Anda di halaman 1dari 52

PRESENTASI KASUS

HERPES GENITALIA PADA KEHAMILAN


PENDAHULUAN

Herpes genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks (Herpes Simplex Virus
atau HSV) tipe 1 (HSV-1) atau oleh tipe 2 (HSV-2). Rute primer penularan
infeksi HSV2 ialah melalui kontak seksual (genital-genital) dengan partner
seksual yang terinfeksi (Kimberlin dkk, 2004)

Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan prevalensi


yang tinggi di berbagai negara dan penyebab terbanyak penyakit ulkus
genitalis. Insiden herpes genitalis tidak dapat dilaporakan secara pasti tetapi
diestimasikan ada 500.000 kasus baru terjadi tiap tahun. Umur terbanyak
adalah 25–34 tahun, lebih banyak pada penderita yang sudah menikah
(Wilson dkk, 2001)
ANAMNESIS
Nama Lengkap : Ny. N
No. RM : 67-29-85
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Mangunan, Dlingo Bantul DIY

Pendidikan Terakhir : SMP


Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2020

IDENTITAS Ruang : Poliklinik Kulit dan Kelamin

PASIEN  

 
ANAMNESIS
 Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien hamil usia kandungan 26 minggu datang


dengan keluhan terdapat keputihan serta rasa
gatal pada daerah alat kelamin. Keluhan Utama :
 Awal mula muncul keluhan keputihan selama  Keputihan
kehamilan adalah sejak usia kehamilan 4 bulan  Gatal pada daerah alat
atau 16 minggu. kelamin
 Namun keluhan keputihan berwarna kekuningan
dan gatal baru dirasakan sejak 3 SMRS.
 Konsistensi dari cairan tersebut encer dan tidak
terlalu kental.
 Saat cairan keluar dirasakan ada keluhan nyeri
dan gatal di daerah kelamin. Selain itu pasien
merasakan demam semenjak keputihan dan
gatal muncul.
 Terdapat riwayat pengobatan selama keluhan
tersebut muncul yaitu menggunakan obat
paracetamol dan amoxicillin
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

01  Riwayat keluhan serupa disangkal.


 Terdapat riwayat alergi terhadap hawa dingin.
 Terdapat riwayat asma tanpa pengobatan rutin, selama
masa kehamilan telah kambuh sebanyak 2 kali.
 Terdapat riwayat rhinitis alergi.
ANAMNESIS  
Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan penyakit sekarang

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

02
 Riwayat Keluhan serupa disangkal termasuk suami
pasien.
 Riwayat Alergi disangkal.
 Riwayat Asma disangkal.
 
Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit sekarang
RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, LINGKUNGAN

 Pasien merupakan ibu rumah tangga yang melakukan aktivitas sehari-hari


di rumah. Pasien sedang hamil anak pertama dengan usia kehamilan 26
minggu.
 Pasien tinggal di rumah sendiri bersama dengan suami.
 Pasien rutin membersihkan area alat kelamin dengan menggunakan sabun
dan juga rutin mengganti celana dalam.
 Pasien hanya berhubungan badan dengan suami pasien
 Saat berhubungan badan dengan suami pasien tidak pernah
menggunakan kondom atau alat pelindung dan terakhir berhubungan
badan adalah 2 minggu SMRS

Kesan : Terdapat hubungan riwayat penyakit sosial dengan penyakit sekarang


ANAMNESIS SISTEM

 Sistem SSP : Demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-)


 Sistem kardiovaskuler & respirasi : Tidak ada keluhan
 Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
 Sistem urogenital : BAK (+) , nyeri saat BAK (+), saat BAK terasa
panas (+)
 Sistem integumentum : Tidak ada keluhan
 Sistem muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
 Sistem Genitalia : Keluar cairan berwana kekuningan (+), gatal (+),
Kesan : Terdapat kelainan
nyeri (+) pada sistem urogenital dan
genitalia
PEMERIKSAAN
FISIK
DATA OBJEKTIF

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda Vital
TD : 106/76 mmHg TB : 160 cm
Suhu : 36,5 oC BB : 68 kg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit

Status Generalisata : Tampak Baik & Tidak ada Kelainan

Kesimpulan : Tidak terdapat abnormalitas pada hasil Vital sign


STATUS DERMATOLOGIS

 Pada daerah labia mayora terdapat lesi berupa vesikel


dengan isi cairan seropurulen, dengan dasar eritema (+),
edema (+), berbatas tegas, ukuran lentikuler, jumlah
multipel, dan distribusi berkelompok terbatas pada area
labia mayora.

Kesimpulan : Terdapat abnormalitas pada hasil status dermatologis


PEMERIKSAAN
PENUNJANG
01 TIDAK DILAKUKAN

02 SARAN PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan Giemsa
 Pemeriksaan PCR

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
01 Diagnosa Kerja : 02 Terapi Medikamentosa :

Herpes Genitalis
R/ Acyclovir 400 mg tab No. XXI

Diagnosa Banding : ʃ 3 dd 1 tab habiskan

Ulkus Mole
R/ Cetirizine 10 mg tab No.X
Ulkus Durum
ʃ 1 dd 1 tab
Trikomoniasis
Limfogranuloma venereum R/ Paracetamol 500 mg tab No.XV
ʃ 3 dd 1 tab p.r.n

DIAGNOSA &
TERAPI
TATALAKSANA NON-MEDIKAMENTOSA

 Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular


terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang;
 Pasien dijelaskan untuk tidak berhubungan seksual sementara waktu dan
sedapat mungkin menghindari faktor pencetus.
 Pasien dan suami menggunakan kondom sebagai menurunkan risiko
penularan penyakit.
 Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi dan ada
kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi untuk konsul
psikiatri.
 Mengedukasi pasien untuk membujuk pasangan seksualnya untuk
melakukan pemeriksaan juga.
 Melakukan konsultasi ke bagian obstetri dan ginekologi.
TINJAUAN
PUSTAKA
DEFINISI
 lnfeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II
yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer
maupun rekurens
 Herpes simplex virus adalah virus DNA double
stranded, kapsid ikosahedral, ber-envelope, dan
termasuk dalam famili Herpesviridae. Virus ini
masuk melalui membran mukosa dan kulit yang
tidak intak, lalu bermigrasi ke jaringan saraf.
Sesudah terjadi infeksi primer, HSV bertahan di
dalam tubuh penderita dan memasuki fase laten
atau persisten
EPIDEMIOLOGI
 Data World Health Organization (WHO)
diperkirakan usia 15-49 tahun yang hidup dengan
A
infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003
sejumlah 536 juta.
 Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding
pria, dengan perkiraan 315 juta wanita yang
terinfeksi dibandingkan dengan pria yaitu 221
juta orang yang terinfeksi. Jumlah yang terinfeksi
 Infeksi Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah meningkat sebanding dengan usia dimana usia
satu virus penyebab infeksi menular seksual yang terbanyak yaitu 25-39 tahun.
meluas di seluruh dunia.
 VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang
merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan2 berdasarkan
karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker,
dan lokasi klinis (tempat predileksi)
 HSV tipe 1, menyebabkan demam dan menimbulkan luka di
orofasial. HSV jenis ini ditularkan melalui kontak di mulut atau
bertukar alat makan seperti sendok – garpu. Virus tipe 1 ini juga
bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.
 HSV tipe 2 dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga
suka disebut genital herpes, di seputar penis atau vagina. HSV 2
ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan
secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya
ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali
muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat
menimbulkan infeksi di bagian tubuh lainnya seperti di mata dan
otak.

ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
 Infeksi herpes mempunyai lesi yang bersifat khas berupa vesikel pada
kulit.
 Sel-sel epitel memperlihatkan degenerasi balon (ballooning
degeneration) yang menyebabkan terbentuknya vesikel.
 Badan inklusi intranukleus asidofilik dapat ditemukan dalam sel-sel
raksasa dan sel-sel epitel yang terdapat dipinggir vesikel.
 Lesi-lesi tersebut merupakan salah satu bukti adanya reaksi inflamasi.
 Virus herpes simplek biasanya masuk ke dalam badan melalui bibir,
mulut, kulit, kanrtung konjungtiva adatu genetalia.
 Multiplikasi awal virus terjadi pada tempat masuknya, kemudian
masuk ke kelenjar limfe regional dan mengadakan invasi ke dalam
darah yang selanjutnya menempatkan diri dan mengadakan reproduksi
di dalam kulit, membran mukosa atau visera
 Virus herpes simplex diduga berada dalam keadaan laten di dalam
kulit, membran mukosa atau kemungkinan besar juga dalam kelenjar
limfe yang dapat dibangunkan menjadi aktif dengan berbagai cara,
misalnya secara hormonal. Traumatik dan banyak faktor lainnya.

PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI

Transmisi HSV kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya terjadi ketika virus mengalami
multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding).

Pada infeksi primer dimana dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral
shedding cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala prodormal
(demam, lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi)

Viral shedding pada episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini
telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya
berupa demam maupun gejala sistemik singkat.

Pada tahap infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer, viral shedding
berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul gejala prodormal dan pada tahap awal
serangan. Viral shedding pada tahap asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam
dan sekitar 1-2 % wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama proses
persalinan.
Banyak orang yang sudah terinfeksi herpes mengalami suatu periode
dorman, yakni kondisi di mana virus terdapat dalam sistem tubuh
penderita, namun tidak ada gejala. Pada periode ini, orang yang terinfeksi
nampak sehat tanpa luka. Namun beberapa keadaan di bawah dapat
menyebabkan terjadinya outbreak (Kriebs, 2008) :
 Kondisi sakit umum (sedang-berat)
 Kelelahan Stres fisik dan emosional
 Penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi) akibat AIDS, kemoterapi,
atau steroid
 Trauma di area luka (akibat aktifitas seksual)

FAKTOR RESIKO
MANIFESTASI KLINIS
INFEKSI PRIMER
 lnfeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-
kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya
demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
 Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sebab dan eritematosa,
berisi cairan jemih dan kemudian menjadi seropurulen,
dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi.

FASE LATEN
 Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala
klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis.
MANIFESTASI KLINIS
INFEKSI REKUREN
 lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya), trauma psikis (gangguan emsional, menstruasi).
 Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 'sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. lnfeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco)
atau tempat lain/tempat di sekitamya (non loco)
INFEKSI PRIMER PADA KEHAMILAN
 Infeksi primer pada wanita yang sedang hamil menimbulkan
tampilan klinis yang lebih berat dibandingkan wanita yang
tidak hamil.
 Lesi gingivostomatitis dan vulvovaginitis herpetika cenderung
lebih menyebar dan risiko terjadinya gejala pada organ visceral
(hepatitis, encephalitis) lebih besar.
 Ketika infeksi primer didapatkan pada akhir kehamilan, maka
tubuh ibu tidak sempat untuk membentuk antibodi untuk
menekan replikasi virus sebelum terjadinya persalinan.

INFEKSI REKUREN PADA KEHAMILAN


 Infeksi HSV dapat mengalami reaktivasi pada traktus
genitalis secara asimptomatis maupun simtomatis.
 Gejala klasik dan lebih sering disebabkan oleh HSV-2
adalah lesi pada daerah kecil di genital berupa vesikel yang

MANIFESTASI berkelompok yang dapat menjadi ulserasi dan berkrusta,


tetapi lesi ini lebih kecil dan sedikit dibandingkan infeksi

KLINIS primer.
 nfeksi rekuren HSV ditandai dengan timbulnya antibodi
terhadap tipe HSV yang sama dan gejala herpes yang
biasanya lebih ringan (7-10 hari) dibandingkan infeksi
primer.
KLASIFIKASI EPISODE
PERTAMA
LESI
PRIMER

EPISODE
PERTAMA
LESI NON
PRIMER

EPISODE
REKUREN
KLASIFIKASI Herpes genitalis episode pertama lesi primer :
 Vesikel/erosi/ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar
eritematosa, disertai rasa nyeri.
 Pasien lebih sering datang dengan lesi berupa ulkus
dangkal multipel atau berkrusta
 Dapat disertai disuria
 Dapat disertai duh tubuh vagina atau uretra
 Dapat disertai keluhan sistemik, demam, sakit kepala,
nyeri otot, nyeri dan pembengkakan kelenjar getah
bening inguinal
 Keluhan neuropati (retensi urin, konstipasi, parestesi)
 Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari
 Lesi dapat berlangsung selama 12-21 hari
KLASIFIKASI
Herpes genitalis episode pertama lesi non primer
 Gambaran lesi sama seperti herpes genitalis episode
pertama primer
 Umumnya lesi lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan
infeksi primer
 Lesi yang tidak diobati dapat berlangsung 10-14 hari
 Jarang disertai duh tubuh genital atau disuria, keluhan
sistemik, dan neuropati
KLASIFIKASI
Herpes genitalis rekuren
 Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
 Bersifat lokal, unilateral
 Kelainan berlangsung lebih singkat dan dapat menghilang
dalam waktu 5 hari
 Dapat didahului oleh keluhan parestesi 1-2 hari sebelum
timbul lesi
 Umumnya mengenai daerah yang sama dapat di penis,
vulva, anus, atau bokong
 Riwayat pernah berulang
ANAMNESIS

PEMERIKSAAN
FISIK

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
Deteksi dan penentuan Deteksi DNA VHS dengan
tipe VHS kultur virus dari polymerase chain reaction
vesikel kulit (PCR)

Tes Tzank untuk


Analisa serologis Ig M dan
mengetahui adanya sel
Ig G anti HSV untuk
raksasa multinuklear
konfirmasi infeksi
(tidak spesifik untuk
asimtomatik
penentuan tipe virus)

Deteksi antigen (dengan


enzyme immunoassay
PEMERIKSAAN atau fluorescent
antibody),

PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG HISTIPATOLOGIS

Menunjukkan degenerasi balon dan degenerasi


retikular epidermis, akantosis, dan vesikel
intraepidermal. Badan inklusi intranuklear, keratinosit
raksasa multinuklear, dan vesikel multilokulardapat
juga dijumpai.

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Trikomoniasis
Terdapat sekret vagina seropurulen sampai mukopurulen
berwarna kekuningan , sampai kuning-kehijauan, berbau
tidak enak, dan berbusa. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk
abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang
tampak sebagai granulasi berwama merah dan dikenal
sebagai strawbeny appearance, disertai gejala
dispareuria, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan
intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat
timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia
ekstema.

Limfogranuloma venereum (L.G.V)


Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat
berupa papul, vesikel, pustul, ulkus, dan
biasanya cepat hilang. Yang khas ialah
limfadenitis regional, disertai tanda-tanda

DIAGNOSA
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat
periadenitis, L.G.V. disertai gejala konstitusi;
demam, malese, dan artralgia.
BANDING
Ulkus Durum atau Sifilis Stadium Primer
Kelainan kulit di labia mayora atau minora dimulai sebagai
papul lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi,
kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat,
solitar, dasamya ialah jaringan granulasi berwama merah
dan bersih, di atasnya hanya tampak serum. Dindingnya
tak bergaung, kulit di sekitamya tidak menunjukkan tanda
inflamasi. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Selain itu
juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan
anus.
Ulkus Mole
Keluhan kadang tidak berhubungan dengan
ulkusnya seperti disuria, dispareunia, duh vagina,
nyeri saat defekasi. Lesi awal papul kecil, eritema
ringan. Bagian sentral papul akan berpustulasi,
mengalami erosi, dan dalam 48 jam akan
membentuk ulkus. Tidak ada gejala sistemik. Ulkus
tidak terdapat indurasi, sangat nyeri. Bagian tepi
bergaung, rapuh, tidak rata, kulit atau mukosa
DIAGNOSA sekeliling ulkus eritematosa. Dasar ulkus dilapisi
oleh eksudat nekrotik kuning keabu-abuan dan
BANDING mudah berdarah jika lapisan tersebut diangkat.
Tidak terdapat stadium vesikel.
Penggunaan antiseptik sebagai
Pemberian analgetika, bahan kompres lesi misalnya
antipiretik dan antipruritus povidon jodium yang bersifat
disesuaikan dengan kebutuhan mengeringkan lesi, mencegah
individual infeksi sekunder dan
mempercepat waktu
penyembuhan PRINSIP
TATALAKSANA

Edukasi Pencegahan
Pasien diberi edukasi tentang
Tidak melakukan hubungan
perjalanan penyakit yang
seksual pada saat timbulnya
mudah menular terutama bila
gejala karena adanya viral
ada lesi, dan infeksi ini dapat
shedding.
berulang

Wanita hamil disarankan


berhati-hati dalam melakukan
hubungan seksual dengan
TATALAKSANA
Pemakaian alat pelindung
seperti kondom
pasangan yang serologisnya
positif selama trimester II
NON- MEDIKAMENTOSA
kehamilan karena dapat
menular kepada janinnya

Bila pasien sudah merasa


terganggu dengan kekerapan
infeksi dan ada kecurigaan Sedapat mungkin hindari faktor
terjadi penurunan kualitas pencetus.
hidup, indikasi untuk konsul
psikiatri.
Herpes genitalis pasien imunokompromais

Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih


lama, pengobatan diberikan hingga gejala klinis menghilang.

Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400


mg/hari selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi TATALAKSANA
baru .
MEDIKAMENTOSA
Bila terdapat bukti terjadinya infeksi sistemik, dianjurkan
terapi asiklovir intravena 3x10 mg/kgBB/hari selama
paling sedikit 10 hari

Untuk pasien dengan infeksi HIV simtomatik atau AIDS,


digunakan asiklovir oral 5x400 mg/hari hingga lesi sembuh,
setelah itu dapat dilanjutkan terapi supresif.
ANTIVIRAL

Herpes genitalis lesi episode


pertama lesi primer Herpes genitalis rekuren lesi
Asiklovir: 5x200 mg/hari
berat TATALAKSANA
selama 7-10 hari atau asiklovir: Asiklovir 5x200 mg/hari,. per
3x400 mg/hari selama 7-10 hari oral selama 5 hari atau Herpes genitalis Rekurensi 6
kali/tahun atau lebih :
MEDIKAMENTOSA
asiklovir: 3x400 mg/hari
Valasiklovir: 2x500-1000 selama 5 hari atau asiklovir Asiklovir 2x400 mg/hari
mg/hari selama 7-10 hari 3x800 mg/hari selama 2 hari Valasiklovir 1x500 mg/hari
Famsiklovir 3x250 mg/hari Valasiklovir 2x500 mg selama 5
selama 7-10 hari Famsiklovir 2x250 mg/hari
hari
Kasus berat perlu rawat inap: Famsiklovir 2x125 mg/hari
asiklovir intravena 5 mg/kgBB selama 5 hari
tiap 8 jam selama 7-10 hari
Jika infeksi primer terjadi pada trimester 1 atau 2 kehamilan,
disarankan untuk melakukan kultur virus dari sekret genital pada
umur kehamilan 32 minggu

Jika infeksi primer didapatkan pada trimester 3 kehamilan,


maka tindakan sectio sesaria harus dilakukan karena TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA
Bagi para wanita hamil dengan episode rekuren herpes genital
yang terjadi beberapa minggu sebelum taksiran persalinan,
PADA KEHAMILAN
dibutuhkan terapi supresif. . Selain itu dilakukan kultur virus
dari sekret servix-vagina pada saat umur 36

Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau rekuren dapat


diterapi dengan acyclovir atau valacyclovir. Walaupun penggunaan
kedua obat ini tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada fetus
TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA
PADA KEHAMILAN
 Virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat
menimbulkan kelainan dan kematian pada janin.
 Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%,
 Kelainan yang dapat terjadi pada bayi berupa ensefalitis,
keratokonjungtivitis, atau hepatitis, disamping itu dapat KOMPLIKASI PADA
juga timbul lesi pada kulit. KEHAMILAN
 Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi
abortus
 Bila pada trimester II akan terjadi prematuritas. Selain itu
dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada derajat penyakit,
.
kepatuhan pengobatan dan pengendalian faktor
risiko. Secara umum diagnosis Herpes Genitalis
adalah sebagai berikut :

Quo ad
Quo ad Quo ad
sanationam
vitam : functionam
: dubia ad
bonam : bonam
bonam
PEMBAHASAN
Pasien merupakan wanita berusia 23 tahun, sudah menikah, dan aktif secara seksual dengan
1 pasangan saja. Telah aktif secara seksual merupakan salah satu kunci dari anamnesa herpes
.
genitalis, dimana penularannya terutama oleh hubungan seksual. Selain itu pasien mengaku
bahwa tidak pernah menggunakan kondom atau alat pelindung lainnya saat berhubungan badan
dengan suaminya.
Pada pasien didapatkan keluhan berupa keluar cairan dari alat kelamin berwarna kekuningan,
berbau, dan terasa gatal pada area tersebut. Selain itu dirasakan adanya nyeri dan panas saat
berkemih. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS disertai dengan adanya gejala
demam yang dirasakan. Hal tersebut sesuai dengan gejala infeksi herpes genitalia episode
pertama. Selain itu, pasien mengaku belum pernah mengalami gejala serupa sebelumnya
sehingga kemungkinan besar merupakan infeksi primer.
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi pada labia mayora berupa vesikel berisi cairan
seropurulen dengan dasar eritema dan edema, berbatas tegas, berbentuk bulat, multipel,
.
berkelompok, berukuran lentikuler dan terbatas pada area labia mayora saja. Hal tersebut sesuai
dengan gambaran klasik padaa herpes genitalis yaitu adanya gambaran vesikel berkelompok yang
seiring berjalannya waktu akan pecah dan menjadi ulkus. Selain itu gambaran tersebut sesuai
dengan gambaran klinis infeksi herpes genitalia episode pertama lesi primer.
Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke partner seksualnya lebih tinggi bila
terdapat lesi genital, namun transmisi dapat juga terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak
terdapat lesi genital dari pasangan seksual pasien. Hal ini menjelaskan mengapa pasien ini
mengalami infeksi meski suami tidak bergejala dan mengapa pasien disarankan agar tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu selama luka-luka di genital tersebut belum sembuh. Bila
memungkinkan dianjurkan pemeriksaan pada suami pasien.
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi pada labia mayora berupa vesikel berisi cairan
seropurulen dengan dasar eritema dan edema, berbatas tegas, berbentuk bulat, multipel,
.
berkelompok, berukuran lentikuler dan terbatas pada area labia mayora saja. Hal tersebut sesuai
dengan gambaran klasik padaa herpes genitalis yaitu adanya gambaran vesikel berkelompok yang
seiring berjalannya waktu akan pecah dan menjadi ulkus. Selain itu gambaran tersebut sesuai
dengan gambaran klinis infeksi herpes genitalia episode pertama lesi primer.
Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke partner seksualnya lebih tinggi bila
terdapat lesi genital, namun transmisi dapat juga terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak
terdapat lesi genital dari pasangan seksual pasien. Hal ini menjelaskan mengapa pasien ini
mengalami infeksi meski suami tidak bergejala dan mengapa pasien disarankan agar tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu selama luka-luka di genital tersebut belum sembuh. Bila
memungkinkan dianjurkan pemeriksaan pada suami pasien.
PEMBAHASAN
Tatalaksansa yang diberikan pada pasien adalah tatalaksana medikamentosa dan non
medikamentosa. Medikamentosa yang utama diberikan adalah gologan antiviral sebagai terapi
.
kausatifnya. Antiviral yang digunakan adalah seperti acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir yang dapat
diberikan untuk terapi herpes genitalis episode pertama, sebagai terapi rekurensi, dan bila dikonsumsi
harian sebagai pencegahan rekurensi (terapi supresif). Penggunaan obat-obatan tersebut tidak
meningkatkan kemungkinan terjadinya abnormalitas pada fetus. Pada pasien ini diberikan terapi
kausatif berupa Acyclovir tablet 3 x 400 mg / hari selama 7 hari.
Topikal acyclovir tidak memberikan manfaat dalam terapi, tidak direkomendasikan, dan pada
pasien ini tidak diberikan. Selain itu pasien juga diberikan pengobatan simptomatis untuk mengurangi
keluhan yang muncul pada pasien. Prognosis hasil pengobatan pada pasien ini adalah baik bila
mengingat waktu datang berobat masih pada saat-saat awal munculnya gejala, tinggal bagaimana
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, merawat higiene luka, dan meningkatkan imunitas
dirinya
KESIMPULAN
Pasien Ny. N usia 23 tahun yang diperiksa pada tanggal 16 Oktober 2020 di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Panembahan Senopati Bantul. . Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang pada kasus ini tidak dilakukan. Hasil
pemeriksaan klinis pada kasus ini didapatkan Pada daerah labia mayora terdapat lesi berupa vesikel
dengan isi cairan seropurulen, dengan dasar eritema (+), edema (+), berbatas tegas, ukuran lentikular,
jumlah multipel, dan distribusi berkelompok terbatas pada area labia mayora. Pasien ditatalaksana
secara medikamentosa dengan pemberian antiviral, analgetik, dan secara non medikamentosa
dengan edukasi terkait aktivitas seksual, pasangan, serta kondisi kehamilannya. Dalam tatalaksana
herpes genitalis diperlukan pemahaman dan strategi yang holistik untuk menegakkan diagnosis,
terapi sesuai tanda dan gejala yang muncul, serta dampak psikologis yang dapat dan sering muncul
pada pasien herpes genitalis.
DAFTAR PUSTAKA
Anzivino E, Fioriti D, Mischitelli M, Bellizzi A, Barucca V, Chiarini F,et al. Herpes simplex virus infection
in pregnancy and in neonate: status of art of epidemiology, diagnosis, therapy and prevention. J
Virology 2009; 6: 40. .

Brown ZA, Wald A, Morrow RA, Selke S, Zeh J, Corey L. Effect of serologic status and cesarean delivery
on transmission rates of herpes simplex virus from mother to infant. JAMA 2003; 2: 203-209.

Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually Transmitted
Diseases. New York: The McGraw-Hill. 2008;.

Kim DI, Chang HS, Hwang KJ. Herpes simplex virus 2 infection rate and necessity of screening during
pregnancy: a clinical and seroepidemiology study. Yonsei Med J 2012; 53(2): 401-407.
Kriebs JM. Understanding herpes simplex virus: transmission, diagnosis, and considerations in
pregnancy management. J Midwifery Womens Health 2008; 53: 202-208.

Murtiastutik D. Herpes simpleks genitalis. Dalam: Barakbah J, Lumintang H, Martodiharjo S, editors.


Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. h. 149-56.
DAFTAR PUSTAKA
PERDOSKI, 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.R MA, E
SS. Herpes simplex. In: Wolff K, In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. . McGraw-Hill. 2008;7:1873–1885.

Straface G, Selmin A, Zanardo V, Santis Marco de, Ercoli A, Scambia G. Herpes simplex virus infection
in pregnancy. Infection diseases in obstetrics and gynecology 2012; 1-6

Wilson WR, Sande MA. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases. The McGraw-Hill
Companies, United States of America; 2001.

WHO. International statistical classification of disease and related health problems. 2nd ed.Geneva:
WHO; 2007. p. 843-4
 
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai