Anda di halaman 1dari 13

DAN

CAMPUR
KODE
(Sosiolinguistik)
MUHAMMAD AZIZ HABIBI
INTAN ZAHIRAH M.
SINTIA RAMAYANTI
APA SIH KODE ITU?
Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki
kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti
bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi
bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo,
Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek
(bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam
laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian
kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak).
Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan
dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode
yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register.
APA ITU ALIH KODE?
a) Alih kode adalah peristiwa pergantian bahasa atau berubahnya
ragam satu ke ragam lainnya (Chaer dan Agustina, 2010:107).
b) Appel (1976:79) alih kode adalah gejala peralihan pemakaian
bahasa karena berubahnya situasi.
c) Alih kode (code swatching) adalah peristiwa peralihan dari satu
kode ke kode lainnya. Misalnya penutur menggunakan bahasa
Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa. Alih kode
merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa
(languagedependency) dalam masyarakat multilingual.
JENIS ALIH KODE
Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya
menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih
cenderung mengdukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi
sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih kode sebagai
gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi. Suwito (1985)
membagi alih kode menjadi dua, yaitu:
1. Alih Kode Ekstern
bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris
atau sebaliknya.
2. Alih Kode Intern
bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa Jawa ngoko merubah
ke krama.
APA FAKTOR PENYEBABNYA?
Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode adalah:
1. Penutur, seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap
mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi
menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
2. Mitra Tutur, mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan
penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra
tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa
alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur Ketiga, untuk menetralisasi situasi dan menghormati
kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih
kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
4. Pokok Pembicaraan, Pokok Pembicaraan atau topik merupakan
faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode.
Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan
dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok
pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan
bahasa takbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5. Untuk membangkitkan rasa humor, biasanya dilakukan dengan
alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
6. Untuk sekadar bergengsi, walaupun faktor situasi, lawan
bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan
adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya
pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
APA ITU CAMPUR KODE?
a) Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu
tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya
berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar
belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya
ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal.
Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan
dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada
keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya
mendukung satu fungsi.
b) Nababan (1991:32) mengatakan campur kode yaitu suatu
keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua
(atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang
menuntut percampuran bahasa itu. Maksudnya adalah
keadaan yang tidak memaksa atau menuntut seseorang untuk
mencampur suatu bahasa ke dalam bahasa lain saat peristiwa
tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat dikatakan secara
tidak sadar melakukan percampuran serpihan-serpihan bahasa
ke dalam bahasa asli. Campur kode serupa dengan interfensi
dari bahasa satu ke bahasa lain.
APA FAKTOR PENYEBABNYA?
1. Jendra (1991) menyatakan bahwa campur kode tidak dituntut oleh situasi dan
konteks pembicaraan tetapi lebih ditentukan oleh pokok pembicaraan pada saat
itu. Campur kode disebabkan oleh kesantaian dan kebiasaan pemakai bahasa dan
pada umumnya terjadi dalam situasi informal.
2. Campur kode tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan
karena campur kode digunakan biasanya tidak disadari oleh pembicara atau dengan
kata lain reflek pembicara atas pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya.
3. Campur kode digunakan apabila seseorang yang sedang dalam kegiatan
berkomunikasi tidak mendapatkan padanan kata yang cocok yang dapat
menjelaskan maksud dan tujuan yang sebenarnya, maka ia akan mencari padanan
kata yang cocok dengan jalan mengambil istilah dari berbagai bahasa yang ia
kuasai.
PERBEDAAN ALIH KODE &
CAMPUR KODE
1. Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi
otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu.
Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan
memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam
peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja tanpa fungsi dan
keotonomian sebagai sebuah kode. (Chaer dan Agustina, 2010:114).
2. Thelander (1976; 103) berpendapat bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari
satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.
Sedangkan apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang
digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau fase itu
tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.
(Chaer dan Agustina, 2010:115).
3. Fasold (1984) mengemukakan bahwa jika seseorang menggunakan satu kata atau frase dari
satu Bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki
struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika
Bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. (Chaer dan Agustina, 2010:115).
CONTOH CAMPUR KODE
Tindak bahasa dalam bahasa jawa antara pedagang dan pembeli/calon pembeli,
di pasar Labuhan Badas:
Pembeli : Nangka iki piten bu???
Pedagang : limangewu aja bu…
Pembeli : Bisa kurang bu???
Pedagang : nggak bisa bu…
Pembeli : Nek telongewu piye??? Aku beli telu…
Pedagang : nggak bisa bu, limangewu wae…
Percakapan di atas adalah contoh tindak bahasa campur kode atara pedagang dan
calon pembeli yang sama-sama berasal dari Jawa, dan merupakan pendatang di
Sumbawa, percakapan tersebut berisi kegiatan tawar menawar harga sayur nangka.
Harga yang di patokan untuk sebuah buah nangka seharga 5.000, namun karena merasa
kemahalan ahkirnya calon pembeli tidak jadi membeli nangkan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://anaksastra.blogspot.co.id/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html
Diakses pada tanggal 28 Februari 2017, pukul 19.00.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hudson, R.A. 1980. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Pengantar Soisiolinguistik. Bandung : Angkasa
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Sumarsono dan Paina Pariana, 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai