Herpes genitalis disebabkan oleh virus herpes simpleks (Herpes Simplex Virus
atau HSV) tipe 1 (HSV-1) atau oleh tipe 2 (HSV-2). Rute primer penularan
infeksi HSV2 ialah melalui kontak seksual (genital-genital) dengan partner
seksual yang terinfeksi (Kimberlin dkk, 2004)
PASIEN
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang :
02
Riwayat Keluhan serupa disangkal termasuk suami
pasien.
Riwayat Alergi disangkal.
Riwayat Asma disangkal.
Kesan : Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit sekarang
RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, LINGKUNGAN
02 SARAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Giemsa
Pemeriksaan PCR
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
01 Diagnosa Kerja : 02 Terapi Medikamentosa :
Herpes Genitalis
R/ Acyclovir 400 mg tab No. XXI
Ulkus Mole
R/ Cetirizine 10 mg tab No.X
Ulkus Durum
ʃ 1 dd 1 tab
Trikomoniasis
Limfogranuloma venereum R/ Paracetamol 500 mg tab No.XV
ʃ 3 dd 1 tab p.r.n
DIAGNOSA &
TERAPI
TATALAKSANA NON-MEDIKAMENTOSA
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Infeksi herpes mempunyai lesi yang bersifat khas berupa vesikel pada
kulit.
Sel-sel epitel memperlihatkan degenerasi balon (ballooning
degeneration) yang menyebabkan terbentuknya vesikel.
Badan inklusi intranukleus asidofilik dapat ditemukan dalam sel-sel
raksasa dan sel-sel epitel yang terdapat dipinggir vesikel.
Lesi-lesi tersebut merupakan salah satu bukti adanya reaksi inflamasi.
Virus herpes simplek biasanya masuk ke dalam badan melalui bibir,
mulut, kulit, kanrtung konjungtiva adatu genetalia.
Multiplikasi awal virus terjadi pada tempat masuknya, kemudian
masuk ke kelenjar limfe regional dan mengadakan invasi ke dalam
darah yang selanjutnya menempatkan diri dan mengadakan reproduksi
di dalam kulit, membran mukosa atau visera
Virus herpes simplex diduga berada dalam keadaan laten di dalam
kulit, membran mukosa atau kemungkinan besar juga dalam kelenjar
limfe yang dapat dibangunkan menjadi aktif dengan berbagai cara,
misalnya secara hormonal. Traumatik dan banyak faktor lainnya.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Transmisi HSV kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya terjadi ketika virus mengalami
multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding).
Pada infeksi primer dimana dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral
shedding cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala prodormal
(demam, lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi)
Viral shedding pada episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar 7 hari dan karena pada tahap ini
telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya
berupa demam maupun gejala sistemik singkat.
Pada tahap infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi primer, viral shedding
berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat timbul gejala prodormal dan pada tahap awal
serangan. Viral shedding pada tahap asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam
dan sekitar 1-2 % wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama proses
persalinan.
Banyak orang yang sudah terinfeksi herpes mengalami suatu periode
dorman, yakni kondisi di mana virus terdapat dalam sistem tubuh
penderita, namun tidak ada gejala. Pada periode ini, orang yang terinfeksi
nampak sehat tanpa luka. Namun beberapa keadaan di bawah dapat
menyebabkan terjadinya outbreak (Kriebs, 2008) :
Kondisi sakit umum (sedang-berat)
Kelelahan Stres fisik dan emosional
Penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi) akibat AIDS, kemoterapi,
atau steroid
Trauma di area luka (akibat aktifitas seksual)
FAKTOR RESIKO
MANIFESTASI KLINIS
INFEKSI PRIMER
lnfeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-
kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya
demam, malese dan anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sebab dan eritematosa,
berisi cairan jemih dan kemudian menjadi seropurulen,
dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
FASE LATEN
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala
klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis.
MANIFESTASI KLINIS
INFEKSI REKUREN
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak
aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya), trauma psikis (gangguan emsional, menstruasi).
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 'sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. lnfeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco)
atau tempat lain/tempat di sekitamya (non loco)
INFEKSI PRIMER PADA KEHAMILAN
Infeksi primer pada wanita yang sedang hamil menimbulkan
tampilan klinis yang lebih berat dibandingkan wanita yang
tidak hamil.
Lesi gingivostomatitis dan vulvovaginitis herpetika cenderung
lebih menyebar dan risiko terjadinya gejala pada organ visceral
(hepatitis, encephalitis) lebih besar.
Ketika infeksi primer didapatkan pada akhir kehamilan, maka
tubuh ibu tidak sempat untuk membentuk antibodi untuk
menekan replikasi virus sebelum terjadinya persalinan.
KLINIS primer.
nfeksi rekuren HSV ditandai dengan timbulnya antibodi
terhadap tipe HSV yang sama dan gejala herpes yang
biasanya lebih ringan (7-10 hari) dibandingkan infeksi
primer.
KLASIFIKASI EPISODE
PERTAMA
LESI
PRIMER
EPISODE
PERTAMA
LESI NON
PRIMER
EPISODE
REKUREN
KLASIFIKASI Herpes genitalis episode pertama lesi primer :
Vesikel/erosi/ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar
eritematosa, disertai rasa nyeri.
Pasien lebih sering datang dengan lesi berupa ulkus
dangkal multipel atau berkrusta
Dapat disertai disuria
Dapat disertai duh tubuh vagina atau uretra
Dapat disertai keluhan sistemik, demam, sakit kepala,
nyeri otot, nyeri dan pembengkakan kelenjar getah
bening inguinal
Keluhan neuropati (retensi urin, konstipasi, parestesi)
Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari
Lesi dapat berlangsung selama 12-21 hari
KLASIFIKASI
Herpes genitalis episode pertama lesi non primer
Gambaran lesi sama seperti herpes genitalis episode
pertama primer
Umumnya lesi lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan
infeksi primer
Lesi yang tidak diobati dapat berlangsung 10-14 hari
Jarang disertai duh tubuh genital atau disuria, keluhan
sistemik, dan neuropati
KLASIFIKASI
Herpes genitalis rekuren
Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
Bersifat lokal, unilateral
Kelainan berlangsung lebih singkat dan dapat menghilang
dalam waktu 5 hari
Dapat didahului oleh keluhan parestesi 1-2 hari sebelum
timbul lesi
Umumnya mengenai daerah yang sama dapat di penis,
vulva, anus, atau bokong
Riwayat pernah berulang
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN
FISIK
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
Deteksi dan penentuan Deteksi DNA VHS dengan
tipe VHS kultur virus dari polymerase chain reaction
vesikel kulit (PCR)
PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG HISTIPATOLOGIS
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Trikomoniasis
Terdapat sekret vagina seropurulen sampai mukopurulen
berwarna kekuningan , sampai kuning-kehijauan, berbau
tidak enak, dan berbusa. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk
abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang
tampak sebagai granulasi berwama merah dan dikenal
sebagai strawbeny appearance, disertai gejala
dispareuria, perdarahan pascakoitus, dan perdarahan
intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat
timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia
ekstema.
DIAGNOSA
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat
periadenitis, L.G.V. disertai gejala konstitusi;
demam, malese, dan artralgia.
BANDING
Ulkus Durum atau Sifilis Stadium Primer
Kelainan kulit di labia mayora atau minora dimulai sebagai
papul lentikular yang permukaannya segera menjadi erosi,
kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat,
solitar, dasamya ialah jaringan granulasi berwama merah
dan bersih, di atasnya hanya tampak serum. Dindingnya
tak bergaung, kulit di sekitamya tidak menunjukkan tanda
inflamasi. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Selain itu
juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan
anus.
Ulkus Mole
Keluhan kadang tidak berhubungan dengan
ulkusnya seperti disuria, dispareunia, duh vagina,
nyeri saat defekasi. Lesi awal papul kecil, eritema
ringan. Bagian sentral papul akan berpustulasi,
mengalami erosi, dan dalam 48 jam akan
membentuk ulkus. Tidak ada gejala sistemik. Ulkus
tidak terdapat indurasi, sangat nyeri. Bagian tepi
bergaung, rapuh, tidak rata, kulit atau mukosa
DIAGNOSA sekeliling ulkus eritematosa. Dasar ulkus dilapisi
oleh eksudat nekrotik kuning keabu-abuan dan
BANDING mudah berdarah jika lapisan tersebut diangkat.
Tidak terdapat stadium vesikel.
Penggunaan antiseptik sebagai
Pemberian analgetika, bahan kompres lesi misalnya
antipiretik dan antipruritus povidon jodium yang bersifat
disesuaikan dengan kebutuhan mengeringkan lesi, mencegah
individual infeksi sekunder dan
mempercepat waktu
penyembuhan PRINSIP
TATALAKSANA
Edukasi Pencegahan
Pasien diberi edukasi tentang
Tidak melakukan hubungan
perjalanan penyakit yang
seksual pada saat timbulnya
mudah menular terutama bila
gejala karena adanya viral
ada lesi, dan infeksi ini dapat
shedding.
berulang
Quo ad
Quo ad Quo ad
sanationam
vitam : functionam
: dubia ad
bonam : bonam
bonam
PEMBAHASAN
Pasien merupakan wanita berusia 23 tahun, sudah menikah, dan aktif secara seksual dengan
1 pasangan saja. Telah aktif secara seksual merupakan salah satu kunci dari anamnesa herpes
.
genitalis, dimana penularannya terutama oleh hubungan seksual. Selain itu pasien mengaku
bahwa tidak pernah menggunakan kondom atau alat pelindung lainnya saat berhubungan badan
dengan suaminya.
Pada pasien didapatkan keluhan berupa keluar cairan dari alat kelamin berwarna kekuningan,
berbau, dan terasa gatal pada area tersebut. Selain itu dirasakan adanya nyeri dan panas saat
berkemih. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 3 hari SMRS disertai dengan adanya gejala
demam yang dirasakan. Hal tersebut sesuai dengan gejala infeksi herpes genitalia episode
pertama. Selain itu, pasien mengaku belum pernah mengalami gejala serupa sebelumnya
sehingga kemungkinan besar merupakan infeksi primer.
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi pada labia mayora berupa vesikel berisi cairan
seropurulen dengan dasar eritema dan edema, berbatas tegas, berbentuk bulat, multipel,
.
berkelompok, berukuran lentikuler dan terbatas pada area labia mayora saja. Hal tersebut sesuai
dengan gambaran klasik padaa herpes genitalis yaitu adanya gambaran vesikel berkelompok yang
seiring berjalannya waktu akan pecah dan menjadi ulkus. Selain itu gambaran tersebut sesuai
dengan gambaran klinis infeksi herpes genitalia episode pertama lesi primer.
Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke partner seksualnya lebih tinggi bila
terdapat lesi genital, namun transmisi dapat juga terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak
terdapat lesi genital dari pasangan seksual pasien. Hal ini menjelaskan mengapa pasien ini
mengalami infeksi meski suami tidak bergejala dan mengapa pasien disarankan agar tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu selama luka-luka di genital tersebut belum sembuh. Bila
memungkinkan dianjurkan pemeriksaan pada suami pasien.
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan dermatologi didapatkan lesi pada labia mayora berupa vesikel berisi cairan
seropurulen dengan dasar eritema dan edema, berbatas tegas, berbentuk bulat, multipel,
.
berkelompok, berukuran lentikuler dan terbatas pada area labia mayora saja. Hal tersebut sesuai
dengan gambaran klasik padaa herpes genitalis yaitu adanya gambaran vesikel berkelompok yang
seiring berjalannya waktu akan pecah dan menjadi ulkus. Selain itu gambaran tersebut sesuai
dengan gambaran klinis infeksi herpes genitalia episode pertama lesi primer.
Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke partner seksualnya lebih tinggi bila
terdapat lesi genital, namun transmisi dapat juga terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak
terdapat lesi genital dari pasangan seksual pasien. Hal ini menjelaskan mengapa pasien ini
mengalami infeksi meski suami tidak bergejala dan mengapa pasien disarankan agar tidak
berhubungan seksual terlebih dahulu selama luka-luka di genital tersebut belum sembuh. Bila
memungkinkan dianjurkan pemeriksaan pada suami pasien.
PEMBAHASAN
Tatalaksansa yang diberikan pada pasien adalah tatalaksana medikamentosa dan non
medikamentosa. Medikamentosa yang utama diberikan adalah gologan antiviral sebagai terapi
.
kausatifnya. Antiviral yang digunakan adalah seperti acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir yang dapat
diberikan untuk terapi herpes genitalis episode pertama, sebagai terapi rekurensi, dan bila dikonsumsi
harian sebagai pencegahan rekurensi (terapi supresif). Penggunaan obat-obatan tersebut tidak
meningkatkan kemungkinan terjadinya abnormalitas pada fetus. Pada pasien ini diberikan terapi
kausatif berupa Acyclovir tablet 3 x 400 mg / hari selama 7 hari.
Topikal acyclovir tidak memberikan manfaat dalam terapi, tidak direkomendasikan, dan pada
pasien ini tidak diberikan. Selain itu pasien juga diberikan pengobatan simptomatis untuk mengurangi
keluhan yang muncul pada pasien. Prognosis hasil pengobatan pada pasien ini adalah baik bila
mengingat waktu datang berobat masih pada saat-saat awal munculnya gejala, tinggal bagaimana
kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, merawat higiene luka, dan meningkatkan imunitas
dirinya
KESIMPULAN
Pasien Ny. N usia 23 tahun yang diperiksa pada tanggal 16 Oktober 2020 di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Panembahan Senopati Bantul. . Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang pada kasus ini tidak dilakukan. Hasil
pemeriksaan klinis pada kasus ini didapatkan Pada daerah labia mayora terdapat lesi berupa vesikel
dengan isi cairan seropurulen, dengan dasar eritema (+), edema (+), berbatas tegas, ukuran lentikular,
jumlah multipel, dan distribusi berkelompok terbatas pada area labia mayora. Pasien ditatalaksana
secara medikamentosa dengan pemberian antiviral, analgetik, dan secara non medikamentosa
dengan edukasi terkait aktivitas seksual, pasangan, serta kondisi kehamilannya. Dalam tatalaksana
herpes genitalis diperlukan pemahaman dan strategi yang holistik untuk menegakkan diagnosis,
terapi sesuai tanda dan gejala yang muncul, serta dampak psikologis yang dapat dan sering muncul
pada pasien herpes genitalis.
DAFTAR PUSTAKA
Anzivino E, Fioriti D, Mischitelli M, Bellizzi A, Barucca V, Chiarini F,et al. Herpes simplex virus infection
in pregnancy and in neonate: status of art of epidemiology, diagnosis, therapy and prevention. J
Virology 2009; 6: 40. .
Brown ZA, Wald A, Morrow RA, Selke S, Zeh J, Corey L. Effect of serologic status and cesarean delivery
on transmission rates of herpes simplex virus from mother to infant. JAMA 2003; 2: 203-209.
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually Transmitted
Diseases. New York: The McGraw-Hill. 2008;.
Kim DI, Chang HS, Hwang KJ. Herpes simplex virus 2 infection rate and necessity of screening during
pregnancy: a clinical and seroepidemiology study. Yonsei Med J 2012; 53(2): 401-407.
Kriebs JM. Understanding herpes simplex virus: transmission, diagnosis, and considerations in
pregnancy management. J Midwifery Womens Health 2008; 53: 202-208.
Straface G, Selmin A, Zanardo V, Santis Marco de, Ercoli A, Scambia G. Herpes simplex virus infection
in pregnancy. Infection diseases in obstetrics and gynecology 2012; 1-6
Wilson WR, Sande MA. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases. The McGraw-Hill
Companies, United States of America; 2001.
WHO. International statistical classification of disease and related health problems. 2nd ed.Geneva:
WHO; 2007. p. 843-4
THANK YOU