PERKEMBANGAN INTELEKTUAL • Sejalan dengan perkembangan fisik yang cepat, berkembang pula kemampuan intelektual berpikirnya.
• Kalau pada usia SD, kemampuan berpikir anak masih
berkenaan dengan hal-hal konkret, pada masa SMP mulai berkembang kemampuan berpikir abstrak
• Remaja telah mampu berpikir jauh melewati
kehidupannya baik dalam dimensi ruang maupun waktu
• Berpikir abstrak adalah berpikir tentang ide-ide, yang
oleh Jean Piaget, seorang ahli psikologi dari Swiss disebutnya sebagai berpikir abstrak Berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada remaja ditandai dengan 3 hal penting: 1. anak mulai mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan- kemungkinan 2. anak telah mampu berpikir ilmiah 3. remaja telah mampu memadukan ide-ide secara logis.
Kemampuan berpikir formal mengarahkan remaja kepada
pemecahan masalah-masalah berpikir sistematik. Dalam kehidupan sehari-hari, para remaja demikian juga orang dewasa, jarang menggunakan kemampuan berpikir formal. Mereka lebih banyak berbuat berdasarkan kebiasaan, perbuatan atau pemecahan rutin
Oleh karena itu, guru perlu mulai mendorong kemampuan berpikir
para siswa pada usia ini, tentang kemungkinan ke depan.
Mengarahkan para siswa kepada pemikiran tentang yang tentunya
pemikiran tersebut, disesuaikan dengan pertambahan usia. Pada usia SD, anak sudah memiliki kemampuan mengingat dan memproses informasi tersebut. Dengan telah dikuasainya kemampuan berpikir formal, maka keterampilan memproses informasi ini berkembang lebih jauh. Keterampilan memproses informasi ini pada remaja lebih cepat dan kuat dan sangat memegang peranan penting dalam penyelesaian tugas-tugas pembelajaran maupun pekerjaan. Sesuai dengan pelajaran dan tugas-tugas yang mereka hadapi, para remaja, para remaja mempunyai keunggulan keterampilan, umpamanya mereka sudah mengerti dan dapat mengejakan tes obyektif tanpa penejelasan lagi dari guru, telah mampu mencari hal-hal penting pada waktu membaca buku, dan mempunyai minat tehadap hal-hal khusus umpamanya mapel atau bidang tertentu C. PERKEMBANGAN EMOSIONAL Kebanyakan remaja merasa dekat dengan orang tuanya, karena memiliki nilai-nilai yang sama dalam banyak hal dan masih memerlukan orang tua untuk melakukan hal-hal tertentu Sebagian remaja memiliki ketegangan antara dua hal yaitu keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua dan adanya ketergantungan kepada orang tua. Mereka harus dapat melepaskan sebutan “anak mama” Orang tua pun ada kalanya berada dalam persimpangan antara melapas anak untuk mandiri atau tetap “melindunginya” Kebanyakan remaja merasa dekat dengan orang tuanya, karena memiliki nilai-nilai yang sama dalam banyak hal dan masih memerlukan orang tua untuk melakukan hal-hal tertentu Sebagian remaja memiliki ketegangan antara dua hal yaitu keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua dan adanya ketergantungan kepada orang tua. Mereka harus dapat melepaskan sebutan “anak mama” Orang tua pun ada kalanya berada dalam persimpangan antara melapas anak untuk mandiri atau tetap “melindunginya” Konflik remaja lebih sering tejadi dengan ibunya daripada dengan ayahnya. Hal ini sebagian disebabkan karena ibu lebih dekat hubungannya dengan anak dan merasa sulit untuk melepas anak. Penyebab lain adalah karena ayah kadang-kadang cenderung untuk melepas hubungan dengan anak-anak remajanya. Walaupun demikian, perkembangan emosional yang menyertai masa transisi ini tidak sampai merusak nilai-nilai sosial yang dianut orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik anak dan orang tua hanya terjadi pada 15 sampai 25% dari seluruh keluarga, terurama terjadi pada keluarga yang telah bermasalah sebelum anak-anak mencapai masa remaja. Ketidaksepahaman remaja dan orang tua sering kali terjadi karena pada masa awal remaja, berkurang pada pertambahan usia, dan dapat hilang pada usia 18 tahun. Konflik yang terjadi pada masa swal remaja terjadi karena masa pubertasnya dan bukan bersandar pada usia kronologis. Pada umumnya, ketidaksepahaman anak dan orang tua berakhir bila di antaranya terjadi kepuasasan hubungan, dan orang tua secara terus menerus berusaha memahami anaknya serta mempelajari nilai-nilai dasar remaja. Namun perlu menjadi perhatian orang tua bila kebebasan emosional diberikan terlau awal kepada remaja, akan menimbulkan petaka bagi remaja. Hubungan orang tua dan remaja yang akan menunjukkan dan memberikan hubungan keseimbangan ialah bila ada kehangatan dan sifat menerima dalam keluarga, konsisten daam aturan dan norma-norma serta nilai yang dianut, saling mau mendengarkan, adanya keterbukaan, dan mau bernegoisasi. Hal itu akan memungkinkan berkembangnya emosi secara wajar. Peran orang tua sangat besar dalam perolehan prestasi belajar di sekolahnya. Hal ini berlaku juga bagi remaja. Semakin kuat eprhatian orang tua terhadap kehidupan remaja, akan semakin tinggi prestasi yang diraihnya di sekolah (Dianne Pappalia, 1992).