menyukai