Anda di halaman 1dari 19

Ijarah

dan Kafalah
Oleh

Mutiara Firanti
0302518704
i. Mubah
ii. Boleh dimanfaat
dengan imbalan

Konsep Ijarah ttt.

Ijarah Al-’iwad Upah, sewa, jasa atau imbalan

Secara istilah Ijarah salah satu bentuk kegiatan


muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia,
seperti sewa- menyewa, kontrak, menjual jasa dan
sebagainya.
Rukun dan Syarat Ijarah
 Rukun Ijarah ada 4, yaitu :

Sighat al-’aqad (ijab dan


qabul)

Al-’aqidayn (kedua orang yang


bertransaksi)

Al-ujrah (upah/sewa)

Al-manafi’ (manfaat/sewa)
 Syarat Ijarah :

 1. Kedua belah pihak yang berakad (penjual dan


pembeli) harus menyatakan kerelaannya dalam
melakukan transaksi ijarah.

 2. Kedua belah pihak yang berakad telah baligh dan


berakal

 3. Upah atau sewa dalam transaksi ijarah harus jelas

 4. Manfaat sewa harus diketahui secara sempurna


Dasar Hukum IJarah
 Al Qur’an
"Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya". (Al- Qasas ayat 26)

 Al Hadis
Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu'aim] telah
menceritakan kepada kami [Mis'ar] dari ['Amru bin 'Amir]
berkata; Aku mendengar [Anas radliallahu 'anhu] berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berbekam dan Beliau tidak pernah
menzhalimi upah seorangpun. (HR. Bukhari No. 2119)
Macam- macam Ijarah

Ijarah yang bersifat Ijarah yang bersifat


manfaat pekerjaan
Pembayaran Ijarah

 Menyewa untuk mengajarkan ilmu atau kerajinan


diperbolehkan

 Jika seseorang menyewa sesuatu kemudian ia dilarang


memanfaatkannya pada suatu waktu maka uang sewa
dipotong sesuai dengan masa ia dilarang
memanfaatkannya.

 Uang sewa harus dilakukan dengan akad dan


penyerahannya dilakukan setelah selesainya
pemanfaatan sesuatu yang disewakan
Berakhirnya Ijarah
Menurut ulama
Hanafiyah, apabila ada
Menurut Ulama masalah dari salah
Hanafiyah, wafatnya satu pihak, seperti
salah seorang yang rumah yang disewakan
berakad karena akad disita Negara karena
Tenggang waktu yang ijarah, menurut mereka terkait dengan utang
disepakati dalam akad tidak bisa diwariskan. yang banyak, maka
sudah berakhir. Akan tetapi menurut transaksi ijarah batal.
jumhur ulama, akad Beda dengan jumhur
ijarah tidak batal dengan ulama, masalah yang
wafatnya salah seorang bisa membatalkan
yang bertransaksi, transaksi ijarah
hanyalah apabila
objeknya mengandung
cacat
Metodologi (Pendapat Fuqaha)

 Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa transaksi ijarah


itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara
sepiak apabila bermasalah dari salah satu pihak yang
bertransaksi, seperti salah satu pihak meninggal dunia
atau kehilangan kecakapan bertindak hokum.
 Beda dengan jumhur ulama, yang mengatakan bahwa
transaksi ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada
cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.
Aplikasi dan Problem Ijarah

Manfaat dari transaksi ijarah bagi bank adalah keuntungan sewa dan
kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam
ijarah sebagai berikut :

 Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.


 Rusak; aseet ijarahi rusak sehingga menyebabkan biaya
pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak
bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
 Berhenti; nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau
membeli asset tersebut. Akibatnya, bank harus menghitung kembali
keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
Skema Ijarah

NASABAH

2. Beli Objek Sewa

A. Milik

OBJEK SEWA
BANK SYARIAH

3. Sewa Beli
B. Milik

1. Pesan Objek Sewa


SUPLIER PENJUAL
Konsep Kafalah

 Kafalah al-dammamu (mengabungkan)


al-dammam (jaminan)
hamalah (beban)
za’amah (tanggungan)

Secara istilah kafalah merupakan sebuah otoritas


kewenangan untuk melakukan penjaminan kepada
pihak lain terhadap sesuatu yang diperbolehkan
syariah.
Rukun dan Syarat Kafalah
 Menurut mazhab Hanafi, rukun kafalah ada dua, yaitu ijab dan qabul.
 Menurut jumhur ulama, bahwa rukun dan syarat kafalah adalah sebagai
berikut :
Madmun ‘anhu Sighat atau
Damin, kafil atau Madmun Madmun bih
atau makful lafal,
za’im , yaitu ‘alayh atau makful
‘anhu (orang disyaratkan
orang yang (orang yang (benda/bara
yang berutang). keadaan lafal
menjamin. berpiutang) ng atau
Dalam Hal ini itu dengah
disyaratkan , syarat- orang).
orang yang kata- kata
sudah baligh, syarat Benda atau
berutang menjamin,
berakal, tidak orang yang orang
disyaratkan tidak
dicegah berpiutang disyaratkan
baligh, berakal, digantungkan
menjalankan diketahui dapat
memiliki niat pada sesuatu
hartanya oleh orang diketahui
yang baik untuk atau tidak jelas
(mahjur) dan yang dan tetap
memenuhi dan tidak
dilakukan dengan menjamin. keadaannya.
tanggung sementara.
kehendak sendiri.
jawabnya
Dasar Hukum Kafalah
 Al- Qur’an (Yusuf ayat 66)
Ya'qub berkata: "Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa
kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung
musuh". Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya'qub berkata: "Allah
adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)".

 Al Hadis (HR. Bukhari No. 2690)


Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada kami Yahya dari Sufyan
berkata telah bercerita kepadaku Sa'ad bin Ibrahim dari 'Abdullah bin Syaddad dari
'Ali. Dan diriwayatkan pula, telah bercerita kepada kami Qabishah telah bercerita
kepada kami Sufyan dari Sa'ad bin Ibrahim berkata telah bercerita kepadaku 'Abdullah
bin Syaddad berkata aku mendengar 'Ali radliallahu 'anhu berkata; Tidak pernah aku
melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan jaminan tebusan kepada
seseorang selain Sa'ad dimana aku mendengar Beliau berkata (kepada Sa'ad):
"Memanahlah demi bapak dan ibuku yang aku tebus keduanya (kepada Allah)"
Macam- macam &Pelaksanaan Kafalah
1. Kafalah dengan jiwa
2. Kafalah dengan harta
a. Kafalah bi al-dayn (jaminan utang)
b. Kafalah dengan penyerahan benda
c. Kafalah dengan’aib (cacat)

 Pelaksanaan Kafalah :
 Munjaz (diperbolehkan atau langsung)
 Mu’allaq (digantungkan/ dikaitkan)
 Muwaqqat (ditentukan waktunya)
Pembayaran Kafil
 Apabila orang yang menjamin (kafil) memenuhi kewajibannya dengan
membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada
madmun ‘anhu atau makfful ‘anhu apabila pembayaran itu atas izinnya.
Dalam hal ini para ulama sepakat, namun mereka beda
pendapatmembayar atau melaksanakan beban orang yang ua jamin tanpa
izin orang yang dijamin bebannya. Menurut Al- Syafi’I dan Abu Hanifah
bahwa membayar uang orang yang dijamin tanpa izin darinya dalah
sunnah, kafil (penjamin) tidak punya hak untuk meminta ganti rugi kepada
orang yang ia jamin (makful’anhu). Menurut mazhab Maliki, kafil berhak
menagih kembali kepada makful ‘anhu (orang yang utang).
 Ibn Hazm berpendapat bahwa kafil 9penjamin) tidak berhak menagih
kemabali kepada makful ‘anhu terhadap apa yang dibayarkan, baik dengan
izin makful ,anhu tidak ada, kafil berkewajiban menjamin dan tidak boleh
lepas tanga dari tuntutan, kecuali dengan membayar atau orang yang
mengutang menyatakan ebbas untuk kafil dari utang makful adalah
membatalkan akadi kafalah, sekalipun makful ‘anhu dan kafil tidak rela.
Metodologi (Pendapat Fuqaha)
 1. Dalam kafalah, kafil (penjamin) disyaratkan kenal dengan makful
(orang yang dijamin), terutama dalam kafalah ihdar (jaminan
menghadirkan hak di pengadilan)

 2. Dalam kafalah disyaratkan kerelaan (kesediaan) pihak kafil


(penjamin)

 3. Jika seseorang menjamin dalam bentuk jaminan uang, kemudian


makful meninggal dunia, makakafil mananggung uang tersebut. Jika
ia menjamin dlaam bentuk kafalah ihdar, kemudian makfuli
meninggal dunia maka kafil tidak terkena kewajiban apa-apa.

 4. Dalam kafalah tidak diperblehkan kecuali dalam hal yang boleh


digantikan, misalnya, dalam masalah hudud (hukuman) atau qisas,
maka kafalah tidak dibenarkan di dalamnya, karena Rasulullah Saw
bersabda :”Tidak ada kafalah dalam masalah hudud”.
Aplikasi dan Problem Kafalah
 Dalam pelaksanaan kafalah dalam bisnis menurut Sayyid Sabiq yang dikutip
oleh Ismail Nawawi, mengemukakan pendapat para ulama bahwa apabila
orang yang menjamin memenuhi kewajibannya dengan membayar utang
orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembail kepada orang yang dijamin
apabila pembayraan atas izinnya. Dalam hal ini, para ulama sepekat meski
mereka berbeda pendapat, apabila penjamin membayar atau menunaikan
beban orang yang ia jamin tanpa izin izin orang yang dijamin bebannya,
menurut Syafi’I dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin
tanpa izin darinya dalah sunnah, dammin tidak puna hak untuk minta ganti
rugi kepada orang yang ia jamin, sedangkan menurut mazhab Maliki, damin
berhak menagih kembali kepada madmun’anhu.
 Ibn Hazm berpendapat bahwa dammin tidak berhak menagih kembali kepada
madmu’anhu atas apa yang telah dibayarkan, baik dengan izin madmun’anhu
maupun tidak. Apabila madmun’anhu tidak ada, kafil (damin) berkewajiban
menjamin dan tidak boleh mengelak dari tuntutan kecuali dengan membayar
atau orang yang mengutangkan menyatakan bebas untuk kafil dari utang
makful lahu sekalipun makful’anhu dan kafil tidak rela.
Skema Kafalah

PENANGGUNG JAWAB TERTANGGUNG DITANGGUNG


Lembaga Keuangan) (Jasa/Objek) (Nasabah)

JAMINAN KEWAJIBAN

Anda mungkin juga menyukai