Anda di halaman 1dari 23

Referat

Difteri
Pembimbing :
dr. Lisa Apri Yanti, Sp.T.H.T.K.L(K), FICS

Oleh :
Athallah Zhafira 04084822124114
Fakhri Abdurrahman 04084822124163
Outline

Pendahuluan Tinjauan Pustaka Kesimpulan

2
PENDAHULUAN

3
Pendahuluan

▸ Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


Corynebacterium diphtheriae
▸ Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada
pemeriksaan ditemukan pseudomembran pada tonsil, faring, dan atau rongga
hidung
▸ Diagnosis cepat harus segera dilakukan berdasarkan gejala klinis, laboratorium
(swab tenggorok, kultur, atau PCR) untuk penanganan lebih awal
▸ Tata laksana terdiri dari penggunaan antitoksin spesifik dan eliminasi organisme
penyebab

4
Tinjauan Pustaka

5
ANATOMI LARING

6
FISIOLOGI LARING
▸ 1. Fungsi Fonasi,
▸ 2. Fungsi Proteksi,
▸ 3. Fungsi Respirasi,
▸ 4. Fungsi Sirkulasi,
▸ 5. Fungsi Fiksasi,
▸ 6. Fungsi Batuk,
▸ 7. Fungsi Ekspektorasi,
▸ 8. Fungsi Emosi

7
ANATOMI FARING

8
FISIOLOGI FARING
▸ 1. Jalur Udara dan Makanan
▸ 2. Menghangatkan dan Melembabkan Udara
▸ 3. Proses Pengindraan
▸ 4. Proses Pendengaran
▸ 5. Perlindungan terhadap Mikroba
▸ 6. Proses Bicara

9
DIFTERI
1. DEFINISI 4. KLASIFIKASI 7. TATALAKSANA 9. PENCEGAHAN

2. ETIOLOGI 5. TANDA DAN 8. KOMPLIKASI 10. PROGNOSIS


GEJALA

3. PATOGENESIS 6. DIAGNOSIS

10
DIFTERI
▸ Definisi
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang dimediasi oleh toksin yang disebabkan
oleh spesies Corynebacterium, terutama Corynebacterium diphtheria

▸ Etiologi
C. diphtheriae adalah basil gram positif tidak berkapsul, non-motil, yang tampak
berbentuk klub dan tersusun dalam palisade atau formasi berbentuk V atau L

11
PATOGENESIS

Menyebabkan destruksi Epitel yang mengalami


epitel dan respons nekrosis tertanam dalam
peradangan superfisial eksudat fibrin dan sel-sel
darah merah dan putih
 

Bakteri Toksin menyebar Terbentuk


Corynebacterium melalui darah dan pseudomembran
diphtheriae melepaskan diabsorbsi ke dalam yang berwarna
toksin selaput mukosa putih keabu-abuan

12
KLASIFIKASI
▸ 1. Difteri Tipe Respirasi
a. Difteri hidung (anterior nasal diphteria)
b. Difteri faucial
c. Difteri tracheolaryngeal
d. Difteri maligna

▸ 2. Difteri Kutan/Kulit

13
TANDA DAN GEJALA
▸ Mengalami infeksi pada faring, laring, trakhea,
atau kombinasinya;
▸ Muncul selaput berwarna putih keabu-abuan
(pseudomembran) yang tidak mudah lepas Tabel 1. Kriteria sumbatan jalan napas atas kriteria Jackson
pada tenggorokan, amandel, rongga mulut, atau
Gradas Kriteria
hidung;
i
▸ Pembengkakan kelenjar limfa pada leher
(bullneck); d. Demam yang tidak tinggi (< 1 Retraksi suprasternal ringan
38,5˚C) ;
Tanda-tanda kekuatan (-)
▸ Mengeluarkan bunyi saat menarik napas
2 Retraksi suprasternal (++), epigastrial (+)
(stidor); dan
▸ Kesulitan bernapas Kekuatan (+), sulit diajak bercanda
3 Retraksi suprasternal (+), klavikuler (+), interkostal (+),
epigastrial (+), Usaha menarik napas (+), kelelahan (+).
4 Retraksi (++), kekuatan sianosis, menolak makan/minum

14
DIAGNOSIS
Menurut Kemenkes RI (2017), pasien difteri adalah yang memenuhi kriteria berikut ini,
1. Suspek difteri adalah orang dengan gejala faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis atau kombinasinya disertai demam tidak tinggi dan adanya
pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas, Probable difteri adalah orang dengan suspek difteri ditambah dengan salah satu gejala berikut :
a. Pernah kontak dengan kasus,
b. Imunisaasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster,
c. Berada di daerah endemis difteri,
d. Stidor,
e. Bullneck,
f. Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit,
g. Gagal jantuk toksik,
h. Gagal ginjal akut,
i. Miokarditis,
j. Meninggal
2. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus suspek difteri dengan hasil kultur positif Corynebacterium diphtheriae strain toxigenic atau PCR
3. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus yang memenuhi kriteria suspek difteri dan mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus
konfirmasi laboratorium
4. Kasus karier adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium diphtheriae

15
TATALAKSANA
▸ 1. ADS (Antidiphteria Serum), Pasien yang datang dengan kondisi
sumbatan jalan nafas harus diidentifikasi
terlebih dahulu kondisinya sebelum dilakukan
tindakan.
Tindakan trakeotomi dikerjakan
berdasarkan kondisi gradasi SJNA pada
penderita.
1. Penderita dengan gradasi 1 dan 2 dikerjakan
▸ 2. Antibiotik berupa eritromisin atau penisilin, trakeotomi elektif,
▸ 3. Kortikosteroid, 2. Penderita dengan gradasi 3 dan 4 dikerjakan
▸ 4. Tatalaksana Suportif trakeotomi urgent/cito

16
DIFTERI
▸ Komplikasi ▸ Prognosis
Derajat penyakit dan komplikasi umumnya Prognosis dapat tergantung pada virulensi dari
berhubungan dengan penyebaran infeksi lokal. Toksin, bakteri yang menyerang, lokasi dan perluasan
jika diabsorpsi, dapat menyerang organ dan jaringan; membran, status imunitas, serta kecepatan dalam
paling sering adalah miokarditis dan neuritis. mendapat pengobatan dan perawatan.
▸ Pencegahan 1. Dari virulensi bakteri, biotipe gravis mempunyai
prognosis yang paling buruk,
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi 2. Lokasi difteri pada laring dapat menyebabkan
lengkap, dengan jadwal pemberian sesuai usia. Berikut meningkatnya persentasi kematian karena difteri
adalah imunisasi yang bias diberikan untuk mencegah akibat terjadinya obstruksi saluran nafas,
difteri, 3. Pada status imunitas, prognosis akan menjadi lebih
1. DPT-HB-Hib (vaksin kombinasi mencegah Difteri, berat pada pasien yang tidak diimunisasi,
Pertusis, Tetanus, Hepatitis B dan Meningitis serta 4. Penderita yang semakin cepat mendapat pengobatan
Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus dan perawatan maka prognosis lebih baik
infuenzae tipe B).
2. DT (vaksin kombinasi Difteri Tetanus).
3. Td (vaksin kombinasi Tetanus Difteri).
17

KESIMPULAN

18
KESIMPULAN

Difteri adalah penyakit Tanda-tanda dan gejala dari difteri adalah, Tatalaksana dari difteri
infeksi akut yang dimediasi 1. Infeksi pada faring, laring, trakhea, atau dapat dilakukan dengan
oleh toksin yang disebabkan kombinasinya, pemberian Serum Antitoksin
oleh spesies Difteri (ADS), antibiotik,
Corynebacterium, terutama 2. Muncul selaput berwarna putih keabu- kortikosteroid dan tirah baring
Corynebacterium diphtheria abuan (pseudomembran) total.
3. Amandel pada rongga mulut atau hidung, Selain itu untuk mencegah
4. Pembengkakan kelenjar limfa pada leher terjadinya difteri maka dapat
(bullneck), dilakukan imunisasi lengkap
Secara umum difteri
dengan jadwal pemberian sesuai
dibagi menjadi dua jenis 5. Demam yang tidak tinggi (< 38,5˚C),
usia.
difteri, yaitu Difteri Tipe 6. Mengeluarkan bunyi saat menarik napas
Respirasi dan Difteri (stidor),
Kutan/Kulit.
7. Kesulitan bernapas.
19
THANK YOU!

any
questions
?

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Acang N. Difteri. Dalam: Noer HMS, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Ed. ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996.
2. Anastasiadou S, Al Yaghchi C. Glottic Stenosis. [Updated 2020 Jun 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539898/
3. Anonim. Difteria pada buku ajar infeksi & pediatri tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2010.h.312-21.
4. Arifin, I.F dan Prasasti, C.I. Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri Anak di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Tanggal Terbit : April 2017.
Tanggal Akses : April 2021. http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/3157/2812.
5. Broek P. Acute and Chronic Laryngitis. In: Scott Browns Otolaryngology. Laryngology Head and Neck Surgery. 6th ed.1997. p. 14-5.
6. Cavalieri SJ, Knoop FC. Corynebacterium Infections. In: Reference Module in Biomedical Sciences. Elsevier; 2014.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Diphteria. In: Epidemiology and prevention of vaccine-preventable diseases. 13th ed. Centers for Disease
Control and Prevention; 2015. p. 107–18.
8. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. Gambaran KLB Diphteri Th 2000- 2010 di Jawa Timur. 2010.
9. Edi Hartoyo. Sari Pediatri: Difteri pada Anak Vol. 19. 2018; 300-306.
10. Fierer J, Looney D, Pechère J-C. Nature and Pathogenicity of Micro-organisms. In: Infectious Diseases. Elsevier; 2017:4-25. 6.
11. German RZ, Palmer JB. Anatomy and development of oral cavity and pharynx. GI Mobility Online 2006.
12. Gillet D, Barbier J. Diphtheria toxin. In: The Comprehensive Sourcebook of Bacterial Protein Toxins. Elsevier; 2015:111-132. 5.
13. Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology - Head and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.
14. Hadinegoro SRS. Bab II Jadwal imunisasi. In: Ranuh IN, Suyitno H, Kartasasmita CB, Ismoedjianto, Soedjatmiko, editors. Pedoman imunisasi di
Indonesia. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014. p. 275–7.
15. Hartoyo E. Difteri pada anak. Sari Pediatri. 2018;19(5):300–6.
21
16. Hiatt JL, Gartner LP. Textbook of head and neck anatomy. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2009: 47-9, 251-4.
17. Hien TT, White NJ. Diphtheria. In: Manson’s Tropical Infectious Diseases. Elsevier; 2014:416-420.el.
18. Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons. Volume 1 : Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 : 425-
456.
19. Holmes KR. Diphtheria. In: Fauci AS, et al. Editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed. 2008. USA: McGrow- Hills.
20. Hutauruk Syahrial M., Fardizza Fuaziah, Aristya Sevi. Tonsilitis Difteri dengan Sumbatan Jalan Napas Atas. Departemen Telinga Hidung Tenggorok-
Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2018
21. Kartno B, Purwana R, Djaja IM. Hubungan Lingkungan Rumah dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Kabupaten Tasikmalaya (2005-2006)
dan Garut Januari 2007, Jawa Barat. Makara Kesehatan. 2008;12:8-12.
22. Kemenkes RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri: Edisi I. 2017.
23. Kentjono Widodo A.,Juniati Sri H., Romdhoni Achmad C. Update Managemeny on Pharyngolaryngeal Diseases. 2015
24. Koufma JA. Infection and Inflammatory Disease of the Larynx. In: Ballenger’s. Snow JJ. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 15th ed. 1996;
p.541-3.
25. Lamichhane A, Radhakrishnan S. Diphtheria. [Updated 2020 Aug 14]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560911.
26. Novialdi, N dan Pulungan, M.R. 2011. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
27. Novialdi, S.T. 2018. Tuberkulosis Laring. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
28. Oram DM, Avdalovic A, Holmes RK. Construction and Charac- terization of Transposon Insertion Mutations in Corynebacte- rium diphtheriae That
Affect Expression of the Diphtheria Toxin Repressor (DtxR). J.Bacteriol. 2002;184(20): 5723–5732.
29. Rahman, F.S., Hargono, A dan Susilastuti, F. Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri di Kecamatan Geneng dan Karang Jati Kabupaten Ngawi Tahun
2015. Tanggal Terbit : Desember 2016. Tanggal Akses : April 2021. http://ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/view/91/90.

22
30. Saifudin, N., Wahyuni, C.U dan Martini, S. Faktor Risiko Kejadian Difteri di Kabupaten Blitar Tahun 2015. Tanggal Terbit : Juni 2016. Tanggal Akses
: April 2021. http://www.ojs.iik.ac.id/index.php/wiyata/article/view/72/71.
31. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Alih Bahasa: Sugiharto L; Editor: Hartanto H, et al. Jakarta: EGC, 2006: 795-8.
32. Ted, Peter, Yury, Vsevolod, Alexey. Pathology of Diphtheria | The Journal of Infectious Diseases | Oxford Academic. OUP Academic. Published
February 1, 2000. Accessed April 3, 2021.
33. Tiwari TSP, Wharton M. Diphtheria Toxoid. In: Plotkin’s Vaccines. Elsevier; 2018:261-275.e7.
34. Tompunu, A.N., Sardjono, T.A dan Salamah, I. 2012. Rehabilitasi Suara Penderita Tuna laring Menggunakan Electrolarynx Berbasis Microcontroller.
Jakarta : Conference: Forum Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi (IPTEKIN) Nasional.
35. TU J, Ahmadi G, et al. The human respiratory system. Tanggal Terbit: January 2013. Tanggal akses : April 2021. https://researchgate.net/ publications/
278719512.
36. Vasco A. Pathogenesis of Corynebacterium diphtheriae and available vaccines: An Overview. Global Journal of Infectious Diseases and Clinical
Research. Published online October 30, 2017:020-024.
37. Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2011.
38. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.
Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479- 486.
39. World Health Organization. Bab 4 batuk dan atau kesulitan bernapas. In: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: World Health
Organization; 2009. p. 106-7.

23

Anda mungkin juga menyukai